Tag Archives: ayahnya

Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Sahabat Nabi SAW yang Dijuluki Kepercayaan Umat



Jakarta

Abu Ubaidah bin al-Jarrah namanya. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang satu ini dikenal dengan pribadinya yang cerdas dan pemalu.

Mengutip dari 99 Kisah Menakjubkan di Alquran oleh Ridwan Abqary, Abu Ubaidah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Dirinya merupakan sosok yang baik hati, taat beribadah, serta rendah hati.

Abu Ubaidah berasal dari suku Quraisy keturunan Fihir. Karena keberaniannya itu, ia tidak pernah tertinggal saat umat Islam dan kafir Quraisy berperang.


Abu Ubaidah terus membela umat Islam dengan gagah untuk menjunjung kebenaran. Ia menjadi orang pertama yang digelari Amirul Umara yang artinya Perdana Menteri.

Dikisahkan dalam buku Ensiklopedia Biografis Sahabat Nabi susunan Muhammad Raji Hasan Kinas, Abu Ubaidah menjadi orang yang berdiri tegap di barisan Nabi Muhammad SAW saat Perang Badar berlangsung. Sementara itu, sang ayah yang bernama Abdullah bin Al Jarrah berada di barisan pasukan musyrikin.

Meski demikian, Abu Ubaidah terus menghindari sang ayah saat peperangan berlangsung. Sayangnya, ia ditakdirkan berhadapan dengan ayahnya sendiri dan harus mengalahkannya.

Sosoknya yang berani ini juga terlihat saat dirinya mengikuti Perang Uhud. Abu Ubaidah menolong Rasulullah SAW yang terkena serpihan besi akibat lemparan musuh.

Dengan gagah, Abu Ubaidah mencabut serpihan besi itu dengan giginya. Ini menyebabkan kedua giginya tanggal. Setelah kejadian ini, Abu Ubaidah digelari Amin al-Ummah yang berarti kepercayaan umat oleh Nabi Muhammad SAW.

Julukan lainnya yang diperoleh Abu Ubaidah adalah al-Qawiy al-Amin yang artinya yang kuat yang terpercaya. Gelar tersebut ia dapatkan karena mengikuti seluruh peperangan bersama sang rasul.

Abu Ubaidah juga sering ditunjuk sebagai pemimpin. Diceritakan oleh Urwah bin Az Zubair RA, ketika Perang Dzatus Salasil, Nabi Muhammad SAW mengangkat Amr bin Ash sebagai komandan pasukan.

Pasukan tersebut memasuki Syam dari arah Bala. Sementara itu, satu pasukan lainnya menyusul dari arah Qudha’ah. Melihat jumlah musuh yang sangat banyak membuat Amr bin Ash mengirim utusan menghadap Rasulullah SAW untuk meminta bantuan.

Mendengar hal itu, Nabi SAW lalu mengirim pasukan yang terdiri dari orang-orang Muhajirin. Di antara pasukan tersebut, sang rasul menunjuk Abu Ubadiah sebagai komandan.

Ketika pasukan Abu Ubadiah bertemu pasukan Amr, maka Amr bin Ash berkata,

“Aku adalah komandan karena aku yang meminta pasukan tambahan kepada Rasulullah SAW,”

Mendengar hal itu, orang-orang Muhajirin tidak setuju. Mereka lalu berkata,

“Bolehlah engkau menjadi komandan pasukanmu, tapi Abu Ubaidah tetap menjadi komandan pasukan Muhajirin,”

Amr lalu membantah, “Kalian adalah bala bantuan yang kuminta,”

Di tengah ketegangan itu, Abu Ubaidah menenghi mereka seraya berkata,

“Wahai Amr, harap engkau ketahui bahwa Rasulullah SAW berpesan kepadaku, ‘Jika engkau sudah bertemu rekanmu, hendaklah kalian saling mematuhi.’ Kalau memang engkau tidak mau patuh padaku, akulah yang akan patuh kepadamu,”

Selanjutnya, Abu Ubaidah menyerahkan kepemimpinan kepada Amr bin Ash. Sosok Abu Ubaidah yang lembut itu menandakan dirinya bijak dan tidak egois.

Abu Ubaidah wafat karena sakit kolera. Diterangkan dalam buku 125 Sahabat Nabi Muhammad oleh Mahmudah Mastur, ketika terjadi penaklukan negeri Syam, Abu Ubaidah juga ditujuk sebagai pemimpin.

