Tag Archives: Ali RA

Haul Zakat Adalah Masa Kepemilikan Harta, Ini Penjelasannya



Jakarta

Zakat merupakan rukun Islam ketiga. Saat bulan Ramadan berlangsung seperti sekarang ini, kegiatan zakat sangat diperhatikan dan ramai dilakukan oleh setiap muslim baik yang menerima atau memberi.

Salah satu hal yang perlu diketahui tentang zakat adalah haul. Haul zakat adalah masa kepemilikan harta oleh seorang muslim sebagai penanda muslim untuk menunaikan zakat.

Menurut Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah, haul adalah batas waktu minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Batasan waktu untuk haul zakat ini yakni selama satu tahun Hijriah atau 12 bulan Qomariyah.


Keterangan ini didasarkan dari salah satu sabda Rasulullah SAW. Dikisahkan dari Ali RA, “Tidak wajib zakat kecuali sampai cukup masa setahun.” (HR Abu Daud)

Pada praktiknya, syarat haul yang dikenakan pada zakat harta atau zakat mal. Namun, syarat haul untuk harta yang dikenakan zakat mal tidak berlaku bagi jenis zakat mal berupa zakat pertanian, perkebunan dan kehutanan, perikanan, pendapatan dan jasa, dan zakat rikaz.

Sementara, secara umum, zakat mal meliputi zakat emas, perak, logam mulia lainnya; zakat uang dan surat berharga lainnya; zakat perniagaan; zakat pertanian, perkebunan dan kehutanan; zakat peternakan dan perikanan; zakat pertambangan; zakat perindustrian; zakat pendapatan dan jasa; dan zakat rikaz atau barang temuan.

Mengutip laman Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), zakat dikeluarkan dari harta yang dimiliki. Namun, tidak semua harta terkena kewajiban zakat. Syarat dikenakannya zakat atas harta di antaranya.

  • Harta tersebut merupakan barang halal dan diperoleh dengan cara yang halal
  • Harta tersebut dimiliki penuh oleh pemiliknya
  • Harta tersebut merupakan harta yang dapat berkembang
  • Harta tersebut mencapai nishab sesuai jenis hartanya
  • Harta tersebut melewati haul
  • Pemilik harta tidak memiliki utang jangka pendek yang harus dilunasi

Sebagai tambahan wawasan pengetahuan khususnya mengenai zakat, terdapat etika yang harus diperhatikan. Mengutip buku Etika Beribadah: Berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah oleh Samsul Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi. Beberapa etika dalam berzakat adalah sebagai berikut.

Etika Menunaikan Zakat

1. Niat yang Tulus dan Ikhlas

Niat yang tulus dan ikhlas karena Allah SWT dalam beramal merupakan hal yang sangat penting bahkan tidak boleh dilupakan. Hal tersebut karena diterima atau ditolaknya amal dan perbuatan manusia oleh Allah SWT sangatlah bergantung dari apa yang menjadi tujuan atau niat kita dalam melakukannya.

Hal ini dijelaskan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits,

إِنَّمَا الأعْمَالُ بِالنِّيَاتِ, وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Segala pekerjaan itu (diterima atau tidaknya di sisi Allah) tergantung niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya.” (HR Muslim)

2. Harta yang Halal

Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Baik dan hanya akan menerima amal sedekah, infak, dan zakat dari harta yang baik dan dengan dengan cara yang baik pula. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA yang menyampaikan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Tiada seorang pun yang bersedekah dengan harta yang baik, Allah tidak menerima kecuali yang baik, kecuali (Allah) Yang Maha Pengasih akan menerima sedekah itu dengan tangan kanan-Nya. Jika sedekah itu berupa sebuah kurma maka di tangan Allah yang Maha Pengasih, sedekah itu akan bertambah sampai menjadi lebih besar dari gunung.” (HR Muslim)

3. Tidak Mengungkit Pemberian

Mengungkit-ungkit zakat dan pemberian lainnya adalah sungguh perbuatan yang sangat tercela. Selain akan dapat menghapuskan pahala amal baik yang telah kita lakukan, hal ini juga dapat menyakiti hati sesama, perbuatan tersebut dapat menyebabkan si penerima merasa malu dan terhina.

Oleh karena itu, sebagai muslim yang taat kita perlu untuk menjauhi tindakan yang sangat tercela dan dapat menghapuskan amal ini. Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 264 menjelaskan,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan ia tidak beriman kepada Allah serta hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.”

4. Jangan Berlebihan

Dalam Islam, diajarkan bahwa dalam melakukan suatu hal apapun itu tidak diperbolehkan untuk dilakukan secara berlebihan. Hal ini sama dengan perihal zakat, janganlah berlaku terlalu kikir dan janganlah terlalu berlebihan. Demikianlah tuntunan yang termaktub dalam surah Al Furqan ayat 67,

وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا

Artinya: “Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya.”

