Tag Archives: ayahnya

Kisah Remaja Cuci Darah Sejak Umur 8, Masih Berjuang Hidup Pasca Transplantasi


Jakarta

Angka transplantasi ginjal di Indonesia masih sangat rendah, jauh tertinggal dari negara-negara Asia lain. Padahal, prosedur ini dianggap terapi paling ideal untuk meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.

Di tengah keterbatasan ini, kisah NF (16), seorang remaja dari Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, memberi gambaran betapa berharganya transplantasi ginjal.

NF didiagnosis gagal ginjal kronik saat usianya baru delapan tahun akibat kelainan bawaan renal agenesis. Sejak saat itu, hari-harinya dipenuhi rutinitas medis yang melelahkan.


“Sejak usia 8 tahun, anak kami sudah berjuang,” kata ibunda NF.

Cuci Darah 5 Kali Sehari

NF sempat menjalani hemodialisis (cuci darah), yang membuatnya kehilangan banyak waktu belajar dan bermain. Ia kemudian beralih ke metode CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) yang harus dilakukan lima kali sehari selama kurang lebih 13 bulan.

Titik balik hidupnya datang pada April 2019. NF menerima donor ginjal dari ayahnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Transplantasi tersebut bukan hanya menyelamatkan hidupnya, tetapi juga memberinya kesempatan untuk kembali beraktivitas: menjalani homeschooling, les biola, dan les bahasa Mandarin.

Enam tahun berselang, meskipun ia masih harus mengonsumsi obat imunosupresan seumur hidup, namun kehidupannya jauh lebih stabil dibanding masa awal sakitnya.

Masih harus minum obat seumur hidup

Pasien pascatransplantasi wajib mengonsumsi obat imunosupresan seumur hidup agar ginjal baru tidak ditolak tubuh. Di sinilah tantangan baru muncul, terutama bagi pasien di luar kota besar seperti NF di Tanjung Pinang.

Setelah transplantasi pada 2019, obat yang dibutuhkan NF sempat tidak tersedia di kotanya. Kendala distribusi pun sempat membuat keluarganya cemas.

Ibu NF mengaku khawatir jika merek obat harus diganti, karena pernah ada pasien anak pascatransplantasi di komunitas yang mengalami efek samping setelah mencoba obat baru.

“Kami khawatir perubahan ini dapat memengaruhi kondisi tubuhnya, karena di komunitas pasien anak pascatransplantasi ada yang mengalami efek samping setelah mencoba obat yang baru,” ujar ibu dari NF.

Pentingnya pemerataan layanan dan akses obat

NF juga wajib menjalani pemeriksaan kadar tacrolimus (obat utama pencegah penolakan) secara berkala, minimal dua kali dalam sebulan. Pemeriksaan ini tidak ditanggung BPJS Kesehatan di Tanjung Pinang dan biayanya lebih dari satu juta rupiah setiap kali tes.

Kisah NF menegaskan bahwa transplantasi bukan akhir perjuangan, melainkan awal perjalanan baru. Agar anak-anak seperti NF tak sekadar bertahan hidup, pemerintah perlu memastikan ketersediaan obat yang tepat, pemeriksaan, dan layanan medis tersedia hingga ke pelosok negeri.

Hidup pascatransplantasi adalah anugerah sekaligus perjuangan. Ia dan keluarganya berharap pemerintah lebih serius memastikan dua hal: ketersediaan obat imunosupresan yang stabil dan pembiayaan pemeriksaan penting seperti tacrolimus, terutama di daerah.

(kna/kna)



Sumber : health.detik.com

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim, Amalan yang Bisa Dikerjakan pada 10 Muharram


Jakarta

Dalam Islam, menyantuni anak yatim adalah amalan yang sangat dianjurkan. Bahkan, Allah SWT menyebutkan perhatian terhadap anak yatim sebagai salah satu ukuran keimanan dan kesalehan seseorang.

Menyantuni anak yatim bukan hanya bentuk kepedulian sosial, tapi juga sarana meraih keberkahan hidup dan kemuliaan di sisi Allah SWT.

Pengertian Anak Yatim

Mengutip buku Dahsyatnya Doa Anak Yatim karya M. Khalilurrahman Al-Mahfani, secara bahasa, yatim berarti seseorang yang kehilangan ayah. Dalam istilah syariat, anak yatim adalah anak yang belum baligh dan telah ditinggal wafat oleh ayahnya. Setelah baligh, status yatimnya gugur.


Islam memberikan perhatian besar terhadap anak-anak yatim karena mereka kehilangan sosok pelindung dan pencari nafkah utama dalam hidup. Maka dari itu, umat Islam dianjurkan untuk memberikan kasih sayang, perlindungan, dan dukungan materi kepada anak-anak yatim.

Allah SWT secara tegas memerintahkan untuk memperhatikan nasib anak yatim dalam berbagai ayat Al-Qur’an. Di antaranya dalam surat Al-Maun ayat 1 dan 2,

فَذَٰلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلْيَتِيمَأَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ

Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.

Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 10, Allah SWT berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَٰلَ ٱلْيَتَٰمَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

Ayat ini menegaskan ancaman keras bagi siapa saja yang mengambil atau menyia-nyiakan harta anak yatim.

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim

1. Kedudukan yang Dekat dengan Rasulullah SAW

Dikutip dari buku Ismail Zulkarnain: Anak Bakul Kerupuk Jadi Orang Tenar karya KH. Lukman Hakim & Abu Mansur Al-Asy’ari, terdapat hadits yang menjelaskan keutamaan bagi orang yang menyantuni anak yatim.

Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda,
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.”
Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah serta merenggangkan keduanya. (HR. Bukhari)

Hadits ini menunjukkan keutamaan luar biasa bahwa orang yang menyantuni anak yatim akan dekat dengan Nabi Muhammad SAW di surga, posisi yang sangat mulia.

2. Mendapat Balasan Surga

Umat muslim yang menyayangi dan mengasuh anak yatim juga akan dimasukkan ke dalam surga. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW,

“Orang yang memelihara anak yatim di kalangan umat muslimin, memberikannya makan dan minum, pasti Allah akan masukkan ke dalam surga, kecuali ia melakukan dosa yang tidak bisa diampuni.” (HR Tirmidzi).

