Tag Archives: asia

Kisah Remaja Cuci Darah Sejak Umur 8, Masih Berjuang Hidup Pasca Transplantasi


Jakarta

Angka transplantasi ginjal di Indonesia masih sangat rendah, jauh tertinggal dari negara-negara Asia lain. Padahal, prosedur ini dianggap terapi paling ideal untuk meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.

Di tengah keterbatasan ini, kisah NF (16), seorang remaja dari Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, memberi gambaran betapa berharganya transplantasi ginjal.

NF didiagnosis gagal ginjal kronik saat usianya baru delapan tahun akibat kelainan bawaan renal agenesis. Sejak saat itu, hari-harinya dipenuhi rutinitas medis yang melelahkan.


“Sejak usia 8 tahun, anak kami sudah berjuang,” kata ibunda NF.

Cuci Darah 5 Kali Sehari

NF sempat menjalani hemodialisis (cuci darah), yang membuatnya kehilangan banyak waktu belajar dan bermain. Ia kemudian beralih ke metode CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) yang harus dilakukan lima kali sehari selama kurang lebih 13 bulan.

Titik balik hidupnya datang pada April 2019. NF menerima donor ginjal dari ayahnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Transplantasi tersebut bukan hanya menyelamatkan hidupnya, tetapi juga memberinya kesempatan untuk kembali beraktivitas: menjalani homeschooling, les biola, dan les bahasa Mandarin.

Enam tahun berselang, meskipun ia masih harus mengonsumsi obat imunosupresan seumur hidup, namun kehidupannya jauh lebih stabil dibanding masa awal sakitnya.

Masih harus minum obat seumur hidup

Pasien pascatransplantasi wajib mengonsumsi obat imunosupresan seumur hidup agar ginjal baru tidak ditolak tubuh. Di sinilah tantangan baru muncul, terutama bagi pasien di luar kota besar seperti NF di Tanjung Pinang.

Setelah transplantasi pada 2019, obat yang dibutuhkan NF sempat tidak tersedia di kotanya. Kendala distribusi pun sempat membuat keluarganya cemas.

Ibu NF mengaku khawatir jika merek obat harus diganti, karena pernah ada pasien anak pascatransplantasi di komunitas yang mengalami efek samping setelah mencoba obat baru.

“Kami khawatir perubahan ini dapat memengaruhi kondisi tubuhnya, karena di komunitas pasien anak pascatransplantasi ada yang mengalami efek samping setelah mencoba obat yang baru,” ujar ibu dari NF.

Pentingnya pemerataan layanan dan akses obat

NF juga wajib menjalani pemeriksaan kadar tacrolimus (obat utama pencegah penolakan) secara berkala, minimal dua kali dalam sebulan. Pemeriksaan ini tidak ditanggung BPJS Kesehatan di Tanjung Pinang dan biayanya lebih dari satu juta rupiah setiap kali tes.

Kisah NF menegaskan bahwa transplantasi bukan akhir perjuangan, melainkan awal perjalanan baru. Agar anak-anak seperti NF tak sekadar bertahan hidup, pemerintah perlu memastikan ketersediaan obat yang tepat, pemeriksaan, dan layanan medis tersedia hingga ke pelosok negeri.

Hidup pascatransplantasi adalah anugerah sekaligus perjuangan. Ia dan keluarganya berharap pemerintah lebih serius memastikan dua hal: ketersediaan obat imunosupresan yang stabil dan pembiayaan pemeriksaan penting seperti tacrolimus, terutama di daerah.

(kna/kna)



Sumber : health.detik.com

Negara Paling Religius di Dunia Versi CEOWORLD, Indonesia Urutan Berapa?


Jakarta

Majalah CEOWORLD kembali merilis hasil survei global tentang tingkat religiusitas negara-negara di dunia. Survei ini melibatkan lebih dari 820.000 responden dari 148 negara, dan menghasilkan daftar negara paling religius serta negara paling sekuler di dunia.

Dalam laporan ini, sebagaimana dilansir dari laman resmi CEOWORLD, Somalia kembali menempati posisi pertama sebagai negara paling religius di dunia, diikuti oleh Niger dan Bangladesh. Sementara itu, negara-negara seperti Tiongkok, Estonia, dan Swedia menduduki peringkat terbawah sebagai negara dengan tingkat religiusitas paling rendah.

Somalia Kembali Menjadi Negara Paling Religius

Survei CEOWORLD menempatkan Somalia di posisi teratas, dengan 99,8% penduduknya menyatakan diri sebagai individu yang religius. Niger menyusul di posisi kedua dengan 99,7%, sementara Bangladesh menempati urutan ketiga dengan 99,5% populasi yang mengaku beriman dan menjalani nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.


Indonesia Masuk 10 Besar Negara Paling Religius di Dunia

Dalam analisis data terbaru, CEOWORLD juga mencatat sejumlah negara lain dengan tingkat religiusitas yang sangat tinggi. Indonesia masuk dalam daftar 10 besar, bersanding dengan beberapa negara dari Asia dan Afrika yang secara budaya dan sosial masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan.

Dalam konteks survei ini, “Religius” diartikan sebagai pengabdian yang setia kepada realitas tertinggi atau Tuhan, termasuk ketaatan terhadap ajaran agama, kesungguhan dalam ibadah, serta komitmen terhadap prinsip spiritual. Namun demikian, CEOWORLD juga menekankan bahwa definisi religiusitas bisa berbeda-beda tergantung pada persepsi dan pengalaman masing-masing individu serta konteks budaya suatu negara.

10 Negara Paling Religius (h2)

1. Somalia 99.8
2. Niger 99.7
3. Bangladesh 99.5
4. Ethiopia 99.3
5. Yemen 99.1
6. Malawi 99
7. Indonesia 98.7
8. Sri Lanka 98.6
9. Mauritania 98.5
10. Djibouti 98.2

Negara-Negara Besar yang Tak Masuk 10 Besar

Meskipun dikenal sebagai negara yang menjadi tempat lahir berbagai agama besar, India hanya menempati peringkat ke-54 dalam hal persepsi religiusitas. Padahal, India adalah tempat asal agama Hindu, Buddha, Jainisme, dan Sikhisme.