Untuk perhitungan zakat mal dalam bentuk penghasilan hingga harta simpanan yang telah mencapai nisabnya, detikHikmah menyajikan fitur terbaru Kalkulator Zakat yang dapat diakses melalui laman detikHikmah. detikers cukup mengisi informasi yang dibutuhkan lalu besaran zakat yang harus dibayarkan akan muncul secara otomatis. Klik DI SINI untuk zakat penghasilan dan DI SINI untuk zakat simpanan.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Tentang Rukun Yamani dan Keistimewaannya bagi Jemaah Umrah


Jakarta

Sebagai tempat ibadah umat Islam yang mulia, Ka’bah memiliki sejarah panjang dalam pembangunannya. Dari zaman ke zaman, Ka’bah melewati beberapa perbaikan hingga terbangun dengan pondasi yang sangat kokoh hingga saat ini. Salah satu pondasi utama yang menjadi bagian Ka’bah adalah setiap sudut (rukun) nya.

Ka’bah dibangun atas empat rukun, yaitu Rukun Hajar Aswad, Rukun Syami, Rukun Iraqi, dan Rukun Yamani. Salah satu dari rukun Ka’bah, yaitu Rukun Yamani, memiliki keistimewaan tersendiri terutama bagi jemaah yang melakukan thawaf.

Apa Itu Rukun Yamani?

Dikutip dari buku Manasik Umrah Nabi Muhammad yang ditulis oleh Brilly El-Rasheed, Rukun Yamani adalah sudut Ka’bah yang terletak di bagian barat daya, tepatnya sebelum rukun Hajar Aswad, jika dilihat dari arah perjalanan thawaf. Dinamakan Rukun Yamani karena posisinya yang menghadap ke arah negara Yaman, yaitu wilayah selatan Makkah.


Sudut Rukun Yamani adalah sudut yang tersisa dari sudut-sudut Ka’bah yang dibangun asli oleh Nabi Ibrahim AS. Berbeda dengan dua sudut lainnya, yaitu sudut sebelah utara, keduanya dirobohkan oleh kaum Quraisy saat perbaikan Ka’bah karena kekurangan biaya halal dalam pembangunannya.

Anjuran Menyentuh Rukun Yamani saat Thawaf

Sayyid Sabiq menyebutkan dalam kitab Fiqh as-Sunnah 3 terjemahan Abdurrahim dan Masrukhin, orang yang thawaf disunnahkan menyentuh Rukun Yamani karena keutamaannya yang tidak dimiliki oleh rukun-rukun lain. Ibnu Umar RA berkata, “Aku tidak mengetahui Nabi SAW menyentuh rukun (pokok Ka’bah) kecuali dua Rukun Yamani.”

Ibnu Umar RA berkata, “Aku tidak meninggalkan menyentuh dua rukun ini (Yamani dan Hajar Aswad) sejak aku melihat Rasulullah SAW menyentuhnya. Aku tidak meninggalkannya, baik ketika senang maupun ketika susah.”

Ulama Islam sepakat bahwa menyentuh Rukun Yamani adalah sunnah, sedangkan menyentuh rukun lain tidak disunnahkan. Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda,

الْيَمَانِيُّ يَحُطُ الْخَطَايَا حَطَّا. الْحَجَرُ والركن

Artinya: “Sungguh Hajar Aswad dan Rukun Yamani dapat menghapus dosa-dosa.”

Disebutkan pula dalam Fadhlu Hajar Aswad wa Maqam Ibrahim karya Prof Said Muhammad Bakdasy yang diterjemahkan Gumilar Irfanullah, selain menyentuhnya, Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk mencium Rukun Yamani. Dari Ibnu Abbas RA, ia mengatakan, “Sesungguhnya Rasulullah SAW mencium Rukun Yamani dan meletakkan pipinya di atasnya.”

Dalam riwayat lain, dari Ali RA, “Rasulullah SAW pernah menempelkan kedua pipinya di atas Rukun Yamani, beliau meminta surga kepada Allah dan meminta perlindungan dari api neraka.”

Imam Ja’far Al-Shadiq dalam buku Etika Islam yang ditulis oleh Faidh Kasyani, mengibaratkan Rukun Yamani dengan pintu surga, karena menyentuhnya adalah sebagai perantara masuk ke dalam surga dan sungai untuk membersihkan dosa-dosa. Beliau berkata, “Rukun Yamani adalah salah satu pintu surga yang belum Allah tutup sejak membukanya.”

Beliau juga berkata, “Rukun Yamani adalah pintu kami di mana kami memasuki surga darinya. Di dalamnya terdapat sungai dari surga yang dilemparkan padanya perbuatan-perbuatan para hamba-Nya.” Beliau menyamakan Rukun Yamani dengan pintu surga karena menyentuhnya sebagai perantara masuk ke dalam surga dan sungai untuk membersihkan dosa-dosa.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Masuk dan Keluar Kamar Mandi: Arab, Latin dan Artinya



Jakarta

Doa masuk dan keluar dari kamar mandi menjadi salah satu amalan yang dianjurkan dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Doa masuk kamar mandi dibaca dengan tujuan meminta kepada Allah SWT agar terhindar dari segala keburukan dan kejahatan yang mungkin terdapat di dalam kamar mandi.

Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW pernah mengatakan sebelum masuk kamar mandi adalah batas antara jin dan manusia. Diceritakan dari Ali RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,

سِتْرُ ما بَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَبَيْنَ عَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ ، إِذَا خَلَعَ الرَّجُلُ ثَوْبَهُ أَنْ يَقُولَ : بِسْمِ


Artinya: “Pembatas antara jin dengan aurat bani Adam (manusia) manakala seorang di antara mereka masuk ke kamar mandi, adalah agar ia mengucapkan ‘Bismillah’,” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Berikut ini adalah bacaan doa masuk dan keluar kamar mandi dikutip dari buku Doa dan Dzikir Sepanjang Tahun yang disusun oleh Adi Tri Eka.

Doa Masuk Kamar Mandi

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك من الْخُبْثِ وَالْخَبَائِثِ

Bacaan latin: Allahumma innii a’uudzubika minal khubutsi wal khabaaitsi

Artinya: “Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari (godaan) setan laki-laki dan setan perempuan.”

Dinukil dari buku Dahsyatnya Amalan 24 Jam Rosululloh oleh Abu Najib Abdillah, disebutkan bahwa doa masuk kamar mandi dibaca dengan keras, yaitu sampai terdengar suaranya oleh orang lain.

Hal ini didasarkan dari hadits Imam As-Shan’ani, ia berkata, “Lahiriah hadits Anas bahwa Nabi mengeraskan zikir ini, maka bagusnya membacanya dengan keras.” [Sulubus Salam, 1/174]

Doa Keluar Kamar Mandi

غُفْرَانَكَ الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ اَذْهَبَ عَنّى اْلاَذَى وَعَافَانِىْ

Bacaan latin: Ghufranaka. Alhamdulillahilladzi adzhaba ‘annil adzaa wa’aafaanii

Artinya: “Dengan mengharap ampunan-Mu, segala puji milik Allah yang telah menghilangkan kotoran dari badanku dan yang telah mensejahterakan.”

Adab Berada di Kamar Mandi

Mengutip buku Buku Pintar 50 Adab Islam yang ditulis oleh Arfiani, terdapat beberapa adab yang harus diperhatikan di kamar mandi.

1. Niat yang benar. Niatkan mandi untuk membersihkan diri, menyembuhkan penyakit, dan sebagainya.

2. Membaca basmalah. Menyebut nama Allah sebelum masuk kamar mandi termasuk adab berpegang teguh kepada Allah. Menyebut nama Allah dapat menghalangi pandangan jin untuk melihat aurat kita.

3. Masuk kamar mandi dengan kaki kiri

4. Tidak telanjang dan tidak menunjukkan aurat kepada orang lain. Seseorang wajib menutup auratnya dari manusia bila sedang mandi, apalagi jika berada di tempat pemandian umum.

Dalam riwayat, ada seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika sejumlah orang berkumpul bersama-sama dengan sebagian lainnya?” Rasulullah menjawab: “Jika engkau mampu untuk tidak menunjukkan (aurat), maka janganlah engkau menunjukkannya.”

5. Wanita dilarang untuk memasuki tempat-tempat pemandian umum. Perempuan dilarang pergi ke pemandian umum karena dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.

6. Tidak berlama-lama di kamar mandi. Setelah selesai dengan keperluan dan urusan di kamar mandi, segeralah untuk keluar dari kamar mandi.

7. Keluar dengan mendahulukan kaki kanan. Jika saat masuk harus dengan kaki kiri, maka saat keluar kaki kananlah yang didahulukan.

Adapun selain yang disebutkan di atas, haram hukumnya menghadap atau membelakangi arah kiblat apabila buang air di tempat terbuka. Apabila dilakukan di tempat tertutup yang disediakan khusus untuk buang air semisal toilet, maka hukumnya makruh.

Itulah bacaan doa masuk dan keluar kamar mandi yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Doa Keluar Kamar Mandi Sesuai Sunnah dan Adabnya


Jakarta

Doa keluar kamar mandi dapat diamalkan oleh muslim. Bacaan ini termasuk adab yang bisa diterapkan ketika berada di kamar mandi.

Menukil dari Ihya Ulumuddin oleh Imam Al-Ghazali yang diterjemahkan Achmad Sunarto, kamar mandi adalah tempat tinggal iblis dan setan. Karenanya, muslim dianjurkan membaca doa keluar kamar mandi agar dilindungi dari godaan keduanya.

