Tag Archives: Asma binti

Kegunaan Daun Bidara yang Disebutkan dalam Hadits


Jakarta

Daun bidara merupakan salah satu jenis tumbuhan yang memiliki berbagai manfaat dan Rasulullah SAW pun telah banyak mengajurkan menggunakan daun ini untuk berbagai keperluan.

Dalam buku Tanaman Ajaib dalam Al-Qur’an dan Hadits yang ditulis oleh Wahyu Annisha dijelaskan bahwa bidara memiliki nama latin “ziziphus mauritiana”. Masyarakat Arab menyebutnya arz, syajarat ar-rabb, arz al-lubnan, atau sidr.

Daun bidara memiliki bentuk bulat dan kecil. Daun yang masih muda dapat dijadikan sayuran, daun yang tua digunakan untuk ternak. Bila daunnya ditumbuk dengan air, maka akan berbusa seperti sabun.


Daun ini juga dapat digunakan untuk memandikan orang demam. Di beberapa daerah, masyarakat memandikan jenazah dengan daun bidara.

Dalam Al-Qur’an surah Al-Waqiah ayat 27-34, disebutkan bahwa pohon bidara adalah salah satu bentuk kenikmatan di surga yang Allah SWT berikan untuk orang-orang yang berbuat baik. Allah SWT berfirman:

وَاَصْحٰبُ الْيَمِيْنِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْيَمِيْنِۗ فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْ وَّطَلْحٍ مَّنْضُوْدٍۙ وَّظِلٍّ مَّمْدُوْدٍۙ وَّمَاۤءٍ مَّسْكُوْبٍۙ وَّفَاكِهَةٍ كَثِيْرَةٍۙ لَّا مَقْطُوْعَةٍ وَّلَا مَمْنُوْعَةٍۙ وَّفُرُشٍ مَّرْفُوْعَةٍۗ

Artinya: “Golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. (Mereka) berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, pohon pisang yang (buahnya) bersusun-susun, naungan yang terbentang luas, air yang tercurah, buah-buahan yang banyak yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang memetiknya, dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.”

Dalam buku Hadits-hadits Tarbiyah yang ditulis oleh Wafi Marzuqi Ammar, Ibnu Dihyah berkata:

“Allah SWT memilih pohon bidara dibanding pohon lainnya karena memiliki tiga sifat. Pertama: ‘Dzillun mamdud’, yakni naungan yang terbentang luas. Kedua: ‘Tha’amun ladzidz’, yakni makanan yang lezat. Dan ketiga: ‘Ra’ihah zakiyyah’, yakni mempunyai aroma yang sangat harum.”

Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk menggunakan daun bidara dalam berbagai keperluan, karena daun ini memiliki manfaat yang baik. Sebagaimana dalam beberapa hadits tentang daun bidara dan kegunaannya berikut ini.

Hadits tentang Daun Bidara dan Kegunaannya

Berikut adalah beberapa hadits tentang daun bidara dan kegunaannya yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, yang dirangkum dalam berbagai sumber.

1. Daun Bidara untuk Memandikan Jenazah

Dikutip dari Syarah Bulughul Maram 3 karya Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, hadits tentang daun bidara ini dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda ketika ada seseorang yang mati akibat jatuh dari untanya,

“Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, kafanilah dia dengan kedua bajunya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Dalam riwayat lain, dari Ummu Athiyyah RA, dia berkata, “Rasulullah SAW masuk saat kami memandikan jenazah putrinya. Beliau SAW bersabda, ‘Siramlah tiga kali, atau lima kali, atau lebih banyak dari itu jika kalian pandang baik, dengan air bidara. Letakkan kamper pada siraman terakhir atau sedikit kamper.’ Ketika kami selesai (memandikannya), kami memberitahu beliau SAW. Lalu beliau memberikan sarungnya/pakaian penutup antara pusar hingga kaki dan bersabda, ‘Jadikanlah sarung ini sebagai bajunya.’ (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Rasulullah SAW memerintahkan untuk memandikan jenazah tersebut menggunakan daun bidara, dengan cara menumbuk daun bidara dan mencampurkannya dengan air. Busa dari daun bidara digunakan untuk membersihkan si jenazah, sedangkan endapannya digunakan untuk membersihkan tubuhnya.