Di sana, ia menetap cukup lama sebelum akhirnya wabah kolera merebak. Umar bin Khattab memerintahkannya untuk segera keluar dari sana, tapi Abu Ubaidah mengirim surat kepada Umar yang berisi:

“Wahai Umar, aku tidak ingin memikirkan diriku sendiri, sementara banyak orang lain yang tertimpa penyakit. Aku tidak ingin meninggalkan mereka sampai Allah putuskan perkara ini,”

Umar bin Khattab menangis membaca surat dari Abu Ubaidah. Setelahnya, ia meninggal dunia akibat kolera yang dideritanya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Muhammad Singkat dari Lahir sampai Wafat


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah pembawa risalah Islam, hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kisah hidupnya yang penuh hikmah, perjuangan, dan keteladanan, menjadi panduan bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan di dunia dan mencapai kebahagiaan di akhirat.

Kisah hidup Nabi Muhammad SAW, dari kelahiran hingga wafatnya, sarat dengan pelajaran berharga bagi umat manusia. Beliau adalah teladan dalam keimanan, ketaatan, dan juga akhlak yang mulia.

Kisah Nabi Muhammad

Berikut adalah riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang mengacu pada Sirah Nabawiyah karya Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, serta dirangkum dari kitab Al Wafa karya Ibnul Jauzi, Ar-Rahiq al-Makhtum Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, dan Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad karya Moenawar Chalil.


1. Lahir pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah

Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, menurut pendapat mayoritas. Para sejarawan menyebutkan bahwa Tahun Gajah bertepatan dengan tahun 570 atau 571 M.

Nama Tahun Gajah berasal dari serbuan pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Najasyi dari Habasyah di Yaman, bernama Abrahah bin Shabah. Pasukan tersebut datang ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah sekitar 50 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW lahir sebagai yatim, karena ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib, meninggal ketika beliau masih dalam kandungan ibunya, Aminah binti Wahb.

2. Dibersihkan Hatinya oleh Malaikat

Pada masa kecil, Nabi Muhammad SAW mengalami kejadian luar biasa saat tinggal bersama ibu susunya, Halimah. Ketika Rasulullah SAW dan anak Halimah, Abdullah, sedang menggembala kambing, tiba-tiba dua malaikat mendekatinya, membawa Nabi Muhammad SAW agak jauh dari tempat menggembala, lalu membelah dadanya dan membersihkan hatinya.

Abdullah yang berada dalam keadaan tergopoh-gopoh dan menangis, menceritakan kepada ibunya bahwa Rasulullah SAW ditangkap oleh dua orang berpakaian putih yang kemudian membaringkannya dan membelah perutnya.

3. Umur 6 Tahun Yatim Piatu

Saat Nabi Muhammad SAW berusia 6 tahun, ibunya wafat. Sehingga, beliau menjadi yatim piatu. Menurut riwayat Ibnu Abbas, ibunda Nabi Muhammad SAW wafat dalam perjalanan pulang ke Makkah setelah mengunjungi paman-pamannya dari Bani Adi bin An-Najjr di Madinah, tempat ayahnya dimakamkan.

4. Diasuh Kakeknya selama 2 Tahun

Setelah menjadi yatim piatu, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib, selama sekitar dua tahun. Kemudian, Abdul Muthalib juga wafat.

5. Diasuh Pamannya dan Ikut Berdagang

Nabi Muhammad SAW setelah itu diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Bersama pamannya, beliau belajar ketekunan dan kerja keras, bahkan ikut berdagang keluar Makkah.

6. Menikah dengan Khadijah pada Usia 25 Tahun

Pada usia 25 tahun, Nabi Muhammad SAW menikah dengan saudagar Khadijah binti Khuwailid bin Asad. Khadijah RA adalah wanita bijaksana, cerdas, dan dihormati. Menurut Ibnu Hisyam, mahar pernikahan mereka berupa 20 ekor unta betina muda. Khadijah RA adalah istri pertama Rasulullah SAW dan beliau tidak menikah lagi sampai Khadijah wafat.

7. Menerima Wahyu Pertama pada Usia 40 Tahun

Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW melakukan uzlah di Gua Hira. Dalam kesendirian tersebut, Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu pertama, yang menurut beberapa pendapat terjadi pada 17 Ramadan. Wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah AW adalah surah Al Alaq ayat 1-5.