Sementara itu, Amerika Serikat, yang secara konstitusional menjamin kebebasan beragama, justru berada di peringkat ke-104. Negara-negara lain seperti Irlandia dan Israel masing-masing menempati peringkat ke-110 dan ke-11.

Menariknya, meskipun Israel dikenal sebagai negara Yahudi, berdasarkan laporan International Religious Freedom dari Departemen Luar Negeri AS, hukum dasar negara itu menjamin kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah bagi semua warganya, tanpa memandang afiliasi keagamaan.

China Jadi Negara Paling Tidak Religius

Di sisi lain, China menjadi negara paling tidak religius di dunia. Kurang dari 10% penduduknya mengaku merasa religius. Setelah China, negara-negara yang menyusul sebagai paling tidak religius adalah:

Estonia – 16%

Swedia – 17%

Denmark – 19%

Republik Ceko – 21%

Norwegia – 21%

Hong Kong – 24%

Jepang – 24%

Inggris (UK) – 27%

Finlandia – 28%

Negara-negara ini umumnya memiliki masyarakat yang lebih sekuler, di mana pengaruh agama dalam kehidupan publik cenderung minimal.

Meski demikian, rata-rata 74,44% orang dewasa di seluruh negara yang disurvei masih menganggap agama sebagai hal yang sangat penting dalam hidup mereka. Namun, tingkat komitmen religius, seperti keanggotaan dalam agama, pentingnya agama dalam kehidupan pribadi, kehadiran dalam ibadah, hingga frekuensi doa, sangat bervariasi antar negara.

Survei dari CEOWORLD menunjukkan bahwa religiusitas tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan global, meskipun mengalami perbedaan yang mencolok antar wilayah. Negara-negara di kawasan Afrika dan Asia, seperti Somalia, Niger, dan Indonesia, menunjukkan komitmen tinggi terhadap nilai-nilai agama.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Menag Mau Saingi Minimarket, 800 Ribu Masjid Akan Disulap jadi Pusat Ekonomi Umat



Jakarta

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar akan menyulap 800 ribu masjid yang ada di Indonesia menjadi pusat ekonomi umat. Ia melihat ada potensi hal ini bisa terwujud.

“Kami juga menawarkan, salah satu yang belum tergarap secara potensial sekarang ini adalah masjid, 800 ribu masjid,” ujar Nasaruddin dalam Peluncuran SGIE Report 2024/2025 di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025), dikutip dari CNN Indonesia.

Contohnya seperti Masjid Istiqlal, Jakarta. Banyak masyarakat yang membeli kebutuhan pokoknya di masjid terbesar Asia Tenggara itu.


“Dan masa depannya kalau sistem ini bagus, maka ada kemungkinan minimarket itu akan tergulung oleh sistem yang dikembangkan di masjid-masjid,” imbuh Nasaruddin Umar.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Nasaruddin Umar meminta bantuan sejumlah pihak. Tak hanya masjid, musala dan langgara pun bisa diberdayakan.

“Kami mohon bantuan kepada Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), rekan-rekan para pemikir, bagaimana menggarap potensi ekonomi masjid seperti masjidnya Rasulullah SAW,” tuturnya.

“Itu kalau digarap semuanya menjadi potensi ekonomi, itu amat dahsyat. Karena masjid itu mendiami perkampungan di tengah-tengah masyarakat,” lanjut Imam Besar Masjid Istiqlal itu.

Sebagaimana diketahui, masjid di era Nabi Muhammad SAW, kata Nasaruddin Umat, benar-benar memberdayakan umat. Menara yang ada di masjid pun tak hanya untuk mengumandangkan azan oleh Bilal bin Rabah, melainkan untuk memantau rumah-rumah warga yang ada disekitar.

“Menara masjidnya Nabi itu bukan hanya dipakai Bilal azan, tapi dari ketinggian untuk mengontrol rumah-rumah mana yang tidak pernah berasap dapurnya. Itulah fungsi menara masjid, jadi kesejahteraan sosial,” tukas Nasaruddin Umar.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

10 Negara yang Warganya Paling Rajin Berdoa, Indonesia Teratas


Jakarta

Pew Research Center melakukan survei terhadap tingkat doa harian di berbagai negara. Menurut data terbaru, Indonesia menempati posisi pertama untuk kategori ini.

Dalam laporan yang dilihat pada Minggu (3/8/2025), 95 persen penduduk Indonesia mengatakan berdoa setiap hari. Angka ini disusul Kenya dan Nigeria yang 84 persen warganya berdoa setidaknya setiap hari.

Negara tetangga yang mayoritas berpenduduk muslim, Malaysia, menempati posisi keempat dengan persentase mencapai 80 persen. Selanjutnya disusul Filipina (79 persen), Brasil (76 persen), Bangladesh (75 persen), Ghana (73 persen), Sri Lanka (72 persen), dan Kolombia (71 persen).

10 Negara Paling Rajin Berdoa

  1. Indonesia (95 persen)
  2. Kenya (84 persen)
  3. Nigeria (84 persen)
  4. Malaysia (80 persen)
  5. Filipina (79 persen)
  6. Brazil (76 persen)
  7. Bangladesh (75 persen)
  8. Ghana (73 persen)
  9. Sri Lanka (72 persen)
  10. Kolombia (71 persen)

Berikut 20 teratas selengkapnya:

Indonesia Jadi Negara Paling Religius di Dunia

Survei-survei kategori serupa yang dipublikasikan Pew Research Center mendapuk Indonesia sebagai negara paling religius di dunia. Hampir seluruh warga Indonesia mengatakan agama penting bagi mereka.

Dalam laporan pada 6 Agustus 2024, doa harian cukup umum di Asia Timur dan Eropa dengan Indonesia sebesar 95 persen. Peringkat ini disusul Nigeria, Senegal, Irak, Niger, Chad, Kamerun, Djibouti, Guatemala, dan Guinea-Bissau.