3. Pelembut Hati dan Penghilang Kekerasan

Seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah SAW tentang hatinya yang keras. Maka Nabi bersabda:
“Usaplah kepala anak yatim dan beri makan orang miskin, maka hatimu akan menjadi lembut dan kebutuhanmu akan tercukupi.” (HR. Thabrani)

4. Golongan Orang yang Taat

Dikutip dari buku Dahsyatnya Doa Anak Yatim oleh M Khallurrahman Al-Mahfani, dijelaskan orang-orang yang memuliakan anak yatim akan meraih predikat abrar yakni saleh atau taat kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Insan ayat 8, Allah SWT berfirman,

وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

Artinya: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.

5. Diselamatkan dari Siksa Hari Kiamat

Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT berfirman: “Demi yang Mengutusku dengan Hak, Allah tidak akan menyiksa pada hari kiamat nanti orang yang menyayangi anak yatim, lemah lembut pembicaraan dengannya, menyayangi keyatiman dan kelemahannya.” (HR Thabrani)

Menyantuni anak yatim adalah amalan yang bukan hanya berdampak pada kehidupan anak tersebut, tetapi juga pada kehidupan spiritual kita sebagai umat muslim. Islam sangat mendorong agar umatnya menjadi pelindung dan pembimbing bagi anak-anak yatim yang membutuhkan kasih sayang.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Imam Bukhari, Akhir Perjalanan Sang Penjaga Hadits


Jakarta

Imam Al-Bukhari adalah salah satu ulama hadis terbesar dalam sejarah Islam. Namanya begitu masyhur di dunia Islam karena karyanya yang monumental, Shahih al-Bukhari, menjadi rujukan utama setelah Al-Qur’an dalam hal keotentikan hadits Rasulullah SAW.

Merujuk Sirah Nabawiyah Riwayat Imam Bukhari karya Riyadh Hasyim Hadi, Imam Bukhari memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al-Bukhari. Semasa hidupnya, Imam Bukhari mengalami ujian dan cobaan hidup yang berat hingga akhir hayatnya.

Masa Kecil Imam Bukhari

Dikutip dari buku Metode Imam Bukhari dalam Menshahihkan Hadits karya Nanang Ponari ZA, dijelaskan bahwa Imam Bukhari lahir pada 13 Syawal 194 H (19 Juli 810 M) di kota Bukhara, wilayah Transoxiana (sekarang Uzbekistan).


Disebutkan dalam riwayat, bahwa ayahnya meninggal saat Imam Bukhari masih kecil sehingga ia menjadi yatim dan dibesarkan dalam asuhan ibunya. Disebutkan juga bahwa Imam Bukhari mengalami kebutaan saat masih kecil, lalu Allah SWT memberinya anugerah dengan memulihkan penglihatannya.

Sejak kecil, ia telah menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam bidang hadits. Di saat usia 6 tahun, Imam Bukhari telah mempelajari karya-karya yang terkenal di zaman itu, terutama kitab-kitab yang berkaitan dengan hadits.

Di usia yang masih sangat kecil, Imam Bukhari sudah berhasil menghafal 70 ribu hadits. Ia juga berhasil menelaah kitab-kitab terkenal saat usianya 16 tahun.

Semangatnya membawanya mengembara ke berbagai negeri seperti Makkah, Madinah, Kufah, Basrah, Baghdad, Mesir, dan Syam demi mencari sanad hadits yang shahih.

Karya terbesarnya, Shahih al-Bukhari, disusun selama 16 tahun dan hanya memuat hadits-hadits paling sahih, dari sekitar 600.000 hadits yang ia hafal. Namun, menjelang akhir hayatnya, Imam Bukhari tidak luput dari fitnah.

Fitnah yang Menimpa Imam Bukhari

Sekitar tahun 250 H, Imam Bukhari kembali ke tanah kelahirannya, Bukhara, setelah puluhan tahun mengembara dan mengajar di berbagai kota besar. Namun, kedatangannya disambut dengan kedengkian oleh sebagian kalangan ulama dan pejabat.

Gubernur Bukhara saat itu, Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhli, meminta Imam Bukhari untuk mengajar anak-anaknya secara privat di istana. Namun, permintaan itu ditolak secara halus oleh Imam Bukhari. Ia berkata bahwa majelis ilmunya terbuka untuk umum dan siapa pun boleh hadir.

Penolakan itu menyulut amarah gubernur, yang kemudian menyebarkan fitnah dan memprovokasi masyarakat agar membenci Imam Bukhari. Tuduhan sesat dan menyimpang mulai diarahkan kepadanya.

Setelah terusir dari Bukhara, Imam Bukhari memilih tinggal di sebuah daerah terpencil bernama Khartank, yang terletak di antara Samarkand dan Bukhara. Di sana, ia tinggal bersama keluarga ibunya dan beberapa muridnya yang masih setia.

Imam Bukhari berkata kepada muridnya, “Semoga Allah melapangkan bagiku waktu saat aku bertemu dengan-Nya.”

Itu adalah ungkapan rindu kepada kematian yang penuh ketenangan setelah menghadapi ujian dunia yang begitu berat.

Wafatnya Imam Bukhari

Imam Bukhari wafat pada malam Idul Fitri, 1 Syawal 256 H (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun, di desa Khartank.

Sebelum wafat, beliau sempat berdoa, “Ya Allah, dunia telah menjadi sempit bagiku dengan segala fitnahnya. Maka panggillah aku kepada-Mu.”

Tak lama setelah doa itu, Imam Bukhari jatuh sakit. Di malam yang penuh berkah, di hari yang penuh kemenangan, ia menghembuskan nafas terakhirnya. Jenazah Imam Bukhari dimakamkan di Khartank.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Benarkah Doa Ibu Lebih Mustajab daripada Ayah? Ini Penjelasannya


Jakarta

Doa ibu menjadi salah satu doa yang mustajab dalam Islam. Ibu merupakan sosok yang mulia dan berperan besar selain ayah dalam suatu keluarga.

