Tag Archives: aminah binti

Cerita tentang Nabi Muhammad Singkat dan Penuh Hikmah


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir utusan Allah SWT. Semasa hidup, beliau mendapat banyak cobaan terutama saat berdakwah kepada kaumnya.

Membaca cerita tentang nabi Muhammad SAW sama halnya dengan mengikuti jejak beliau, sebagaimana firman Allah SWT bahwa ada suri teladan pada diri Rasulullah SAW.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢١


Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS Al Ahzab: 21)

Cerita Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Ajen Dianawati, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal yang bertepatan dengan tahun pasukan gajah menyerang Kota Makkah.

Nabi Muhammad SAW lahir dari keluarga terhormat. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, ibunya bernama Aminah binti Wahab.

Abdullah merupakan seorang saudagar yang bepergian ke kota Syam. Ketika singgah di Madinah, beliau jatuh sakit, dan meninggal dunia di sana. Kala itu, Nabi Muhammad SAW masih dalam kandungan.

Setelah Rasulullah SAW lahir, ibunya segera menyerahkannya kepada Halimah Sa’diah untuk disusukan. Hal ini lantaran budaya di Arab, menyerahkan anak mereka kepada ibu-ibu di pedesaaan, supaya anak-anak yang lahir ini akan merasakan udara segar di desa dan kehidupan sederhana mereka.

Empat tahun lamanya Rasulullah SAW diasuh oleh Halimah Sa’diah. Tepat di usia 6 tahun beliau dikembalikan kepada ibu aslinya (Aminah).

Cerita Masa Kanak-kanak Nabi Muhammad SAW

Setelah kembali kepada ibunya, setiap tahun Nabi Muhammad SAW selalu dibawa oleh ibunya ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya sekaligus bertemu dengan sanak saudaranya di sana.

Pada saat perjalanan pulang dari Madinah, di suatu tempat bernama Abwa (desa terletak antara Makkah dan Madinah), ibunya jatuh sakit lalu meninggal dunia di tempat ini.

Maka, sejak saat itu Nabi Muhammad SAW menjadi yatim-piatu. Beliau kemudian diasuh oleh kakeknya bernama Abdul Muthalib, seorang terkemuka di Kota Makkah. Sayangnya kebersamaan ini tak bertahan lama karena sang kakek meninggal dunia 2 tahun setelah itu.

Lalu, berdasarkan wasiat kakeknya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya bernama Abu Thalib (ayah Ali bin Abi Thalib).

Berbeda dengan kakeknya, paman Rasulullah SAW mempunyai banyak anak dan ekonominya kurang, untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya, paman nabi seringkali berdagang pergi ke negeri Syam.

Perjalanan Pertama Nabi Muhammad SAW

Ketika usia Nabi Muhammad SAW mencapai 13 tahun, barulah beliau diizinkan pamannya untuk ikut berdagang ke Syam. Dalam perjalanan, mereka singgah di suatu desa dan bertemu dengan seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira.

Buhaira berkata kepada paman Nabi SAW, “Sesungguhnya anak saudara ini akan mendapatkan kedudukan yang tinggi, maka segeralah pulang dan jagalah ia dari serangan orang-orang Yahudi.”

Mengikuti perkataan pendeta tersebut, paman Nabi Muhmmad SAW segera membawa pulang nabi kembali ke Kota Makkah.

Cerita Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Hadits-hadits Tarbiyah karya Wafi Marzuqi Ammar, ada 2 peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad SAW. Pertama ketika masih kecil dan kedua saat pengangkatan menjadi nabi.

Pembelahan Pertama

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya, Rasulullah menceritakan, ketika usianya mendekati delapan tahun, beliau keluar mengembala kambing bersama saudara laki-lakinya radha’nya. Sedangkan ibu radha’nya yang menyusui keduanya adalah Halimah Sa’diah.

Ketika nabi bersama saudaranya sedang mengembala kambing di padang pasir, tiba-tiba dua malaikat berpakaian putih turun dari langit. Keduanya mengambil Rasulullah SAW dan membaringkannya di tanah. Ketika Muhammad SAW sudah berbaring di tanah, keduanya membelah dada beliau.

Pembelahan Kedua

Adapun cerita pembelahan dada Nabi Muhammad SAW yang kedua terdapat dalam hadits di bawah ini.

Anas bin Malik RA berkata, “Kami pernah melihat bekas jahitan pada dada beliau.” Karenanya dada beliau tampak lapang dan luar, tidak pernah marah kecuali terhadap hal-hal yang melanggar ketentuan Allah SWT.