Abu Umamah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya pada saat iblis turun ke permukaan bumi, ia berkata, ‘Wahai Rabbku, Engkau telah menurunkan aku ke bumi, dan telah menjadikan aku terkutuk, maka jadikanlah untukku sebuah rumah.’ Allah SWT berfirman, ‘Rumahmu adalah kamar mandi’.” (HR Thabrani)


Sementara itu dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu susunan Prof Wahbah Az-Zuhaili terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk, dikatakan membaca doa masuk dan keluar kamar mandi termasuk sunnah. Ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan dengan bunyi,

“Untuk melindungi aurat manusia dari mata-mata jin adalah apabila salah seorang di antara kamu memasuki kamar mandi, maka hendaklah dia membaca, ‘Bismillah,’ karena kamar mandi itu menunggui seseorang dengan penyakit.”

Dalam riwayat lainnya, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa sebelum masuk kamar mandi menjadi pembatas antara jin dan manusia. Dari Ali RA, Nabi SAW bersabda:

“Pembatas antara jin dengan aurat bani Adam (manusia) manakala seorang di antara mereka mask ke WC, adalah agar ia mengucapkan ‘Bismillah.'” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Doa Keluar Kamar Mandi Arab, Latin dan Artinya

Berikut bacaan doa keluar kamar mandi yang dikutip dari buku Kumpulan Doa Mustajab Sepanjang Hajat oleh Drs Nurdin Hasan MAg.

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ اَذْهَبَ عَنّى اْلاَذَى وَعَافَانِىْ

Arab latin: Alhamdulillahilladzi azhaba ‘annil adzaa wa’aafaanii.

Artinya: “Dengan mengharap ampunan-Mu, segala puji milik Allah yang telah menghilangkan kotoran dari badanku dan yang telah menyejahterakan.”

Adab Keluar Kamar Mandi bagi Muslim

Mengutip dari Buku Pintar 50 Adab Islam oleh Arfiani, berikut beberapa adab keluar kamar mandi yang harus diperhatikan muslim.

1. Membaca Doa Keluar Kamar Mandi

Salah satu adab keluar kamar mandi adalah membaca doa keluar kamar mandi. Lafaznya seperti yang sudah diterangkan di pembahasan sebelumnya.

2. Mendahulukan Kaki Kanan ketika Keluar

Muslim yang hendak keluar kamar mandi hendaknya mendahulukan kaki kanan ketimbang kiri. Ketika masuk, kaki kiri yang didahulukan.

3. Tidak Berlama-lama di Kamar Mandi

Tuntaskan keperluan yang dilakukan di kamar mandi. Jika sudah selesai, muslim bisa langsung keluar kamar mandi dan tidak berlama-lama di dalamnya.

Itulah doa keluar kamar mandi dan adabnya yang bisa diamalkan oleh muslim. Semoga bermanfaat.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Keluar Kamar Mandi dan Artinya, Yuk Amalkan!


Jakarta

Doa keluar kamar mandi dan artinya diamalkan muslim agar terhindar dari godaan setan dan iblis. Selain itu, perintah berdoa kepada Allah SWT tertuang dalam surat Al Gafir ayat 60,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖࣖࣖ ٦٠

Artinya: Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.”


Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin-nya yang diterjemahkan Achmad Sunarto menuliskan bahwa kamar mandi termasuk salah satu tempat yang banyak dinaungi setan dan iblis. Oleh sebab, itu muslim hendaknya membaca doa ketika keluar maupun masuk ke dalam kamar mandi.

Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Sesungguhnya pada saat iblis turun ke permukaan bumi, ia berkata, ‘Wahai Rabbku, Engkau telah menurunkan aku ke bumi, dan telah menjadikan aku terkutuk, maka jadikanlah untukku sebuah rumah.’ Allah SWT berfirman, ‘Rumahmu adalah kamar mandi’…” (HR Thabrani)

Selain itu, kamar mandi disebut sebagai batas antara manusia dan jin. Ini tercantum dalam hadits Rasulullah SAW dari Ali RA,

“Pembatas antara jin dengan aurat bani Adam (manusia) manakala seorang di antara mereka masuk ke WC, adalah agar ia mengucapkan ‘Bismillah’.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Bacaan Doa Keluar Kamar Mandi dan Artinya

Berikut bacaan doa keluar kamar mandi dan artinya dikutip dari buku Kumpulan Doa Sehari-hari terbitan Kementerian Agama RI.

غُفْرَانَكَ الْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِى الْأَذَى وَعَافَانِي

Arab latin: Ghufraanaka alhamdulillaahil ladzii adzhaba annil aadza wa aafaanii

Artinya: “Segala Puji bagi Allah yang telah menghilangkan apa yang menyakitkan aku dan menyisakan apa yang bermanfaat bagiku.”

Adab ketika Berada di Kamar Mandi

Menukil dari Buku Pintar 50 Adab Islam susunan Arfiani, berikut beberapa adab yang perlu diperhatikan muslim ketika berada di kamar mandi.

  • Membaca doa masuk dan keluar kamar mandi
  • Mendahulukan kaki kiri ketika masuk
  • Mendahulukan kaki kanan ketika keluar
  • Tidak berlama-lama di dalam kamar mandi
  • Tidak menyebut nama Allah SWT di dalam kamar mandi
  • Tidak membuang-buang air di kamar mandi
  • Tidak bernyanyi di dalam kamar mandi

Itulah doa keluar kamar mandi dan artinya yang bisa diamalkan muslim beserta adab yang perlu diperhatikan. Jangan lupa diamalkan ya!