Negara paling religius di dunia, survei dipublikasikan 2024.Negara paling religius di dunia, survei dipublikasikan 2024. Foto: Pew Research Center

Data memperlihatkan tak satu pun negara di Asia Timur yang disurvei menunjukkan lebih dari 21 persen orang dewasa mengaku berdoa setiap hari. Ini termasuk 13 persen warga Hong Kong dan 19 warga Jepang.

Sementara itu, menurut survei majalah CEOWORLD pada 2024, negara paling religius di dunia diduduki oleh Somalia dengan stok 99,8. Setelahnya disusul Niger (99,7), Bangladesh (99,5), Ethiopia (99,3), dan Yaman (99,1). Indonesia sendiri menempati posisi ketujuh dengan skor 98,7.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Malaysia Gelar WITEX & WCAF 2025, Pertemukan Pelaku Pariwisata Muslim 10 Negara



Jakarta

Malaysia akan menggelar ajang internasional bergengsi, World Islamic Tourism & Trade Expo (WITEX) edisi ke-3 dan peluncuran perdana World Cultural & Arts Festival (WCAF) 2025. Acara ini akan berlangsung dari 22 hingga 25 Agustus 2025 di Sunway Resort Hotel, Bandar Sunway, Malaysia.

Dalam keterangan tertulis yang diterima detikHikmah, ajang berskala internasional ini diselenggarakan oleh Malaysia Tourism Agency Association (MATA) yang bekerja sama dengan mitra global utama di bidang pariwisata dan perdagangan. Acara ini juga akan menjadi magnet pertemuan para pelaku pariwisata muslim dari lebih dari 10 negara, termasuk Indonesia.

Dengan diselenggarakannya WITEX & WCAF 2025, Malaysia mempertegas posisinya sebagai pusat pariwisata halal dan perdagangan Islam yang terus berkembang di Asia Tenggara dan dunia.


Lebih dari 10 Negara Islam Siap Berkolaborasi

Acara ini akan melibatkan negara-negara dengan basis muslim yang kuat, antara lain: Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Tiongkok, Zambia, Vietnam, Thailand, Spanyol, Kazakhstan, Azerbaijan, dan Tajikistan.

Ribuan pelaku industri dari berbagai sektor, mulai dari biro perjalanan, dewan pariwisata, institusi keuangan Islam, hingga merek gaya hidup halal, akan berkumpul untuk menjalin kemitraan baru dan memperluas jaringan lintas negara. Kolaborasi ini membuka peluang strategis dalam penguatan ekosistem pariwisata Islam global yang ramah, inklusif, dan berkelanjutan.

WITEX 2025: Pusat Integrasi Pariwisata, Perdagangan, dan Teknologi

Dengan mengusung tema integrasi antara perdagangan, pariwisata, dan investasi, WITEX 2025 dirancang untuk menghubungkan para profesional industri melalui:

  • Pameran produk pariwisata halal dan gaya hidup muslim
  • Pertemuan bisnis (B2B) terkurasi
  • Forum investasi dan solusi digital
  • Kolaborasi teknologi dalam sektor perjalanan dan layanan

Ruang pameran yang dinamis akan menjadi tempat pertemuan strategis antara para pengambil keputusan, investor, dan inovator, memperkuat rantai nilai ekonomi Islam.

WCAF 2025: Perayaan Budaya Islam Dunia

Untuk pertama kalinya, WITEX 2025 akan diperkaya dengan peluncuran World Cultural & Arts Festival (WCAF), sebuah platform budaya global yang menghadirkan pertunjukan seni tradisional dan kontemporer, fesyen Islami dari berbagai negara, pameran kuliner halal internasional hingga kerajinan tangan dan seni visual bernuansa Islami

WCAF bertujuan menampilkan keindahan dan keragaman warisan budaya dunia Islam, sekaligus memperkuat diplomasi budaya lintas negara.

Dialog Global: Konferensi Pariwisata Islam & KTT Menteri dan CEO

Sebagai bagian dari agenda strategis, Konferensi Pariwisata Islam akan berlangsung pada 22-23 Agustus 2025, menghadirkan lebih dari 15 pembicara internasional, termasuk pemikir industri, akademisi, dan tokoh transformasi digital. Adapun topik yang dibahas mencakup transformasi digital dalam pariwisata halal, destinasi ramah muslim, tren wisata berkelanjutan hingga penerapan teknologi AI dalam industri perjalanan.

Kemudian pada 24 Agustus 2025, akan diadakan KTT Menteri dan CEO, menghimpun pemimpin negara anggota OKI, menteri pariwisata, dan CEO industri strategis. Forum ini akan menjadi ajang pembahasan arah kebijakan baru dalam pengembangan pariwisata Islam global.

Malam Penghargaan WITA 2025: Apresiasi untuk Inovator Muslim

Acara akan mencapai puncaknya pada malam 25 Agustus dengan digelarnya World Islamic Tourism & Trade Awards (WITA) 2025. Bertempat di Grand Ballroom Sunway Resort, gala ini akan memberikan 30 penghargaan bergengsi kepada tokoh dan institusi berprestasi dalam bidang pariwisata halal, perdagangan syariah, inovasi digital, media dan pelayanan publik.

Panggung penghargaan juga akan dimeriahkan dengan penampilan artis ternama dari Malaysia dan mancanegara, serta pertunjukan budaya bernuansa Islam.

Terbuka untuk Umum: Wisata Edukasi dan Hiburan Keluarga

WITEX & WCAF 2025 terbuka bagi publik dengan akses gratis setiap hari mulai pukul 10:00 pagi hingga 8:00 malam. Pengunjung dapat menikmati berbagai promosi paket wisata, pertunjukan langsung, hadiah dan souvenir eksklusif hingga kesempatan memenangkan tiket gratis.