Sebagaimana firman Allah SWt dalam surah Al Qalam ayat 4

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ٤

Artinya: “Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Cerita Masa-masa Sulit Dakwah Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira saat beliau berumur 40 tahun. Sejak setelah itu, beliau diperintahkan berdakwah.

Wahyu pertama Nabi Muhammad SAW adalah surah Al ‘Alaq ayat 1-5.

Perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW tidak mudah. Dalam sejumlah kitab sirah nabawiyah dikatakan, Nabi Muhammad SAW harus berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama hampir tiga tahun di Makkah. Ini dilakukan untuk menjaga keselamatan umatnya dari kekejaman orang-orang kafir.

Hingga akhirnya beliau berdakwah secara terang-terangan. Dakwah ini berlangsung selama 10 tahun.

Kekejaman kaum kafir quraisy tak juga berhenti. Rasulullah SAW mendapat penolakan sana-sini dan para pengikutnya mendapat ancaman kekerasan dari orang-orang kafir.

Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk hijrah meninggalkan Makkah. Hijrah berlangsung secara bertahap. Nabi Muhammad SAW akhirnya tiba di Madinah dan berdakwah di sana selama 10 tahun sebelum akhirnya wafat.

Cerita Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Menurut buku 30 Kisah Nabi Muhammad SAW: Perjalanan Hidup Sang Rasul dari Lahir hingga Wafat karya Ali Muakhir, menjelang akhir hayat, Nabi Muhammad SAW datang ke masjid untuk salat berjamaah. Sambil dipapah oleh dua orang laki-laki, Abu Bakar sebagai imam sempat mundur, tetapi Rasulullah SAW memberi isyarat supaya tetap menjadi imam salat.

Setelah salat, Nabi Muhammad SAW minta didudukkan di samping Abu Bakar RA. “Dudukan aku di samping Abu Bakar,” pinta Nabi Muhammad SAW kepada kedua orang yang memapahnya.

Saat itu, tanda kepergian Nabi Muhammad SAW sudah tampak. Beliau pun memanggil Fatimah, putri yang amat disayanginya. Beliau membisikan sesuatu kepada Fatimah hingga membuatnya menangis.

“Apa yang Rasulullah SAW bisikkan kepadamu, Fatimah?” tanya Aisyah penasaran.

“Beliau berbisik bahwa beliau akan segera wafat, maka aku menangis. Beliau berbisik bahwa aku keluarga pertama yang akan menyusul beliau, maka aku tersenyum,” ungkap Fatimah yang membuat dada Aisyah sesak.

Kemudian, Aisyah menyandarkan tubuh Nabi Muhammad SAW di pangkuannya. Saat itu, di tangan Abdurrahman bin Abu Bakar ada siwak, Aisyah yang jeli menyadari bahwa pandangan Nabi Muhammad SAW tertuju kepada siwak tersebut, sehingga Aisyah mengambil siwak.

Aisyah lantas melunakan siwak itu dan menggosokannya ke gigi Baginda Nabi Muhammad SAW, bersamaan dengan Rasulullah SAW yang memasukan kedua tangannya ke dalam bejana berisi air di sampingnya.

“Laa ilaha illallah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya,” katanya.

Beliau mengangkat kedua tangan, pandangan matanya tertuju pada langit-langit, dan kedua bibirnya bergerak-gerak. Aisyah mencoba mendengar apa yang beliau katakan. “Ya Allah ampunilah aku; rahmatilah aku; dan pertemukanlah aku dengan Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi.” Beliau mengulang kalimat terakhir tiga kali, lalu kedua tangannya tergolek lemas. Beliau meninggal dunia. Beliau kembali ke pangkuan ilahi Rabbi, zat pemilik alam semesta beserta isinya.

Beliau meninggal saat waktu Dhuha sedang memanas, pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal, tahun 11 Hijriah. Ketika itu, beliau berusia 63 tahun lebih 4 hari. Semua sahabat berduka, begitu pun umat Islam di seluruh dunia.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Cerita Aminah Selama Mengandung Nabi, Disebut Tak Kelelahan


Jakarta

Aminah binti Wahab dinikahkan dengan seorang lelaki bernama Abdullah. Pernikahan sah keduanya melahirkan seorang nabi panutan umat Islam yakni Nabi Muhammad SAW.