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Usia Rasulullah SAW Menikah dan Pertemuannya dengan Cinta Pertama


Jakarta

Rasulullah SAW bertemu dengan cinta pertamanya, Khadijah, pada waktu mereka berdagang. Dalam Sirah Nabawiyah, Khadijah menurut riwayat Ibn al-Atsir dan Ibn Ishaq adalah seorang wanita pedagang yang mulia dan kaya raya.

Ia sering mengirim orang kepercayaannya untuk berdagang. Kala itu, ia mendengar kabar kejujuran Nabi SAW dan kemuliaan akhlaknya. Khadijah coba mengamati Nabi SAW yang membawa barang dagangannya ke Syam.

Dikutip dalam buku Sirah Nabawiyah Nabi Muhammad dalam Kajian Sosial-Humaniora karya Dr. Ajid Thohir disebutkan bahwa Khadijah menitipkan barang dagangan yang lebih dari apa yang dibawakan orang lain. Dalam perjalanan dagang ini, Nabi SAW ditemani Maisarah, seorang pegawai kepercayaan Khadijah.


Nabi Muhammad SAW menerima tawaran ini dan berangkat ke Syam bersama Maisarah untuk meniagakan barang-barang Khadijah. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW berhasil membawa keuntungan yang berlipat ganda, sehingga kepercayaan Khadijah bertambah terhadapnya.

Selama perjalanan tersebut Maisarah sangat mengagumi akhlak dan kejujuran Nabi. Semua sifat dan perilaku itu dilaporkan oleh Maisarah kepada Khadijah.

Khadijah tertarik pada kejujurannya, dan ia pun terkejut oleh berkah yang diperoleh dari perniagaan Nabi SAW. Khadijah kemudian menyatakan keinginan untuk menikah dengan Nabi SAW dengan perantaraan Nafisah binti Muniyah. Nabi menyetujuinya, hingga kemudian beliau menyampaikan hal itu kepada paman-pamannya.

Pernikahan Pertama Rasulullah SAW

Setelah itu, mereka meminang Khadijah untuk Nabi SAW kepada paman Khadijah, Amr bin Asad. Ketika menikahi Khadijah, Rasulullah SAW berusia 25 tahun sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.

Sebelum menikah dengan Nabi SAW, Khadijah pernah menikah dua kali. Pertama dengan Atiq bin A’idz at-Tamimi dan yang kedua dengan Abu Halah at-Tamimi, yang juga dikenal dengan Hindun bin Zurarah.

Khadijah menjadi istri yang sosoknya sangat berpengaruh terhadap kehidupan Nabi SAW. Disebutkan dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ali RA pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik wanita (langit) adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik wanita (bumi) adalah Khadijah binti Khuwailid.” (HR Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah RA bahwa ia berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada istri-istri Nabi SAW kecuali kepada Khadijah, sekalipun aku tidak pernah bertemu dengannya. Rasulullah SAW apabila menyembelih kambing, maka ia berpesan, ‘Kirimkan daging ini kepada teman-teman Khadijah. Pada suatu hari, aku marah kepada beliau, lalu aku katakan, ‘Khadijah?’ Maka Nabi SAW bersabda, ‘Sesungguhnya aku telah dikaruniai cintanya.’

Sementara Ahmad dan Ath-Thabarani meriwayatkan dari Masruq dari Aisyah RA, ia berkata, “Hampir Rasulullah SAW tidak pernah keluar rumah sehingga menyebut Khadijah dan memujinya. Pada suatu hari, beliau menyebutnya, sehingga membuatku cemburu. Lalu aku katakan, ‘Bukankah ia hanya seorang wanita tua dan Allah telah mengganti dengan orang yang lebih baik darinya untuk engkau?’ Rasulullah SAW seketika marah seraya bersabda, ‘Demi Allah, Allah tiada menggantikan untukku orang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakanku, dia membelaku dengan hartanya ketika orang- orang menghalangiku, dan aku dikaruniai Allah anak darinya, sementara aku tidak dikaruniai anak sama sekali dari istri-istriku yang lain.’

Pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah ini berlangsung hingga Khadijah meninggal dunia, tepatnya pada usia 65 tahun, sementara Rasulullah SAW telah mendekati usia 50 tahun.

Dalam rentang waktu tersebut, beliau tidak pernah berpikir untuk menikah dengan wanita atau gadis lain.

(lus/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Ali bin Abi Thalib Berbaring Gantikan Rasulullah SAW



Jakarta

Ali bin Abi Thalib RA berbaring di tempat tidur Rasulullah SAW agar beliau bisa hijrah ke Madinah. Kisah ini abadi dan masyhur dan tercatat sebagai salah satu peristiwa di momen hijrah.

