Tag Archives: asy – syafi

Cara Menghadapi Orang Sakaratul Maut Menurut Ajaran Islam


Jakarta

Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian. Ini adalah ketetapan mutlak dari Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Ankabut ayat 57.

Allah SWT berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ ثُمَّ اِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ


Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.”

Di momen krusial ini, umat Islam dianjurkan untuk mendampingi dan membimbing orang yang sedang mengalami sakaratul maut.

Sakaratul maut sendiri bukanlah proses yang ringan. Imam Al-Qurthubi, dalam kitab At-Tadzikrah Jilid 1 yang diterjemahkan Anshori Umar Sitanggal, menjelaskan bahwa sakaratul maut adalah kesulitan menjelang kematian di mana seseorang perlahan kehilangan kendali atas anggota tubuhnya.

Senada, Imam Ghazali dalam bukunya Makna Kematian Menuju Kehidupan Abadi menggambarkan sakaratul maut sebagai rasa sakit luar biasa yang menyerang inti jiwa dan menyebar ke seluruh bagian tubuh, tanpa ada yang terbebas darinya.

Lantas, bagaimana seharusnya seorang muslim menghadapi dan membantu orang yang sedang di ambang batas kehidupan ini? Berikut adalah panduan berdasarkan ajaran Islam.

6 Hal Penting Saat Mendampingi Orang Sakaratul Maut

Sayyid Sabiq, dalam karyanya Fiqih Sunnah Jilid 2, menjabarkan enam amalan sunah saat mendampingi orang yang menghadapi sakaratul maut.

1. Melakukan Talqin

Talqin adalah upaya membimbing orang yang sakaratul maut untuk mengucapkan kalimat tauhid, yaitu “La ilaha illallah” (Tidak ada Tuhan selain Allah). Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi:

لَقِنُوْا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه

Artinya: “Tuntunlah orang yang sedang sakaratul maut untuk mengucapkan kalimat: Tidak ada Tuhan selain Allah.” (HR Muslim)

Pentingnya talqin juga ditegaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang disahihkan Imam Hakim dari Muadz bin Jabal RA, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهَ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Artinya: “Siapa yang akhir dari ucapannya adalah kalimat: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, maka ia akan masuk surga.” (HR Abu Daud)

Perlu diingat, talqin hanya diberikan kepada mereka yang masih sadar dan mampu berbicara. Jika kondisi sudah sangat lemah dan tidak bisa bicara, anjurkan mereka untuk mengulang kalimat tauhid dalam hati.

Beberapa ulama berpendapat kalimat yang diajarkan adalah la ilaha illallah, sementara yang lain berpandangan dua kalimat syahadat karena tujuannya adalah mengingatkan mereka tentang ikrar keimanan yang pernah diucapkan.

2. Membaringkan ke Arah Kiblat

Jika memungkinkan, hadapkan tubuh orang yang sedang sakaratul maut ke arah kiblat. Cara yang dianjurkan adalah membaringkannya ke sisi kanan.

Seperti Fatimah binti Muhammad SAW yang diriwayatkan menghadap kiblat dengan tangan kanan sebagai bantal saat sakaratul maut.

Opsi lain, seperti disebutkan dalam riwayat Asy-Syafi’i, adalah menidurkannya secara terlentang dengan tengkuk kaki diarahkan ke kiblat, dan kepala sedikit diangkat agar wajah menghadap kiblat.

3. Membacakan Surah Yasin

Membacakan surah Yasin di dekat orang yang sedang sakaratul maut adalah amalan yang sangat dianjurkan, Rasulullah SAW bersabda, “Dan bacakanlah surah Yasin kepada orang yang meninggal dunia di antara keluarga kalian.” (HR Imam Ahmad, Abu Daud, Nasai, Hakim, dan Ibnu Hibban dari Ma’qal bin Yasar)

4. Memejamkan Mata Setelah Meninggal

Ketika seseorang telah wafat, pejamkan kedua matanya. Hal ini meneladani Rasulullah SAW yang memejamkan mata Abu Salamah saat beliau melihatnya terbelalak setelah meninggal, Beliau bersabda, “Apabila ruh dicabut, maka mata akan mengikutinya.” (HR Muslim)

Begitu meninggal, segera tutupi seluruh jenazah untuk menjaga auratnya. Sebagaimana yang dilakukan saat Rasulullah SAW wafat, tubuh beliau diselimuti dengan pakaian hibrah (pakaian khas Yaman) sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah RA.

