Tag Archives: at – tirmidzi

Hadits Ungkap Penyakit yang Tak Bisa Diobati, Apa Itu?


Jakarta

Dalam ajaran Islam, keyakinan akan takdir Allah SWT dan kuasa-Nya atas segala sesuatu sangatlah fundamental. Salah satu aspek yang sering dibahas adalah mengenai penyakit dan penyembuhannya.

Rasulullah SAW, melalui berbagai sabdanya, telah memberikan banyak petunjuk dan pemahaman mendalam tentang hal ini. Umumnya, kita mengenal bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, namun tahukah Anda bahwa ada satu penyakit yang disebutkan oleh beliau tidak memiliki obat? Mari kita selami lebih lanjut.

Dalil tentang Setiap Penyakit Ada Obatnya

Keyakinan bahwa setiap penyakit ada obatnya bersumber dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdillah dalam Shahih Muslim. Rasulullah SAW bersabda:


لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ؛ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ

Artinya: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan penyakitnya, maka ia akan sembuh dengan izin Allah.”

Hadits ini, yang juga dinukil oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, menegaskan bahwa Allah SWT menurunkan penyakit beserta penawarnya. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa cakupan “penyakit” di sini tidak hanya terbatas pada penyakit fisik, tetapi juga mencakup penyakit hati, roh, dan bahkan kebodohan.

Beliau mencontohkan bahwa obat dari kebodohan adalah bertanya kepada para ulama. Namun, dalam riwayat lain, Rasulullah SAW memberikan pengecualian terhadap satu kondisi yang tidak dapat diobati.

Hadits di atas ditahqiq oleh ‘Ali Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari. Pustaka Imam Asy-Syafi’i telah menerbitkan edisi Indonesianya.

Penyakit Ini Tak Ada Obatnya dalam Islam

Dalam hadits shahih yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad dari Usamah bin Syarik, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءٌ، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ، وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Ini diketahui oleh sebagian orang dan tidak diketahui oleh yang lain.”

Kemudian, dalam redaksi lain, beliau melanjutkan:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءٌ، أَوْ دَوَاءٌ، إِلَّا دَاءً وَاحِدًا فَقَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ! مَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit, melainkan Dia juga meletakkan obatnya, kecuali satu penyakit.” Para sahabat bertanya, “Penyakit apa itu, wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “Ketuaan.”

Menurut At-Tirmidzi, hadits ini berstatus shahih. Ini berarti bahwa proses penuaan yang alami adalah satu-satunya “penyakit” yang tidak memiliki obat secara harfiah. Ketuaan adalah bagian dari fitrah kehidupan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Selain ketuaan, ada pula riwayat dari Abu Sa’id yang menyatakan bahwa kematian adalah penyakit yang tidak ada obatnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah Allah menciptakan penyakit, kecuali Dia juga menciptakan obatnya-yang akan diketahui oleh yang mengetahuinya dan tidak akan diketahui oleh orang bodoh-kecuali kematian.” (HR Ahmad dan At-Thabrani)

Hadits ini juga disebutkan dalam kitab At-Taghdziyah an-Nabawiyah*karya Abdul Basith Muhammad Sayyid (terjemahan Bachtiar). Dengan demikian, baik ketuaan maupun kematian adalah bagian dari ketetapan Allah SWT yang tidak dapat dihindari atau diobati.

Doa Adalah Obat Penawar yang Kuat

Meskipun ada penyakit yang tak bisa diobati seperti ketuaan dan kematian, dalam Islam, doa memiliki peran yang sangat penting sebagai penawar dan sarana memohon kesembuhan. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk berdoa dengan sungguh-sungguh:

أُدْعُو اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالاِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Artinya: “Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan bahwa doa kalian akan terkabul. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak serius.” (HR Hakim dalam al-Mustadrak dari Abu Hurairah RA)

Hadits ini mengandung makna bahwa doa adalah obat penawar yang mampu memberikan manfaat dan menghilangkan penyakit. Namun, kekuatan doa bisa melemah bahkan hilang jika hati lalai kepada Allah SWT atau jika seseorang mengonsumsi hal-hal yang haram.

Hal ini senada dengan riwayat dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah RA, di mana Nabi SAW menjelaskan tentang seorang laki-laki yang berdoa namun makanannya, minumannya, dan pakaiannya haram. Nabi SAW bertanya, “Maka bagaimana mungkin doanya akan terkabul?”

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Hadits Ungkap Penyakit yang Tak Bisa Diobati, Apa Itu?


Jakarta

Dalam ajaran Islam, keyakinan akan takdir Allah SWT dan kuasa-Nya atas segala sesuatu sangatlah fundamental. Salah satu aspek yang sering dibahas adalah mengenai penyakit dan penyembuhannya.