Ali RA berbaring di atas ranjang Rasulullah SAW atas perintah beliau langsung.

Mengutip buku 150 Kisah Ali bin Abi Thalib karya Ahmad Abdul `Al Al-Thahthawi, dikisahkan pada suatu malam, Rasulullah SAW berkata kepada Ali Ra, “Tidurlah di pembaringanku. Tutuplah tubuhmu dengan selimut hijauku. Tidurlah dengan mengenakannya. Sesungguhnya tidak akan terjadi sesuatu hal buruk kepadamu dari mereka.”


Mendengar perkataan itu, Ali RA pun kemudian tidur di ranjang milik Rasulullah SAW.

Tujuan dari Rasulullah SAW menyuruh Ali RA berbaring di ranjangnya yakni agar lolos dari kejaran kaum kafir Quraisy yang menentang ajaran Islam dan hendak menahan Rasulullah SAW.

Sementara itu, kaum Quraisy berselisih dan masih berdebat tentang siapa yang akan menyerang pemilik pembaringan dan menangkapnya hingga subuh tiba. Namun, mereka mendapati yang tertidur bukanlah Rasulullah SAW, melaikan Ali RA.

Kaum Quraisy marah dan gencar menanyai keberadaan Rasulullah SAW, namun Ali menjawab, “Tidak tahu.”

Ketika kaum Quraisy menyadari bahwa mereka telah lalai, maka kemarahan ditimpakan kepada Ali RA. Sahabat setia Rasulullah SAW ini dipukuli habis-habisan dan dibawa ke Masjid Al Haram serta megurungnya selama beberapa saat.

Ali RA sama sekali tidak menyesal karena telah menggantikan posisi Rasulullah SAW di ranjang milik beliau. Ali RA justru percaya bahwa hal ini akan membawa kebaikan dan mendapat ridha Allah SWT.

Kegembiraan menghampiri Ali RA saat ia mengetahui bahwa Rasulullah SAW berhasil meninggalkan Makkah bersama Abu Bakar RA.

Ali RA kemudian tinggal di Makkah selama beberapa hari. Dia berkeliling menelusuri setiap jalan untuk menemui para pemilik barang yang pernah menitipkan barangnya kepada Rasulullah SAW.

Selanjutnya, setelah semua amanat ditunaikan, sehingga terbebaslah tanggungan Rasulullah SAW, Ali RA pun bersiap pergi menyusul Rasulullah SAW setelah tiga malam ia habiskan di Makkah.

Ali RA menyusul Rasulullah SAW yang telah lebih dulu ke Madinah bersama Abu Bakar RA. Dalam perjalanan ini, ia bersembunyi agar tidak diketahui kaum Quraisy.

Pada siang hari, Ali RA bersembunyi dan pada malam hari ia melakukan perjalanan ke Madinah. Perjalanan yang panjang dan medan yang sulit membuat Ali RA tiba di Madinah dengan kondisi kaki penuh luka dan berlumuran darah.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Adab Berhias Bagi Muslimah, Apa yang Halal dan Haram?



Yogyakarta

Sebagai seorang wanita, muslimah memiliki keinginan untuk berhias diri. Ajaran Islam juga tidak melarang kaum Hawa berhias, namun ada adab yang harus menjadi pedoman.

Ajaran Islam tentu memiliki aturan sendiri dalam menjaga marwah seorang muslimah dalam berhias. Batasan-batasan dalam berhias ini menjadi adab dan pedoman bagi muslimah agar senantiasa berhias sesuai syariat Islam.

Adab Berhias bagi Muslimah

Arfiani dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar 50 Adab Islam memaparkan beberapa adab berhias bagi muslimah, antara lain sebagai berikut:


1. Mensyukuri nikmat pakaian yang dianugerahkan Allah

Pakaian yang sehari-hari kita pakai adalah bagian dari nikmat Allah. Kita harus senantiasa mensyukurinya sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al A’raaf ayat 26.

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْءٰتِكُمْ وَرِيْشًاۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ

Artinya: Wahai anak cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan bulu (sebagai bahan pakaian untuk menghias diri). (Akan tetapi,) pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu merupakan sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Allah agar mereka selalu ingat.

2. Memakai pakaian yang sederhana

Berpakaianlah sewajarnya, sesuai dengan kemampuan, dan tidak berlebihan. Sikap untuk memakai pakaian yang sederhana akan menjauhkan kita dari sifat sombong yang dibenci oleh Allah SWT.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa meninggalkan pakaian dengan niat tawadhu karena Allah sementara ia sanggup untuk melakukannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk, lantas ia diperintahkan untuk memilih perhiasan mana saja yang ingin ia pakai.” (HR. Ahmad).

3. Tidak mengenakan pakaian yang syuhrah

Pakaian yang disebut syuhrah adalah pakaian yang secara sengaja menampilkan kesan terlalu mewah atau justru compang-camping sehingga berbeda dari kebanyakan orang. Salah satu tujuan dari mengenakannya adalah agar mendapatkan perhatian.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa memakai pakaian syuhrah maka Allah akan memakaikan pakaian serupa pada hari kiamat nanti kemudian dalam pakaian itu akan dinyalakan api neraka.” (HR. Abu Dawud).