Menurut Sirah Nabawiyah Jilid 1 oleh Ibnu Hisyam terjemahan Fadhli Bahri, saat itu, Abdul Muthalib pergi bersama putranya, Abdullah, ke kediaman Wahb bin Abdu Manaf. Dia adalah sosok bani Zuhrah terhormat yang paling baik nasabnya.

Abdul Muthalib kemudian menikahkan putranya dengan putri dari Wahb bin Abdu Manaf, Aminah binti Wahb. Tak lama setelah keduanya menikah, Aminah mengandung seorang bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Muhammad.


Banyak riwayat yang mengisahkan selama Aminah mengandung dan melahirkan Rasulullah SAW. Salah satunya diriwayatkan dari Yazid bin Abdillah bin Wahab bin Zam’ah yang meriwayatkan dari bibinya. Dia bercerita bahwa Aminah pernah berkata padanya saat sedang mengandung Rasulullah SAW.

Saat Aminah Mengandung Rasulullah SAW

Dinukil dari Shifatush Shafwah Edisi Indonesia oleh Ibnu Al Jauzi yang diterjemahkan Wawan Djunaedi Soffandi, Aminah mengaku tidak pernah merasa kesulitan sebagaimana wanita hamil pada umumnya. Aminah berkata,

“Sesungguhnya aku tidak merasa kalau sedang mengandung, sebab aku sama sekali tidak merasakan berat sebagaimana yang dirasakan kebanyakan wanita yang sedang hamil. Hanya saja, aku tidak bisa mengingkari terputusnya darah haidku (sebagai tanda kehamilan).”

Aminah kemudian bercerita, ada seseorang yang datang kepadanya saat dia berada di antara kondisi terjaga dan tidur. Orang tersebut bertanya padanya apa yang dirasakan Aminah selama mengandung.

Hingga kemudian orang tersebut berkata, “Sesungguhnya kamu sedang mengandung sayyid dan nabinya umat ini.”

Singkat cerita, pada masa persalinan hampir tiba, orang tersebut kembali mendekati Aminah. Ia berkata, “Ucapkanlah lafaz Uiidzuhu bil waahidish-shamad min syarri kulli haasid (aku memohon perlindungan terhadap bayi ini kepada Dzat Yang Maha Tunggal lagi Dzat yang menjadi tempat bergantung dari kejahatan segala sesuatu yang memiliki sifat hasud)’.”

Riwayat lainnya menyebut, Aminah didatangi orang misterius tersebut di dalam mimpinya. Ia berkata, “Sesungguhnya engkau mengandung pemimpin umat ini. Jika engkau melahirkannya, ucapkan, ‘Aku meminta perlindungan untuknya kepada Allah Yang Mahakuasa dari keburukan semua pendengki dan beri nama dia Muhammad’.”

Selama mengandung Rasulullah SAW, Aminah juga bersaksi ia melihat seberkas sinar keluar dari perutnya. Dengan sinar-sinar tersebut, Aminah bisa melihat istana Busra di Syam.

Sayangnya, belum sempat sang suami menyaksikan kelahiran putranya, ajal sudah lebih dulu menjemput Abdullah. Tepatnya saat usia kandungan Aminah menginjak ke- 6 bulan. Ibnu Ishaq berkata,

“Tidak lama kemudian, Abdullah bin Abdul Muthalib, ayahanda Rasulullah SAW meninggal dunia ketika ibunda Rasulullah SAW sedang mengandung beliau.”

Menurut Syekh Shafiyur Rahman al-Mubarakpuri dalam Sirah Nabawiyah terjemahan Abd Hamid, Abdullah pergi ke Yatsrib (Madinah) atau Syria untuk urusan perdagangan. Namun, saat perjalanan pulang, Abdullah menderita sakit hingga kemudian meninggal dunia di Yatsrib dan dimakamkan di Nabgha Dzabyani.

Lahirnya Rasulullah SAW

Menurut riwayat Ibnu Ishaq, Rasulullah SAW lahir pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun gajah. Aminah pun mengutus seseorang kepada mertuanya, Abdul Muthalib, untuk mengabarkan berita kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Abdul Muthalib pun bergegas mendatangi Aminah. Setelahnya, Aminah bercerita kepada Abdul Muthalib apa pun yang dilihatnya selama mengandung Rasulullah SAW hingga perintah untuk menamai bayi tersebut dengan nama Muhammad.