Rasulullah SAW, melalui berbagai sabdanya, telah memberikan banyak petunjuk dan pemahaman mendalam tentang hal ini. Umumnya, kita mengenal bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, namun tahukah Anda bahwa ada satu penyakit yang disebutkan oleh beliau tidak memiliki obat? Mari kita selami lebih lanjut.

Dalil tentang Setiap Penyakit Ada Obatnya

Keyakinan bahwa setiap penyakit ada obatnya bersumber dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdillah dalam Shahih Muslim. Rasulullah SAW bersabda:


لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ؛ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ

Artinya: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan penyakitnya, maka ia akan sembuh dengan izin Allah.”

Hadits ini, yang juga dinukil oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, menegaskan bahwa Allah SWT menurunkan penyakit beserta penawarnya. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa cakupan “penyakit” di sini tidak hanya terbatas pada penyakit fisik, tetapi juga mencakup penyakit hati, roh, dan bahkan kebodohan.

Beliau mencontohkan bahwa obat dari kebodohan adalah bertanya kepada para ulama. Namun, dalam riwayat lain, Rasulullah SAW memberikan pengecualian terhadap satu kondisi yang tidak dapat diobati.

Hadits di atas ditahqiq oleh ‘Ali Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari. Pustaka Imam Asy-Syafi’i telah menerbitkan edisi Indonesianya.

Penyakit Ini Tak Ada Obatnya dalam Islam

Dalam hadits shahih yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad dari Usamah bin Syarik, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءٌ، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ، وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Ini diketahui oleh sebagian orang dan tidak diketahui oleh yang lain.”

Kemudian, dalam redaksi lain, beliau melanjutkan:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءٌ، أَوْ دَوَاءٌ، إِلَّا دَاءً وَاحِدًا فَقَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ! مَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit, melainkan Dia juga meletakkan obatnya, kecuali satu penyakit.” Para sahabat bertanya, “Penyakit apa itu, wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “Ketuaan.”

Menurut At-Tirmidzi, hadits ini berstatus shahih. Ini berarti bahwa proses penuaan yang alami adalah satu-satunya “penyakit” yang tidak memiliki obat secara harfiah. Ketuaan adalah bagian dari fitrah kehidupan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Selain ketuaan, ada pula riwayat dari Abu Sa’id yang menyatakan bahwa kematian adalah penyakit yang tidak ada obatnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah Allah menciptakan penyakit, kecuali Dia juga menciptakan obatnya-yang akan diketahui oleh yang mengetahuinya dan tidak akan diketahui oleh orang bodoh-kecuali kematian.” (HR Ahmad dan At-Thabrani)

Hadits ini juga disebutkan dalam kitab At-Taghdziyah an-Nabawiyah*karya Abdul Basith Muhammad Sayyid (terjemahan Bachtiar). Dengan demikian, baik ketuaan maupun kematian adalah bagian dari ketetapan Allah SWT yang tidak dapat dihindari atau diobati.

Doa Adalah Obat Penawar yang Kuat

Meskipun ada penyakit yang tak bisa diobati seperti ketuaan dan kematian, dalam Islam, doa memiliki peran yang sangat penting sebagai penawar dan sarana memohon kesembuhan. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk berdoa dengan sungguh-sungguh:

أُدْعُو اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالاِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Artinya: “Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan bahwa doa kalian akan terkabul. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak serius.” (HR Hakim dalam al-Mustadrak dari Abu Hurairah RA)

Hadits ini mengandung makna bahwa doa adalah obat penawar yang mampu memberikan manfaat dan menghilangkan penyakit. Namun, kekuatan doa bisa melemah bahkan hilang jika hati lalai kepada Allah SWT atau jika seseorang mengonsumsi hal-hal yang haram.

Hal ini senada dengan riwayat dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah RA, di mana Nabi SAW menjelaskan tentang seorang laki-laki yang berdoa namun makanannya, minumannya, dan pakaiannya haram. Nabi SAW bertanya, “Maka bagaimana mungkin doanya akan terkabul?”

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara dan Niat Sholat Hajat Lengkap dengan Doanya


Jakarta

Tata cara dan niat sholat hajat perlu dipahami muslim sebelum mengerjakannya. Sebagaimana diketahui, sholat hajat adalah amalan agar Allah SWT mengabulkan hajat seseorang.

Menukil dari kitab Al Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq susunan Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al Faifi terjemahan Tirmidzi, dalil terkait sholat hajat bersandar pada riwayat dari Abu Darda RA.

“Barang siapa yang berwudhu dan menyempurnakannya, kemudian dia sholat dua rakaat dan disempurnakannya, maka Allah akan memberikan kepadanya apa yang dia inginkan, baik segera atau ditunda.” (HR Ahmad)


Selain itu, para ulama menguatkan dalil tentang sholat hajat sesuai dengan firman Allah SWT pada surah Al Baqarah ayat 45.

وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ

Artinya: “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”

Tata Cara Mengerjakan Sholat Hajat

Menurut buku Kitab Lengkap Panduan Shalat yang ditulis M Khalilurrahman Al Mahfani dan Abdurrahim Hamdi, cara pengerjaan sholat hajat mengacu pada hadits dari At Tirmidzi. Sholat sunnah ini dapat dilaksanakan dua hingga dua belas rakaat dengan salam setiap dua rakaat.

Berikut tata cara mengerjakannya,

  1. Berniat sholat hajat dua rakaat
  2. Takbiratul ihram
  3. Membaca doa iftitah
  4. Membaca surah Al Fatihah dan surah pendek, dianjurkan surah Al Kafirun dan surah Al Ikhlas satu kali
  5. Rukuk
  6. I’tidal dan tuma’ninah
  7. Lakukan sujud sambil membaca tasbih tiga kali
  8. Duduk di antara dua sujud
  9. Sujud kedua kalinya dengan bacaan yang sama
  10. Bangun dari sujud dan lakukan rakaat kedua seperti cara di atas
  11. Salam untuk mengakhiri sholat
  12. Membaca doa setelah sholat hajat

Niat Sholat Hajat: Arab, Latin dan Artinya

Berikut bacaan niat sholat hajat yang dikutip dari buku Shalat Tahajud dan Shalat Hajat oleh Mahmud asy-Syafrowi.

اُصَلِّى سُنَّةَ الْحَاجَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى

Ushollii sunnatal haajati rok’aataini lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku berniat sholat hajat sunnah hajat dua raka’at karena Allah Ta’ala.”

Doa setelah Sholat Hajat yang Dapat Diamalkan

Usai mengerjakan sholat hajat, ada bacaan yang bisa diamalkan muslim. Menukil dari buku Panduan Sholat Wajib & Sunnah Sepanjang Masa Rasulullah SAW yang ditulis ustaz Arif Rahman, muslim bisa membaca zikir dan istighfar terlebih dahulu sampai 100 kali.

Berikut bacaannya,

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَأَتُوبُ إِلَيْه

Astaghfirullahal ‘azhim rabbi min kulli dzanbin wa atubu ilaih

Artinya: “Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung dari setiap dosa dan aku bertobat kepada-Nya.”

Setelah itu, lanjutkan dengan membaca sholawat kepada Rasulullah SAW minimal 100 kali. Lafaznya sebagai berikut,

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاةَ الرِّضا وَارْضَ عَنْ اَصْحَابِه رِضَاءَ الرِّضا

Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin shalatar-ridha wardha’an ashhabihir riddhar-ridha

Artinya: “Wahai Tuhanku, limpahkan kesejahteraan kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW, kesejahteraan yang diridai, dan ridailah sahabat-sahabat beliau semuanya.”

Lalu, baca doa sebagaimana diriwayatkan Tirmidzi dan Ibnu Abu Aufa. Berikut bunyinya,

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الحَلِيْمُ الكَرِيْمُ ، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ العَرْشِ العَظِيْم ، الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ ، أَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ ، وَالغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ ، لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ ، وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Laa ilaaha illallaahul haliimul kariim. Subhaanallahi rabbil ‘arsyil ‘azhiim. Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin. As aluka muujibaati rahmatika wa ‘aazaaima maghfiratika wal ghaniimata min kulli birri wassalaamata min kulli itsmin laa tada’ lii dzamban illa ghafartah walaa hamman illaa farajtah walaa haajatan hiya laka ridhan illa qadhaitah yaa arhamar raahimiin.

Artinya: “Tidak ada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Lembut dan Maha Penyantun. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara Arsy yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Kepada-Mu-lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu dan memperoleh keuntungan pada tiap-tiap dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa daripada diriku, melainkan Engkau ampuni dan tidak ada sesuatu kepentingan, melainkan Engkau beri jalan keluar, dan tidak pula sesuatu hajat yang mendapat kerelaan-Mu, melainkan Engkau kabulkan. Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.”

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Hadits Keutamaan Meninggal pada Hari Jumat, Benarkah Istimewa?


Jakarta

Dalam ajaran Islam, ada waktu-waktu yang memiliki kemuliaan dan keberkahan tersendiri. Hari Jumat termasuk di antaranya. Selain menjadi hari istimewa bagi umat Islam, Jumat juga memiliki berbagai keutamaan.

Ada beberapa hadits yang menjelaskan bahwa orang yang meninggal pada hari Jumat akan mendapatkan keistimewaan, di antaranya terhindar dari fitnah kubur.