Perintah berbakti kepada ibu dan ayah diterangkan dalam surah Luqman ayat 14. Allah SWT berfirman,

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِي


Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Mengutip dari buku Keajaiban Doa & Ridho Ibu tulisan Mutia Mutmainnah, doa ibu dahsyat bagi anaknya. Bahkan, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menyebut doa ibu sama seperti doa nabi terhadap umatnya.

Beliau bersabda,

“Doa orang tua untuk anaknya sama seperti doa nabi terhadap umatnya.” (HR Ad Dailami)

Doa Ibu dan Ayah Sama-sama Mustajab dalam Islam

Lebih mustajab mana doa seorang ibu atau seorang ayah? Ustaz Abi Makki Mulki Miski melalui program TV Islam Itu Indah di Trans TV menyebut bahwa doa ibu dan ayah sama mustajabnya.

“Apakah doa seorang ayah juga semustajab doa seorang ibu? Jawabannya adalah ya. Kenapa? Karena kita di dalam al quran pun ketika berbakti kepada ayah dan kepada ibu disamakan,” terangya, dilihat detikHikmah dari kanal YouTube Trans TV Official pada Minggu (20/7/2025).

Lebih lanjut, Ustaz Makki mengatakan dalil kemustajaban doa seorang ayah yang sama dengan ibu disebutkan dalam hadits berikut.

“Tiga macam golongan yang doanya mustajab yang tidak diragukan lagi kedahsyatannya, yaitu: doa orang tua kepada anaknya, doa musafir (orang yang sedang bepergian), dan doa orang yang dizalimi.” (HR Bukhari Muslim)

Diterangkan dalam buku Jangan Abaikan Doa Ayah yang disusun KH Muhammad Rusli Amin, ibu memang harus diperlakukan secara khusus dalam Islam. Tetapi, ayah juga tidak boleh diabaikan.

Rasulullah SAW pernah menasehati seorang anak yang mengadu karena ayahnya sering meminta uang. Kepada anak yang mengadukan ayahnya, Nabi SAW berkata:

“Kamu dan hartamu adalah milik bapakmu,”

Doa ibu sangat mustajab karena keikhlasannya, tetapi doa ayah juga tidak kalah mustajabnya.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Bagaimana Islam Memandang Status Anak Hasil Zina? Ini Penjelasannya


Jakarta

Nasab atau garis keturunan memiliki peran penting dalam kehidupan seorang anak. Identitas, hak-hak hukum, hingga kedudukan sosial banyak bergantung pada kejelasan asal-usul keluarga. Oleh sebab itu, syariat menempatkan urusan nasab dalam posisi yang sangat dijaga, salah satunya melalui pernikahan yang sah.

Salah satu tujuan utama dari pernikahan yang sah adalah menjaga keturunan. Melalui pernikahan, hubungan antara suami, istri, dan anak menjadi jelas secara hukum dan agama.

Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 1,


يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Artinya: “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

Ayat ini menjelaskan bahwa manusia berkembang biak melalui hubungan antara suami dan istri. Ini menunjukkan pentingnya membangun keluarga melalui pernikahan yang sah, agar keturunan terjaga dengan baik.

Lalu, bagaimana jika seorang anak lahir dari hubungan di luar pernikahan? Apakah tetap punya hak? Apakah diakui secara hukum? Untuk menjawabnya, berikut penjelasan tentang status anak hasil zina menurut pandangan Islam.

Nasab Anak Hasil Zina dalam Islam

Pandangan Islam tentang anak hasil zina cukup jelas. Anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan sah tetap memiliki nasab, tetapi hanya kepada ibunya. Hal ini dijelaskan dalam penelitian Sabilal Rasyad berjudul Status Hukum Anak di Luar Perkawinan dalam Hukum Islam dan Implementasinya dalam Perkembangan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia (Jurnal Hukum Islam Vol. 15 No. 1, Juni 2017).

Dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa pengakuan nasab kepada ayah hanya berlaku dalam tiga kondisi, yaitu:

  1. Pernikahan sah
  2. Pernikahan fasid (pernikahan yang batal karena cacat syarat atau rukun)
  3. Senggama syubhat (hubungan yang terjadi karena kekeliruan)

Pendapat ini juga dijelaskan oleh Wahbah Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhu Al-Islamiy wa Adillatuh, yang menyebutkan bahwa penetapan nasab kepada ayah biologis hanya berlaku jika memenuhi salah satu dari tiga syarat tersebut.

Jika tidak memenuhi syarat di atas, hubungan nasab dengan ayah tidak diakui. Para ulama sepakat zina tidak bisa menjadi dasar untuk menetapkan nasab antara anak dan ayahnya.

Rasulullah SAW juga bersabda, “Anak itu (nasabnya) milik pemilik ranjang (suami sah), dan bagi pezina hanya mendapat batu.” (HR Muslim)

Hadits ini menjadi dasar hukum yang kuat bahwa anak hasil zina tidak terhubung secara nasab dengan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya.

Dalam Islam, status anak yang lahir dari hubungan zina memiliki beberapa konsekuensi hukum. Berikut penjelasannya dari buku Hukum Keperdataan Anak Di Luar Kawin karya Karto Manalu:

1. Tidak Memiliki Hubungan Nasab dengan Ayah Biologis

Anak hanya dianggap memiliki hubungan keturunan dengan ibunya. Ayah biologis tidak memiliki tanggung jawab hukum, seperti memberi nafkah.

2. Tidak Ada Hak Waris antara Anak dan Ayah

Anak tidak bisa mewarisi harta dari ayah biologisnya, begitu pula sebaliknya. Hak waris hanya berlaku dari ibu dan keluarga pihak ibu.

3. Tidak Bisa Diwalikan oleh Ayah Biologis

Jika anak perempuan ingin menikah, ayah biologisnya tidak bisa menjadi wali nikah. Peran tersebut akan digantikan oleh wali hakim.