Acara ini dirancang sebagai pengalaman wisata edukatif dan keluarga yang menyenangkan, memadukan nilai spiritual, budaya, dan peluang bisnis.

WITEX & WCAF 2025 diprakarsai oleh Malaysia Tourism Agency Association (MATA), bekerja sama dengan World Islamic Tourism Council, Global Islamic Tourism Organisation, dan ASEAN Federation of Umrah & Hajj (AFUH). Acara ini juga mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya Malaysia dan Malaysia Convention & Exhibition Bureau (MyCEB)

Kehadiran pelaku pariwisata Muslim dari lebih dari 10 negara dalam WITEX & WCAF 2025 mencerminkan optimisme baru terhadap masa depan pariwisata Islam global. Di tengah tantangan dan perubahan dunia, acara ini menjadi simbol persatuan, inovasi, dan kolaborasi lintas bangsa dengan landasan nilai-nilai syariah.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Merumuskan Ulang Posisi Islam Indonesia dalam Kancah Global



Jakarta

Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar Dr. Ahmed Muhammad Ahmed El-Tayeb untuk ketiga kalinya ke Indonesia, pada 8 hingga 11 Juli 2024, yang merupakan bagian dari lawatannya ke Asia Tenggara, patut mendapat sambutan istimewa karena beberapa alasan. Kunjungan ini bertujuan untuk menggaungkan Piagam Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia, yang ditandatangani oleh pemimpin tertinggi Universitas Al-Azhar dan Paus Fransiskus di Abu Dhabi pada tahun 2019, sebagaimana dijelaskan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (balitbangdiklat.kemenag.go.id 26/6/2024).

Lebih dari itu, kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar kali ini memiliki arti penting bukan saja bagi penguatan hubungan historis yang mendalam antara Indonesia dan Mesir, tetapi juga bagi upaya Indonesia untuk memperkuat posisi strategisnya dalam kancah global. Indonesia dan Mesir dapat bergandengan tangan berdiri di depan untuk menyuarakan perdamaian dan persaudaraan sambil melawan segala bentuk ekstremisme, radikalisme dan kekerasan. Ditopang Al-Azhar, Mesir dikenal sebagai benteng nilai-nilai moderasi dan toleransi. Begitu juga Indonesia. Dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar, Indonesia masyhur dengan model keislaman yang inklusif dan damai.

Dalam lanskap dunia kontemporer, interaksi antara agama, politik, dan identitas menjadi semakin kompleks. Di antara dinamika ini, konsep “decentring Islam” (mendesentrisasi Islam) muncul sebagai paradigma signifikan. Decentring Islam berupaya untuk mengalihkan dari perspektif tradisional yang berpusat pada Arab mengenai identitas dan praktik Islam, ke arah keragaman dan pluralitas dalam dunia Muslim. Indonesia, sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak dan satu negeri Asia besar, menawarkan sudut pandang unik untuk mengeksplorasi konsep ini dan implikasinya terhadap geopolitik global, wacana keagamaan, dan pertukaran budaya.


Secara historis, pemikiran dan praktik Islam sangat dipengaruhi oleh budaya Arab, mengingat asal-usul agama ini di Jazirah Arab. Pandangan yang berpusat pada Arab ini sering kali menutupi kekayaan keragaman tradisi Islam di berbagai wilayah, termasuk Indonesia yang sering masih dipandang pinggiran (peripheral). Decentring Islam bertujuan memperluas pemahaman tentang identitas Islam dengan mengakui dan menghargai berbagai ekspresi Islam yang dipraktikkan oleh Muslim non-Arab. Pendekatan ini menekankan pentingnya konteks lokal, kekhasan budaya, dan perkembangan historis yang membentuk praktik keagamaan Muslim di berbagai belahan dunia.

Decentring Islam bukan berarti mengurangi pentingnya kontribusi Arab terhadap peradaban Islam, tetapi mengakui bahwa Islam adalah agama global dengan berbagai macam ekspresi dan perubahan budaya. Ini bertujuan membongkar representasi Islam yang monolitik, dengan mendorong pemahaman yang lebih inklusif dan representatif yang mencerminkan realitas kehidupan Muslim di seluruh dunia.

Indonesia: Model Pluralisme Islam

Indonesia, rumah bagi lebih dari 270 juta Muslim, mewujudkan prinsip-prinsip decentring Islam melalui perpaduan khas antara iman Islam dan budaya lokal. Sejarah kepulauan ini ditandai oleh sintesis berbagai pengaruh budaya dan agama, termasuk Hindu, Buddha, dan kepercayaan adat, yang telah berjalin dengan tradisi Islam. Mosaik budaya ini melahirkan Islam khas Indonesia yang berakar kuat pada konteks lokal yang melahirkan berbagai keragaman di dalam Islam Indonesia itu sendiri. Kecuali Islam di Jawa yang terepresentasi dengan baik dalam berbagai kajian kesarjanaan, sebenarnya mosaik keragaman di berbagai kepulauan lain, termasuk wilayah Indonesia Timur, masih sangat menarik dieksplorasi untuk mendapatkan gambaran lebih utuh tentang Islam Indonesia.

Islam Indonesia ditandai oleh sifatnya yang moderat dan pluralistik. Falsafah dasar bangsa, Pancasila, yang mempromosikan toleransi dan inklusivitas beragama, memastikan bahwa semua komunitas agama dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Pancasila menjadi falsafah antarbudaya (intercultural philosophy) yang sangat relevan dengan kemajemukan. NU dan Muhammadiyah mendukung interpretasi Islam yang kontekstual dan progresif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, demokrasi dan hak asasi manusia. Model pluralistik dan inklusif ini menawarkan narasi alternatif tentang Islam, dengan menunjukkan bahwa agama ini dapat berkembang dalam lingkungan budaya dan politik yang beragam.