6. Segera Mengurus Jenazah

Setelah diyakini seseorang telah meninggal dunia, percepatlah proses pengurusan jenazah, mulai dari memandikan, menyalatkan, hingga menguburkannya. Hal ini bertujuan agar jasad tidak mengalami kerusakan.

Abu Daud meriwayatkan dari Husain bin Wahwah, ketika Thalhah bin Barrak sedang sakit, Rasulullah SAW menjenguknya. Beliau pun berkata, “Sesungguhnya aku melihat Thalhah sudah meninggal dunia. Beritahu aku keadaannya dan bersegeralah mengurus jenazahnya karena sesungguhnya mayat seorang muslim tidak patut ditahan di tengah-tengah keluarganya.” (HR Abu Daud)

Penundaan pengurusan jenazah hanya diperbolehkan jika ada alasan yang kuat, seperti menunggu kedatangan keluarga dekat, selama tidak dikhawatirkan terjadi perubahan pada jasad.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Asmaul Husna Asy-Syafi, Makna dan Penerapannya ala Rasulullah SAW


Jakarta

Dalam Asmaul Husna, Allah SWT memiliki banyak nama yang mencerminkan sifat-sifat-Nya yang Agung. Di antara asma Allah SWT yang disebutkan di dalam Al-Qur’an adalah Asy-Syafi, yang memiliki arti “Yang Maha menyembuhkan”.

Sifat Allah SWT sebagai Asy-Syafi bukan hanya sebagai penyembuh penyakit dalam tubuh manusia, kesembuhan yang Allah SWT berikan juga termasuk untuk penyakit hati, jasmani, dan rohani. Allah SWT berfirman dalam surah Asy-Syuara ayat 80,
وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِۙ ۝٨٠

Arab Latin: wa idzâ maridltu fa huwa yasyfîn


Artinya: Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.

Makna Asmaul Husna Asy-Syafi

Mengutip buku Syarah Riyadhus Shalihin Imam Nawawi Jilid III oleh Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Allah SWT adalah Asy-Syafi karena hanya Dialah yang menyembuhkan penyakit. Segala obat dan ruqyah yang dibuat dan digunakan manusia hanyalah perantara yang mungkin bermanfaat, tetapi tidak selalu menjamin kesembuhan.

Allah SWT adalah sumber penyebab dari dua orang yang memiliki penyakit dan pengobatan yang serupa, tapi mereka akan mendapatkan hasil yang berbeda. Satu diberikan sembuh, sementara yang lain tidak, bahkan ditakdirkan meninggal dunia.

Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu berada di tangan-Nya. Dia adalah sumber penyembuhan, sedangkan seorang dokter dan segala obat hanyalah perantara. Sebagaimana sabda Nabi SAW,

“Berobatlah kalian semua, dan janganlah kalian semua berobat dengan sesuatu yang haram.”

Beliau juga bersabda,

“Tidaklah Allah SWT menurunkan penyakit, melainkan juga menurunkan obatnya.”

Dengan demikian, kesembuhan yang sebenarnya hanya berasal dari Allah SWT. Kesembuhan ini tidak dapat diperoleh dari selain-Nya. Segala kesembuhan yang datang dari makhluk hanyalah perantara. Tindakan dokter dan obat-obatan merupakan perantara yang Allah SWT sediakan, tetapi penyembuh yang utama tetaplah Allah SWT.

