Tag Archives: assabiqunal awwalun

Ini Alasan Utsman bin Affan Masuk Islam, Kenapa?



Jakarta

Utsman bin Affan adalah termasuk golongan orang-orang pertama yang masuk Islam atau yang disebut sebagai Assabiqunal Awwalun. Bahkan beliau adalah orang laki-laki kelima yang masuk Islam setelah Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abu Bakar Ash Shiddiq.

Dikutip dari buku Sahabat Rasulullah Utsman Bin Affan karya M. Syaikuhudin dipaparkan mengenai kisah Utsman sebagai berikut. Utsman bin Affan memeluk Islam secara garis besar dikarenakan ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Sebagai sesama pedagang keduanya memang berteman dekat, kedekatan tersebut yang pada akhirnya membuat Utsman akhirnya tertarik untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW yaitu agama Islam.


Keislaman Utsman bin Affan dimulai dari ketika Utsman mendengar mengenai Ruqayyah putri dari Rasulullah SAW yang telah dinikahkan dengan sepupunya Utbah bin Abi Lahab.

Utsman merasa menyesal karena keduluan oleh Utbah dan tidak mendapatkan istri sebaik Ruqayyah baik budi dan nasabnya. Saat itu, Utsman pun kembali ke rumahnya dengan merasa kesal dan bersedih.

Saat kembali ke rumahnya, Utsman mendapati bibinya yang bernama Su’da binti Kuraiz, seorang peramal di masa Jahiliyah, berada di rumah. Melihat Utsman tengah bersedih, bibinya menyampaikan kepada Utsman mengenai kemunculan Nabi Muhammad SAW dan agama yang dibawa olehnya.

Su’da mengatakan bahwa Muhammad itu berada di pihak yang benar serta agama yang diajarkannya akan unggul dan mengalahkan seluruh kaum yang memusuhinya. Su’da pun menyuruh Utsman untuk mengikuti ajaran agama nabi tersebut.

Pernyataan bibinya tersebut selalu terngiang dalam benaknya. Hingga Utsman bertemu dengan Abu Bakar Ash Shiddiq dan menceritakan apa yang dikabarkan oleh bibinya.

Singkat cerita, Abu Bakar Ash Shiddiq menyambut baik cerita tersebut dan mengajak Utsman untuk memeluk agama Islam. Ia diajak untuk menemui Rasulullah SAW,

“Ini adalah Muhammad bin Abdullah, telah diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh makhluk-Nya. Apakah engkau ingin menemuinya dan mendengar sesuatu darinya?”

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu pun tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan ajakan Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Keduanya lalu berangkat menemui Rasulullah SAW.

Sesampainya di sana, Abu Bakar Radhiyallahu anhu pun berbicara kepada beliau tentang maksud kedatangan mereka. Maka, Rasulullah SAW menghadapkan wajahnya ke Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu dan berkata kepadanya,

“Wahai Utsman, penuhi panggilan Allah untuk masuk ke surga-Nya. Sesungguhnya, saya adalah utusan Allah kepadamu dan kepada seluruh makhluk-Nya.”

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan kesannya berhadapan dengan Rasulullah SAW, ia berkata, “Demi Allah, ketika saya mendengar ucapkan beliau, saya tidak bisa mengelak untuk masuk Islam. Saya langsung bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

Setelah mengalami beberapa perdebatan dan dialog dijelaskan bahwa akhirnya Rasulullah SAW melihat kegundahan Utsman, lalu Rasulullah SAW langsung bersabda:

“Ya Utsman, sambutlah seruan orang yang mengajak ke jalan Allah, sebab aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus, dan kepada semua makhluk Allah secara umum.”

Utsman berkata, “Demi Allah, begitu aku melihat Beliau dan mendengarkan sabdanya, maka aku langsung merasa nyaman dan aku percaya akan kerasulannya.”

Sesaat kemudian, Utsman pun langsung masuk Islam dan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.”

Begitulah kisah singkat Utsman bin Affan masuk Islam karena Abu Bakar yang mempertemukannya dengan Rasulullah SAW. Pada konteks ini, terdapat pelajaran berharga yang bisa dijadikan panutan dari kisah Utsman bin Affan.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Khalifah Utsman bin Affan, Dibunuh saat Baca Al-Qur’an



Jakarta

Utsman bin Affan RA merupakan sosok sahabat Nabi Muhammad SAW yang sempat menjadi pemimpin kaum muslimin usai wafatnya Rasulullah SAW. Ia lahir 6 tahun setelah Tahun Gajah di Thaif.