Fatwa MUI tentang Perlakuan terhadap Anak Hasil Zina

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah menetapkan Fatwa Nomor 11 Tahun 2012 yang membahas kedudukan anak hasil zina dan bagaimana perlakuan yang semestinya diberikan kepadanya.

Fatwa ini menjadi salah satu rujukan penting dalam memahami status anak yang lahir di luar pernikahan menurut hukum Islam.

Berikut isi utama fatwa tersebut:

  1. Anak hasil zina tidak memiliki hubungan nasab, hak waris, nafkah, maupun hak wali nikah dengan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya.
  2. Anak hanya memiliki hubungan nasab dengan ibu dan keluarga pihak ibu.
  3. Anak tidak memikul dosa dari perbuatan zina orang tuanya.
  4. Laki-laki pezina dapat dikenai sanksi oleh pihak berwenang demi menjaga kejelasan keturunan (hifzh al-nasl).
  5. Pemerintah berwenang mewajibkan laki-laki tersebut untuk:
    • Memberikan nafkah kepada anak yang lahir dari perbuatannya.
    • Memberikan bagian harta melalui wasiat wajibah setelah ia meninggal.

Penjelasan ini menegaskan bahwa kewajiban laki-laki tersebut tidak menjadikan adanya hubungan nasab antara dirinya dan anak yang lahir, melainkan langkah yang diambil agar hak-hak anak tetap terpenuhi.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Ayu Aulia Sempat Murtad, Kembali Syahadat karena Alasan Ini



Jakarta

Selebgram Ayu Aulia kembali membuat heboh. Kali ini, ia tiba-tiba saja memposting video membaca dua kalimat syahadat.

Video itu menjadi sorotan karena Ayu Aulia kembali memeluk Islam. Sebelumnya, ia sempat murtad di tahun 2024.

“Asyhadu allaa ilaaha illallaah”: yang artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,” tulis Ayu Aulia dalam unggahan videonya di Instagram, Senin (11/8/2025).


“Wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullah”: yang artinya: “Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,” lanjutnya.

Dalam video tersebut, Ayu Aulia terlihat melakukan ikrar dua kalimat syahadat di Masjid Sunda kelapa, Jakarta, dengan bimbingan seorang ustaz. Ada artis Saipul Jamil dan Elly Sugigi yang terlihat mendampingi Ayu Aulia.

detikHikmah mencoba mengonfirmasi postingan Ayu Aulia tersebut langsung kepada yang bersangkutan. Saat dikonfirmasi, Ayu Aulia membenarkan dirinya mualaf.

“Iya, kan aku sempet dibaptis tahun lalu September sampai kemarin ini kembali ke Allah,” kata Ayu Aulia melalui pesan singkat, Selasa (12/6/2025).

Saat ditanya alasannya, Ayu Aulia tidak menjelaskan secara detail keputusannya kembali memeluk Islam. Ia mengaku hanya ingin pergi umroh usai dikunjungi almarhum ayahnya di dalam mimpi.

“Kan mau umroh dan dimimpiin papa,” tutur Ayu Aulia.

Mengenai alasan mengunggah video ikrar dua kalimat syahadat itu, Ayu Aulia hanya ingin masyarakat tahu tentang mualafnya. Ia tak ingin kembali dihujat karena dianggap mempermainkan agama.

“Ya kalau udah pada tahu aku kristen terus umroh dihujat aku. Ini aja pro kontra karena katanya bolak balik. insyaallah ini yang terakhir, menjadi agamaku sampai akhir hayat,” tukas Ayu Aulia.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Ulama, Santri dan Pejuang Kemerdekaan


Jakarta

Kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah yang datang secara tiba-tiba, melainkan buah dari perjuangan panjang para pejuang bangsa di berbagai lapisan masyarakat. Perlawanan terhadap penjajahan dilakukan tidak hanya oleh kaum bangsawan atau militer, tetapi juga oleh para ulama dan tokoh Islam.

Di Jawa Barat, banyak tokoh Islam yang turut serta dalam perjuangan kemerdekaan, baik melalui jalur pendidikan, dakwah, politik, maupun perlawanan fisik.


Mengangkat kembali kisah perjuangan para ulama di momen spesial Hari Kemerdekaan Indonesia menjadi hal yang penting agar generasi sekarang mampu menghargai jerih payah mereka sekaligus memaknai kemerdekaan yang kita nikmati hari ini.

Tokoh Ulama Pejuang Islam di Jawa Barat

1. K.H. Anwar Musaddad

Dilansir dari laman UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Minggu (17/8/2025) K.H. Anwar Musaddad lahir di Garut pada 3 April 1910. Sejak muda, ia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan kritis. Pendidikan dasarnya ditempuh di Hollandsh-Inlandsche School (HIS) Chirestelijk Garut, lalu melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Christelijk Sukabumi dan Algamene Middlebare School (AMS) Batavia. Tidak berhenti di situ, beliau menimba ilmu di Makkah selama 11 tahun.

Kecerdasannya menjadikannya seorang ulama besar sekaligus pakar perbandingan agama. Pada masa awal kemerdekaan, Menteri Agama H. Fakih Usman mengajaknya untuk mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Yogyakarta, yang kini menjadi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia kemudian menjadi guru besar Ushuluddin IAIN Yogyakarta (1962-1967).

Atas keberhasilannya, ia dipindahkan ke Bandung untuk merintis IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dan menjadi rektor pertamanya pada 1967. Selain kiprah di dunia pendidikan, ia juga aktif di politik sebagai kepala administratif Partai NU pada tahun 1953.

2. K.H. Zaenal Musthafa

K.H. Zaenal Musthafa lahir di Kampung Bageur, Desa Cimerah, Tasikmalaya, dengan nama kecil Umri, kemudian berganti menjadi Hudaemi. Ia menempuh pendidikan formal di Sekolah Rakyat hingga kelas tiga, lalu melanjutkan pendidikan di pesantren.