Daun bidara ini sangat baik digunakan karena dapat membersihkan dan membuat jasad si jenazah menjadi keras, sehingga tidak mudah rusak.

2. Daun Bidara untuk Menyisir Rambut Wanita dalam Masa Iddah

Hadits tentang daun bidara ini dari Ummu Salamah, yang dikutip dari Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, beliau berkata

“Aku meletakkan ramuan pohon-pohon yang pahit di kedua mataku setelah Abu Salamah wafat. Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya itu membuat wajah nampak lebih muda, maka janganlah kamu menggunakannya kecuali di malam hari, dan lepaskanlah ia di siang hari, jangan menyisir dengan minyak wangi, dan jangan pula dengan inai, karena ia termasuk kutek.’ Aku berkata, ‘Dengan apa aku menyisir?’ Beliau menjawab, ‘Dengan daun bidara.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)

3. Daun Bidara untuk Menyucikan Diri Wanita Haid

Mengutip buku Fiqih Sunnah 1 Sayyid Sabiq, hadits dari Aisyah RA, bahwasanya Asma’ binti Yazid pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang cara mandi wanita haid. Beliau menjawab,

“Ambillah air dan daun bidan lalu wudhulah dengan sebaik-baiknya. Kemudian siramkan air di atas kepala dan gosoklah dengan kuat sampai meresap ke akar-akar rambutnya. Setelah itu, tuangkan air sekali lagi di atasnya. Setelah itu, ambillah sepotong kapas yang sudah dibubuhi minyak wangi, lalu gosokkan pada bagian tempat keluarnya darah haid hingga suci dan wangi.”

Asma’ bertanya lagi. “Bagaimanakah cara menyucikannya?” Rasulullah SAW menjawab, “Maha Suci Allah! Bersucilah dengan kapas itu!” Aisyah berkata seakan-akan berbisik ke arah telinga Asma, “Gosokkanlah kapas yang telah kamu bubuhi dengan minyak wangi ke bagian keluarnya darah.” (HR. Bukhari)

4. Larangan Menebang Pohon Bidara

Hadits tentang daun bidara terakhir ini dikutip dalam buku Masuk Surga karena Memungut Sampah yang ditulis oleh Bahagia, dari Sa’id bin Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari Abdullah bin Hubsyi ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa menebang pohon bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam api neraka.” (HR. Abu Daud.)

Abu Daud menjelaskan secara ringkas bahwa makna hadits ini adalah, “Barang siapa menebang pohon bidara di padang bidara dengan sia-sia dan zalim, padahal itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan ternak, maka Allah akan membenamkan kepalanya di neraka.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Istri yang Sering Marah Ternyata Bisa Kurangi Keberkahan Keluarga



Jakarta

Salah satu tujuan dari pernikahan yakni mengharapkan keberkahan dari Allah SWT sekaligus membina keluarga yang bahagia. Namun ketika seorang istri kerap marah maka keberkahan keluarga akan berkurang.

Suami atau istri memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Ketika salah satu tidak bisa atau dianggap kurang memenuhi hak dan kewajibannya maka upayakan untuk menyelesaikannya dengan tenang. Jangan gunakan emosi, apalagi sampai keluar amarah.

Mengutip buku 29 Dosa Suami Istri yang Menghalangi Datangnya Rezeki oleh Ibnu Mas’ad Masjhur, dijelaskan bahwa membahagiakan istri adalah suatu kewajiban bagi suami. Akan tetapi, yang harus dimengerti oleh istri adalah kadar antarsuami berbeda-beda.


Tidak ada standar khusus dalam membahagiakan istri dalam Islam. Hal ini sangat tergantung pada kebutuhan masing-masing dan tergantung pula pada kemampuan suami.

Seorang istri yang selalu bersyukur atas pemberian nafkah dari suami akan membantu melancarkan rezeki keluarga. Dengan begitu, keluarga akan hidup harmonis dan bahagia.

Dampak Positif dari Istri yang Bahagia

1. Dipenuhi rasa syukur

Rasa syukur akan mendorong datangnya rezeki dari berbagai
pintu.