Dikisahkan Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam kitab Hadza al Habib Muhammad Rasulullah Ya Muhibb terjemahan Iman Firdaus, Rasulullah SAW dilahirkan dalam kondisi telah dikhitan. Ia tidak perlu dikhitan seperti layaknya anak-anak lain. Abdul Muthalib, sang kakek, turut merasa aneh dan heran. Ia pun berkata,

“Anakku ini kelak akan membawa perkara besar, dengannya aku akan mendapatkan kedudukan yang paling mulia.”

Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Dar al-Maulid yang dikenal sebagai rumah Muhammad ibn Yusuf, saudara al-Hajjaj ibn Yusuf. Saat ini, rumah tersebut dijadikan Maktabah ‘Ammah (perpustakaan umum) di Makkah.

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com

Sa’ad bin Abi Waqqash, Sahabat Nabi SAW yang Doanya Tajam Laksana Pedang



Jakarta

Sa’ad bin Abi Waqqash adalah salah satu sahabat nabi yang dijamin masuk surga. Ia berasal dari bani Zuhrah suku Quraisy.

Mengutip dari buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga oleh Suja’i Fadil, Sa’ad adalah paman Rasulullah SAW dari pihak ibu. Seperti diketahui, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan Sa’ad yaitu bani Zuhrah.

Sa’ad dilahirkan dari keluarga yang kaya raya dan terpandang. Ia merupakan pemuda serius dengan pemikiran cerdas.


Sosok Sa’d bin Abi Waqqash digambarkan bertubuh tegap, tidak terlalu tinggi dan memiliki potongan rambut pendek.

Doa Sa’ad bin Abi Waqqash Selalu Dikabulkan

Dikisahkan dalam Rijal Haula Rasul oleh Khalid Muhammad Khalid terjemahan Kaserun, Sa’ad adalah salah satu kesatria umat Islam yang paling pemberani. Ia memiliki dua senjata, yaitu panah dan doa.

Ketika ia memanah musuh dalam satu peperangan maka dapat dipastikan panahnya tepat sasaran. Begitu pun ketika ia berdoa kepada Allah SWT yang langsung diijabah oleh sang Khalik.

Menurut Sa’ad bin Abi Waqqash, hal tersebut disebabkan doa Nabi Muhammad SAW untuk Sa’ad. Suatu ketika, Rasulullah melihat sesuatu yang menggembirakan dan menenangkan beliau dari Sa’ad. Lalu, sang nabi berdoa dengan doa yang makbul, “Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.”

Di tengah para saudara dan sahabat, Sa’ad bin Abi Waqqash dikenal memiliki doa yang tajam laksana pedang. Salah satu kisah kemanjuran doa Sa’ad bin Abi Waqqash diceritakan dalam riwayat Amir bin Sa’ad. Ia berkata,

“Sa’ad melihat seorang laki-laki mengumpat Ali, Thalhah, dan Zubair. Sa’ad melarangnya, tetapi laki-laki itu tidak menghiraukan. Sa’ad lantas berkata, ‘Kalau begitu akan kudoakan (keburukan) padamu!’

Laki-laki tersebut menjawab, ‘Engkau mengancamku seolah dirimu seorang nabi.’

Sa’ad pun beranjak untuk mengambil wudhu kemudian salat dua rakaat. Sesudah salat, ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa,

“Ya Allah, jika menurut ilmu-Mu laki-laki ini telah mengumpat orang-orang yang telah mendapat anugerah (kebaikan) dari-Mu dan umpatan itu membuat-Mu murka, jadikanlah ia sebagai pertanda dan suatu pelajaran.”

Tidak lama setelahnya, muncullah seekor unta liar dari sebuah pekarangan rumah. Tidak ada sesuatu pun yang bisa merintanginya sampai ia harus masuk ke dalam kerumunan manusia seakan sedang mencari sesuatu.

Unta itu lalu menerjang laki-laki yang sebelumnya mengumpat dan membantingnya di antara kaki-kakinya. Lalu, hewan tersebut menginjak-injaknya sampai lelaki tersebut berjumpa dengan ajalnya.

Wafatnya Sa’ad bin Abi Waqqash

Mengutip dari Shifatush-Shafwah oleh Ibnu Al Jauzi terjemahan Wawan Djunaedi Soffandi, Sa’ad wafat di rumahnya yang berada di kawasan ‘Aqiq, sekitar 10 mil dari Madinah. Jenazahnya dikebumikan di komplek pemakaman Baqi’.

Sa’ad bin Abi Waqqash wafat di usia 70 tahun lebih. Ada yang berpendapat tahun meninggalnya yaitu 55 H, sebagian mengatakan pada 50 H.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com