8. Dakwah Sembunyi-sembunyi selama 3 Tahun

Setelah menerima wahyu, Rasulullah SAW berdakwah secara sembunyi-sembunyi di Makkah selama tiga tahun, mengajak orang-orang terdekat untuk memeluk Islam. Golongan pertama yang memeluk Islam adalah Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar as-Siddiq, yang kemudian dikenal sebagai as-sabiqunal awwalun.

9. Dakwah Terang-terangan di Makkah selama 10 Tahun

Rasulullah SAW kemudian diperintahkan berdakwah secara terang-terangan. Beliau memulai dakwah kepada Bani Hasyim dan di Bukit Shafa. Kaum kafir Quraisy dengan keras menolak dakwah beliau, mengejek, menghina, dan menyebut beliau sebagai orang gila. Kaum muslim juga mendapat serangan dari kaum kafir Quraisy.

10. Peristiwa Isra’ Miraj

Pada akhir masa dakwah di Makkah, Rasulullah SAW melakukan perjalanan spiritual bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian ke Sidratul Muntaha. Peristiwa ini dikenal sebagai Isra’ Miraj. Rasulullah SAW menerima kewajiban salat lima waktu dalam perjalanan tersebut.

11. Hijrah ke Madinah

Melihat situasi yang semakin tidak aman, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk hijrah atas perintah Allah SWT. Hijrah pertama kaum muslim ke Habasyah, dan kemudian dalam jumlah besar ke Madinah pada Jumat, 12 Rabiul Awal 1 H atau 622 M. Ada juga yang berpendapat bahwa peristiwa ini terjadi pada 2 Rabiul Awal.

12. Dakwah di Madinah selama 10 Tahun

Di Madinah, Rasulullah SAW berdakwah selama 10 tahun dengan strategi berbeda. Beliau membangun masjid sebagai pusat dakwah, membuat perjanjian dengan kaum Yahudi, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansar, serta membangun ekonomi rakyat dengan mendirikan pasar.

14. Melakukan Haji Wada pada 10 Hijriah

Rasulullah SAW melaksanakan haji pertama dan terakhir yang dikenal sebagai haji Wada pada tahun 10 H. Beliau juga menyampaikan khutbah terakhirnya pada haji itu.

15. Sakit Menjelang Wafat

Rasulullah SAW jatuh sakit tak lama setelah kembali dari haji Wada. Lima hari sebelum wafat, sakit beliau semakin parah dengan suhu tubuh yang tinggi dan rasa sakit yang amat dahsyat. Pada saat-saat menjelang wafat, beliau memberikan sejumlah wasiat kepada umat Islam.

16. Wafat pada Usia 63 Tahun

Pada usia 63 tahun, Nabi Muhammad SAW wafat di pangkuan istrinya, Sayyidah Aisyah. Menurut Tarikh Khulafa karya Imam as-Suyuthi, beliau wafat pada 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Ada pula pendapat yang menyebut tahun wafatnya adalah 10 H.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Ikut 100 Perang, Panglima Islam Ini Menangis karena Tak Syahid di Medan



Jakarta

Seorang panglima perang Islam menangis karena tak syahid di medan pertempuran. Ia dikenal sebagai panglima besar tersohor pada masanya.

Sosok panglima Islam yang menangis karena tidak syahid di medan perang adalah Khalid bin Walid. Khalid bahkan menyandang gelar Pedang Allah yang Terhunus atau Saifullah al-Maslul. Menukil dari buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, saking hebatnya ia dapat menyatukan Arabia untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Khalid lahir pada 592 M. Ayahnya berasal dari bani Makhzhum, salah satu marga terkemuka di suku Quraisy pada masa itu.


Semasa hidupnya, Khalid bin Walid terus memimpin pasukan Islam menuju kemenangan dan melakukan perluasan wilayah. Bahkan, tentara Romawi dan Persia dibuat kalang kabut olehnya.

Meski waktunya dihabiskan dalam peperangan, Khalid tidak mengalami syahid di medan tempur. Dikatakan dalam buku Khalid bin Walid: Panglima Islam Termasyhur susunan Indah Julianti, panglima perang besar Islam itu wafat karena sakit di atas ranjangnya.

Kala itu, wabah epidemik menyebar di Syria dan menyerang penduduk termasuk Khalid. Penyakit ini juga menewaskan anak-anak beliau.