Sebagai pimpinan Pondok Pesantren Sukamanah, Singaparna, ia banyak mencetak santri yang berkompeten dalam ilmu agama. K.H. Zaenal Musthafa juga menerjemahkan lebih dari 20 kitab ke dalam bahasa Sunda, sehingga lebih mudah dipahami masyarakat.

Dilansir dari laman NU Online, Minggu (17/8/2025) K.H. Zaenal Musthafa pernah menjadi salah seorang Wakil Rais Syuriyah PBNU. KH Zainal Musthafa merupakan salah seorang kiai yang secara terang-terangan melawan para penjajah Belanda. Ketika Belanda lengser dan diganti Jepang, KH Zainal Musthafa tetap menolak kehadiran penjajah.

Bersama para santrinya mengadakan perang dengan Jepang. Dan atas jasanya dianugerahi sebagai pahlawan nasional pada 1972. Dia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 064 November 1972.

3. K.H. Noer Ali

Pejuang kemerdekaan Indonesia ini lahir di Bekasi, Jawa Barat. Ia adalah seorang pemimpin Islam dan Tentara Mahasiswa selama Revolusi Nasional. Pada tahun 1937 KH. Noer Alie bersama Hasan Basri membentuk dan memimpin organisasi Persatuan Pelajar Betawi.

Sejak kecil, ia sudah menunjukkan semangat belajar yang tinggi, bahkan di usia 8 tahun sudah mampu membaca dan menghafal Al-Qur’an.

Beliau dikenal sebagai “ulama tentara” dengan pangkat kolonel. Julukan ini lahir karena kiprahnya yang luar biasa dalam perjuangan bersenjata melawan Belanda, Jepang, hingga pemberontakan PKI. Ia juga menjadi Komandan Batalyon III Hizbullah Bekasi, yang memainkan peranan penting dalam mempertahankan kemerdekaan.

Selain di medan perang, ia juga mendirikan Pondok Pesantren Attaqwa yang hingga kini tetap menjadi pusat pendidikan Islam di Bekasi. K.H. Noer Ali adalah teladan ulama pejuang yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga berjuang langsung di garis depan.

Dalam laman resmi Portal Informasi Indonesia, tercatat bahwa pada tahun 1947 KH Noer Ali terlibat pada pertempuran sengit di Karawang-Bekasi dengan tentara penjajah Belanda. Ia memerintahkan warga dan pasukannya untuk membuat bendera merah putih ukuran kecil untuk dipasang di setiap pohon dan tiang, agar mempertegas keberadaan Indonesia dan siap mempertahankan kemerdekaannya.

4. KH. Ahmad Sanusi

Ahmad Sanusi, lahir di Cantayan, Sukabumi. Dahulu daerah tersebut bernama Kampung Cantayan, Onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi, Jawa Barat.

Dikutip dari buku Riwayat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi karya Miftahul Falah, kedalaman ilmu dan aktivitas perjuangan KH Ahmad Sanusi membuat pemerintah Hindia Belanda khawatir. Pada tahun 1927, ia diasingkan ke Batavia Centrum. Di sana, beliau tetap berjuang melalui media, salah satunya dengan mengganti nama “Hindia Nederland” menjadi “Indonesia” dalam majalah Al Hidajatoel Islamijjah.

Beliau juga mendirikan organisasi Al Ittihadijatoel Islamijjah (AII) yang bergerak di bidang sosial-keagamaan. Saat Jepang berkuasa, organisasi itu sempat dibekukan, namun diizinkan aktif kembali pada 1944 dengan nama Persatoean Oemat Islam Indonesia (POII). Setelah wafatnya KH Ahmad Sanusi, organisasi tersebut kemudian bergabung dengan organisasi K.H. Abdul Halim dan menjadi Persatuan Umat Islam (PUI).

Selain bergerak di bidang dakwah dan organisasi, KH Ahmad Sanusi turut berperan dalam pembentukan negara. Ia menjadi anggota BPUPKI dengan nomor urut ke-2, duduk bersama tokoh nasional lain seperti KH Wahid Hasyim dan KH Abdul Halim. Ia juga aktif di KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), Dewan Penasehat Daerah Bogor, serta terlibat dalam pembentukan Tentara PETA, BKR Sukabumi, dan KNID Sukabumi.

5. KH. Abdul Halim

KH Abdul Halim merupakan salah seorang tokoh besar Islam yang lahir pada 3 Syawal 1304 H / 26 Juni 1887 M di Desa Cibolerang, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Beliau adalah putra dari Kiai Muhammad Iskandar, seorang penghulu Kadewanan Jatiwangi, dan Ibu Muthmainnah binti Imam Syafari.

Sejak kecil, KH Abdul Halim mendapat pengawasan ketat dalam pendidikannya. Selain belajar langsung kepada ayahnya, ia juga menempuh pendidikan di sekolah HIS milik Belanda yang membuatnya fasih berbahasa Belanda.

Perjalanan intelektualnya diteruskan ke berbagai pesantren di Jawa, antara lain Pesantren Ranji Wetan (Majalengka), Pesantren Lontong Jaya (Leuwimunding), Pesantren Bobos (Cirebon), Pesantren Ciwedus (Kuningan), hingga Pesantren Kedungwuni (Pekalongan). Untuk membiayai pendidikannya, ia berjualan minyak wangi, batik, dan kitab-kitab agama.

Pada usia 22 tahun, KH Abdul Halim berangkat ke Haramain (Makkah dan Madinah) guna memperdalam ilmu. Di sana, ia berguru kepada ulama-ulama besar seperti Syekh Mahfudz at-Turmusi, Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi, dan Syekh Ahmad Khayyat. Ia juga banyak membaca karya tokoh pembaharu Islam seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha, meskipun tetap lebih condong pada pola pikir tradisionalis yang menjaga amalan ulama Nusantara.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Surah Yusuf untuk Ibu Hamil Ayat 1-16 Beserta Artinya


Jakarta

Membaca Surah Yusuf saat hamil sering dipercaya memiliki berbagai manfaat, terutama bagi ibu hamil yang berharap agar buah hati mereka kelak memiliki karakter yang baik seperti Nabi Yusuf AS.