Utsman RA memiliki saudara perempuan yang bernama Aminah binti Affan. Sejak kecil, Utsman RA telah mengenyam pendidikan dengan baik. Karenanya, ia menjadi salah satu orang di Makkah yang pandai membaca dan menulis.

Menukil dari buku Biografi Utsman bin Affan susunan Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi, Utsman bin Affan RA termasuk salah satu Assabiqunal Awwalun, yaitu golongan orang-orang yang pertama masuk Islam. Ia termasuk umat laki-laki keempat yang masuk Islam, setelah Abu Bakar RA, Ali bin Abi Thalib RA, dan Zaid bin Haritsah RA.


Semasa kepemimpinannya, umat Islam mengalami kemajuan yang pesat di bidang dakwah, pendidikan, pengajaran, jihad, dan ibadah. Selain terkenal sebagai sosok yang dermawan, Utsman mampu mengarahkan rakyatnya kepada hal-hal yang bermanfaat.

Sayangnya, kematian Utsman bin Affan RA cukup tragis. Disebutkan dalam Kisah 10 Pahlawan Surga oleh Abu Zaein, suatu hari terjadi fitnah pada masa pemerintahan Utsman RA.

Fitnah ini disebabkan oleh seorang lelaki Yahudi yang berpura-pura masuk Islam, padahal ia membenci ajaran Islam dan kaum muslimin. Lelaki yang bernama abdullah bin Saba itu menyebar berita bohong tentang Utsman RA yang telah mengubah syari’at Allah SWT.

Utsman RA dituduh berbuat zalim dengan mengangkat pemimpin-pemimpin dari keluarganya serta memecat gubernur yang telah ditunjuk Umar bin Khattab RA. Hal ini lantas menimbulkan kekacauan.

Para pemberontak terpengaruh dengan fitnah tersebut, mereka datang ke rumah Utsman RA dan mengepungnya. Utsman RA dilarang makan dan minum, padahal sebelumnya dialah yang memberi makan kaum muslimin dengan hartanya.

Pengepungan pada Utsman RA berlangsung selama 40 hari. Walau begitu, Utsman RA tetap sabar dan berdoa kepada Allah SWT agar diberi kekuatan menghadapi fitnah.

Suatu malam, ia bermimpi bertemu Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA, mereka berkata, “Malam ini engkau akan berbuka puasa bersama kami.”

Keesokan harinya, Utsman RA pun berpuasa. Ia membaca mushaf Al-Qur’an dengan khusyuk, hingga akhirnya para pemberontak berhasil menyusup masuk ke rumahnya.

Alih-alih menghentikan massa yang menerobos, Utsman RA tetap membaca Al-Qur’an dan tidak menghiraukannya. Ini menyebabkan seseorang memukul Utsman RA hingga terjatuh lalu menikam beliau hingga wafat.

Pada 12 Dzulhijjah tahun 35 Hijriah, Utsman bin Affan RA wafat. Ia meninggal di usia ke-81 dan dimakamkan di bukit sebelah timur pemakaman Al-Baqi.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, Ditikam pada Waktu Subuh



Jakarta

Ali bin Abi Thalib RA merupakan salah satu sahabat Rasulullah SAW yang juga termasuk ke dalam Assabiqunal Awwalun, yaitu orang-orang yang pertama memeluk Islam. Ali lahir di Makkah pada 13 Rajab, tepatnya tahun ke-32 dari kelahiran Nabi Muhammad. Ada juga yang menyebut Ali lahir pada 21 tahun sebelum hijriah.

Ayah Ali merupakan paman dari Rasulullah SAW, yaitu Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay. Sementara ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf.

Mengutip dari buku Akidah Akhlak susunan Drs H Masan AF M Pd, sejak umur Ali menginjak 6 tahun dia sudah tinggal bersama Nabi Muhammad. Karenanya, sifat-sifat yang ada pada Ali ia teladani dari Rasulullah SAW.