Dikisahkan dalam buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya karya Ustaz Imam Mubarok bin Ali, jelang wafatnya Khalid bin Walid menangis karena harus meninggal di atas tempat tidur. Padahal, ia berharap dirinya bisa syahid di medan perang, terlebih sepanjang hidupnya ia habiskan untuk jihad di jalan Allah SWT.

Khalid berkata, “Aku telah turut serta dalam 100 perang atau kurang lebih demikian. Tidak ada satu jengkal pun di tubuhku, kecuali terdapat bekas luka pukulan pedang, hujaman tombak, atau tusukan anak panah. Namun lihatlah aku sekarang, akan wafat di atas tempat tidurku. Maka janganlah mata ini terpejam (wafat) sebagaimana terpejamnya mata orang-orang penakut. Tidak ada suatu amalan yang paling aku harapkan daripada laa ilaaha illallaah, dan aku terus menjaga kalimat tersebut (tidak berbuat syirik).”

Mengacu pada karya Rizem Aizid yang bertajuk Dua Pedang Pembela Nabi SAW, perkataan perkataan Khalid bin Walid ini dikutip dari Kitab Khulashah Tadzhib Tahdzibul Kamal oleh Shafiyuddin al-Anshari.

Wafatnya Khalid bin Walid ini sekitar empat tahun setelah diberhentikan dari jabatannya oleh Khalifah Umar bin Khattab. Panglima perang Islam tersohor itu meninggal pada usia 57 tahun, tahun 642 M dan dimakamkan di Homs, Suriah, tempat tinggalnya sejak pemecatannya dari karir militernya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Nabi Zakaria AS yang Sabar, Dikaruniai Anak di Usia Senja


Jakarta

Nabi Zakaria AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui dalam Islam. Ia merupakan keturunan dari Nabi Sulaiman AS.

Sebagai utusan Allah SWT, Nabi Zakaria AS berdakwah kepada bani Israil dan menyerukan untuk menyembah sang Khalik semata. Alih-alih patuh, bani Israil justru membangkang dan enggan beriman kepada Allah SWT.

Mengutip dari buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul yang disusun oleh Ridwan Abdullah Sani, kisah terkait Nabi Zakaria AS tercantum dalam surah Maryam ayat 2-15 serta surah Ali Imran ayat 38-41. Ia sangat mendambakan seorang keturunan untuk meneruskan dakwahnya, karena di usia senja Zakaria AS belum juga dikaruniai seorang anak.


Nabi Zakaria AS Berdoa agar Memiliki Keturunan

Sang nabi terus berdoa kepada Allah SWT memohon agar diberi keturunan untuk meneruskan tugas dan dakwahnya memimpin bani Israil. Nabi Zakaria AS khawatir jika sewaktu-waktu ia wafat, tidak ada yang menggantikannya dan kaumnya kehilangan pemimpin hingga berujung ingkar kepada Allah SWT.

Selayaknya manusia, Nabi Zakaria AS juga tidak ingin keturunannya terputus.

Nabi Zakaria AS bermunajat kepada Allah SWT. Doanya tercantum dalam surah Maryam ayat 4-6,

“Ya Tuhanku berikanlah aku seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian dari keluarga Yaqub, yang akan meneruskan pimpinan dan tuntunanku kepada Bani Israil. Aku khawatir bahwa sepeninggalku nanti anggota-anggota keluargaku akan rusak kembali aqidah dan imannya bila aku tinggalkan mereka tanpa seorang pemimpin yang akan menggantikan aku. Ya Tuhanku, tulangku telah menjadi lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, sedang istriku adalah seorang perempuan yang mandul, namun kekuasaan-Mu adalah di atas segala kekuasaan dan aku tidak jemu-jemunya berdoa kepadamu memohon rahmat-Mu mengaruniakan kepadaku seorang putra yang saleh yang Engkau ridai.” (QS Maryam 4-6)

Atas kuasa sang Khalik, Allah SWT menjawab doa Nabi Zakaria AS sebagaimana tersemat dalam surah Maryam ayat 7,

“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS Maryam: 7)

Benar saja, ia dikaruniai keturunan yang juga merupakan seorang nabi yaitu Yahya AS. Padahal, selain usia Nabi Zakaria AS yang menginjak 90 tahun, istrinya yang bernama Hanna juga mandul.