Surah Yusuf untuk ibu hamil memang kerap dijadikan amalan dengan harapan anak yang lahir kelak dianugerahi ketampanan, akhlak mulia, dan keberanian seperti kisah Nabi Yusuf AS yang tertulis dalam ayat-ayat Al-Quran.

Di dalam Surah Yusuf, kisah tentang keteguhan hati, kesabaran, serta kasih sayang orang tua sangat relevan untuk memberikan inspirasi bagi calon ibu.


Ingin tahu lebih lanjut bagaimana Surah Yusuf ayat 1-16 ini bisa bermanfaat bagi ibu hamil? Simak bacaan beserta artinya untuk membantu memperdalam pemahaman Anda dan menjaga kehamilan dengan ibadah yang kuat.

Seputar Surah Yusuf dan Keutamaannya untuk Ibu Hamil

Surah Yusuf adalah surah ke-12 dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 111 ayat. Surah ini termasuk dalam kelompok surah Makkiyah, yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah.

Dikutip dari buku Doa & Dzikir untuk Ibu Hamil tulisan K. Akbar Saman dkk., dinamakan Surah Yusuf karena isinya menceritakan perjalanan hidup Nabi Yusuf AS, yang penuh dengan ujian, cobaan, hingga akhirnya mencapai kejayaan. Kisah dalam surah ini diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bentuk mukjizat.

Riwayat yang terkandung dalam Surah Yusuf mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari pengkhianatan oleh saudara-saudaranya, Nabi Yusuf AS yang dijebak dan dimasukkan ke dalam sumur, hingga akhirnya menjadi salah satu pemimpin Mesir.

Kisah ini tidak hanya sarat dengan pelajaran moral, tetapi juga mengandung pesan tentang keteguhan iman, kesabaran, serta keikhlasan.

Bagi umat Islam, terutama bagi ibu hamil, membaca Surah Yusuf dianggap membawa berkah tersendiri. Hal ini dipercaya karena Nabi Yusuf AS dikenal dengan sifat-sifat terpuji seperti ketaatannya kepada orang tua, ketampanan jasmani, serta kebijaksanaannya dalam memimpin.

Harapan bagi ibu yang membaca surah ini selama masa kehamilan adalah agar anak yang dilahirkan mewarisi akhlak dan sifat-sifat baik dari Nabi Yusuf AS.

Waktu yang Dianjurkan Membaca Surah Yusuf untuk Ibu Hamil

Selama masa kehamilan, menjaga kondisi fisik dan jiwa yang baik sangat penting bagi ibu hamil, karena janin dalam kandungan dapat merasakan getaran emosional dari orang tua, khususnya ibu.

Salah satu amalan yang dianjurkan adalah membaca Al-Qur’an, khususnya surah-surah tertentu yang diyakini memberikan keberkahan bagi ibu hamil dan janinnya.

Dikutip dari buku Muslimah Selamat Dunia Akhirat yang disusun oleh Mahmud asy-Syafrowi, salah satu surah dalam Al-Qur’an yaitu surah Yusuf, khususnya ayat 1 hingga 16, dianjurkan untuk dibaca oleh ibu hamil karena dipercaya dapat memberikan ketenangan dan kebaikan bagi janin.

Disarankan untuk membaca surah ini setiap hari, terutama pada malam hari sebelum tidur, sebagai bentuk ikhtiar spiritual agar anak yang lahir memiliki sifat-sifat baik seperti ketampanan dan kebijaksanaan Nabi Yusuf AS.

Surah Yusuf ini bisa dibaca terutama saat usia kehamilan memasuki 20 minggu ke atas. Hal ini karena pada usia tersebut, janin sudah bisa mendengar suara dari luar rahim, sehingga ayat-ayat yang dibaca ibu dapat diperdengarkan kepada janin agar terbiasa mendengar bacaan Al-Qur’an.

Bacaan Surah Yusuf untuk Ibu Hamil Ayat 1-16: Arab, Latin, dan Artinya

Berikut adalah bacaan surah Yusuf untuk ibu hamil ayat 1-16 yang dapat dijadikan amalan, lengkap dengan teks Arab, Latin, dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

الٓر ۚ تِلْكَ اٰيٰتُ الْكِتٰبِ الْمُبِيْنِۚ

Latinnya: Alif Lām Rā. Tilka āyātu al-kitābi al-mubīn(i).

1. Artinya: “Alif Lām Rā. Inilah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (jelas petunjuknya).”

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ

Latinnya: Innā anzalnāhu qur’ānan ‘arabiyyan la’allakum ta’qilūn(a).

2. Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai Al-Qur’an berbahasa Arab agar kamu memahaminya.”

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ اَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَآ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ هٰذَا الْقُرْاٰنَۖ وَاِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الْغٰفِلِيْنَ

Latinnya: Naḥnu naquṣṣu ‘alaika aḥsana al-qaṣaṣi bimā awḥaynā ilayka hāżā al-qur’ān(a), wa in kunta min qablihī lamina al-ghāfilīn(a).

3. Artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang-orang yang lalai.”

اِذْ قَالَ يُوْسُفُ لِاَبِيْهِ يٰٓاَبَتِ اِنِّيْ رَاَيْتُ اَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَاَيْتُهُمْ لِيْ سٰجِدِيْنَ

Latinnya: Iż qāla yūsufu li-abīhi yā abati innī ra’aitu aḥada ‘asyara kaukabaw wa asy-syamsa wa al-qamara ra’aituhum lī sājidīn(a).

4. Artinya: “(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, ‘Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan; aku melihat mereka sujud kepadaku.'”

قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَكَ كَيْدًا ۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Latinnya: Qāla yā bunayya lā taqṣuṣ ru’yāka ‘alā ikhwātika fa yakīdū laka kaidā(n), innas-syaiṭān(a) lil-insāni ‘aduwwun mubīn(un).

5. Artinya: “Dia (Ya’qub) berkata, ‘Wahai anakku, jangan ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, karena mereka akan membuat tipu daya terhadapmu. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.'”