Selain itu, Ali juga dikenal sebagai orang yang sangat cerdas. Saking cerdasnya, Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan Khalifah Utsman kerap mendatanginya untuk membantu memecahkan permasalahan yang sulit.

Ali bin Abi Thalib sendiri baru menjadi khalifah usai wafatnya Khalifah Utsman bin Affan. Ali terpilih menjadi pengganti Utsman sehingga pada tahun 35 Hijriah dia dinobatkan sebagai khalifah keempat, seperti dinukil dari buku Sejarah Peradaban Islam tulisan Akhmad Saufi dan Hasmi Fadhilah.

Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah selama 5 tahun, mulai dari 35 Hijriah sampai beliau wafat pada 40 Hijriah. Kisah wafatnya Ali cukup tragis.

Diceritakan dalam buku Kisah 10 Pahlawan Surga oleh Abu Zaein, usai Khalifah Utsman bin Affan wafat banyak terjadi fitnah di kalangan umat Islam. Karenanya, masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib tergolong sebagai waktu-waktu yang sulit.

Banyak pemberontak menyebarkan berita bohong bahwa seharusnya yang menjadi khalifah ialah Mu’awiyah, bukan Ali bin Abi Thalib. Penyebar fitnah itu ialah Abdurrahman Amru atau Ibnu Muljam, Alburak bin Abdullah Attamimi, dan Ambru bin Bakar Attamimi.

Ibnu Muljam kala itu pergi menuju Kufah untuk menjalankan rencana kejinya. Dengan pedang yang ia bawa, ia melukai Ali bin Abi Thalib yang kala itu hendak pergi ke masjid untuk sholat Subuh.

Dalam buku 150 Kisah Ali bin Abi Thalib yang ditulis oleh Ahmad Abdul ‘Al Al-Thahthawi, Muhammad ibn Al Hanafiyyah menuturkan,

“Tiba-tiba aku melihat kilatan cahaya dan mendengar seseorang berkata, ‘Hukum hanya milik Allah, bukan milikmu, wahai Ali, bukan pula milik sahabat-sahabatmu!’ Aku melihat pedang, lalu disusul pedang kedua. Aku mendengar Ali berteriak, ‘Tangkap orang itu!’ Orang-orang pun mengepungnya dari segala penjuru,”

Setelah Ibnu Muljam diringkus, orang-orang datang menemui Hasan dengan panik. Mereka membawa Ibnu Muljam dengan tangan yang diborgol.

Tiba-tiba Ummu Kultsum binti Ali berteriak sambil menangis seraya berkata, “Wahai musuh Allah, ayahku pasti akan baik-baik saja dan Allah akan menghinakanmu,”

Ibnu Muljam lalu menyahut, “Lalu, untuk siapa kau menangis?! Demi Allah, aku membeli pedang itu seharga seribu, lalu aku bubuhi racun seharga seribu juga. Seandainya tebasan itu mengenai seluruh penduduk kota ini, niscaya mereka akan mati semua!”

Usai peristiwa tragis itu, Abdullah ibn Malik mengatakan para tabib dikumpulkan untuk mengobati luka Ali. Ketika itu, Atsir ibn ‘Amr Al-Sukuni sebagai tabib yang paling hebat dan berasal dari Kirsi, memeriksa kondisi Ali bin Abi Thalib.

Atsir meminta paru-paru kambing yang masih hangat untuk diambil uratnya, lalu diletakkan pada luka yang diderita Ali. Atsir kemudian meniup urat itu dan mengeluarkannya dari luka Ali.

Atsir menemukan bahwa ternyata luka Ali telah sampai pada bagian otak. Dengan demikian, nyawa Ali tidak dapat tertolong.

Ali bin Abi Thalib meninggal dunia pada Jumat, 17 Ramadhan tahun 40 Hijriah. Ali meninggalkan 33 anak, 15 laki-laki dan 18 perempuan.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kisah Masuk Islamnya Ali bin Abi Thalib ketika Melihat Nabi SAW Salat



Jakarta

Ali bin Abi Thalib merupakan salah satu sahabat sekaligus sepupu Rasulullah SAW. Ia termasuk ke dalam Assabiqunal Awwalun yang berarti orang-orang pertama masuk Islam.