2. Senantiasa mendoakan suaminya

Istri akan sangat menghargai kerja suami meskipun hasilnya tidak seberapa. Dengan doa-doa yang dipanjatkan oleh istri, Allah akan mempermudah rezeki suami.

3. Menjadi partner yang menyenangkan bagi suami

Istri akan mampu membuat suami tenang dalam mencari rezeki untuk keluarga.

4. Menjadi pendukung utama suaminya

Ketika suami berusaha semampunya untuk membahagiakan istri, istri juga akan berusaha membahagiakan suaminya dalam berbagai kondisi.

5. Dapat diandalkan suaminya untuk mendidik anak-anak

Istri yang bahagia cenderung tidak menganggap pekerjaan rumah sebagai beban, termasuk dalam mendidik anak-anak.

Dampak Negatif dari Istri yang Sering Marah

Mengutip buku Akibat-Akibat Fatal Marah Kepada Suami oleh Abdurrahman Sandriyanie W., dalam kehidupan rumah tangga kerap ditemui berbagai permasalahan. Ketika menjumpai perbedaan pendapat atau berselisih atas sesuatu, hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin.

Amarah adalah tabiat buruk manusia yang kerap muncul dalam kehidupan rumah tangga. Ketika satu kali amarah dibiarkan, maka hal ini akan menjadi pemicu dari amarah-amarah lainnya di kemudian hari.

Bagi seorang istri, amarah yang meluap-luap terkadang akan berdampak panjang. Baik suami, maupun istri sebaiknya saling berkaca ketika menghadapi sebuah masalah.

Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya (HR at-Tirmidzi).

Berikut dampak negatif dari istri yang sering marah:

1. Menghalangi Keberkahan Hidup

Dalam Islam, keberkahan berarti ziyadatul khair yakni bertambahnya kebaikan. Keberkahan dalam pernikahan maka akan bermanfaat bagi kebahagiaan yang hakiki, meliputi kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Ketika amarah telah menguasai diri, maka disitulah celah setan menggoda umat manusia. Setiap kali menjumpai permasalahan maka akan langsung timbul perasaan kesal yang mengundang amarah. Hal inilah yang mengurangi keberkahan sebuah hubungan rumah tangga.

2. Masuk golongan kufur nikmat

Asma’ binti Yazid al-Anshariyah Ra.menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk bersama orang-orang sebayanya, Rasulullah SAW lewat dan mengucapkan salam kepada mereka.

Kemudian, beliau bersabda, “Waspadalah kalian, jangan mengingkari orang-orang yang telah memberikan kenikmatan.”

Selanjutnya Asma’ bertanya, “Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan pengingkaran terhadap orang-orang yang memberi kenikmatan?”

“Bisa jadi di antara kalian (perempuan) lama menjanda, lalu Allah menganugerahi suami, dan memberi anak, tetapi ia sangat marah dan mengingkari nikmat. Ia berkata, ‘Aku tidak mendapatkan satu kebaikan apapun darimu.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Melalui hadits ini, Rasulullah mengingatkan kaum perempuan dan para istri untuk tidak selalu mengedepankan rasa marah. Keberadaan suami di sisi istrinya merupakan anugerah yang harus disyukuri. Demikian pula sebaliknya, sebagai suami juga wajib menjadikan istrinya sebagai pasangan hidup yang istimewa.

3. Mengganjal khusyuknya ibadah

Seseorang akan menjalani ibadah yang khusyuk karena perasaan yang ikhlas dan lapang mengharapkan keberkahan. Bila ada perasaan amarah mengganjal di hati, maka hal ini dikhawatirkan bisa mengganggu jalannya ibadah.

Jalan untuk mencapai kekhusyukan dalam beribadah yakni melalui akhlak yang baik terhadap sesama. Hindari perselisihan dan amarah sekecil apapun agar ibadah tidak ternodai dengan penyakit hati.

Demikian dampak positif dari istri yang bahagia dan dampak negatif dari istri yang sering marah. Sebagai pasangan suami istri hendaknya saling memahami kondisi pasangan agar tercipta keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com