Keutamaan Meninggal pada Hari Jumat

Dikutip dari buku Aktivasi Mukjizat Hari Jum’at karya Rizem Aizid, disebutkan dalam hadits dari Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW bersabda,

“Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat, melainkan Allah akan melindunginya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Baihaqi)

Pandangan Ulama tentang Hadits Keutamaan Meninggal Hari Jumat

Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai status hadits tentang meninggal pada hari Jumat. Mayoritas menyatakan hadits tersebut hasan dan dapat diamalkan.

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa hadits ini termasuk kabar gembira (busyra) bagi hamba yang beriman.

Namun, para ulama juga menegaskan bahwa kemuliaan meninggal di hari Jumat bukan berarti jaminan masuk surga, tetapi salah satu tanda baik (husnul khatimah) jika diiringi dengan iman, amal saleh, dan ketaatan.

Meskipun meninggal di hari Jumat memiliki keutamaan, hal yang paling penting adalah meninggal dalam keadaan husnul khatimah, yaitu wafat dalam keadaan beriman dan menjalankan ketaatan.

Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada penutupnya (akhir hayatnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, seseorang yang wafat pada hari Jumat namun tidak membawa iman dan amal saleh tidak akan mendapatkan kemuliaan ini.

Dilansir dari laman Muhammadiyah, Jumat (15/8/2025) para ulama hadis berbeda pendapat tentang status hadis ini. Imam at-Tirmidzi (w. 360 H) sendiri yang meriwayatkan hadis ini dalam kitab Sunan at-Tirmidzi menilainya sebagai hadis gharib (karena diriwayatkan oleh satu orang saja) dan munqathi’ karena sanadnya tidak bersambung (laisa bi muttashil).

Menurutnya, tokoh yang bernama Rabiah bin Saif (w. 120 H) dari generasi tabiut tabiin yang meriwayatkan hadis ini tidak pernah bertemu dengan sahabat Nabi Abdullah bin Amr bin Ash (w. 63 H), sehingga ada satu perawi dari tingkatan tabiin yang hilang. Status gharib yang diberikan oleh at-Tirmidzi ini kemudian diteruskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) seorang ulama hadis yang wafat di Mesir dengan label dhaif dalam kitabnya Fathul-Bari (vol. IV/hal. 467).

Mengenai status munqathi (terputus perawi dari kalangan tabiin) pada hadis ini, berdasarkan penelitian kami ditemukan bahwa sesungguhnya Imam at-Tirmidzi dalam kitabnya yang lain, Nawadir al-Ushul (sebuah kitab hadis yang mengkompilasi hadis-hadis dhaif), meriwayatkan hadis ini secara muttashil (bersambung). Nama tokoh dari generasi tabiin yang bertemu dengan Rabiah bin Saif dan meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash yang sebelumnya hilang dalam Sunan at-Timidzi adalah Iyadh bin Aqabah al-Fihri dan Ali bin Ma’badh (at-Tirmidzi, Nawadir al-Ushul, vol. IV, hal. 161). Imam al-Qurtubhi (w. 671 H) dalam at-Tadzkirah (hal. 167) dan Ibnu Qayyim (w. 751 H) dalam ar-Ruh (hal. 161) demikian juga membantah status munqathi untuk hadits ini.

Meninggal pada hari Jumat adalah salah satu tanda kemuliaan dan kabar gembira bagi seorang muslim, sebagaimana disebut dalam hadits Nabi SAW. Keistimewaan ini berupa perlindungan dari fitnah kubur dan menjadi isyarat husnul khatimah.

Namun, kemuliaan ini tidak otomatis diraih tanpa iman dan amal saleh. Oleh karena itu, setiap muslim perlu mempersiapkan diri dengan memperbanyak ibadah, menjaga tauhid, dan menjauhi maksiat, sehingga kapan pun Allah memanggil, kita dalam keadaan terbaik.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Inilah Golongan Manusia yang Paling Iblis Sukai dan Benci


Jakarta

Keberadaan iblis disebutkan dalam sejumlah ayat suci Al-Qur’an. Sebagaimana diketahui, iblis merupakan makhluk yang sombong dan enggan sujud kepada Nabi Adam AS.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 34,

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ ٣٤


Artinya: “(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis. Ia menolaknya dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir.”

Iblis tergolong sebagai jin. Diterangkan dalam buku Mengungkap Rahasia Iblis susunan Muhammad Abduh Mughawiri, iblis menaungi tempat yang bernama Al Jazair dan letaknya di atas permukaan bumi.

Meski dikenal sebagai makhluk yang sangat membenci manusia, ada sejumlah golongan manusia yang paling disukai. Ada juga sejumlah manusia yang ia benci, siapa saja mereka?

Iblis Suka Manusia yang Kikir dan Benci Manusia yang Pemurah

Melalui sebuah dialog dengan Nabi Yahya AS, iblis mengungkap golongan manusia yang ia sukai dan benci. Dialog ini tercantum dalam kitab Ihya Ulumuddin susunan Imam Al Ghazali.