Mengutip buku Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib susunan Dr Musthafa Murad, nama lengkapnya ialah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ia lahir 33 tahun setelah kelahiran Nabi SAW, tepatnya pada 13 Rajab.

Ali sendiri memeluk agama Islam saat usianya masih anak-anak. Menukil dari buku Biografi Ali bin Abi Thalib oleh Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi, diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq, suatu ketika setelah Khadijah memeluk Islam, Ali bin Abi Thalib menghampiri Rasulullah SAW, ia mendapati keduanya tengah melaksanakan salat.


Lalu Ali bertanya, “Ini apa, wahai Muhammad?”

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Ini adalah agama Allah yang telah Allah pilih dengan kehendak-Nya, dengannya Dia mengutus rasul-Nya. Saya ajak engkau wahai Ali untuk bersaksi terhadap Allah yang Maha Esa dan untuk menyembah-Nya. Dan agar engkau mengingkari Latta dan Uzza,”

Ali berkata kepada Nabi SAW, “Ini adalah perkara yang aku belum pernah mendengarnya sama sekali sebelum hari ini, tetapi aku bukanlah orang yang memiliki keputusan atas perkaraku sehingga aku harus berbicara dulu kepada Abu Thalib,”

Namun, Nabi Muhammad SAW tidak ingin Ali menceritakan rahasianya kepada siapa pun, termasuk ayahnya, sebelum Allah SWT memerintahkan untuk menceritakan hal itu. Rasulullah lalu berkata kepada Ali,

“Wahai Ali, jika engkau tidak berkenan masuk Islam maka jaga rahasia ini,”

Ali pun berdiam selama satu malam. Atas kuasa dan izin Allah SWT, ia mendapat hidayah Islam. Hingga pada suatu pagi, Ali menghadap kepada Rasulullah dan berkata,

“Apa yang engkau perintahkan kepadaku wahai Muhammad?”

Rasulullah bersabda, “Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan tidak menyekutukannya serta engkau mengingkari Tuhan Latta dan Uzza, serta melepaskan diri dari segala bentuk penentangan kepada Allah,”

Ali pun melakukan apa yang diperintahkan Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam. Ada yang menyebut hal ini merupakan pengorbanan dan rasa terima kasih Ali RA atas jasa Nabi SAW yang telah mengasuh serta mendidiknya.

Menukil dari buku Barisan Pemuda Pembela Nabi SAW karya Imron Mustofa, ada perbedaan pendapat terkait usia berapa Ali bin Abi Thalib masuk Islam. Ada yang menyebut 7 tahun, 8 tahun, dan 10 tahun. Namun, dari perbedaan pendapat itu dapat disimpulkan bahwa Ali memeluk Islam ketika usianya masih belia.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Nabi Zubair Bin Awwam yang Ditikam saat Salat


Jakarta

Kisah sahabat nabi Zubair bin Awwam RA ini dikenal karena ketauhidannya meski dihadapi dengan siksaan. Pasalnya, ia wafat terbunuh oleh salah satu pengikut Khalifah Ali RA saat ia sedang salat.

Zubair bin Awwam RA adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang menyandang gelar Assabiqunal Awwalun atau orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Hal ini dituliskan dalam buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga oleh Sujai Fadil.

Zubair RA adalah seorang pemuda yang pemberani. Ia masuk Islam di usianya yang ke-14 tahun. Dirinya juga merupakan orang yang terpandang dan berasal dari keluarga bangsawan.


Meski demikian, Zubair bin Awwam RA pernah mengalami penyiksaan dari para kafir Quraisy.

Saat itu, Zubair bin Awwam RA disiksa oleh pamannya sendiri. Ia dibungkus dengan tikar dan diasapi sehingga membuatnya kesulitan bernafas.

Walaupun siksaan yang pedih ini menimpanya, ia tetap berpegang teguh dalam ketauhidan dan tidak akan kembali menjadi kafir selamanya.

Zubair bin Awwam Ditikam Saat sedang Salat

Thalhah RA menceritakan, Zubair bin Awwam RA meninggal setelah Perang Jamal berakhir. Ketika Zubair RA meninggalkan peperangan, ia diikuti oleh sejumlah orang yang menginginkan perang terus berlangsung.