وَكَذٰلِكَ يَجْتَبِيْكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيْلِ الْاَحَادِيْثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكَ وَعَلٰٓى اٰلِ يَعْقُوْبَ كَمَآ اَتَمَّهَا عَلٰى اَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ اِبْرٰهِيْمَ وَاِسْحٰقَ ۗ اِنَّ رَبَّكَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Latinnya: Wa każālika yajtabīka rabbuka wa yu’allimuka min ta’wīli al-aḥādīṡi wa yutimmu ni’matahū ‘alaika wa ‘alā āli ya’qūba kamā atammahā ‘alā abawaika min qablu ibrāhīma wa isḥāq(a), inna rabbaka ‘alīmun ḥakīm(un).

6. Artinya: “Dan demikianlah, Tuhanmu memilihmu (untuk menjadi nabi), mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi, serta menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakannya kepada kedua kakekmu sebelumnya, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

لَقَدْ كَانَ فِيْ يُوْسُفَ وَاِخْوَتِهٖٓ اٰيٰتٌ لِّلسَّاۤىِٕلِيْنَ

Latinnya: Laqad kāna fī yūsufa wa ikhwatihī āyātul lis-sā’ilīn(a).

7. Artinya: “Sungguh, dalam kisah Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang bertanya.”

اِذْ قَالُوْا لَيُوْسُفُ وَاَخُوْهُ اَحَبُّ اِلٰٓى اَبِيْنَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ ۗاِنَّ اَبَانَا لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

Latinnya: Iż qālū layūsufu wa akhūhu aḥabbu ilā abīnā minnā wa naḥnu ‘uṣbah(tun), inna abānā lafī ḍalālin mubīn(in).

8. Artinya: “(Ingatlah) ketika mereka (saudara-saudara Yusuf) berkata, ‘Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita, padahal kita adalah satu kelompok yang kuat. Sesungguhnya ayah kita berada dalam kesesatan yang nyata.'”

اُقْتُلُوْا يُوْسُفَ اَوِ اطْرَحُوْهُ اَرْضًا يَّخْلُ لَكُمْ وَجْهُ اَبِيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا مِنْۢ بَعْدِهٖ قَوْمًا صٰلِحِيْنَ

Latinnya: Uqtulū yūsufa awiṭraḥūhu arḍay yakhlu lakum wajhu abīkum wa takūnū mim ba’dihī qauman ṣāliḥīn(a).

9. Artinya: “Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat yang jauh agar perhatian ayah kalian tertuju kepadamu saja, dan setelah itu (kalian dapat) menjadi orang-orang yang baik.'”

قَالَ قَآىِٕلٌ مِّنْهُمْ لَا تَقْتُلُوْا يُوْسُفَ وَاَلْقُوْهُ فِيْ غَيٰبَتِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ اِنْ كُنْتُمْ فٰعِلِيْنَ

Latinnya: Qāla qā’ilum minhum lā taqtulū yūsufa wa alqūhu fī gayābati al-jubb(i) yaltaqiṭhu ba’ḍu as-sayyārati in kuntum fā’ilīn(a).

10. Artinya: “Salah seorang di antara mereka berkata, ‘Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dalam sumur agar dia dipungut oleh beberapa musafir jika kamu hendak berbuat (sesuatu).'”

قَالُوْا يٰٓاَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلٰى يُوْسُفَ وَاِنَّا لَهٗ لَنٰصِحُوْنَ

Latinnya: Qālū yā abānā mā laka lā ta’mannā ‘alā yūsufa wa innā lahū lanāṣiḥūn(a).

11. Artinya: “Mereka berkata, ‘Wahai ayah kami, mengapa engkau tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal kami benar-benar menginginkan kebaikan baginya?'”

اَرْسِلْهُ مَعَنَا غَدًا يَّرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

Latinnya: Arsilhu ma’anā gaday yarta’ wa yal’ab wa innā lahū laḥāfiẓūn(a).

12. Artinya: “Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi agar dia bersenang-senang dan bermain-main, dan sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya.'”

قَالَ اِنِّيْ لَيَحْزُنُنِيْٓ اَنْ تَذْهَبُوْا بِهٖ وَاَخَافُ اَنْ يَّأْكُلَهُ الذِّئْبُ وَاَنْتُمْ عَنْهُ غٰفِلُوْنَ

Latinnya: Qāla innī layaḥzununī an tażhabū bihī wa akhāfu ay ya’kulahūż-żi’bu wa antum ‘anhu gāfilūn(a).

13. Artinya: “Dia (Ya’qub) berkata, ‘Sesungguhnya aku merasa sedih kamu membawanya pergi, dan aku khawatir serigala akan memakannya sementara kamu lengah darinya.'”

قَالُوْا لَىِٕنْ اَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ عُصْبَةٌ اِنَّآ اِذًا لَّخٰسِرُوْنَ

Latinnya: Qālū la’in akalahuż-żi’bu wa naḥnu ‘uṣbatun innā iżal lakhāsirūn(a).

14. Artinya: “Mereka berkata, ‘Jika serigala memangsanya, padahal kami kelompok yang kuat, sungguh kami termasuk orang-orang yang merugi.'”

فَلَمَّا ذَهَبُوْا بِهٖ وَاَجْمَعُوْٓا اَنْ يَّجْعَلُوْهُ فِيْ غَيٰبَتِ الْجُبِّۚ وَاَوْحَيْنَآ اِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِاَمْرِهِمْ هٰذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ

Latinnya: Falammā żahabū bihī wa ajma’ū ay yaj’alūhu fī gayābati al-jubb(i), wa auḥainā ilayhi latunabbi’annahum bi-amrihim hāżā wa hum lā yasy’urūn(a).

15. Artinya: “Maka ketika mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur, Kami wahyukan kepadanya, ‘Engkau kelak pasti akan memberitahukan kepada mereka tentang perbuatan mereka ini, sedangkan mereka tidak menyadari.'”

وَجَآءُوْٓ اَبَاهُمْ عِشَآءً يَّبْكُوْنَ

Latinnya: Wa jā’ū abāhum ‘isyā’ay yabkūn(a).