Namun, atas kuasa Allah SWT justru beliau diberikan keturunan yang saleh sekaligus utusan Allah SWT. Nama Yahya diberikan langsung oleh Allah SWT.

Wafatnya Nabi Zakaria AS

Terkait wafatnya Nabi Zakaria AS ada berbagai versi keterangan yang berbeda. Menukil dari Qashash Al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan H Dudi Rosyadi, Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa sang nabi meninggal secara wajar, namun sebagian mengatakan ia dibunuh.

Abdul Mun’im bin Idris bin Sinan dari ayahnya yang meriwayatkan dari Wahab bin Munabbih dari Mukhtashar Tarikh Dimasyqa menceritakan kala itu Nabi Zakaria AS sedang melarikan diri dari penganiayaan kaumnya.

Tempat pelariannya adalah kebun yang ditumbuhi pepohonan di Baitul Maqdis. Pepohonan itu memanggilnya, “Wahai Nabi Allah, silakan datang ke dekatku.”

Tanpa pikir panjang, Nabi Zakaria AS mendekat. Pepohonan tersebut membuka dirinya dan memungkinkan Nabi Zakaria AS bersembunyi di dalamnya.

Saksi mata, iblis, melihat ini dan mengambil sepotong kain dari pakaian Nabi Zakaria AS. Ia membawa kain tersebut keluar dari tumbuhan untuk membuktikan keberadaan Nabi Zakaria AS kepada kaum yang mencarinya.

Akhirnya, kaumnya yang mengetahui keberadaan Nabi Zakaria AS memutuskan untuk menebang pohon dengan menggergajinya.

“Setelah kaumnya mengetahui bahwa dia berada dalam pohon tersebut, mereka mengambil gergaji dan mulai menebang pohon itu,” demikian cerita dari Wahab.

Hingga saat gergaji tersebut hampir mengenai Nabi Zakaria AS, Allah SWT memberikan wahyu untuknya, “Apabila eranganmu tidak berhenti, maka Aku akan membalikkan negerimu dan semua orang yang ada di atasnya.”

Pada saat itulah, erangan Nabi Zakaria AS berhenti dan pohon pun terbelah menjadi dua bersamaan dengan Nabi Zakaria AS.

Namun, pada pendapat lainnya dari Ishaq bin Bisyr yang meriwayatkan dari Idris bin Sinan, dari Wahab bin Munabbih. Wahab mengatakan, “Orang yang diselubungi oleh pohon tersebut adalah Yesaya, sementara Zakaria meninggal dunia secara wajar. Wallahu a’lam.”

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Mukjizat Nabi Yahya AS dan Kisah Kelahirannya yang Istimewa


Jakarta

Nabi Yahya AS adalah anak Nabi Zakaria AS. Ia banyak mewarisi keilmuan tentang agama dari ayahnya sehingga kemudian dia juga diangkat sebagai Nabi oleh Allah SWT.

Sejak kecil, Nabi Yahya AS telah diajarkan Taurat oleh ayahnya dan mulai mendakwahkannya. Ayah dan anak ini menjadi guru bagi kaum Bani Israil dalam berbagai hal.

Sebagai seorang Nabi, tentu saja Nabi Yahya AS memiliki mukjizat sebagai tanda kenabiannya. Lalu, apa saja mukjizat Nabi Yahya AS?


Kisah Nabi Yahya AS

Menukil buku Mukjizat Nabi: Yahya & Isa oleh Eka Satria P. dan Arif Hidayah, Nabi Yahya AS adalah puta semata wayang Nabi Zakaria AS. Ketika Nabi Yahya AS lahir, Nabi Zakaria AS sudah tua dan hal yang tidak mungkin bagi seorang Nabi Zakaria AS untuk memiliki anak.

Karena itu, kelahiran Nabi Yahya AS adalah mukjizat dari Allah SWT. Pada saat itu Nabi Zakaria AS berdoa kepada Allah SWT, meminta dengan tulus dikarunia seorang anak yang baik.

Doa Nabi Zakaria AS itu dikabulkan Allah SWT. Malaikat Jibril memberi tahu kabar gembira itu, “Sesungguhnya Allah memberi kabar gembira kepadamu dengan kelahiran seorang anak yang bernama Yahya. Dia akan menjadi nabi dari keturunan orang soleh.”