Akhirnya, ketika Zubair bin Awwam RA sedang melakukan salat, seorang pengkhianat kaum muslimin bernama Amir bin Jumruz menghunuskan pedang padanya.

Amin bin Jumruz bahkan mengabarkan bahwa ia telah membunuh Zubair bin Awwam RA kepada Khalifah Ali RA. Ia berharap apa yang dilakukannya bisa membuat Ali RA senang, sebab sejauh yang ia tahu, Ali RA memusuhi Zubair bin Awwam RA.

Jauh dari perkiraannya, ketika Ali RA mendapat kabar seperti itu, ia langsung berseru, “Katakanlah kepada pembunuh Zubair putra Shafiah, bahwa orang yang membunuh Zubair tempatnya di neraka.”

Ketika pedang Zubair bin Awwam RA ditunjukkan kepada Ali RA, ia langsung menciumnya. Ali RA lalu menangis seraya berkata, “Demi Allah, sekian lama pedang ini melindungi nabi dari marabahaya.”

Zubair bin Awwam RA wafat pada tahun 36 Hijriah, sebagai syuhada di umurnya yang ke-61 tahun. Ia dibunuh oleh Amir bin Jumruz, seorang pengkhianat muslimin, saat dirinya sedang salat.

Sahabat nabi Zubair bin Awwam RA memang dikenal karena kebolehannya di medan perang untuk berjihad membela agama Allah SWT. Dirinya tidak takut mati, sebaliknya ia malah sangat merindukan syahid.

Rasulullah SAW sangat sayang kepada Zubair bin Awwam RA. Beliau pernah mengatakan kebanggaannya atas perjuangan Zubair RA. “Setiap nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair bin Awwam.”

Bagaimana tidak? Zubair bin Awwam RA selalu ikut dalam peperangan bersama Rasulullah SAW. Tidak ada satu pertempuran pun yang tidak ia ikuti.

Bukti keberanian dan keteguhannya dalam membela Rasulullah SAW ada pada bekas luka pedang dan tombak yang banyak bersarang pada tubuhnya. Dirinya bahkan menamai anak-anaknya dengan nama-nama para syuhada dengan harapan mereka bisa mengikuti jejak teladan tersebut.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam yang Rumahnya Jadi Madrasah Pertama Umat Islam



Jakarta

Ketika Nabi Muhammad SAW memulai dakwahnya di Makkah hanya segelintir orang yang bisa menerima pesannya. Merekalah yang disebut sahabat pertama Rasulullah SAW yang masuk Islam. Salah satunya adalah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam.

Mengutip buku Seri Ensiklopedia Anak Muslim 125 Sahabat Nabi Muhammad SAW karya Mahmudah Mastur diceritakan siapa sebenarnya Al-Arqam bin Abi al-Arqam.

Al-Arqam bin Abi Al-Arqam memiliki nama asli Abdu Manaf bin Asad bin Abdullah bin Amr bin Makhzum. Dia dikenal juga dengan nama Abu Abdillah. Ia juga termasuk Assabiqunal Awwalun atau para sahabat yang pertama masuk Islam.


Al-Arqam masuk Islam pada usia 16 tahun. Peran Al-Arqam di awal dakwah Islam terbilang penting, karena rumahnya yang terletak di Bukit Shafa dijadikan tempat dakwah secara sembunyi-sembunyi oleh Rasulullah SAW.

Nabi Muhammad SAW memilih rumah Al-Arqam sebagai tempat dakwah karena lokasinya yang terpencil sehingga aman dari gangguan kafir Quraisy. Maka rumahnya disebut sebagai madrasah pertama umat Islam.

Alasan lainnya karena Al-Arqam berasal dari suku Makhzum, suku yang dikenal sebagai musuh keluarga besar Nabi Muhammad SAW. Jadi, kafir Quraisy tidak akan berpikir bahwa rumah Al-Arqam menjadi tempat dakwah.

Selain itu, mengutip buku Negara Islam Modern: Menuju Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dipilihnya rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam sebagai madrasah pertama umat Islam adalah:

1. Karena Al-Arqam belum dikenal keislamannya, tidak seorang pun akan memikirkan kemungkinan Nabi Muhammad berkumpul di rumahnya.