Peran NU dan Muhammadiyah sangat penting dan tidak tergantikan dalam memosisikan Islam Indonesia dalam kancah global. Terutama melalui inisiatif pendidikan, sosial, dan politik mereka, NU dan Muhammadiyah berkontribusi pada pemahaman Islam yang lebih pluralistik dan inklusif, baik di Indonesia maupun di dunia Muslim yang lebih luas. Konsistensi mereka dalam inisiatif-inisiatif fundamental ini akan menentukan trayektori masa depan mereka dalam decentring Islam.

NU mengoperasikan jaringan luas pendidikan keagamaan (pesantren) di seluruh Indonesia, dari tingkat dasar sampai universitas, yang mendorong pendekatan holistik terhadap pembelajaran. Kurikulum sering kali mencakup pengajaran tentang toleransi beragama, demokrasi, dan hak asasi manusia. Demikian pula, Muhammadiyah telah membangun jaringan pendidikan yang komprehensif, yang menekankan pemikiran ilmiah dan rasional di samping pendidikan agama, mendorong pemikiran kritis dan inovasi. Lembaga-lembaga pendidikan yang mereka kelola perlu didorong tampil di kancah global, melalui pembukaan cabang-cabangnya di berbagai kawasan dunia Islam.

Reformulasi di Kancah Global

Posisi strategis Indonesia dalam kancah global bersifat multifaset, mencakup dimensi politik, ekonomi, dan budaya. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, Indonesia memainkan peran krusial dalam urusan ekonomi regional dan global. Model pemerintahan demokratisnya dan identitas Islam moderatnya memberikan narasi alternatif terhadap persepsi Islam yang sering terpolarisasi dalam politik global.

Di panggung internasional, Indonesia aktif mempromosikan dialog dan kerja sama antaragama melalui kebijakan luar negerinya. Upaya diplomatik negara ini dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di wilayah konflik, terutama di dunia Muslim, menunjukkan komitmennya terhadap tatanan global yang didasarkan pada saling menghormati dan pengertian. Kepemimpinan Indonesia dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan partisipasinya dalam misi perdamaian PBB semakin menegaskan perannya sebagai mediator dan advokat perdamaian.
Secara budaya, Indonesia berkontribusi terhadap pemahaman global tentang Islam melalui warisan seni, sastra, dan praktik keagamaannya yang kaya. Peringatan tahunan hari raya Islam, perayaan musik dan tarian tradisional Islam, serta lembaga pendidikan Islam yang berkembang pesat semuanya mencerminkan budaya Islam Indonesia yang dinamis. Dengan membagikan aset budaya ini di panggung global, Indonesia membantu mendesentrisasi narasi yang berpusat pada Arab dan menyoroti keragaman dalam dunia Muslim.

Singkatnya, decentring Islam adalah kerangka kerja yang krusial untuk memahami sifat multifaset dari dunia Islam, dan posisi Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim utama mencerminkan keragaman ini. Perpaduan unik antara iman Islam dan praktik budaya lokal, komitmennya terhadap pluralisme dan demokrasi, serta peran aktifnya dalam diplomasi global, semuanya berkontribusi pada pemahaman yang lebih bernuansa dan inklusif tentang Islam.

Seiring dunia terus bergumul dengan isu-isu identitas keagamaan dan koeksistensi, contoh Indonesia menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana Islam dapat dipraktikkan dan dipahami dalam cara yang beragam dan dinamis. Dengan merangkul prinsip-prinsip decentring Islam, komunitas global dapat bergerak menuju apresiasi yang lebih komprehensif dan adil terhadap keragaman dunia Muslim yang sangat kaya. Dalam lingkup praktisnya, dengan memberdayakan segenap kemampuan ekonomi-politik dan modal kultural keislaman di kawasan, di Asia khususnya, dan global melalui prinsip co-production of peace, pemerintah dan warga Indonesia bisa lebih berperan untuk ikut menawarkan secercah harapan baru.

Noorhaidi Hasan
Guru Besar Islam dan Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Perjumpaan Democracy dan Shuracracy (2)



Jakarta

Asumsi sebagian orang bahwa demokrasi AS adalah demokrasi liberal dalam arti terbebas sama sekali dari nilai-nilai agama sepenuhnya tidak benar. Seperti diungkapkan dalam artikel-artikel terdahulu, bagaimana simbol-simbol AS secara eksplisit memberikan ruang terhadap nilai-nilai agama di dalam demokrasi. Nilai-nilai agama di samping nilai-nilai luhur dan konstitusi menjadi yang ikut mengawal pelaksanaan demokrasi agar tidak menjadi demokrasi “kebablasan” (absolute democracy).

Dapat diperhatikan secara teliti, apa arti Ikrar Kesetiaan Kebangsaan (The Pledge of Allegiance), yaitu: “I pledge allegiance to the Flag of the United States of America, and to the Republic for which it stands, one Nation under God, indivisible, with liberty and justice for all”. (“Saya berjanji setia kepada Bendera Amerika Serikat, dan kepada Republik tempatnya ditegakkan, satu Bangsa di bawah Tuhan, tak terpisahkan, dengan kebebasan dan keadilan untuk semua). Kata “one Nation under God” (satu Bangsa di bawah Tuhan) yang sebelumnya tidak ada kemudian ditambahkan pada tanggal 12 Februari 1948. Kalimat ini pertama kali disarankan oleh Louis Albert Bowman, seorang pengacara dari Illinois dengan alasan menyesuaikan semangat Gettysburg Lincoln.

Semula frase ini kontroversi, apakah itu constitusional atau tidak, apakah ini tidak bertentangan dengan perinsip demokrasi? Siapa yang diamksud “Tuhan” dalam kata itu? Apa arti frase “under God” itu sendiri? Akhirnya, Presiden Eisenhower dan Kongres menyetujuipenambahan itu dalam bentuk undang-undang pada tanggal 14 Juni 1954. Hingga saat ini frase itu sudah diabadikan di dalam berbagai lambang AS, termasuk lagu kebangsaan AS yang dihafalkan kepada murid-murid seklolah.