4. Memulai dengan yang sebelah kanan

Hendaknya memasukkan tangan dan kaki kanan terlebih dahulu ketika berpakaian, dan mendahulukan tangan dan kaki kiri terlebih dahulu ketika melepas pakaian. Adab ini secara umum dicontohkan Rasulullah SAW

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membiasakan diri mendahulukan yang kanan dalam memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam setiap urusannya” (HR. Bukhari no. 168).

5. Memanjangkan pakaian (syar’i)

Seorang muslimah diwajibkan memanjangkan pakaiannya. Dalam hal ini dimaksudkan agar kaki yang menjadi bagian dari aurat juga dapat tertutupi.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Kain kaum wanita dipanjangkan sejengkal di bawah mata kaki.”

Ummu Salamah berkata, “Kalau begitu, kedua kakinya masih kelihatan.” Beliau pun kembali bersabda, “Jika masih kelihatan, maka panjangkan satu hasta namun jangan lebih dari itu.”

6. Tidak menyerupai laki-laki

Seorang muslimah hendaknya tidak berpakaian menyerupai laki-laki. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

“Allah melaknat wanita yang menyerupai kaum laki-laki dan laki-laki yang menyerupai kaum wanita.” (HR. Bukhari).

7. Memakai pakaian yang suci

Seorang muslim tidak boleh memakai pakaian yang bernajis maupun terbuat dari bahan yang najis seperti misalnya kulit babi atau anjing. Selain diharamkan, hal tersebut juga dapat membatalkan sholat.

Apabila pakaian kita tidak sengaja terkena najis, segeralah dibersihkan atau menggantinya dengan pakaian yang suci sebelum melaksanakan sholat.

Berhias yang Dilarang Bagi Muslimah

Mengutip buku Ensiklopedi Wanita Muslimah oleh Haya binti Mubarak AI-Barik menjelaskan beberapa hal yang dilarang bagi muslimah dalam berhias. Hal ini dimaksudkan agar muslimah lebih berhati-hati dan tidak melanggar syariat agama.

Berhias yang dilarang (haram hukumnya) dalam Islam:

1. Memotong rambut

Telah bercerita pada kami Hamam dari Qatadah dari Khilas bin Amru dari Ali (bin Abi Thalib ra), ia berkata:

“Rasulullah melarang wanita untuk mencukur rambutnya.” (HR. at-Tirmidzi)

Dan dalam riwayat Ali ra yang sudah ditengahkan oleh Imam at-Tirmidzi, yang menurutnya terdapat seorang rawi yang idhtirab (goncang; hafalannya tidak baik) dan ia menjelaskannya sebagai berikut:

“Para ulama sepakat melarang perempuan mencukur rambutnya, namun membolehkan untuk memendekkannya (at-taqshîr)”.

Dan islam, diperbolehkan perempuan untuk memotong rambutnya jika terlihat panjang yang bisa mengganggu dalam pendengaran dan penglihatannya sehingga ketika dipandang kurang terlihat indah dan tidak rapi.

2. Menyambung rambut

Menyambung rambut merupakan hal yang diharamkan sebagaimana yang diriwayatkan dari Asma’ binti Abu Bakar RA, ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya mempunyai anak putri yang akan menjadi pengantin dan ia terkena penyakit campak lalu ia membakar rambutnya. Apakah aku boleh menyambung rambutnya?”

Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat orang yang menyambung rambutnya (dengan rambut lain), dan meminta untuk disambungkan.”

3. Membuat tato

Membuat tato atau seperti menusuk jarum atau sejenisnya ke punggung tangan, lengan, atau bagian tubuh yang lainnya sehingga darah pun keluar dan di tempat itu diberi celak. Hal ini dilarang bagi muslimah, berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Umar RA,

“Allah melaknat wanita yang bertato dan yang meminta agar ia ditatto, wanita yang mencabuti rambutnya dan yang meminta agar rambutnya dicabuti, yang meregangkan giginya untuk keindahan serta wanita yang merubah ciptaan Allah.”

4. An-Namisah

Yang dimaksud di sini adalah wanita yang mencabuti rambutnya dari wajah, atau mutanammishah, wanita yang meminta orang lain agar rambutnya dicabuti. Ini semua diharamkan.

5. Alwaysr (mengikir gigi)

Yang dimaksud alwaysr di sini adalah mengikir atau menggergaji gigi agar lancip atau tipis. Hal ini biasa dilakukan oleh wanita yang sudah dewasa.

Hal ini diharamkan berdasarkan riwayat dari Ibnu Mas’ud RA, ia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah SAW melarang wanita yang mencabuti rambutnya, mengikir giginya, menyambung rambutnya, dan bertatto, kecuali karena suatu penyakit. (HR. Ahmad).