2. Al-Arqam bin Abi Al-Arqam sebenarnya berasal dari suku Bani Makhzum, yang terkenal karena persaingan dan konflik perang dengan Bani Hasyim. Jika keislamannya Al-Arqam sudah diketahui, kemungkinan besar tidak akan dipikirkan bahwa pertemuan akan berlangsung di rumahnya, karena hal itu akan dianggap terjadi di tengah-tengah musuh.

3. Al-Arqam bin Al-Arqam adalah seorang yang masih muda ketika ia memeluk Islam, berusia hanya enam belas tahun. Ketika Quraisy merencanakan untuk menyelidiki perkembangan Islam, mereka tidak akan mengasumsikan bahwa mereka harus mencari di rumah-rumah para sahabat muda Nabi Muhammad. Sebaliknya, mereka akan lebih cenderung mencari di rumah-rumah para sahabat yang lebih terkemuka atau di tempat tinggal Nabi sendiri.

4. Mereka menganggap bahwa pertemuan biasanya diadakan di rumah salah satu anggota Bani Hasyim, di rumah Abu Bakar, atau tempat lain yang dikenal. Oleh karena itu, pilihan rumah yang dipilih sangat bijak dari segi keamanan. Tidak pernah terdengar bahwa orang-orang Quraisy menyerang tempat pertemuan ini atau mengetahui lokasinya.

5. Perhatikanlah bagaimana Nabi Muhammad secara cermat membangun sistem keamanan untuk menyebarkan dakwah Islam, dengan menempatkan para pengikutnya di tengah-tengah suku-suku, yang bertujuan untuk mengukuhkan ajaran Islam. Ketika Amr bin Ambasah memeluk Islam, Nabi Muhammad meminta dia untuk menyembunyikan keislamannya dan tetap bergabung dengan keluarganya.

Semasa hidupnya Al-Arqam senantiasa ikut berperang bersama Rasulullah SAW, seperti perang Badar, perang Uhud, dan perang besar lainnya. Al-Arqam pun wafat di tahun 55 Hijriah atau ketika usianya mencapai 80 tahun.

Melansir buku Quality Student of Muslim Achievement Kualitas Anak Didik dalam Islam yang ditulis Shabri Shaleh Anwar, Al-Arqam merupakan orang kesebelas yang memeluk Islam. Termasuk juga orang yang hijrah dari Makkah ke Habasyah.

Terdapat 40 orang dan salah satunya Umar bin Khattab yang terakhir belajar mengenai Agama Islam di rumah Al Arqam bin Abi Al-Arqam.

Itulah kisah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam pemuda berusia 16 tahun menjadi orang kesebelas yang masuk Islam dan menjadi golongan Assabiqunal Awwalun.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Sosok Wanita Pertama yang Masuk Islam dan Dukung Penuh Dakwah Nabi


Jakarta

Banyak sekali kisah inspiratif tentang para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW sebagai pelopor pemeluk Islam. Orang yang pertama kali memeluk Islam adalah dari kalangan wanita. Ini sosoknya.

Wanita pertama yang memeluk Islam adalah Sayyidah Khadijah RA. Beliau adalah istri Nabi Muhammad SAW. Berikut sosok dan kisahnya dalam mendukung dakwah Rasulullah SAW.

Sayyidah Khadijah: Wanita Pertama yang Masuk Islam

Mengutip dari buku Wanita-wanita Teladan di Zaman Rasulullah karya Desita Ulla R, Sayyidah Khadijah RA adalah sosok wanita istimewa dalam sejarah Islam. Sayyidah Khadijah RA adalah wanita pertama yang memeluk Islam.


Sayyidah Khadijah RA berasal dari keluarga terhormat, bani Quraish, dengan garis keturunan yang sama dengan Rasulullah SAW, yakni dari keluarga bani Asad dan bani Quraish. Hal ini memberinya kehormatan dan kedudukan sosial yang tinggi di Makkah.

Selain memiliki nasab yang mulia, Sayyidah Khadijah RA juga dikenal sebagai pebisnis sukses. Dalam dunia perdagangan, ia menjalankan usahanya dengan penuh kecerdasan dan kejujuran, yang membuatnya sangat dihormati oleh masyarakat.