Nabi Yahya AS pernah bertemu dengan iblis dalam bentuk aslinya. Kemudian Yahya AS bertanya, “Hai iblis, terangkan kepadaku tentang manusia yang paling kau sukai dan manusia yang paling kaubenci.”

Iblis menjawab, “Manusia yang paling kusukai adalah orang mukmin yang kikir dan manusia yang paling kubenci adalah orang fasik yang pemurah,”

Nabi Yahya AS pun kembali bertanya mengenai alasan mengapa iblis menyukai dan membenci kelompok manusia tersebut, “Mengapa demikian?”

Lalu, iblis menjawab, kekikiran manusia sudah cukup memuaskan baginya dan sebaliknya, orang dermawan membuatnya takut.

“Apabila orang yang dermawan (meskipun fasik) melakukan perbuatan dosa, aku takut Allah memperlihatkan kasih sayang-Nya kepada orang itu karena kedermawannnya.”

Setelahnya, iblis pergi dan berkata lagi, “Jika bukanlah kamu Yahya, niscaya aku tidak akan memberitahukan kepadamu.”

Bahaya Sifat Kikir bagi Muslim

Menurut buku Ad Daulah Al Haditsah Al Muslimah; Da’a’imuha wa Wazha ‘ifuha susunan Muhammad Ash Shallabi terjemahan Ali Nurdin, ada sejumlah bahaya sifat bakhil atau kikir bagi muslim.

1. Rezekinya Sempit

Manusia yang kikir maka rezekinya akan disempitkan oleh Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Janganlah kamu bakhil yang menyebabkan kamu disempitkan rezekimu.” (HR Bukhari)

2. Jadi Pemutus Silaturahmi

Kikir adalah sifat yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang sekitar. Jika seseorang mempertahankan sifat kikirnya, maka banyak orang atau saudaranya yang memutus tali silaturahmi dengannya.

3. Penghalang Seseorang Masuk Surga

Sifat kikir juga menjadi penghalang seseorang masuk surga. Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya,

“Tidak akan masuk surga orang yang menipu, bakhil, dan orang yang buruk.” (HR At Tirmidzi)

Naudzubillah min dzaalik.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Contoh Kultum Singkat tentang Adab, Bisa Dijadikan Materi Khutbah


Jakarta

Kultum singkat tentang adab bisa dijadikan referensi muslim untuk berdakwah ketika salat Jumat atau kegiatan-kegiatan tertentu. Kultum merupakan singkatan dari kuliah tujuh menit.

Istilah kultum erat kaitannya dengan kegiatan dakwah atau ceramah yang relatif singkat. Dinukil dari buku 52 Kultum Favorit untuk Muslimah tulisan Zakiah Nur Jannah dan Noor Hafid, kultum banyak dilakukan dalam berbagai acara keagamaan.

Berikut beberapa kultum singkat tentang adab yang dikutip dari Majalis Al Mukminin Fii Mashalih Ad Dunya Wa Ad Din Bi Ightinami Mawasimi Rabb Al Alamin oleh Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub terjemahan Drs Asmuni dan buku Kitab Kultum Kuliah Tujuh Menit karya A R Shohibul Ulum.


4 Contoh Kultum Singkat tentang Adab

1. Kultum Singkat tentang Adab Salam

الْحَمْدُ للهِ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى خَيْرِ الأَنام صلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ

Segala puji bagi Allah Raja Yang Mahasuci dan Yang Maha Sejahtera. Sholawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada sebaik-baik manusia. Semoga Allah senantiasa mencurahkan sholawat kepada beliau dan segenap keluarga beliau dengan teriring salam.

Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.” (An-Nuur: 27)

Sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

لا تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوْا، أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

“Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling mencintai, maukah kutunjukkan kepada kalian suatu perbuatan yang jika kalian amalkan, maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.”

Di antara adab salam, yaitu:

  • Hak setiap muslim atas yang lainnya sehingga wajib dijawab
  • Mengucapkan salam dengan suara jahar dan memperdengarkan (jawaban) atas orang yang mengucapkan salam kepadanya
  • Mengulang salam hingga tiga kali jika di hadapan jamaah yang banyak jumlah orangnya atau karena ada keraguan bahwa semua muslim telah mendengarnya atau belum
  • Diutamakan orang yang datang mengucapkan salam terlebih dahulu kepada orang yang didatangi
  • Mengucapkan salam dan meratakannya kepada orang banyak, kepada siapa saja yang dikenal atau yang tidak dikenal
  • Orang yang berkendara mengucapkan salam kepada orang yang berjalan, orang berjalan kepada orang duduk, kelompok sedikit kepada kelompok yang lebih banyak, anak kecil kepada orang dewasa
  • Sangat disukai salam ditujukan khusus kepada orang-orang yang berjaga di tempat di mana banyak orang tidur

Wallahu a’lam dan semoga Allah senantiasa curahkan sholawat, salam, dan berkah-Nya kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, segenap keluarganya dengan diiringi salam. Dan segala puji bagi Allah Rabb alam semesta.