Itulah beberapa penjelasan terkait adab muslimah dalam berhias sesuai dengan syariat Islam. Semoga bermanfaat.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Wanita Dunia Bisa Lebih Baik dari Bidadari Surga, Ini Sebabnya



Jakarta

Rasulullah SAW pernah menyebut tentang sosok wanita dunia yang lebih baik daripada bidadari surga. Wanita tersebut juga memiliki paras cantik bak sinar cahaya.

Hal itu dijelaskan dalam buku Tsalatsuna Nahyan Syar’iyan lin-Nisa Washiat min Washaya Rasul SAW lin-Nisaa’ karya Amr Abdul Mun’im Salim dan Syekh Ibrahim Muhammad al-Jamal dari hadits Ummu Salamah.

Dikatakan, wanita dunia akan lebih baik daripada bidadari surga karena amal ibadahnya semasa di dunia. Dari Ummu Salamah, ia berkata, aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, beritakan kepadaku tentang firman Allah yang berbunyi, ‘uruban atraabaa’ (surah Al Waqiah: 37).”


Rasulullah SAW menjawab, “Mereka adalah para perempuan dunia yang meninggalnya pada umur tua renta, lalu di akhirat Allah akan menciptakan mereka kembali sebagai perawan. Maka, kata uruban adalah perempuan-perempuan perawan yang menarik, sedangkan makna kata atraban, adalah perempuan-perempuan yang berumur sama.”

Kemudian aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apakah perempuan dunia lebih baik daripada bidadari surga?”

“Wanita dunia lebih baik daripada bidadari, seperti perbedaan antara baju bagian luar dengan baju bagian dalam,” jawab Rasulullah SAW.

“Wahai Rasulullah, mengapa bisa begitu?” tanyaku penasaran.

Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Karena salat, puasa, dan ibadah mereka kepada Allah. Kemudian, Allah akan menjadikan kecantikan wajah mereka seperti sinar cahaya, kehalusan tubuh mereka seperti sutra, kulit mereka berwarna putih, pakaian mereka berwarna hijau, perhiasan mereka berwarna kuning keemasan, ikat rambut mereka dari mutiara, dan sisir kepala mereka dari emas.”

Lalu perempuan-perempuan yang hadir kala itu bertanya, “Apakah kami akan abadi dan tidak akan mati?” “Apakah kami akan selalu cantik jelita dan tidak pernah tua?” “Apakah kami akan hidup rukun damai dan tidak akan pernah dicerai selama-lamanya?” “Apakah kami akan senantiasa sejahtera dan tidak akan pernah sengsara selamanya?”

“Beruntunglah bagi laki-laki yang di dunia kami menjadi istrinya dan dia menjadi suami kami.”

Kemudian, aku bertanya lagi kepada Rasulullah SAW

“Wahai Rasulullah, seorang perempuan di dunia bisa saja pernah menikah dua kali, tiga kali, atau empat kali dengan laki-laki yang berbeda, kemudian ketika si perempuan itu meninggal, ia masuk surga dan begitu juga dengan empat orang suaminya maka siapa yang akan menjadi suaminya di surga nanti?”

Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan disertai kebaikan ganda, dunia, dan akhirat.” (HR ath-Thabrani)

Dialog Bidadari Surga dengan Wanita Dunia

Imam Syamsuddin Al-Qurthubi dalam Kitab At-Tadzkirah mengatakan, para wanita bani Adam di surga semua usianya sebaya. Berbeda dengan bidadari surga yang memiliki usia berbeda, ada yang muda dan ada yang tua sesuai selera masing-masing penghuni surga.

Ia kemudian menyebut tentang riwayat At-Tirmidzi tentang dialog para bidadari surga dan wanita dunia yang menghuni surga. Dari Ali RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya di surga benar-benar ada perkumpulan bidadari. Mereka bersuara keras-keras, makhluk manapun tidak pernah mendengar seindah suara mereka. Mereka berkata,

‘Kami wanita baka, takkan pernah binasa. Kami wanita bahagia, takkan pernah berduka,. Kami wanita ridha, takkan pernah murka. Bahagialah siapa menjadi milik kami dan siapa yang kali menjadi miliknya.”

Imam At-Tirmidzi mengatakan hadits tersebut gharib, sedangkan Imam Ahmad men-dhaifkannya dalam Musnad Ahmad.

Berkenaan dengan perkataan bidadari surga tersebut, Aisyah RA juga meriwayatkan, “Sesungguhnya, apabila para bidadari mengatakan seperti itu, maka para wanita mukminat yang berasal dari dunia menjawab,

‘Kami wanita bersalat, kalian tak pernah salat. Kami wanita berpuasa, kalian tak pernah puasa. Kami wanita berwudhu, kalian tak pernah berwudhu. Kami wanita bersedekah, kalian tak pernah sedekah.’

Kata Aisyah, “Maka, para wanita mukminat itu pun menang mengalahkan para bidadari.”

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com