Ini bukti bahwa demokrasi AS memberi ruang terhadap nilai-nilai agama di dalam menata negara. Hingga saat ini frase itu sudah diabadikan di dalam berbagai lambang AS, termasuk lagu kebangsaan AS yang dihafalkan kepada murid-murid seklolah. Ini bukti bahwa demokrasi AS memberi ruang terhadap nilai-nilai agama di dalam menata negara.

Tambahan frase itu tentu saja mendapatkan dukungan penuh para tokoh agama di AS, termasuk tokoh agama Islam yang juga ikut menjadi faktor sejak awal berdirinya negara AS, sebagaimana diselaskan dalam artikel terdahulu. Mereka menyadari bahwa keajaiban AS terjadi atas perkenan Tuhan. Banyak sekali peristiwa yang terjadi di AS sulit dijelaskan secara akal pikiran tetapi menjadi kenyataan. Sama halnya negara Indonesia dalam meraih kemerdekaannya dari penjajah asing juga mengalami banyak keajaiban. Deklarasi kemerdekaan AS dari Inggris juga tidak pernah dibayangkan akan secepat itu dan dengan dampak yang sangat minim.
Frase “under God” ini juga membuat banyak orang berfikir lebih jauh, benarkan AS sebagai sebuah negara sekuler? Dengan frase ini sekali lagi menegaskan sesungguhnya AS bukanlah sebuah negara sekuler murni, dalam arti tidak memberi ruang dan tempat untuk membicarakan Tuhan di dalam mengurus bangsa, negara, dan masyarakat. Mungkin dalam konstitusi tidak tampil sebagai sebuah negara agama tetapi dalam kenyataan dan praktek sehari- hari, jelas AS adalah sebuah negara yang sangat religius.

Frase one Nation under God, indivisible, with liberty and justice for all sesungguhnya sesungguhnya dapat dikatakan sebagai sebuah kalimat yang sangat islami. Bukankah dalam Islam juga mengajarkan segalanya tercipta dengan dan oleh Allah Swt? Setelah tercipta dengan berbagai bentuk realitas, kembali kita diingatkan, janganlah perbedaan itu menjadi faktor munculnya kemudharatan dan musibah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu”. (Q.S. A-Hujurat/49:13).

E Pluribus Unum, ” = “Out of Many, One”, 1782 Kalimat In God We Trust selalu mengingatkan seluruh warga Amerika untuk selalu mengingat Tuhan. Jika demikian adanya, maka tidak tepat disebut negeri AS sebagai negeri yang sekuler- Ateis. Informasi dari Prof Muhammad Ali, Direktur Middle Eastern and Islamic Studies
Program, University of California, Riverside, menyampaikan sebuah data survey terakhir, menunjukkan 92% warga AS percaya kepada Tuhan. Bagi orang-orang AS kalimat ini berbekas dibenak mereka. Bahkan kalimat ini sering menjadi langgam bahasa pergaulan sehari hari, mirip dengan kata lain yang paling sering digunakan orang-orang AS, yaitu “Oh my God”, di Indonesia padanannya “Ya Allah”, sebuah lafaz ekspresi paling lazim di AS. Mungkin disiplin sosial AS yang mengagumkan diinsprasi oleh paflet kehidupan yang religoius itu, faktor untuk Secara mikro, penerapan demokrasi (the real democracy) di AS sebenarnya tidak bisa sepenuhnya disamakan dengan demokrasi sekolarisme sebagaimana yang diterapkan di sejumlah negara tua di Eropa, seperti Perancis, yang tidak memberikan tempat terhadap nilai- nilai agama di dalam ruang publik.

Pemerintah Perancis misalnya melarang atribut-atribut agama ditampilkan di ruang publik seperti menggunakan hijab (untuk muslimah) sampai kepada lambang salib untuk Kristen, dan Kappa(penutup kepala Rabbi untuk Yahudi). Di AS, penggunaan atribut-atribut keagamaan, sepanjang tidak secara eksludif mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, tidak dilarang. Banyak kaum muslimah menggunakan hijab, kappa, dan tanda salib di ruang publik di AS. Demokrasi di AS tidak kaku dan memberi ruang nilai-nilai agama dan budaya lokal ikut serta memperkaya tatanan kehidupan masyarakat. Lihat saja Amandemen Pertama AS (The First Amendment) tahun 1791 yang dengan tegas memberikan pengakuan nilai-nilai agama untuk memperkuat sensi-sendi negara AS, apalagi mata uangnya secara ekslisit mencantumkan: In God We Trust (kepada Tuhan kita percaya.

Itulah sebabnya mengapa Islam begitu gampang diterima di AS karena susbstansi keagamaan Islam paralel dengan nilai-nilai luhar AS. Secara teoretis teodemokrasi bukan sekedar sintesa antara demokrasi liberal dan demokrasi sosial, tetapi memiliki unsur distinctif lain. Dalam wacana demokrasi liberal dan demokrasi sosial (baca: demokrasi sekuler) murni bersifat horizontal, yakni antara kebebasan individu dan keutuhan masyarakat. Sedangkan dalam konsep teodemokrasi, di samping wacana yang bersifat horizantal tadi juga masuk di dalam wacana vertikal (teologis). Bahkan sering ditemukan wacana yang bersifat vertikal ini lebih dominan ketimbang wacana wacana yang bersifat horizontal. Lihatlah misalnya kelompok-kelompok yang berhaluan keras di dalam lintasan sejarah dunia Islam, memandang politik kenegaraan itu sebagai sesuatu yang “suci” yang tidak boleh dikotori oleh pemikiran subyektivitas manusia yang “tidak suci”, bahkan cenderung korup. Bagi mmereka Islam adalah urusan agama dan negara (al-islam din wa daulah), karena itu mereka lebih dekat kepada konsep teokrasi.