Selain kekayaan materi yang ia miliki, Sayyidah Khadijah RA juga dikenal karena sifat jujur dan budi pekerti yang luhur. Ia sangat menjaga kehormatannya, tidak tergoda untuk bergaul bebas dalam lingkungan perdagangan yang didominasi laki-laki, tapi tetap dapat menjalankan bisnisnya dengan sukses.

Kehormatan dan kepribadian Sayyidah Khadijah RA yang menawan membuatnya sangat dihormati, baik dalam keluarga maupun masyarakat luas. Banyak orang Makkah yang menghormatinya. Bahkan para wanita sering mengunjunginya di rumah untuk mendapatkan nasihat atau sekadar berdiskusi.

Peran Sayyidah Khadijah dalam Dakwah Nabi Muhammad

Sayyidah Khadijah memiliki peran penting dalam mendampingi dan mendukung perjuangan dakwah Rasulullah SAW. Bahkan dalam kondisi sulit saat Rasulullah SAW menghadapi cemoohan, tuduhan sihir, dan gangguan dari kaum kafir, Sayyidah Khadijah RA tetap setia berada di sisi beliau.

Mereka yang membenci Rasulullah SAW sering kali melempari beliau dengan batu, menebarkan duri di jalan, dan bahkan menumpahkan kotoran hewan di depan rumah beliau untuk menghina. Di tengah perlakuan kasar dan kejam ini, Sayyidah Khadijah RA berdiri teguh menemani Rasulullah SAW dalam menghadapi ujian berat tersebut dengan sabar dan tabah.

Sayyidah Khadijah RA selalu memberikan dukungan emosional dan spiritual kepada Rasulullah SAW, terutama saat beliau menghadapi masa-masa krisis. Saat Rasulullah SAW pertama kali menerima wahyu dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril, beliau sangat ketakutan dan gemetar.

Dalam keadaan bingung dan cemas, Nabi SAW menceritakan pengalaman itu kepada Sayyidah Khadijah RA. Sayyidah Khadijah RA dengan penuh kasih menghibur Rasulullah SAW, memberikan ketenangan, dan memastikan bahwa beliau tidak sendiri.

Keteladanan Sayyidah Khadijah

Sayyidah Khadijah RA adalah sosok perempuan yang akhlaknya layak dijadikan teladan. Sebagai istri Rasulullah SAW, Sayyidah Khadijah RA menunjukkan dedikasi dan penghormatan yang sangat tinggi terhadap suami dan agamanya.

Pengabdian Sayyidah Khadijah RA kepada Allah SWT dan Rasul-Nya tidak bisa ditandingi. Ia selalu mendampingi Rasulullah SAW dalam keadaan sulit maupun senang, menunjukkan sifat kesetiaan yang jarang ditemukan.

Sayyidah Khadijah RA mendapatkan gelar kehormatan “Ath Thahirah” yang berarti perempuan suci, gelar yang sudah disematkan sebelum Islam datang. Gelar ini diberikan masyarakat Makkah sebagai penghargaan atas kemuliaan dan kesucian sifatnya. Selain itu, Sayyidah Khadijah RA juga dikenal sebagai “Sayyidatuna Nisa’ Quraisy,” pemuka wanita Quraisy, karena sikap dan tindakannya yang selalu mencerminkan keagungan.

Sayyidah Khadijah RA dikenal dermawan dan penuh kasih. Rumahnya terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan tempat tinggal dan perlindungan, baik untuk perempuan miskin maupun kaum lemah lainnya. Sayyidah Khadijah RA tidak hanya membantu dengan harta, tetapi juga dengan perhatian dan kasih sayang. Kebaikan hatinya membuat penduduk Makkah kagum dan memberikan gelar kehormatan “Sayyidatuna Nisa’ Quraisy.”

Setelah menikah dengan Rasulullah SAW, Sayyidah Khadijah RA mendapatkan gelar “Ummul Mukminin,” yang berarti ibu orang-orang beriman. Gelar ini diberikan karena posisinya sebagai perempuan beriman yang sangat mulia.

Selain itu, Sayyidah Khadijah RA juga dijuluki “Sayyidatuna Nisa’ al Alamin,” yang artinya pemuka wanita di seluruh dunia. Gelar ini sangat istimewa, hanya disematkan pada perempuan agung dalam sejarah Islam, seperti Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com