16. Artinya: “(Kemudian) mereka datang kepada ayah mereka pada petang hari sambil menangis.”

Kandungan Surah Yusuf

Surah Yusuf memiliki banyak pelajaran penting yang sarat makna, terutama bagi umat Islam.

Berikut adalah beberapa kandungan dari surah Yusuf yang sudah kami rangkum dari buku Bingkisan Cantik untuk Ibu Hamil karangan Ulfah Khaerani:

  1. Ajaran tentang akhlak yang baik
  2. Keimanan kepada Allah SWT
  3. Ajaran tentang tauhid
  4. Pengabulan doa bagi orang yang ikhlas
  5. Mimpi yang baik berasal dari Allah SWT
  6. Kewajiban orang tua

Demikianlah bacaan surah Yusuf ayat 1-16 yang bisa diamalkan untuk ibu hamil, dengan harapan agar anak yang dikandung memiliki sifat-sifat baik dari Nabi Yusuf AS. Semoga bermanfaat.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

5 Hadits Rasulullah SAW tentang Anak, Panduan bagi Orang Tua


Jakarta

Islam menempatkan anak-anak pada posisi yang sangat mulia. Anak dianggap sebagai anugerah yang besar dan sumber kebahagiaan bagi orang tua. Bahkan, Islam menganjurkan umatnya untuk memiliki banyak anak melalui pernikahan, karena banyaknya anak dianggap membawa berkah, rezeki, dan kegembiraan.

Dalam Al-Qur’an, keberadaan anak-anak juga dijelaskan dalam berbagai ayat. Namun, tidak hanya Al-Qur’an yang berbicara tentang pentingnya anak, tetapi juga hadits Rasulullah tentang anak, yang memberikan petunjuk bagaimana seharusnya orang tua memperlakukan dan mendidik anak-anaknya. Para orang tua wajib simak hadits Rasulullah tentang anak berikut ini.

Hadits Rasulullah SAW tentang Anak

Mengutip buku Mendidik Buah Hati ala Rasulullah, berikut adalah hadits Rasulullah tentang anak yang wajib ditanamkan oleh orang tua pada anak-anaknya.


1. Menanamkan Nilai Tauhid pada Anak

Rasulullah SAW mengajarkan agar orangtua menanamkan nilai-nilai tauhid kepada anak-anak mereka. Salah satu cara untuk memulainya adalah dengan mengajarkan salat.

Dari Amar bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

“Perintahlah anak-anakmu mengerjakan salat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan salat saat mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahlah tempat tidur mereka (laki-laki dan perempuan).” (HR. Abu Daud)

2. Keutamaan Memiliki Anak Perempuan

Dalam Islam, perempuan wajib dihormati, baik itu anak-anak, remaja, maupun dewasa. Untuk itu, para orang tua wajib memuliakan anak perempuan mereka, karena anak tersebut memberikan keutamaan untuk kedua orang tuanya.

Dalam sebuah hadits disebutkan, “Ada seorang wanita yang datang menemuiku dengan membawa 2 anak perempuannya. Dia meminta-minta kepadaku, namun aku tidak mempunyai apa pun kecuali satu buah kurma. Kemudian aku berikan kurma itu padanya. Wanita tersebut menerima kurmanya dan membaginya menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya, sementara dia sendiri tidak ikut memakannya. Lalu wanita itu bangkit dan keluar bersama anaknya. Setelah itu, Nabi SAW datang dan aku ceritakan peristiwa tadi kepada beliau. Maka Nabi SAW bersabda,

“Barang siapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, kemudian dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang bagi siksa api neraka.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain, dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa, maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku.” (HR. Muslim)

3. Larangan Berbohong pada Anak

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kebohongan itu tidak pantas dilakukan dengan sungguh-sungguh ataupun main-main. Dan seorang ayah berjanji kepada anaknya, kemudian janji itu tidak dipenuhi,” (HR. Al-Hakim).

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berkata kepada anak kecil, ‘Kemarilah! Ambillah ini!’ Tetapi ia tidak memberikannya (walaupun anak tersebut sudah mendatanginya), maka itu termasuk perbuatan dusta,” (HR. Ahmad)

4. Memperlakukan Anak dengan Kasih Sayang

Rasulullah SAW mengingatkan umatnya untuk memperlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang. Orang tua dilarang membentak, memberi hukuman yang terlalu keras, atau melakukan tindakan kasar yang berlebihan. Meskipun anak berbuat kesalahan, orang tua tetap tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap mereka.

Dalam sebuah hadits disebutkan, suatu hari, datang seorang Arab kepada Nabi SAW, lalu ia berkata,

“Apakah kalian mencium anak laki-laki?” Lalu orang Arab tersebut menjawab, “Kami mencium mereka.” Maka Nabi saw berkata, “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rahmat/sayang dari hatimu.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits lain juga disebutkan, Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro bin Haabis At-Tamim yang sedang duduk. Maka Al-Aqro’ berkata,

“Aku memiliki sepuluh orang anak. Tidak seorang pun dari mereka yang pernah kucium.” Maka Rasulullah SAW melihat kepada Al-Aqro dan berkata,

“Kalau Allah tidak memberikanmu perasaan kasih sayang, apa yang dapat diperbuat-Nya untuk kamu? Barangsiapa yang tidak mempunyai kasih sayang kepada orang lain, dia tidak akan mendapat kasih sayang dari Allah.” (HR. Bukhari)

5. Berlaku Adil pada Anak

Dalam kitab Bulughul Maram-nya, Al-Hafizh Ibnu Hajar mengutip sebuah hadits dari An-Nu’man bin Basyir, ia berkata “Ayahku berangkat kepada Nabi untuk mempersaksikannya atas pemberiannya kepadaku. Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Apakah kamu telah melakukan ini kepada anakmu semuanya?” Ayahku menjawab, ‘Tidak.’ Rasulullah SAW bersabda,

‘Bertakwalah kepada Allah, dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu. Maka ayahku pulang dan menarik kembali pemberian itu.” (Muttafaq’alaih.)

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com