Berbeda dengan kelompok pemikir muslim kontemporer atau biasa disebut kelompok pembaharu. Mereka beranggapan bahwa Islam adalah agama dan tidak mengatur secara mendetail soal politik kenegaraan, ekonomi, hightec, dan urusan duniawi lainnya. Mereka berpendapat bahwa Islam memang meiliki ajaran yang komperhensif (kafah), yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Namun ke-kaffah-an Islam hanya dalam batas perinsip-perinsip ajaran, bukan secara mendetail. Bagi mereka (pembaharu muslim), perinsip-perinsip Islam sebagaimana ditemukan di dalam Al-Qur’an, hadis, dan tradisi sahabat, hanya mengatur
perinsp-perinsip Islam tentang politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial tetapi tidak sampai mengatur lebih detail misalnya tentang sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosia, dan sistem lainnya. Tentu ini ada hikmahnya untuk kelenturan ajaran Islam sebagai agama akhir zaman, harus mempu mengakomodir perkembangan zaman yang sedang dan akan dilaluinya. Jika Islam melengkapi dirinya sampai ke tingkat sistem yang lebih teknik maka sudah barang tentu Islam
akan sibuk berbenturan dengan nilai-nilai lokal. Tetapi kenyataannya sampai sekarang masih tetap sebagai agama paling cepat mengalami perkembangan di seluruh belahan bumi. Para pemikir pembaharu mendasarkan pandangannya di samping kepada ayat seperti Q.S. Ali Imran/3:159 dan al-Sura/42:38, yang menekankan perinsip musyawarah sebagai media untuk menyelesaikan masalah kontemporer keduniaan. Mereka menemukan sejumlah hadis yang
senapas dengan ayat tersebut. Mereka juga belajar dari fakta sejarah dunia Islam bahwa medel-model suksesi tidak satu tetapi beragam. Fakta sejarah yang paling gampang difahami ialah, mengapa urusan politik kenegaraan, termasuk urusan suksesi kepemimpinan tidak mendapatkan penjelasan di dalam Al-Qur’an. Sampai pada detik-detik terakhir menjelang wafat, Rasulullah tidak pernah memberikan wasiayat dan petunjuk bagaimana mengantisipasi suksesi pergantian
dirinya dan juga para pelanjutnya. Sampai ketika Rasulullah wafat pada hari Senin tertunda pemakamannya ke hari Rabu, antara lain disebabkan rumitnya proses pergantian dirinya, baik sebagai kepala pemerintahan Madinah maupun sebagai pemimpin spiritual. Untung kewibawaan Abu Bakar sebagai sahabat senior yang sering ditunjuk menggantikan beliau sebagai imam shalat pada setiap kali beliau sakit atau berhalangan, memudahkan dirinya terpilih sebagai khalifah di Bani Tsaqifah. Demikian pula penggantian Abu Bakar, Utsman, Ali, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, masing-masing mempunyai model suksesi yang berbeda-beda.

Menimbang syurakrasi sebagai model, Murad Hofmann melihat teodemokrasi dan apalagi teokrasi sebagai Istilah yang kurang tepat untuk mewadahi perinsip dan sistem politik di dalam Islam. Karena itu ia mengusulkan untuk memermanenkan istilah syurakrasi sebagai model, bukan hanya untuk negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, tetapi juga untuk negara-negara lainnya. Hofmann melihat ada kekuatan yang terdapat di dalam musyawarah (consultation) di dalam menyelesaikan setiap persoalan, khususnya persoalan politik kemasyarakatan. Secara psikologis, persoalan yang diselesaikan dengan musyawarah jauh lebih
permanen ketimbang persoalan yang diselesaikan dengan 50 + 1 suara alyas voting. Munculnya partai politik yang bercorak aliran keagamaan di Barat, seperti Partai
Demokratik Kristen di Jerman dan di Italia mengindikasikan adanya sekelompok masyarakat di sana yang melihat sisi-sisi kelemahan sistem demokrasi liberal dan demokrasi sosial, lantas mereka mendeklarasikan demokrasi yang bercorak keagamaan.

Demokrasi sekuler di dunia Barat oleh komunitas dunia barat sendiri sudah mulai dipertanyakan. Apalagi sejumlah masyarakat di Asia dan Afrika sudah lebih dahulu mempertanyakannya. Semakin populernya istilah “double standard” di dunia Barat oleh dunia Timur menjadi bukti adanya kelemahan konsep tersebut. Semangat syurakrasi sesungguhnya sudah terjabarkan di dalam Pancasila dan UUD 45 kita. Mari kita pertahankan NKRI.

Jakarta, 9 April 2009

Nasaruddin Umar
Katib Am PB NU & Rektor Institut PTIQ Jakarta

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Jumlah Jemaah Haji RI Terbesar di Dunia, Gaphura Puji Terobosan Prabowo



Jakarta

Indonesia menjadi salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Dalam beberapa musim haji belakangan ini, Indonesia memberangkatkan lebih dari 200 ribu jemaah haji.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Haji dan Umrah Nusantara (Gaphura), Ali Mohamad Amin, mengatakan Indonesia memberikan kontribusi haji terbesar di dunia sebanyak 10 persen.

“Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia berjumlah 245 juta jiwa, Indonesia juga memberikan kontribusi haji terbesar di dunia sebesar 10%,” kata Ali dalam keterangan tertulis yang diterima detikHikmah, Minggu (19/1/2025).


Ali menyampaikan, pada 2024 kemarin Indonesia mencatatkan rekor kuota haji terbanyak sepanjang sejarah, yaitu 241.000 jemaah haji. Meskipun kuota ini terbilang besar, namun kata Ali belum mampu untuk mengimbangi antusiasme masyarakat Indonesia untuk berhaji, terbukti dengan waktu tunggu di sebagian wilayah Tanah Air yang mencapai lebih dari 45 tahun.

Tak hanya haji, Ali juga mencatat peningkatan permintaan umrah seiring waktu.

“Mengacu pada 3 tahun terakhir pasca pandemi di mana Indonesia mengalami pertumbuhan industri umrah dari 1 juta di 2019 secara signifikan naik hingga 1,4 juta di 2023. Sementara Tahun 2024 telah sukses menyelenggarakan haji dengan jumlah terbesar sepanjang Sejarah yaitu sebanyak 241.000,” paparnya.