2. Kultum Singkat tentang Adab Berbicara

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Allah telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kita dapat berkumpul pada acara ini dengan sehat walafiat. Tema pada kultum kali ini adalah adab berbicara kepada orang lain. Seperti halnya yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW tentang pentingnya menjaga adab berbicara.

Pertama, kita sebagai umat muslim harus menjaga lisan dengan sungguh-sungguh. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits.

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kalimat yang dia tidak pikirkan dahulu, Dia akan menggelincirkan ke dalam neraka lebih jauh dari apa-apa di antara timur.” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Kemudian, dalam Islam dianjurkan untuk berkata yang baik, jika tidak bisa maka diam saja. Dengan begitu, lisan akan tercegah dari membicarakan hal yang tidak pantas.

Beberapa hadist juga telah menjelaskan bahwa muslim dianjurkan untuk sedikit berbicara, terutama jika banyak mudharatnya. Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Allah mengharamkan kalian dari durhaka kepada orang tua, mengharamkan bakhil dan rakus, memakruhkan katanya dan katanya (isu), banyak bertanya, dan menghamburkan harta.” (HR Bukhari)

Demikianlah kultum yang dapat saya sampaikan. Semoga, kita kelak termasuk dalam golongan yang menjaga lisan masing-masing. Bila ada kurang lebihnya saya mohon maaf. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

3. Kultum Singkat tentang Adab Makan

Assalamualaikum Warrahmatullah Wabarokatuh. Alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiina, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa asyrafil-anbiyaa-i wal-mursaliina, nabiyyinaa wa habiibinaa muhammadin, wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin, wa man tabi’ahum bi-ihsaanin ilaa yawmid-diini, amma ba’du.

Segala puji kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala nikmatnya yang telah diberikan kepada kita semua. Nikmat sehat, nikmat taufiq hidayah, dan nikmat yang paling besar adalah nikmat iman dan Islam. Sholawat serta salam tak lupa kita junjungkan kepada nabi besar Muhammad SAW.

Dalam kesempatan ini, saya akan membahas beberapa penjelasan tentang adab makan dan minum ajaran Rasulullah SAW.

Adab makan yang pertama adalah mendahulukan makan daripada sholat ketika makanan telah siap. Ketika hidangan telah siap dan iqomah sholat telah dikumandangkan, maka yang didahulukan makan daripada sholatnya sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,

“Jika hidangan makan malam telah siap dan iqomah sholat telah dikumandangkan, maka mulailah dengan makan malam.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ad-Darmi).

Rasulullah SAW juga bersabda: “Jika telah siap hidangan makan malam untuk kalian dan juga telah dikumandangkan iqamah sholat, maka mulailah dengan makan malam dan jangan terburu-buru sampai selesai.” (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Daud).

Faedahnya supaya hati tenang dan tidak memikirkan makanan ketika sholat. Oleh karena itu, yang menjadi titik ukur kita adalah tingkat lapar seseorang.

Apabila seseorang sangat lapar dan makanan telah dihidangkan maka hendaknya dia makan lebih dahulu. Namun, hendaknya hal ini jangan sering dilakukan.

Kedua, membaca bismillah sebelum makan dan minum dan mengambil makanan dari yang terdekat.

Diriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah berkata,

“Ketika aku masih kecil dalam didikan Rasulullah SAW dan tanganku mengambil makanan dari segala sisi piring, maka Rasulullah berkata kepadaku: ‘Wahai anak, bacalah basmalah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang dekat darimu.” (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Ketiga, tidak berlebihan dalam makan dan tidak juga kekurangan. Rasulullah SAW menasehati untuk bijak dalam segala hal, termasuk dalam makanan. Setiap orang harus mengira-ngira seberapa banyak yang dia butuhkan agar tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan.

Sesungguhnya berlebih-lebihan adalah adalah di antara sifat setan yang sangat dibenci Allah SWT. Sifat ini merupakan ciri orang kafir sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Seorang mukmin makan dengan satu lambung, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh lambung.” (HR Bukhari dan Muslim).

Semoga kultum singkat tentang adab ini dapat memberi manfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberikan kemudahan kepada kita dalam mengamalkan apa yang kita ketahui. Demikian saya akhiri, kurang lebihnya saya mohon maaf. Wabilahi taufik wal hidayah, wasalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

4. Kultum Singkat tentang Adab kepada Orang Tua

Assalamualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh. Alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiina, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa asyrafil-anbiyaa-i wal-mursaliina, nabiyyinaa wa habiibinaa muhammadin, wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin, wa man tabi’ahum bi-ihsaanin ilaa yawmid-diini, amma ba’du.

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, sebagai seorang Muslim, kita wajib berbakti kepada ibu dan bapak sebagaimana firman Allah dalam Al Quran Surat An Nisa ayat 36:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Serta berbuat baiklah kepada orang tua.”

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, ayat tadi memerintahkan kepada kita agar senantiasa menyembah Allah dan berbuat baik kepada kedua orang tua. Cobalah kita hitung berapa banyak jasa kedua orang tua kita, tentu kita tidak akan mampu menghitungnya karena jasa mereka begitu besar, terutama ibu.

Saat hamil kita, ibu selalu dalam kepayahan karena mengandung kita. Begitu juga saat kita lahir, ibu mencurahkan semua perhatian dan kasih sayang kepada kita sampai sekarang kasih sayangnya tiada terkira.

Rasulullah juga menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua, khususnya kepada ibu. Diriwayatkan dari hadits Bukhari dan Muslim. Suatu hari seorang sahabat bertanya kepada nabi,

“Siapa yang patut memperoleh penghormatan terbaik dariku, wahai Nabi?” Nabi menjawab, “Ibumu”. “Lalu siapa lagi?” tanya orang itu. “Ibumu,” jawab Nabi. “Lalu siapa lagi?” Nabi masih menjawab “Ibumu” Kemudian sahabat itu kembali bertanya. “Lalu siapa lagi, Wahai Nabi?” Kemudian nabi menjawab, “Ayahmu”

Karena itulah barang siapa yang durhaka kepada orang tua, niscaya Allah akan menurunkan siksa yang amat pedih. Sebagai generasi yang soleh dan solehah, marilah kita berbakti kepada orang tua dan senantiasa berdoa untuk mereka.

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, demikianlah yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila ada segala kekurangan dan kesalahan. Wabillahi taufiq wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Itulah beberapa contoh kultum singkat tentang adab yang bisa dijadikan referensi khutbah Jumat.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Malam Hari yang Menjamin Orang Masuk Surga


Jakarta

Ada satu doa yang apabila dibaca pada malam hari dan keesokan harinya orang itu meninggal maka dia masuk surga. Doa ini terdapat dalam riwayat shahih.

Riwayat ini dipaparkan Imam Bukhari dalam kitab Shahih Adabul Mufrad yang diterjemahkan Abu Ahsan. Diriwayatkan dari Syaddad ibnu Aus, dari Nabi SAW bersabda,

سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُوْلَ : اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ، وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ،


قَالَ : مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Artinya: “Sayyidul Istighfar adalah seseorang yang mengucapkan ‘Allahumma anta rabbii laa ilaaha ilia anta, khalaqtanii wa ana abduka, wa ana ala ahdika wa wa’dika mastatha’tu, wa a’udzu min syarri maa shana tu, abuu’u laka bi ni’matika, wa abuu’u laka bi dzanbii, faghfirli, fa innahu laa yaghfirudz-dzunuba illa anta.’

Nabi berkata, ‘Barang siapa membaca doa itu pada siang hari dengan yakin, lalu dia meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Barang siapa mengucapkan kalimat tersebut pada malam hari dengan yakin, lalu dia meninggal sebelum waktu Subuh (pagi), maka dia termasuk penghuni surga’.”

Doa tersebut dikenal dengan Sayyidul Istighfar. Bacaan Sayyidul Istighfar berisi tobat seorang hamba. Berikut artinya,

“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Engkau, Engkau menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku senantiasa menepati janji-Mu selama aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan saya yang jelek, aku mengakui kepada-Mu nikmat-Mu, dan aku mengakui dosaku kepada-Mu maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.”

Doa yang memiliki keutamaan menjamin pembacanya masuk surga ini shahih. Hal ini terdapat dalam Ash-Shahihah Bukhari, kitab Ad Da’awah, bab Ma Yaqulu Idza Ashbah.

Rasulullah Tobat 100 Kali Sehari

Dalam kitab tersebut, Imam Bukhari juga mengeluarkan sejumlah hadits shahih tentang tobat yang dilakukan Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Ibnu Umar,

إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ فِي الْمَجْلِسِ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَبِّ اغْفِرْ لي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ مِائَةَ مَرَّةٍ

Artinya: “Sesungguhnya kami pernah menghitung majelis untuk Nabi SAW, ‘Rabbighfirlii, watub ‘alayya, innaka antat tawwabur rahiim.’ (Ya Allah, ampunilah aku, terimalah tobatku, karena sesungguhnya Engkau Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang) seratus kali.”

Hadits tersebut juga terdapat dalam kitab Sunan. Abu Daud mengeluarkannya dalam Al Witri bab Istighfar dan At-Tirmidzi dalam Ad Da’awah.

Sa’id bin Abi Burdah turut meriwayatkan hadits serupa dari bapaknya dari kakeknya yang mengatakan, “Kami kedatangan Rasulullah ketika kami sedang duduk-duduk. Beliau langsung bersabda, ‘Aku tidak pernah bangun pagi kecuali aku beristighfar seratus kali’.” (HR Muslim, As-Suyuthi)

Dalam riwayat Aisyah RA, Rasulullah SAW membaca, “Allahummaghfirlii watub ‘alayya, innaka antat tawwaabur rahiim,” setelah salat Duha. Beliau mengucapkannya hingga 100 kali.

Wallahu a’lam.

(kri/rah)



Sumber : www.detik.com

Larangan Mencela Makanan, Jika Tak Suka Tinggalkan


Jakarta

Ada sejumlah adab berkaitan dengan makanan yang perlu menjadi perhatian umat Islam. Salah satunya saat menjumpai makanan yang tidak disukai, Islam melarang mencelanya.

Mencela makanan termasuk perkara yang dilarang berdasarkan hadits Nabi SAW. Rasulullah SAW tidak pernah mencela makanan dan jika tidak menyukainya, beliau meninggalkan tanpa mencela.

Dalam kitab Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi tertulis hadits tersebut derajatnya Muttafaq ‘alaih. Hadits dikeluarkan Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Berikut bunyinya,


وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ: مَا عَابَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ طَعَامَاً قَطُّ ، إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ ، وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ . متفقٌ عَلَيْهِ .

Artinya: “Dari Abu Hurairah dia berkata, ‘Rasulullah tidak pernah mencela makanan sama sekali, jika beliau menyukainya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak suka terhadapnya, maka beliau meninggalkannya’.” (HR Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat lain dikatakan,

وَعَنْ جَابِرٍ : أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ سَأَلَ أَهْلَهُ الْأُدَمَ ، فَقَالُوا: مَا عِنْدَنَا إِلَّا خَلْ ، فَدَعَا بِهِ ، فَجَعَلَ يَأْكُلُ ، ويقول: (( نِعْمَ الْأُدْمُ الخَلُّ ، نِعْمَ الأُدْمُ الخَلُّ )) رواه مسلم .

Artinya: “Dari Jabir bahwasanya Nabi pernah menanyakan lauk kepada keluarganya, maka mereka menjawab, ‘Kami tidak mempunyai lauk kecuali cuka.’ Beliau lalu memintanya dan makan berkuahkan cuka, kemudian beliau bersabda, ‘Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka’.” (HR Muslim)

Adab Makan yang Dicontohkan Rasulullah

Masih mengacu kitab Riyadhus Shalihin Imam an-Nawawi Edisi Indonesia, berikut sejumlah adab makan yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW memerintahkan membaca basmalah sebelum makan. Diriwayatkan Aisyah RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian makan, hendaklah dia membaca basmalah! Jika di awal dia lupa membaca basmalah, maka hendaklah dia mengucapkan Bismillahi awwalahu wa akhirahu (Dengan menyebut nama Allah pada awalnya dan pada akhirnya).” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih)

Adapun, anjuran membaca hamdalah setelah makan bersandar pada hadits dari Mu’adz bin Anas RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang makan suatu makanan kemudian berdoa, ‘Segala puji bagi Allah yang telah memberikanku makanan ini dan telah menganugerahkannya kepadaku dengan tiada daya dan kekuatan dariku’ maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan)

2. Makan dari yang Terdekat

Anjuran makan dari yang terdekat bersandar pada riwayat Umar bin Abi Salamah RA. Ia berkata, “Saya adalah seorang anak kecil yang berada di bawah asuhan Rasulullah SAW, tangan saya (ketika makan) menjelajah semua bagian nampan panjang, lalu Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ‘Wahai anak kecil, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang terdekat denganmu’!” (HR Muttafaq ‘alaih)

3. Ambil Makanan dari Pinggir Piring, Dilarang Makan dari Tengah

Rasulullah SAW menganjurkan makan mulai dari bagian pinggir piring baru ke tengah. Anjuran ini berkaitan dengan keberkahan makanan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW, beliau bersabda,

“Keberkahan itu turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari pinggirnya, dan jangan makan dari tengahnya.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih)

4. Makruh Makan sambil Bersandar

Makan sambil bersandar termasuk perkara yang dilarang dalam Islam. Kemakruhan ini bersandar pada hadits dari Abu Juhaifah Wahb bin Abdillah RA, dia berkata Rasulullah SAW bersabda, “Saya tidak makan sambil bersandar.” (HR Bukhari)

5. Makruh Meniup dalam Minuman

Perkara makruh lainnya berkaitan dengan makan dan minum adalah meniupnya. Menurut hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Nabi SAW melarang bernapas dalam bejana atau meniupnya. Hadits tersebut dikeluarkan At-Tirmidzi dan ia menyatakan hasan shahih.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com