Salah satu obat sebagai perantara yang Allah SWT ciptakan untuk kesembuhan manusia adalah madu, yang diambil dari hewan lebah. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nahl ayat 69,

ثُمَّ كُلِيْ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ فَاسْلُكِيْ سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًاۗ يَخْرُجُ مِنْ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗۖ فِيْهِ شِفَاۤءٌ لِّلنَّاسِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ۝٦٩

Arab Latin: tsumma kulî ming kullits-tsamarâti faslukî subula rabbiki dzululâ, yakhruju mim buthûnihâ syarâbum mukhtalifun alwânuhû fîhi syifâ’ul lin-nâs, inna fî dzâlika la’âyatal liqaumiy yatafakkarûn

Artinya: “Kemudian, makanlah (wahai lebah) dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan-jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perutnya itu keluar minuman (madu) yang beraneka warnanya. Di dalamnya terdapat obat bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Asmaul Husna Asy-Syafi Sebagai Doa yang Dipanjatkan Rasulullah

Dalam kitab Riyadush Shalihin 2 Imam Nawawi, disebutkan beberapa hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menggunakan kata-kata Asy-Syafi sebagai permohonan yang dipanjatkan untuk kesembuhan.

وَعَنْهَا: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَعُودُ بَعْضَ أَهْلِهِ يَمْسَحُ بِيدِهِ اليُمْنَى ، ويقولُ: (( اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ ، أَذْهِب البَأْسَ ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شفاؤك ، شِفَاءٌ لَا يُغَادِرُ سَقماً ))

Dari ‘Aisyah RA dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah menjenguk beberapa keluarganya yang sakit. Beliau mengusapnya dengan tangan kanannya dan membaca ‘Allahumma rabban naasi adzhibil ba’sa isyfi antasy syafii laa syifaa illa syifaa’uka syifa’an laa yughādiru saqamaan’ (Ya Allah, Rabb manusia, singkirkanlah penyakit ini dan sembuhkanlah ia, karena hanya Engkaulah yang bisa menyembuhkannya, tiada kesembuhan kecuali dari-Mu, kesembuhan yang tidak akan menyebabkan penyakit lagi).” (HR. Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga menggunakan kata Asy-Syafi untuk meruqyah sahabatnya.

وَعَنْ أَنَسٍ أَنَّهُ قَالَ لِثابِتِ رَحِمَهُ اللَّهُ: أَلَا أُرْقِيكَ بِرُقْيَةِ رَسُوْلُ اللَّهِ ؟ قَالَ: بَلَى ، قَالَ: (( اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ ، مُذْهِبَ البَأْسِ ، اشْفِ أَنْتَ الشافي ، لا شَافِيَ إِلَّا أَنْتَ ، شِفَاءٌ لَا يُغَادِرُ سَقماً ))

Dari Anas bin Malik, bahwasanya dia berkata kepada Tsabit, “Maukah kamu aku ruqyah dengan ruqyah Rasulullah?” Dia menjawab; “Tentu.”

Anas berkata, “Allahumma rabbanaasi mudzhibal ba’si isyfi anta syafii laa syafiyaa illa anta syifa’an laa yughādiru saqama” (Ya Allah Rabb manusia, Dzat Yang menghilangkan rasa sakit, sembuhkanlah, sesungguhnya Engkau Maha Penyembuh, tidak ada yang dapat menyembuhkan melainkan Engkau, yaitu kesembuhan yang tidak menyisakan rasa sakit).” (HR. Bukhari)

Begitu pun ketika sahabatnya, Sa’ad bin Abi Waqqash sakit, Rasulullah SAW memanjatkan doa dengan menyebutkan kata Asy-Syafi.

وَعَنْ سَعِدِ بْنِ أَبِي وَقَاصِ ، قَالَ: عَادَنِي رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ ، فَقَالَ: (( اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْداً ، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْداً ، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْداً ))

Dari Sa’ad bin Abi Waqqasha dia berkata, “Rasululllah menjengukku, kemudian beliau berdoa, ‘Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad! Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad! Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad!'” (HR. Muslim).

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com