Meningkatnya Kesadaran Muslim Indonesia untuk Berhaji

Ali menyebut jumlah jemaah haji yang besar diiringi peningkatan pendapatan masyarakat, kesadaran umat Islam untuk menunaikan ibadah umrah dan haji, kemajuan teknologi, dan kebijakan pemerintah terkait ibadah haji dan juga umrah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan sektor ini.

Meski demikian, masih banyak tantangan yang harus dihadapi dan strategi yang harus diterapkan seluruh stakeholder agar potensi pertumbuhan industri haji dan umrah di Indonesia terus berkembang dan memberi manfaat ke banyak pihak secara berkelanjutan, terutama bagi para jemaah haji atau Dhuyufurrahman.

“Dengan perubahan global dan khususnya regulasi di Saudi Arabia yang sudah semakin meningkat dalam pelaksanaan haji, Kerajaan Saudi sudah menargetkan tahun 2030 akan mencapai lebih dari 7 juta jemaah haji. Dengan demikian regulasi pemerintah Indonesia juga harus bisa menyesuaikan,” ujarnya.

“Alhamdulillah Pemerintah Indonesia sudah mengambil peran penting dengan terus melakukan hubungan diplomatik yang sangat baik dengan kerajaan Saudi, yang mana tahun lalu Indonesia diberikan tambahan kuota sebesar 20.000 jemaah,” sambungnya.

Ali juga menyoroti kemungkinan adanya tambahan kuota jemaah haji pada tahun ini. “Apabila kita menerima tambahan kuota dengan jumlah demikian akan bisa mengurangi antrian yang sangat besar yang sudah mencapai di atas 40 sampai 45 tahun,” lanjut Ali.

Di lain sisi, Ali juga mengapresiasi langkah yang diambil Presiden Prabowo Subianto dalam urusan ibadah haji.

“Saya sangat bangga terhadap Bapak Presiden Prabowo Subianto yang baru memimpin selama 3 bulan sudah bisa memberikan terobosan yang sangat signifikan yang sangat konsentrasi terhadap haji Indonesia yang disampaikan melalui Pak Dasco melalui media dan bahkan Pak Dasco sendiri langsung mengambil peran untuk menjadi Koordinator Haji Indonesia,” pungkas Ali.

Berdasarkan data Otoritas Umum Statistik Arab Saudi (GASTAT) total jemaah haji 1445 H/2024 M mencapai 1.833.164 orang. Jemaah terbanyak berasal dari negara-negara Asia. Selain negara-negara Arab, jemaah Asia mencapai 63,3 persen dari total jemaah haji.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kok Ada yang Bengkok, Bagaimana Sih Bentuk Normal Mr P? Dokter Urologi Bilang Gini


Jakarta

Bentuk dan ukuran dari penis atau ‘Mr P’ seringkali menjadi bahan pembicaraan sensitif. Pasalnya, setiap pria umumnya memiliki persepsi masing-masing terkait bagaimana seharusnya bentuk penis yang normal.

Menurut spesialis urologi Rumah Sakit Umum Pusat nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Adhitama Alam Soeroto, SpU, mengatakan bahwa selama penis tersebut memiliki lubang kencing di ujung, menurutnya ini masih normal.

“Kalau nggak di ujung (lubang kencingnya) berarti ada kelainan lokasi di saluran kencingnya,” kata dr Adhitama kepada detikcom saat ditemui di RSCM, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).


Terkait ukuran penis, dr Adhitama mengatakan bahwa panjang-pendek, atau besar kecilnya memang dipengaruhi banyak faktor.

“Kami sebenarnya ada tabelnya gitu, kayak di ukuran berapa penis itu dibilangnya ukuran normal, sesuai usia. Kadang-kadang penis itu kecil banget, tapi sebenarnya, kalau dia masuk range, ya nggak masalah,” katanya.

“Karena ukuran penis itu bervariasi, dari tiap orang, tiap ras, dan lain-lain. Jadi jangan disamakan ukuran penis orang Asia dengan orang di benua lain, tentunya tidak sama,” sambungnya.

Kalau masih di bawah 15 derajat (bengkoknya) itu sebenarnya aman

dr Adhitama Alam Soeroto, SpU – Dokter urologi

Selain itu, penis normal adalah yang tidak ‘mendelep’ atau tersembunyi di bawah kulit perut, paha, atau skrotum. Pasalnya, kondisi ini dinamakan buried penis.

dr Adhitama menambahkan bahwa setiap pria terkadang memiliki ‘penis bengkok’ saat mereka ereksi. Namun, ini masih bisa dikategorikan sebagai hal yang normal selama derajat bengkoknya masih dalam batas wajar.

“Paling sering itu bengkoknya ke arah atas. Tapi (bengkok) ke kanan atau kiri sebenarnya nggak masalah. Kalau masih di bawah 15 derajat (bengkoknya) itu sebenarnya aman,” katanya.

“Kalau bengkoknya udah di atas 30 derajat, baru kami akan menentukan apakah ini ada kelainan atau tidak,” sambungnya.

NEXT: Perlukah dikoreksi?

dr Adhitama menambahkan, selama penis tersebut bengkoknya masih masuk ke dalam derajat normal maka tidak perlu dilakukan koreksi. Pasalnya, tindakan operasi pada penis berisiko untuk menimbulkan suatu kelainan.

“Kapan kami harus operasi untuk yang bengkok itu? Itu yang kondisinya nyeri berulang saat ereksi atau non-ereksi. Kadang-kadang timbul nyeri dengan bengkok yang signifikan, itu harus operasi,” tutur dr Adhitama.

“Atau bengkok yang mungkin di atas 30 derajat atau di atas 60 derajat, itu harus kita operasi. Atau ada bengkok yang bikin nggak bisa melakukan penetrasi ke wanita, itu harus kita operasi. Kalau nggak, kehidupan seksualnya terganggu,” tutupnya.

(dpy/up)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy