Tag Archives: ayah

Kisah Rasulullah SAW Hendak Diracun Lewat Hidangan Paha Kambing



Jakarta

Kisah ini terjadi setelah peristiwa penaklukan Khaibar. Seseorang hendak meracuni dan mencelakai Rasulullah SAW lewat makanan berbahan paha kambing.

Hidangan olahan paha kambing ini dibawa kepada Rasulullah SAW oleh seorang wanita Yahudi. Ternyata hidangan ini telah dibubuhi racun.

Dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW oleh Abdurrahman bin Abdul Karim, Anas bin Malik menuturkan, “Ada seorang wanita Yahudi yang datang menemui Rasulullah SAW dengan membawa seekor kambing yang telah diracun. Lalu, beliau memakannya. Kemudian wanita itu ditangkap dengan bukti daging kambing tersebut. Sejak saat itu, aku senantiasa melihat bekas racun tersebut pada langit-langit mulut Rasulullah SAW.”


Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya yang berjudul Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 menuliskan kisah ini lewat hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA.

Hadits ini menceritakan peristiwa buruk yang hampir terjadi pada Rasulullah SAW.

“Ketika Khaibar takluk, Rasulullah SAW diberi hadiah berupa daging kambing yang sudah diracuni. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan, “Kumpulkan semua orang-orang Yahudi yang ada di sini.”

“Mereka pun berkumpul lalu Rasulullah SAW berkata, “Aku akan menanyakan sesuatu pada kalian, apakah kalian akan menjawab dengan jujur?” Mereka menjawab, “Ya wahai Abu Qasim.”

Rasulullah SAW bertanya, “Siapa ayah kalian?” Mereka menjawab, “Ayah kami fulan.” Rasulullah SAW berkata, “Kalian dusta, ayah kalian adalah fulan.” Mereka berkata, “Kau benar dan bagus.”

Rasulullah SAW berkata, “Aku akan menanyakan sesuatu pada kalian apakah kalian akan menjawab dengan jujur?” Mereka menjawab, “Ya, Abu Qasim. Jika kami berdusta engkau pasti tahu seperti halnya engkau mengetahui ayah kami yang sebenarnya.”

Rasulullah SAW bertanya kepada mereka, “Siapa penghuni neraka itu?” Mereka menjawab, “Kami berada di sana selang beberapa lama setelah itu kalian menggantikan kami.”

Rasulullah SAW berkata, “Masuklah kalian ke sana, demi Allah kami tidak akan menggantikan kalian di sana selamanya.”

Rasulullah SAW kembali berkata, “Aku akan menanyakan sesuatu pada kalian apakah kalian akan menjawab dengan jujur?” Mereka menjawab, “Ya, wahai Abu Qasim.”

Beliau bertanya, “Apa kalian meracuni daging kambing ini?” Mereka menjawab, “Ya”

Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang mendorong kalian melakukan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami ingin istirahat darimu jika kau berdusta, dan jika kau memang Nabi, itu tidak membahayakanmu.”

Dalam buku 55 Kisah dari hadis oleh Ad-Dien Abdul Kadir disebutkan bahwa peristiwa ini membuat Rasulullah SAW memaafkan Yahudi tersebut dan tidak menghukumnya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Mukjizat Nabi Yahya AS dan Kisah Kelahirannya yang Istimewa


Jakarta

Nabi Yahya AS adalah anak Nabi Zakaria AS. Ia banyak mewarisi keilmuan tentang agama dari ayahnya sehingga kemudian dia juga diangkat sebagai Nabi oleh Allah SWT.

Sejak kecil, Nabi Yahya AS telah diajarkan Taurat oleh ayahnya dan mulai mendakwahkannya. Ayah dan anak ini menjadi guru bagi kaum Bani Israil dalam berbagai hal.

Sebagai seorang Nabi, tentu saja Nabi Yahya AS memiliki mukjizat sebagai tanda kenabiannya. Lalu, apa saja mukjizat Nabi Yahya AS?


Kisah Nabi Yahya AS

Menukil buku Mukjizat Nabi: Yahya & Isa oleh Eka Satria P. dan Arif Hidayah, Nabi Yahya AS adalah puta semata wayang Nabi Zakaria AS. Ketika Nabi Yahya AS lahir, Nabi Zakaria AS sudah tua dan hal yang tidak mungkin bagi seorang Nabi Zakaria AS untuk memiliki anak.

Karena itu, kelahiran Nabi Yahya AS adalah mukjizat dari Allah SWT. Pada saat itu Nabi Zakaria AS berdoa kepada Allah SWT, meminta dengan tulus dikarunia seorang anak yang baik.

Doa Nabi Zakaria AS itu dikabulkan Allah SWT. Malaikat Jibril memberi tahu kabar gembira itu, “Sesungguhnya Allah memberi kabar gembira kepadamu dengan kelahiran seorang anak yang bernama Yahya. Dia akan menjadi nabi dari keturunan orang soleh.”

Allah SWT menganugerahkan kepandaian pada Nabi Yahya AS. Nabi Yahya AS pun menjadi orang terpandai pada zamannya. Pada saat itu pun, Allah SWT memerintahkan Nabi Yahya AS membaca kitab Taurat sebagaimana yang tertuang dalam surat Maryam ayat 12 berikut ini:

يَٰيَحْيَىٰ خُذِ ٱلْكِتَٰبَ بِقُوَّةٍ ۖ وَءَاتَيْنَٰهُ ٱلْحُكْمَ صَبِيًّا

Artinya: “Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak,”

Dengan kepandaiannya itu, Nabi Yahya AS dapat menyampaikan ajaran Allah SWT, hingga sanggup menjelaskan berbagai rahasia agama kepada kaumnya. Nabi Yahya AS membimbing dan mengingatkan agar senantiasa berada di jalan yang benar, jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Selain itu, Nabi Yahya AS juga seorang yang sangat mencintai makhluk hidup dan alam. Sejak masih kecil, Nabi Yahya AS gemar memberi makan burung dan binatang lainnya.

Ketika Nabi Yahya AS dewasa, kepandaian dan kasih sayangnya terhadap segala hal pun semakin bertambah. Beliau pun semakin beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Mukjizat Nabi Yahya AS

Mukjizat merupakan tanda kenabian seorang Nabi. Nabi Yahya AS memiliki beberapa mukjizat mengutip dari buku Kisah Menakjubkan 25 Nabi dan Rasul karya Watiek Ideo.

1. Memiliki Ilmu yang Luas

Pada zamannya, Nabi Yahya AS dikenal sebagai memiliki ilmu yang luas dan orang yang terpandai. Sejak kanak-kanak, Nabi Yahya AS sudah gemar membaca.

2. Menghafal Taurat saat Masih Anak-Anak

Mukjizat Nabi Yahya satu ini diabadikan kisahnya dalam surat Maryam ayat 12-13, Allah berfirman:

يٰيَحۡيٰى خُذِ الۡكِتٰبَ بِقُوَّةٍؕ وَاٰتَيۡنٰهُ الۡحُكۡمَ صَبِيًّا ۙ‏ ١٢ وَّحَنَانًـا مِّنۡ لَّدُنَّا وَزَكٰوةً ؕ وَّكَانَ تَقِيًّا ۙ‏ ١٣

Artinya: “Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah)1 Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya)2 selagi dia masih kanak-kanak, dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia adalah seorang yang bertakwa.”

3. Ditakuti Binatang Buas

Sifat Nabi Yahya AS yang penuh kasih terhadap semua makhluk di bumi membuatnya dicintai dan dihormati oleh semua makhluk, termasuk binatang buas.

Diceritakan saat Nabi Yahya AS sedang berdzikir di dalam gua dan sedang dalam keadaan khusyuk hingga tidak sadar akan kehadiran binatang buas yang sedang menghampirinya. Binatang buas itu kemudian pergi setelah melihat manusia di depannya adalah Nabi Yahya.

4. Dilindungi dari Dosa

Dengan kecerdasannya, Nabi Yahya AS mampu menghafalkan Taurat saat masih kanak-kanak dan akhirnya beliau tumbuh menjadi manusia yang sangat bertakwa. Oleh karena itu, beliau dilindungi oleh Allah SWT dari perbuatan maksiat, bahkan setan pun tidak mampu menggodanya.

Dalam sebuah hadits juga disebutkan oleh Nabi SAW,

“Tidak ada seorang pun dari anak cucu Adam melainkan pernah berbuat dosa atau berkeinginan berbuat dosa selain Yahya bin Zakaria.” (HR Ahmad)

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Cerita tentang Nabi Muhammad Singkat dan Penuh Hikmah


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir utusan Allah SWT. Semasa hidup, beliau mendapat banyak cobaan terutama saat berdakwah kepada kaumnya.

Membaca cerita tentang nabi Muhammad SAW sama halnya dengan mengikuti jejak beliau, sebagaimana firman Allah SWT bahwa ada suri teladan pada diri Rasulullah SAW.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢١


Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS Al Ahzab: 21)

Cerita Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Ajen Dianawati, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal yang bertepatan dengan tahun pasukan gajah menyerang Kota Makkah.

Nabi Muhammad SAW lahir dari keluarga terhormat. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, ibunya bernama Aminah binti Wahab.

Abdullah merupakan seorang saudagar yang bepergian ke kota Syam. Ketika singgah di Madinah, beliau jatuh sakit, dan meninggal dunia di sana. Kala itu, Nabi Muhammad SAW masih dalam kandungan.

Setelah Rasulullah SAW lahir, ibunya segera menyerahkannya kepada Halimah Sa’diah untuk disusukan. Hal ini lantaran budaya di Arab, menyerahkan anak mereka kepada ibu-ibu di pedesaaan, supaya anak-anak yang lahir ini akan merasakan udara segar di desa dan kehidupan sederhana mereka.

Empat tahun lamanya Rasulullah SAW diasuh oleh Halimah Sa’diah. Tepat di usia 6 tahun beliau dikembalikan kepada ibu aslinya (Aminah).

Cerita Masa Kanak-kanak Nabi Muhammad SAW

Setelah kembali kepada ibunya, setiap tahun Nabi Muhammad SAW selalu dibawa oleh ibunya ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya sekaligus bertemu dengan sanak saudaranya di sana.

Pada saat perjalanan pulang dari Madinah, di suatu tempat bernama Abwa (desa terletak antara Makkah dan Madinah), ibunya jatuh sakit lalu meninggal dunia di tempat ini.

Maka, sejak saat itu Nabi Muhammad SAW menjadi yatim-piatu. Beliau kemudian diasuh oleh kakeknya bernama Abdul Muthalib, seorang terkemuka di Kota Makkah. Sayangnya kebersamaan ini tak bertahan lama karena sang kakek meninggal dunia 2 tahun setelah itu.

Lalu, berdasarkan wasiat kakeknya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya bernama Abu Thalib (ayah Ali bin Abi Thalib).

Berbeda dengan kakeknya, paman Rasulullah SAW mempunyai banyak anak dan ekonominya kurang, untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya, paman nabi seringkali berdagang pergi ke negeri Syam.

Perjalanan Pertama Nabi Muhammad SAW

Ketika usia Nabi Muhammad SAW mencapai 13 tahun, barulah beliau diizinkan pamannya untuk ikut berdagang ke Syam. Dalam perjalanan, mereka singgah di suatu desa dan bertemu dengan seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira.

Buhaira berkata kepada paman Nabi SAW, “Sesungguhnya anak saudara ini akan mendapatkan kedudukan yang tinggi, maka segeralah pulang dan jagalah ia dari serangan orang-orang Yahudi.”

Mengikuti perkataan pendeta tersebut, paman Nabi Muhmmad SAW segera membawa pulang nabi kembali ke Kota Makkah.

Cerita Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Hadits-hadits Tarbiyah karya Wafi Marzuqi Ammar, ada 2 peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad SAW. Pertama ketika masih kecil dan kedua saat pengangkatan menjadi nabi.

Pembelahan Pertama

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya, Rasulullah menceritakan, ketika usianya mendekati delapan tahun, beliau keluar mengembala kambing bersama saudara laki-lakinya radha’nya. Sedangkan ibu radha’nya yang menyusui keduanya adalah Halimah Sa’diah.

Ketika nabi bersama saudaranya sedang mengembala kambing di padang pasir, tiba-tiba dua malaikat berpakaian putih turun dari langit. Keduanya mengambil Rasulullah SAW dan membaringkannya di tanah. Ketika Muhammad SAW sudah berbaring di tanah, keduanya membelah dada beliau.

Pembelahan Kedua

Adapun cerita pembelahan dada Nabi Muhammad SAW yang kedua terdapat dalam hadits di bawah ini.

Anas bin Malik RA berkata, “Kami pernah melihat bekas jahitan pada dada beliau.” Karenanya dada beliau tampak lapang dan luar, tidak pernah marah kecuali terhadap hal-hal yang melanggar ketentuan Allah SWT.

Sebagaimana firman Allah SWt dalam surah Al Qalam ayat 4

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ٤

Artinya: “Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Cerita Masa-masa Sulit Dakwah Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira saat beliau berumur 40 tahun. Sejak setelah itu, beliau diperintahkan berdakwah.

Wahyu pertama Nabi Muhammad SAW adalah surah Al ‘Alaq ayat 1-5.

Perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW tidak mudah. Dalam sejumlah kitab sirah nabawiyah dikatakan, Nabi Muhammad SAW harus berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama hampir tiga tahun di Makkah. Ini dilakukan untuk menjaga keselamatan umatnya dari kekejaman orang-orang kafir.

Hingga akhirnya beliau berdakwah secara terang-terangan. Dakwah ini berlangsung selama 10 tahun.

Kekejaman kaum kafir quraisy tak juga berhenti. Rasulullah SAW mendapat penolakan sana-sini dan para pengikutnya mendapat ancaman kekerasan dari orang-orang kafir.

Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk hijrah meninggalkan Makkah. Hijrah berlangsung secara bertahap. Nabi Muhammad SAW akhirnya tiba di Madinah dan berdakwah di sana selama 10 tahun sebelum akhirnya wafat.

Cerita Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Menurut buku 30 Kisah Nabi Muhammad SAW: Perjalanan Hidup Sang Rasul dari Lahir hingga Wafat karya Ali Muakhir, menjelang akhir hayat, Nabi Muhammad SAW datang ke masjid untuk salat berjamaah. Sambil dipapah oleh dua orang laki-laki, Abu Bakar sebagai imam sempat mundur, tetapi Rasulullah SAW memberi isyarat supaya tetap menjadi imam salat.

Setelah salat, Nabi Muhammad SAW minta didudukkan di samping Abu Bakar RA. “Dudukan aku di samping Abu Bakar,” pinta Nabi Muhammad SAW kepada kedua orang yang memapahnya.

Saat itu, tanda kepergian Nabi Muhammad SAW sudah tampak. Beliau pun memanggil Fatimah, putri yang amat disayanginya. Beliau membisikan sesuatu kepada Fatimah hingga membuatnya menangis.

“Apa yang Rasulullah SAW bisikkan kepadamu, Fatimah?” tanya Aisyah penasaran.

“Beliau berbisik bahwa beliau akan segera wafat, maka aku menangis. Beliau berbisik bahwa aku keluarga pertama yang akan menyusul beliau, maka aku tersenyum,” ungkap Fatimah yang membuat dada Aisyah sesak.

Kemudian, Aisyah menyandarkan tubuh Nabi Muhammad SAW di pangkuannya. Saat itu, di tangan Abdurrahman bin Abu Bakar ada siwak, Aisyah yang jeli menyadari bahwa pandangan Nabi Muhammad SAW tertuju kepada siwak tersebut, sehingga Aisyah mengambil siwak.

Aisyah lantas melunakan siwak itu dan menggosokannya ke gigi Baginda Nabi Muhammad SAW, bersamaan dengan Rasulullah SAW yang memasukan kedua tangannya ke dalam bejana berisi air di sampingnya.

“Laa ilaha illallah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya,” katanya.

Beliau mengangkat kedua tangan, pandangan matanya tertuju pada langit-langit, dan kedua bibirnya bergerak-gerak. Aisyah mencoba mendengar apa yang beliau katakan. “Ya Allah ampunilah aku; rahmatilah aku; dan pertemukanlah aku dengan Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi.” Beliau mengulang kalimat terakhir tiga kali, lalu kedua tangannya tergolek lemas. Beliau meninggal dunia. Beliau kembali ke pangkuan ilahi Rabbi, zat pemilik alam semesta beserta isinya.

Beliau meninggal saat waktu Dhuha sedang memanas, pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal, tahun 11 Hijriah. Ketika itu, beliau berusia 63 tahun lebih 4 hari. Semua sahabat berduka, begitu pun umat Islam di seluruh dunia.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Anak Nabi yang Masuk Neraka karena Tak Hiraukan Ayahnya


Jakarta

Tak semua anak nabi berada dalam jalan yang benar mengikuti jejak sang ayah. Ada yang ingkar dan menolak dakwah ayahnya hingga akhirnya masuk neraka.

Salah satu anak nabi yang masuk neraka adalah Kan’an. Ia adalah anak Nabi Nuh AS. Meskipun ayahnya adalah seorang Nabi yang diutus untuk menyelamatkan umatnya, anak Nabi Nuh AS memilih jalan yang berbeda.

Dalam momen penting saat bahtera Nuh sedang disiapkan, anaknya menolak untuk naik, sehingga ia tenggelam bersama kaum yang ingkar dan dikisahkan masuk neraka sebagai balasan atas keingkarannya.


Kisah anak Nabi Nuh AS ini diabadikan dalam Al-Qur’an. Berikut kisah selengkapnya.

Kisah Kan’an Putra Nabi Nuh AS

Dikutip dari buku Memang Untuk Dibaca: 100 Kisah Islami Inspiratif Pembangun Jiwa tulisan Rian Hidayat, anak Nabi Nuh AS yang bernama Kan’an berbeda dengan saudara-saudaranya yang beriman, seperti Sam, Ham, dan Yafits. Kan’an memilih jalan yang berbeda yakni jalan kekafiran.

Sebagai anak Nabi, keputusan Kan’an untuk kafir tentu menjadi perhatian, namun Al-Qur’an dengan jelas menggambarkan bahwa setiap manusia dewasa bertanggung jawab atas pilihan keimanannya sendiri. Nabi Nuh AS, meskipun seorang Nabi, tidak dapat memaksakan hidayah kepada anaknya. Kan’an memilih untuk mengingkari ajaran yang dibawa ayahnya, dan sebagai akibatnya, ia termasuk golongan yang akan mendapatkan azab Allah SWT.

Saat perintah Allah SWT datang untuk membangun bahtera guna menyelamatkan kaum beriman dari banjir besar yang akan menjadi azab bagi kaum kafir, Nabi Nuh AS dengan taat melaksanakan perintah itu. Bahtera besar tersebut siap menampung siapa pun yang beriman kepada Allah SWT dan mengikuti ajaran Nabi Nuh AS.

Namun, di saat genting, ketika air banjir mulai meninggi, Kan’an tetap dalam kekafirannya. Ia memilih untuk tidak menaati perintah Allah SWT dan ajakan ayahnya, Nabi Nuh AS, dan justru berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dengan mendaki gunung yang tinggi. Ia yakin bahwa gunung tersebut akan melindunginya dari banjir besar yang datang.

Namun, seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 42-45, usaha Kan’an sia-sia. Ketika Nabi Nuh AS melihat anaknya berada di tempat yang jauh dari bahtera, beliau memanggil dengan penuh kasih, mengajak Kan’an untuk naik ke bahtera bersama kaum beriman.

Nabi Nuh AS memohon dengan mengatakan, “Hai anakku, naiklah bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang yang kafir.” Akan tetapi, dengan penuh kesombongan, Kan’an menjawab bahwa ia akan berlindung di gunung yang tinggi, yang menurutnya akan menyelamatkannya dari air bah.

Nabi Nuh AS menegaskan bahwa tak ada yang dapat menyelamatkan dari azab Allah SWT, kecuali rahmat-Nya. Pada akhirnya, gelombang besar air banjir menghantam Kan’an, menenggelamkannya bersama kaum kafir lainnya yang menolak ajaran Allah SWT. Dengan ini, Kan’an menjadi salah satu yang mendapatkan azab dari Allah SWT karena kekafirannya, meskipun ia adalah anak seorang nabi.

Setelah Kan’an tenggelam, Nabi Nuh AS merasa sangat sedih. Beliau berdoa kepada Allah SWT dan menyebut Kan’an sebagai bagian dari keluarganya. Dalam doanya, Nabi Nuh AS berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah benar, dan Engkau adalah Hakim yang paling adil.”

Larangan Durhaka kepada Orang Tua

Kisah durhaka kepada orang tua, seperti yang terlihat pada cerita Kan’an, adalah pelajaran berharga yang mengingatkan muslim akan pentingnya menghormati dan mematuhi orang tua. Dalam kisah ini, Kan’an, putra Nabi Nuh AS, dengan tegas menolak ajaran yang disampaikan ayahnya untuk beriman kepada Allah SWT. Sikap pembangkangannya ini membawa konsekuensi berat, ia akhirnya tenggelam dalam banjir besar sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT.

Larangan durhaka kepada orang tua sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Dikutip dari buku Aqidah Akhlaq yang ditulis oleh Ahmad Kusaeri, orang tua memiliki tugas mulia dalam membimbing anak-anak mereka ke jalan yang benar, dengan penuh cinta dan kesabaran.

Setiap orang tua pasti berharap anaknya menjadi pribadi yang saleh, berbakti, dan membawa kebaikan. Oleh karena itu, penting bagi seorang anak untuk mendengarkan nasihat dan arahan orang tuanya, karena nasihat tersebut diberikan untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat.

Anak yang durhaka pada orang tua, sebagaimana digambarkan dalam kisah Kan’an, akan ditinggalkan dan tidak akan diselamatkan dari kecelakaan hidup. Allah SWT memperingatkan bahwa pembangkangan seperti ini membawa dampak buruk, bukan hanya bagi si anak, tetapi juga bagi keluarga dan lingkungannya.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Ujian Hidup yang Diberikan kepada Nabi Ayub AS yang Dijalani dengan Sabar


Jakarta

Nabi Ayub AS dikenal sebagai salah satu nabi yang memiliki kesabaran luar biasa dalam menghadapi ujian hidup. Ujian-ujian yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Ayub AS begitu berat, tapi beliau tetap tegar dan selalu berserah diri kepada-Nya.

Mulai dari kehilangan harta, kesehatan, hingga keluarga, Nabi Ayub AS tidak pernah mengeluh, melainkan terus memperkuat keimanannya. Kisah kesabaran Nabi Ayub AS menjadi pelajaran berharga bagi kita semua dalam menghadapi cobaan hidup.

Ingin tahu lebih dalam mengenai 3 ujian hidup yang diberikan kepada Nabi Ayub AS? Simak selengkapnya dalam artikel ini.


Silsilah Keluarga Nabi Ayub AS

Sebelum kita masuk membahas kisah hidup Nabi Ayub AS yang penuh dengan kesabaran dalam menghadapi ujian, ada baiknya kita mempelajari terlebih dahulu silsilah nasab beliau.

Menurut catatan dari Ibnu Ishaq dalam buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Kantor Da’wah Al-Sulay, Nabi Ayub AS memiliki nama lengkap Ayub bin Mush bin Razah bin Al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil.

Beliau merupakan keturunan dari garis besar Nabi Ibrahim AS, yang menunjukkan bahwa beliau termasuk dalam silsilah para nabi dan orang-orang yang diberkahi Allah SWT.

Dari sisi ibunya, Nabi Ayub AS berasal dari negeri Romawi dan merupakan cucu dari Nabi Luth AS, menjadikan beliau memiliki nasab yang mulia dari kedua orang tua.

Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa ayah Nabi Ayub AS adalah salah satu pengikut Nabi Ibrahim AS yang beriman, bahkan saat Nabi Ibrahim AS selamat dari kobaran api.

Dalam hal pernikahan, istri Nabi Ayub AS disebut bernama Laya binti Ya’qub, meskipun beberapa riwayat juga menyebutkan bahwa istrinya adalah Rahmah binti Aqratism.

Silsilah ini memperkuat kedudukan Nabi Ayub AS sebagai seorang Nabi yang memiliki hubungan langsung dengan para Nabi besar lainnya, seperti Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ishaq AS.

Kisah Nabi Ayub AS yang Selalu Sabar Setiap Menghadapi Ujian

Nabi Ayub AS adalah seorang hamba Allah SWT yang dikenal kaya raya, memiliki banyak budak, ternak yang melimpah, serta tanah yang luas di Hauran. Tidak hanya kekayaan materi, Nabi Ayub AS juga dianugerahi banyak keturunan. Namun, semua itu tidak bertahan lama.

Allah SWT mengujinya dengan mengambil semua yang dimiliki, bahkan hingga dirinya sendiri terserang berbagai macam penyakit. Tubuhnya menjadi rusak, hanya menyisakan hati dan lisan yang masih digunakan untuk terus berdzikir mengingat Allah SWT.

Nabi Ayub AS menghadapi semua musibah ini dengan kesabaran yang luar biasa, tanpa keluhan, dan terus mengharapkan ridha-Nya.

Ujian yang dialami Nabi Ayub AS bukan hanya mengenai kehilangan materi dan kesehatan, tetapi juga cobaan sosial. Teman-temannya mulai menjauh, bahkan ia diusir dari kampung halamannya dan harus tinggal di luar desa dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

Satu-satunya orang yang setia mendampinginya adalah istrinya, yang dengan penuh kasih sayang merawat dan memenuhi kebutuhan Nabi Ayub AS, meski keadaan mereka semakin sulit.

Waktu berlalu, harta mereka semakin menipis, dan Nabi Ayub AS harus bergantung sepenuhnya pada upah kerja istrinya. Istrinya bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Namun seiring waktu, semakin sedikit orang yang mau memberinya pekerjaan, khawatir penyakit Nabi Ayub AS menular kepada mereka.

Bahkan, pada satu titik, istri Nabi Ayub AS terpaksa menjual sebagian rambutnya untuk membeli makanan. Nabi Ayub AS tetap bersabar, meskipun mengetahui kesulitan yang dihadapi istrinya demi merawatnya.

Cobaan ini berlangsung selama bertahun-tahun, dengan beberapa pendapat ulama menyatakan antara 7 bulan hingga 18 tahun lamanya. Meski begitu, Nabi Ayub AS tidak pernah menyerah dalam menghadapi ujian yang begitu berat. Kesabaran dan keimanannya kepada Allah SWT tetap teguh, menjadikannya sosok teladan yang patut dicontoh oleh umat Islam.

3 Ujian Hidup yang Diberikan Kepada Nabi Ayub AS

Nabi Ayub AS sebagai salah satu Nabi yang dikenal dengan kesabarannya, menjalani ujian yang sangat berat. Dari kehilangan harta, kesehatan, hingga anak-anaknya, Nabi Ayub AS tetap teguh dalam keimanan dan kesabarannya.

Berikut ini adalah 3 ujian hidup yang diberikan kepada Nabi Ayub AS.

1. Kehilangan Kekayaannya

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Nabi Ayub AS merupakan sosok yang sangat kaya raya. Beliau memiliki harta yang melimpah, ternak yang banyak, serta tanah yang luas di daerah Hauran. Namun, ujian dari Allah SWT datang dengan cara yang sangat berat bagi beliau.

Semua kekayaannya perlahan-lahan hilang. Seluruh hartanya lenyap. Sampai istrinya bahkan harus bekerja untuk mendapatkan makanan agar mereka bisa bertahan hidup.

2. Kehilangan Anggota Keluarganya

Nabi Ayub AS tidak hanya diuji dengan kehilangan harta benda, tetapi juga mengalami cobaan yang sangat berat dengan kehilangan anggota keluarganya.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Nabi Ayub AS adalah sosok yang diberkahi banyak keturunan. Namun, dalam ujian yang diberikan Allah SWT, beliau harus merelakan semua anak-anaknya yang wafat satu demi satu.

3. Kehilangan Kesehatannya

Nabi Ayub AS juga mengalami ujian berat dalam bentuk kehilangan kesehatannya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Nabi Ayub AS merupakan seorang Nabi diberkahi kesehatan yang sangat baik. Namun, Allah SWT menguji beliau dengan penyakit yang membuat seluruh tubuhnya menderita.

Tidak ada satu pun bagian dari tubuh Nabi Ayub AS yang terbebas dari penyakit, kecuali hatinya yang tetap dipenuhi iman dan lisannya yang senantiasa berzikir mengingat Allah SWT.

Penyakit yang diderita Nabi Ayub AS berlangsung lama dan begitu parah sehingga membuat orang-orang di sekitarnya menjauhinya. Bahkan, beliau diusir dari kampung halamannya karena dianggap tidak layak lagi untuk tinggal di tengah masyarakat.

Nabi Ayub AS Sembuh dari Penyakitnya

Berdasarkan riwayat yang pada sumber sebelumnya, diceritakan bahwa setelah menjalani berbagai ujian hidup yang sangat berat, Nabi Ayub AS akhirnya mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang dideritanya.

Dalam surah Shad ayat 42, dijelaskan bahwa Allah SWT memberikan wahyu kepada Ayub dengan memerintahkan beliau untuk menghantamkan kakinya ke tanah. Dari tanah tersebut keluar air yang sejuk, yang berfungsi untuk mandi dan minum, dan air ini menjadi sarana penyembuhan bagi Nabi Ayub AS.

اُرْكُضْ بِرِجْلِكَۚ هٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَّشَرَابٌ

Artinya: “(Allah berfirman,) “Entakkanlah kakimu (ke bumi)! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.”

Setelah mandi dengan air tersebut, tubuh Nabi Ayub AS kembali sehat dan Allah SWT mengembalikan rupanya seperti sediakala. Ketika istrinya datang dan melihat sosok yang tampak rupawan, ia bahkan tidak mengenali suaminya sendiri. Lalu, ketika mengetahui bahwa pria yang tampak sehat itu adalah Nabi Ayub AS, ia pun sangat bersyukur kepada Allah SWT.

Dalam riwayat lain, diceritakan bahwa saat Nabi Ayub AS mandi, Allah SWT juga memberikan keberkahan dalam bentuk belalang emas yang jatuh di hadapannya, sebagai simbol kekayaan dan keberkahan yang diberikan kembali oleh Allah SWT. Meskipun begitu, Nabi Ayub AS tetap rendah hati dan mengatakan bahwa nikmat yang diberikan Allah SWT sudah sangat cukup.

Allah SWT tidak hanya menyembuhkan Nabi Ayub AS dari penyakitnya, tetapi juga mengembalikan semua kekayaan dan anggota keluarganya. Allah SWT berfirman kembali dalam surah Shad ayat 43 yang berbunyi,

وَوَهَبْنَا لَهٗٓ اَهْلَهٗ وَمِثْلَهُمْ مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا وَذِكْرٰى لِاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: “Kami anugerahkan (pula) kepadanya (Ayub) keluarganya dan (Kami lipat gandakan) jumlah mereka sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat.”

Semua cobaan yang pernah dihadapi Nabi Ayub AS berakhir dengan penuh keberkahan, menunjukkan betapa pentingnya kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi ujian hidup.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Peran Umar bin Abdul Aziz di Balik Kesuksesan Bani Umayyah


Jakarta

Sejarah mencatat nama Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi sosok penting di balik kejayaan Islam era Bani Umayyah. Peran Umar bin Abdul Aziz selama menjadi Khalifah Bani Umayyah lebih berfokus kepada perbaikan secara internal di saat khalifah sebelumnya berfokus kepada perluasan daerah saja.

Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz dalam memerintah membuatnya dijuluki Khulafaur Rasyidin kelima. Berikut uraian lengkapnya.

Biografi Umar bin Abdul Aziz

Menukil buku Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas 7 oleh Dr. H. Muradi dkk, Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di Halwan, dekat Kairo. Ia lahir ketika sang ayah, Abdul Aziz, menjabat sebagai Gubernur Mesir.


Berdasarkan garis keturunan, Umar memiliki hubungan darah dengan Khalifah Umar bin Khattab. Sebab ibunya bernama Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab.

Pada masa kecilnya, Umar bin Abdul Aziz tinggal menetap di rumah paman-pamannya di Madinah dan memperoleh pendidikan yang baik dari mereka. Banyak ilmu agama yang diperolehnya, seperti ilmu hadits, Al-Qur’an dan lainnya.

Selain menguasai ilmu hadits, beliau juga menguasai ilmu Al-Qur’an. Umar bin Abdul Aziz sudah mampu menghafal dan mengkajinya sejak kecil.

Setelah ayahnya wafat, Umar bin Abdul Aziz diminta Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk ke Damaskus. Di kota ini, Umar bin Abdul Aziz menikahi Fatimah, putri Khalifah Abdul Malik bin Marwan.

Dari kota inilah ia meniti karier politiknya sebagai pejabat penting pemerintahan, ia dipercaya menjadi gubernur di Hijaz, yakni Makkah dan Madinah. Meskipun kariernya berjalan lancar tanpa cacat, ia mendapat fitnah dari Hajjaj bin Yusuf yang menuduhnya melindungi pemberontak yang berasal dari Iraq. Umar bin Abdul Aziz akhirnya dipecat.

Pemecatan tersebut tidak diambil pusing oleh Umar bin Abdul Aziz. Dirinya tidak sama sekali memiliki ambisi sebagai pemimpin.

Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah

Mengutip kembali dari buku yang sama, sebelum wafat, Sulaiman bin Abdul Malik telah menunjuk sepupunya, Umar bin Abdul Aziz, sebagai Khalifah Bani Umayyah. Penunjukkan Umar bin Abdul Aziz dilakukan setelah Sulaiman melakukan diskusi dengan para penasihatnya.

Setelah menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz merubah seluruh sikap dan gaya hidupnya. Hal ini disebabkan oleh perasaan sedihnya memikirkan masih banyak masyarakat yang miskin dan kelaparan, orang-orang yang sakit, orang-orang yang tertindas dan teraniaya.

Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai seseorang yang menyukai kemewahan dan musik. Tetapi, setelah menjadi khalifah, semua hal itu ditinggalkan, memilih hidup sederhana bahkan harta miliknya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum.

Sayangnya, Umar bin Abdul Aziz hanya menjabat sebagai khalifah selama 29 bulan. Ia meninggal tragis akibat diracuni oleh budaknya.

Banyak pejabat dari masa kekhalifahan sebelumnya yang dirugikan oleh kebijakan baru Umar bin Abdul Aziz, dan diduga terlibat dalam konspirasi untuk membunuhnya. Dengan janji seribu dinar dan kebebasan, budak Umar setuju untuk meracuni majikannya.

Peran Umar bin Abdul Aziz saat Menjadi Pemimpin

Menukil buku Biografi Umar bin Abdul Aziz karya Muhammad Ash-Shallabi, berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya yang berfokus pada perluasan wilayah, Umar bin Abdul Aziz fokus pada perbaikan internal. Pada bidang perekonomian berusaha menstabilkan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Hal yang pertama ia lakukan saat menjadi khalifah adalah mengembalikan seluruh harta-hartanya yang berjumlah 40.000 dinar ke Baitul Mal. Ia sadar bahwa harta peninggalan ayahnya adalah hak masyarakat sebab harta tersebut di antaranya adalah harta yang didapatkan dari perkampungan Fadak, sebuah desa yang berada di utara Makkah yang sejak Rasulullah wafat dijadikan milik negara.

Namun Marwan bin Hakam (Khalifah keempat Bani Umayyah) telah memasukkan harta tersebut sebagai milik pribadi dan diwariskan ke anak-anaknya. Umar memandang bahwa harta itu bukan milik pribadi melainkan milik negara, sehingga harus dikembalikan ke negara.

Selain itu, agar masyarakat dapat berdagang dengan baik, Umar bin Abdul Aziz juga memberikan fasilitas seperti pembangunan jembatan dan perbaikan jalan umum yang dilewati masyarakat. Pembangun tersebut tidak memungut biaya kepada masyarakat sepeser pun.

Untuk menaikkan produksi di bidang pertanian, ia melarang adanya jual beli tanah kharaj dan menjadikan sebagai harta fai, sebab tanpa kharaj adalah tanah milik masyarakat bukan milik pribadi. Dengan adanya larangan jual beli tanah kharaj membuat masyarakat dapat mengembangkan lahannya sehingga tidak hanya bergantung pada bantuan saja melainkan juga dapat meningkatkan perekonomiannya sendiri.

Kemudian dibangunnya fasilitas untuk menunjang proses pertanian seperti membangun sumber air baru, saluran air untuk membantu pengairan pada pertanian. Para petani dikenakan pajak sesuai dengan kemampuan yaitu melihat kondisi musim, apakah dalam posisi musim subur atau tidak.

Kebijakan tersebut membuahkan hasil yang menguntungkan di pasar global untuk perdagangan, mengingat biaya produk pertanian jadi lebih mudah diakses oleh konsumen. Hal ini menyebabkan lonjakan permintaan pasar dan transaksi keuangan.

Pada bidang perdagangan, selain menghapus pajak petani, Umar bin Abdul Aziz membangun tempat peristirahatan untuk para pedagang. Ia bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk membangun akomodasi bagi muslim yang bepergian, termasuk penginapan, perawatan kesehatan dan bantuan keuangan untuk korban perampokan, bersama dengan bantuan perawatan kesehatan bagi hewan mereka.

Pada pengalokasian pengeluaran Umar bin Abdul Aziz benar-benar mengutamakan untuk keperluan masyarakatnya dan juga mensejahterakan masyarakatnya. Kesejahteraan rakyat adalah yang utama bahkan dalam sejarah Umar bin Abdul Aziz hanya meninggalkan harta warisan 18 dinar untuk 11 orang anaknya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Zakaria yang Sabar dalam Mengharapkan Keturunan


Jakarta

Kisah Nabi Zakaria AS adalah salah satu kisah penuh hikmah dalam Al-Qur’an yang mengajarkan arti kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi ujian hidup. Kisahnya yang penuh dengan kesabaran dan ketulusan dalam mengharapkan keturunan diabadikan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah surah Maryam ayat 2-15 dan surah Al-Anbiya ayat 89-90.

Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menceritakan bagaimana Nabi Zakaria AS meski usianya telah lanjut dan istrinya diketahui mandul, tidak pernah berhenti berharap dan berdoa kepada Allah SWT untuk mendapatkan keturunan yang saleh.

Dalam perjalanan hidupnya, Nabi Zakaria AS menunjukkan keteguhan hati dan keyakinan bahwa doa yang tulus tidak pernah sia-sia di hadapan Allah SWT. Penasaran dengan bagaimana doa dan kesabaran Nabi Zakaria AS akhirnya membuahkan hasil? Simak kisah lengkapnya dalam artikel ini.


Asal-usul Nabi Zakaria AS

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi yang disusun oleh Ibnu Katsir dan diterjemahkan oleh Divisi Penerjemah Kantor Da’wah Al-Sulay, Nabi Zakaria AS adalah ayah dari Nabi Yahya AS, keduanya termasuk golongan nabi dari Bani Israil.

Keturunan mereka berhubungan dengan Nabi Sulaiman AS dan Nabi Daud AS, menunjukkan bahwa Nabi Zakaria AS memiliki silsilah keturunan yang mulia dan berakar kuat di antara para nabi besar.

Menariknya, Nabi Zakaria AS dikenal sebagai seorang tukang kayu, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Nabi Zakaria adalah seorang tukang kayu.” (HR Muslim).

Profesi ini menjadi simbol kesederhanaan dan kerja keras beliau dalam menjalani kehidupan, sekaligus menjadi inspirasi bagi kita semua untuk hidup sederhana dan penuh kesabaran.

Kisah Nabi Zakaria AS

Nabi Zakaria AS adalah sosok nabi yang dikenal penuh kesabaran dan keteguhan dalam memohon keturunan, meski telah berusia lanjut dan istrinya mengalami kemandulan. Allah SWT menempatkan kisahnya dalam Al-Quran sebagai pelajaran bagi umat manusia agar tak pernah berputus asa terhadap rahmat-Nya.

Harapan besar Nabi Zakaria AS untuk memiliki keturunan tak hanya demi memenuhi keinginan pribadi, tetapi juga karena kekhawatiran terhadap keberlanjutan tugas mengurus Bani Israil dan menyebarkan ajaran tauhid. Ia berharap agar keturunannya kelak dapat menjadi pewaris yang menjalankan tugas kenabian dan menjaga syariat yang telah diajarkan.

Dalam doanya yang penuh kelembutan, Nabi Zakaria AS mengadukan keadaannya kepada Allah SWT. Ia menyampaikan bahwa dirinya telah tua dan istrinya mandul, tapi harapan dan keyakinannya pada kekuasaan Allah SWT tidak pernah pudar. Di dalam hatinya, Nabi Zakaria AS merasa khawatir jika tidak ada penerus yang bisa menjaga tugas kenabian di tengah umat Bani Israil.

Ia terinspirasi oleh keturunan Nabi Ya’qub AS yang Allah SWT pilih untuk menjadi pembawa cahaya kebenaran, sehingga ia pun memohon agar diberikan seorang anak yang dapat menjadi penerus dalam menyampaikan ajaran ilahi. Berikut adalah doa Nabi Zakaria AS yang tercantum pada surah Al-Anbiya Ayat 89:

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنتَ خَيْرُ الْوَرِثِينَ

Latinnya: Rabbi lā tażarnī fardaw wa anta khairul-wārisin.

Artinya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.”

Doa yang penuh keyakinan dan keikhlasan ini tidaklah sia-sia. Allah SWT akhirnya mengabulkan permohonan Nabi Zakaria AS dan memberinya seorang putra yang kelak dikenal sebagai Nabi Yahya AS.

Namun, dengan takjub sekaligus khawatir, Nabi Zakaria AS bertanya bagaimana mungkin ia bisa memiliki anak sementara dirinya telah sangat tua, dan istrinya pun mandul. Allah SWT pun menegaskan bahwa segala sesuatu mudah bagi-Nya dan bahwa Dia telah menciptakan Nabi Zakaria AS sendiri sebelumnya dari ketiadaan.

Sebagai bentuk keyakinan, Nabi Zakaria AS memohon tanda dari Allah SWT atas janji-Nya tersebut. Allah SWT kemudian memberi tanda bahwa Nabi Zakaria AS tidak akan dapat berbicara selama tiga hari, kecuali dengan bahasa isyarat, meskipun tubuhnya dalam keadaan sehat tanpa cacat.

Dalam masa itu, Nabi Zakaria AS diperintahkan untuk terus berzikir dan memuji Allah SWT. Dengan penuh kegembiraan, ia keluar menemui kaumnya dan memberi isyarat kepada mereka untuk memperbanyak zikir kepada Allah SWT.

Kisah ini memberikan teladan tentang kekuatan doa dan keyakinan pada kuasa Allah SWT yang tak terbatas. Meskipun keadaan tampak tidak mungkin, Nabi Zakaria AS tetap berdoa dengan penuh kesabaran dan harapan, hingga akhirnya Allah SWT menjawab permohonannya dengan anugerah yang indah.

Kelahiran Anak Nabi Zakaria AS

Kisah kelahiran putra Nabi Zakaria AS, yaitu Yahya yang kelak akan menjadi nabi juga sebagai penerus ayahnya adalah salah satu bukti kekuasaan Allah SWT yang Maha Besar. Anak yang telah lama diharapkan itu lahir sebagai anugerah dari Allah SWT setelah Nabi Zakaria AS dengan penuh kesabaran dan ketulusan berdoa.

Sejak awal, Allah SWT memerintahkan Yahya untuk memegang teguh Kitab Taurat dan mempelajarinya dengan serius. Bahkan, sejak kecil, Allah SWT telah mengajarkan kebijaksanaan dan tanda-tanda kenabian kepadanya. Suatu hari, ketika teman-teman sebayanya mengajaknya bermain, Yahya dengan bijak menjawab, “Kita diciptakan bukan untuk bermain.”

Yahya dibekali oleh Allah SWT dengan berbagai sifat mulia yang membuatnya menjadi teladan bagi banyak orang. Ia memiliki sifat kasih sayang yang mendalam, khususnya kepada kedua orang tuanya.

Yahya juga dikenal dengan kelembutan hatinya kepada sesama, menghindari perbuatan dosa, dan senantiasa menjaga kesuciannya. Sifat bakti kepada kedua orang tua pun menjadi keutamaan dalam dirinya, diiringi dengan keteguhan hati yang menjauhi sifat sombong atau angkuh. Sifat-sifat inilah yang menjadikan Yahya sosok nabi yang dihormati dan disegani, serta menjadi contoh kebajikan bagi umatnya.

Meninggalnya Nabi Zakaria AS

Terdapat dua riwayat berbeda terkait wafatnya Nabi Zakaria AS. Salah satu riwayat yang disampaikan oleh Abdul-Mun’in bin Idris bin Sinan dari Wahab bin Munabbih mengisahkan bahwa Nabi Zakaria AS terpaksa meninggalkan kaumnya dan masuk ke dalam sebuah pohon untuk menyelamatkan diri.

Namun, kaumnya yang berusaha mencelakainya kemudian datang dan meletakkan gergaji di batang pohon tersebut untuk memotongnya. Ketika gergaji telah mencapai tubuh Nabi Zakaria AS dan Beliau merintih kesakitan, Allah SWT memberikan wahyu, jika Nabi Zakaria AS tidak berhenti merintih, bumi akan terbelah.

Mendengar itu, Nabi Zakaria AS menahan rintihannya, hingga akhirnya pohon tersebut dipotong dan Beliau pun terbagi menjadi dua bagian bersama pohon itu.

Sementara itu, riwayat lain yang disampaikan oleh Ishaq bin Bisyr menyebutkan bahwa yang sebenarnya masuk ke dalam pohon adalah Sya’ya, bukan Nabi Zakaria AS. Dalam riwayat ini, disebutkan bahwa Nabi Zakaria AS wafat secara wajar, tanpa mengalami kejadian tragis seperti riwayat pertama.

Wallahu a’lam, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui kebenarannya.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Jabir bin Abdullah Bersama Unta Tuanya


Jakarta

Jabir bin Abdullah adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdullah bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’ab.

Mengutip buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi yang ditulis oleh Imron Mustofa, Jabir bin Abdullah dilahirkan 16 tahun sebelum peristiwa hijrah, nasabnya berakhir pada Khajraj. Di tengah-tengah masyarakat waktu itu, ia dikenal dengan julukan Abu Abdillah Al-Anshari dan merupakan ahli fikih dan mufti Madinah pada masanya.

Jabir RA dikenal sebagai sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dan ia dikaruniai umur yang panjang oleh Allah SWT hingga bisa menyaksikan kehidupan cucu Rasulullah SAW.


Dalam buku Fikih Sirah karya Said Ramadhan Al-Buthy disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat mengerti cobaan berat yang dipikul Jabir bin Abdullah RA dan keluarganya.

Ayah Jabir bin Abdullah merupakan salah seorang pejuang Islam yang syahid di medan Perang Uhud. Sehingga, sebagai anak sulung, Jabir RA harus memikul tanggung jawab untuk merawat dan menafkahi beberapa saudaranya.

Oleh karena itu, kehidupan Jabir bin Abdullah terbilang berat, dan hanya memiliki sedikit harta. Salah satu kisah perhatian Rasulullah SAW kepada Jabir yaitu saat Jabir tertinggal di belakang rombongan sahabat bersama untanya yang kurus dan lemah. Berikut kisah lengkap Jabir bin Abdullah dan untanya.

Kisah Jabir bin Abdullah dan Unta Tuanya

Mengutip kembali kisah dalam buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi, kisah Jabir bin Abdullah dan Rasulullah SAW ini diawali saat Jabir bin Abdullah keluar bersama Rasulullah SAW pada Perang Dzat Ar-Riqa’, dari Nakhl dengan mengendarai seekor unta yang lemah.

Ketika Rasulullah SAW kembali dari Perang Dzat Ar-Riqa’, teman-temannya dapat berjalan dengan lancar. Sementara Jabir tertinggal di belakang, hingga beliau menyusulnya.

Beliau bersabda kepadanya, “Apa yang terjadi denganmu, wahai Jabir?” Jabir menjawab, “Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan.”

Rasulullah SAW bersabda, “Suruh ia duduk.” Jabir pun mendudukkan untanya dan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu Rasulullah SAW memerintahkan, “Berikan tongkatmu kepadaku!”

Lalu, Jabir pun mengerjakan perintah Rasulullah SAW dan beliau mengambil tongkat yang dimintanya, kemudian beliau menusuk lambung unta Jabir beberapa kali kemudian menyuruhnya, “Naikilah untamu!”

Jabir segera menaiki untanya. Kemudian, Jabir dibuat terkejut dengan untanya yang lemah secara tiba-tiba bisa menyalip unta Rasulullah SAW.

Jabir berkata, “Demi Allah, yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu menyalip unta beliau.”

Jabir dan Rasulullah SAW pun berbincang, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual untamu kepadaku?” Jabir menjawab, “Tidak wahai Rasulullah, tetapi aku menghibahkannya kepadamu.” Beliau menawarnya, “Juallah untamu ini kepadaku!”

Jabir menjawab, “Kalau begitu, hargailah untaku ini.” Rasulullah SAW bersabda, “Bagaimana kalau satu dirham?” Jabir menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah. Kalau harganya seperti itu, engkau merugikan aku.”

Rasulullah SAW kembali menawarnya, “Dua dirham?” Jabir menjawab, “Aku tidak mau seharga itu, wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW terus menaikkan penawaran hingga harga unta itu mencapai satu uqiyah (kira-kira setara dengan 40 dirham).

Jabir berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ridha dengan harga itu?” Beliau menjawab, “Ya.” Jabir berkata, “Kalau begitu unta ini menjadi milikmu.”

“Ya, aku telah terima,” jawab Rasulullah SAW. Lalu, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?” “Sudah, wahai Rasulullah,” jawab Jabir.

Rasulullah SAW kembali bertanya, “Dengan gadis ataukah janda?” “Dengan janda,” jawabnya. Rasulullah SAW bertanya kembali, “Kenapa engkau tidak menikahi gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu?”

Jabir menceritakan kepada Rasulullah SAW, “Ayahku gugur di Perang Uhud dan menginggalkan tujuh orang anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga bisa mengurus dan mengasuh mereka.”

“Setibanya di Shirar (sebuah tempat kira-kira 5 km dari kota Madinah) nanti, aku perintahkan penyiapan unta untuk disembelih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut, hingga istrimu mendengar kabar tentang kita dan ia melepaskan bantalnya,” perintah Rasulullah SAW kepada Jabir.

“Aku tidak memiliki bantal wahai Rasulullah,” jawab Jabir. Rasulullah SAW berkata, “Engkau akan memilikinya, insya Allah. Karena itu, jika engkau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik.”

Kedermawanan Rasulullah SAW kepada Jabir bin Abdullah

Sesampainya di Shirar, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta yang kemudian akan disembelih. Jabir dan para sahabat mengadakan jamuan makan pada hari itu.

Sore harinya, Rasulullah SAW masuk ke dalam rumahnya dan para sahabat pun masuk rumah masing-masing. Jabir menceritakan sabda Rasulullah SAW ini kepada istrinya.

Kemudian, istrinya menyuruh Jabir untuk mangikuti sabda Nabi SAW tersebut dan berkata, “Lakukanlah itu, dengar dan taatlah.”

Esok paginya, Jabir membawa untanya, menuntun, dan mendudukkannya di depan pintu masjid Rasulullah SAW. Kemudian, ia duduk di dekat masjid.

Ketika Rasulullah SAW keluar dan melihatnya, beliau bersabda, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini unta yang dibawa Jabir.” Beliau bertanya, “Di mana Jabir?”

Jabi pun dipanggil untuk menemui Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai anak saudaraku, ambillah untamu, karena ia menjadi milikmu!”

Kemudian beliau memanggil Bilal dan berkata kepadanya, “Pergilah bersama Jabir, dan berikan kepadanya uang satu uqiyah!”

Jabir pergi bersama Bilal, dan kemudian Bilal memberinya uang satu uqiyah dan memberikan sedikit tambahan kepadanya. Betapa terpukaunya Jabir bin Abdullah pada kebaikan Rasulullah SAW.

Jabir menuturkan, “Demi Allah, pemberian beliau tersebut terus berkembang dan bisa dilihat tempatnya di rumahku, hingga aku mendapat musibah di Perang Al-Harrah belum lama ini.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Ayah Nabi Muhammad Bernama Abdullah, Ini Kisah Hidup dan Wafatnya


Jakarta

Ayah Nabi Muhammad SAW bernama Abdullah bin Abdul Muthalib. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam.

Sayangnya, Nabi Muhammad SAW tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Sebab, Abdullah wafat saat Nabi SAW masih dalam kandungan. Nabi Muhammad SAW tumbuh besar tanpa didampingi oleh ayah kandungnya.

Kisah Ayah Nabi Muhammad yang Hampir Dikorbankan

Dalam buku Kisah Keluarga Rasulullah SAW untuk Anak karya Nurul Idun dkk, diceritakan bahwa Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Nabi Muhammad SAW, dikenal sebagai sosok yang jujur dan saleh sejak kecil.


Sebagai putra dari Abdul Muthalib, seorang pemimpin Quraisy yang sangat dihormati, Abdullah juga dikenal mahir memainkan pedang, berburu, dan berniaga. Kehidupan Abdullah mulai menarik perhatian publik ketika ayahnya, Abdul Muthalib, membuat nazar kepada Allah SWT.

Abdul Muthalib berjanji jika Allah SWT memberinya banyak anak yang kelak akan menjadi penjaganya, ia akan mengorbankan salah satu di antaranya. Nazar ini akhirnya jatuh kepada Abdullah, yang kemudian menjadi pusat perhatian masyarakat Makkah.

Banyak penduduk menentang eksekusi nazar tersebut, karena Abdullah dikenal memiliki nasab yang mulia, dan kekhawatiran muncul jika hal ini akan menjadi contoh buruk bagi generasi berikutnya.

Merangkum dari buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, para pembesar Quraisy kemudian berusaha mencari solusi agar Abdullah tidak dikorbankan.

Mereka mendatangi seorang peramal untuk mencari jalan keluar. Sang peramal menyarankan agar diundi antara Abdullah dan unta. Setiap kali nama Abdullah terpilih, maka sepuluh unta harus disembelih sebagai gantinya.

Setelah sepuluh kali nama Abdullah terpilih dalam undian, akhirnya pada undian ke sebelas nama unta yang keluar, dan dengan demikian Abdullah terbebas dari nazar. Abdul Muthalib kemudian menyembelih 100 ekor unta sebagai ganti pengorbanan anaknya, dan dagingnya dibagikan kepada penduduk Makkah sebagai bentuk rasa syukur.

Abdullah pun tumbuh dewasa dan kelak menjadi ayah dari Nabi Muhammad SAW, sosok yang sangat dihormati dan dicintai oleh umat Islam di seluruh dunia.

Meninggalnya Abdullah Ayah Nabi Muhammad

Menurut buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, ayah Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Abdul Muthalib, meninggal dalam perjalanan kafilah antara Makkah dan Madinah setelah jatuh sakit selama perjalanan tersebut.

Dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad: Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih susunan M. Quraish Shihab, disebutkan bahwa Abdullah wafat pada usia yang sangat muda, yaitu delapan belas tahun menurut riwayat yang paling populer. Namun, ada juga riwayat yang menyatakan usianya ketika wafat adalah dua puluh lima atau tiga puluh tahun.

Meskipun meninggal di usia muda, Abdullah tetap merupakan sosok penting dalam sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa Abdullah wafat ketika usia kandungan Nabi Muhammad masih tiga bulan, sementara sumber lain menyebutkan enam bulan, sebagaimana dikemukakan dalam buku Jejak Intelektual Pendidikan Islam karya Zaitur Rahem dan Mengenal Mukjizat 25 Nabi karya Eka Satria P dan Arif Hidayah.

Beberapa bulan setelah kematian Abdullah, pada 12 Rabiul Awal di Tahun Gajah, Rasulullah SAW lahir, tepatnya pada hari Senin. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Siapa Sahabat Rasulullah yang Buruk Rupa tapi Bisa Menikahi Bidadari?


Jakarta

Ada sahabat Rasulullah yang memiliki penampilan fisik yang buruk dan miskin, namun ia berhasil menikahi seorang gadis cantik yang salihah. Ia adalah Julaibib.

Nama Julaibib adalah nama yang tidak biasa dan tidak lengkap. Nama ini, tentu bukan ia sendiri yang menghendaki. Bukan pula orang tuanya. Julaibib hadir ke dunia tanpa mengetahui siapa ayah dan ibunya. Demikian pula orang-orang, semua tidak tahu, atau tidak mau tahu tentang nasab Julaibib.

Dalam buku 99 Asmaul Husna Kisah dan Mukjizat yang ditulis Chris Oetoyo, dijelaskan bahwa tampilan fisik dan kesehariannya juga menjadi alasan sulitnya orang lain mendekat dengannya.


Penampilan fisik dan keseharian Julaibib sangat menyedihkan. Wajahnya jelek dan menyeramkan, pendek, bungkuk, hitam, dan miskin. Kainnya sudah kusam dan pakaiannya lusuh.

Ia tidak memiliki rumah untuk berteduh. Ia sungguh miskin, namun ketika Allah SWT berkehendak menurunkan rahmat-Nya, tidak ada satu makhluk pun yang bisa menghalangi.

Ia selalu berada di shaf terdepan ketika salat maupun jihad. Meski hampir semua orang memperlakukannya seolah ia tidak ada, tetapi Rasulullah SAW memperlakukan Julaibab sama seperti umat lainnya.

Julaibib tidak pernah menyesali apa yang ada pada dirinya. Ia yakin bahwa Allah SWT mempunyai rencana sendiri untuknya.

Pada suatu hari, Julaibib menerima hidayah atas bantuan Rasulullah SAW. Akhirnya Julaibib yang tinggal di shuffah Masjid Nabawi menikah dengan seorang gadis cantik yang salihah. Berikut kisah selengkapnya.

Kisal Julaibib RA yang Menikahi Bidadari Salehah

Dikisahkan dalam buku Jangan Berhenti Mencoba karya Nasrul Yung, Julaibib yang tinggal di shuffah masjid Nabawi, suatu hari ditegur oleh Rasulullah SAW,

“Julaibib…”, begitu lembut beliau memanggil. “Tidakkah engkau ingin menikah?” lanjut beliau.

“Siapakah orangnya ya Rasulullah, yang mau menikahkan putrinya dengan diriku ini?”

Julaibib menjawab dengan tetap tersenyum. Tidak ada kesan menyesali diri atau menyalahkan takdir Allah SWT pada kata-kata ataupun mukanya. Rasulullah pun tersenyum. Mungkin memang tidak ada orangtua yang berkenan pada Julaibib.

Di hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaibib, Rasulullah SAW menanyakan hal yang sama. “Julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?”.

Dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama, tiga kali, dan tiga hari berturut-turut.

Dan di hari ketiga itulah, Rasulullah SAW menggenggam lengan Julaibib dan membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar.

“Aku ingin menikahkan putri kalian.” Kata Rasulullah SAW pada si tuan rumah.

“Betapa indahnya dan betapa berkahnya.” Begitu si tuan rumah menjawab dengan berseri-seri, mengira bahwa sang Rasul lah calon menantunya.

“Oh… ya Rasulullah, ini sungguh akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram di rumah kami.”

“Tetapi bukan untukku.”, kata Rasulullah SAW. “Kupinangkan putri kalian untuk Julaibib.”

“Julaibib?” nyaris berteriak ayah sang gadis. “Ya, untuk Julaibib.” Jawab Rasulullah SAW

“Ya Rasulullah…” terdengar helaan napas berat ayah sang gadis. “Saya meminta pertimbangan istri saya tentang hal ini.”

Setelah meminta pertimbangan sang istri, ternyata ibu dari sang gadis itu pun menolak.

“Dengan Julaibib?” Istri seorang pemimpin kaum Anshar pun turut terkejut.

“Bagaimana bisa? Julaibib berwajah lacak, tidak berpangkat, tidak bernasab, tidak berkabilah, dan tidak bertahta. Demi Allah tidak. Tidak akan pernah putri kami menikah dengan Julaibib.”

Perdebatan itu tidak berlangsung lama, Kemudian sang putri cantik asal Madinah itu mendengarnya dari balik tirai dan berkata dengan lembut, “Siapa yang meminta?”.

Sang ayah dan ibunya menjelaskan bahwa Rasulullah SAW lah yang meminta.

“Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah yang meminta, maka tidak akan membawa kehancuran dan kerugian bagiku.” Jawab sang gadis.

Sang gadis yang salehah kemudian membaca surah Al-Ahzab ayat 36, https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-ahzab/tafsir-ayat-36-3569

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْۗ وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ
Arab Latin: wa mâ kâna limu’miniw wa lâ mu’minatin idzâ qadlallâhu wa rasûluhû amran ay yakûna lahumul-khiyaratu min amrihim, wa may ya’shillâha wa rasûlahû fa qad dlalla dlalâlam mubînâ

Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.”

Rasulullah SAW dengan tertunduk berdoa untuk si gadis salehah, “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh berkah. Jangan Engkau jadikan hidupnya payah dan bermasalah.”

Akhirnya dilaksanakanlah pernikahan antara Julaibib si buruk rupa dengan gadis tercantik Madinah putri pemuka Anshar.

Mengutip buku Tetes Embun karya Iqbal Syafi’i, beberapa hari kemudian setelah Julaibib dan istrinya menikah, terjadilah perang Uhud.

Mendapatkan seruan dari Rasulullah SAW untuk berperang, Julaibib dengan antusias mengikutinya. Ia termasuk pasukan terdepan di perang itu, namun ditengah peperangan, ia pergi dengan syahid.

Rasulullah SAW bersedih atas kepergian Julaibib, karena ia baru saja menikah. Disaat pemakamannya, Rasulullah SAW tiba-tiba memalingkan wajahnya dari Julaibib.

Lalu ada sahabat yang menanyakan sebabnya, beliau menjawab, “Kulihat para bidadari memperebutkannya, hingga salah seorang dari mereka tersingkap betisnya.” Karena itulah Rasulullah SAW memalingkan wajahnya.

Si gadis cantik salehah asal Madinah itu tidak mencintai Julaibib kecuali karena diminta Rasulullah SAW, Julaibib pun tidak mencintai kecuali karena Rasulullah SAW. Jadi, dibawah naungan sang Rasul lah keduanya saling mencintai.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com