Allah SWT menganugerahkan kepandaian pada Nabi Yahya AS. Nabi Yahya AS pun menjadi orang terpandai pada zamannya. Pada saat itu pun, Allah SWT memerintahkan Nabi Yahya AS membaca kitab Taurat sebagaimana yang tertuang dalam surat Maryam ayat 12 berikut ini:

يَٰيَحْيَىٰ خُذِ ٱلْكِتَٰبَ بِقُوَّةٍ ۖ وَءَاتَيْنَٰهُ ٱلْحُكْمَ صَبِيًّا

Artinya: “Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak,”

Dengan kepandaiannya itu, Nabi Yahya AS dapat menyampaikan ajaran Allah SWT, hingga sanggup menjelaskan berbagai rahasia agama kepada kaumnya. Nabi Yahya AS membimbing dan mengingatkan agar senantiasa berada di jalan yang benar, jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Selain itu, Nabi Yahya AS juga seorang yang sangat mencintai makhluk hidup dan alam. Sejak masih kecil, Nabi Yahya AS gemar memberi makan burung dan binatang lainnya.

Ketika Nabi Yahya AS dewasa, kepandaian dan kasih sayangnya terhadap segala hal pun semakin bertambah. Beliau pun semakin beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Mukjizat Nabi Yahya AS

Mukjizat merupakan tanda kenabian seorang Nabi. Nabi Yahya AS memiliki beberapa mukjizat mengutip dari buku Kisah Menakjubkan 25 Nabi dan Rasul karya Watiek Ideo.

1. Memiliki Ilmu yang Luas

Pada zamannya, Nabi Yahya AS dikenal sebagai memiliki ilmu yang luas dan orang yang terpandai. Sejak kanak-kanak, Nabi Yahya AS sudah gemar membaca.

2. Menghafal Taurat saat Masih Anak-Anak

Mukjizat Nabi Yahya satu ini diabadikan kisahnya dalam surat Maryam ayat 12-13, Allah berfirman:

يٰيَحۡيٰى خُذِ الۡكِتٰبَ بِقُوَّةٍؕ وَاٰتَيۡنٰهُ الۡحُكۡمَ صَبِيًّا ۙ‏ ١٢ وَّحَنَانًـا مِّنۡ لَّدُنَّا وَزَكٰوةً ؕ وَّكَانَ تَقِيًّا ۙ‏ ١٣

Artinya: “Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah)1 Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya)2 selagi dia masih kanak-kanak, dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia adalah seorang yang bertakwa.”

3. Ditakuti Binatang Buas

Sifat Nabi Yahya AS yang penuh kasih terhadap semua makhluk di bumi membuatnya dicintai dan dihormati oleh semua makhluk, termasuk binatang buas.

Diceritakan saat Nabi Yahya AS sedang berdzikir di dalam gua dan sedang dalam keadaan khusyuk hingga tidak sadar akan kehadiran binatang buas yang sedang menghampirinya. Binatang buas itu kemudian pergi setelah melihat manusia di depannya adalah Nabi Yahya.

4. Dilindungi dari Dosa

Dengan kecerdasannya, Nabi Yahya AS mampu menghafalkan Taurat saat masih kanak-kanak dan akhirnya beliau tumbuh menjadi manusia yang sangat bertakwa. Oleh karena itu, beliau dilindungi oleh Allah SWT dari perbuatan maksiat, bahkan setan pun tidak mampu menggodanya.

Dalam sebuah hadits juga disebutkan oleh Nabi SAW,

“Tidak ada seorang pun dari anak cucu Adam melainkan pernah berbuat dosa atau berkeinginan berbuat dosa selain Yahya bin Zakaria.” (HR Ahmad)

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Cerita tentang Nabi Muhammad Singkat dan Penuh Hikmah


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir utusan Allah SWT. Semasa hidup, beliau mendapat banyak cobaan terutama saat berdakwah kepada kaumnya.

Membaca cerita tentang nabi Muhammad SAW sama halnya dengan mengikuti jejak beliau, sebagaimana firman Allah SWT bahwa ada suri teladan pada diri Rasulullah SAW.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢١


Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS Al Ahzab: 21)

Cerita Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Ajen Dianawati, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal yang bertepatan dengan tahun pasukan gajah menyerang Kota Makkah.

Nabi Muhammad SAW lahir dari keluarga terhormat. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, ibunya bernama Aminah binti Wahab.

Abdullah merupakan seorang saudagar yang bepergian ke kota Syam. Ketika singgah di Madinah, beliau jatuh sakit, dan meninggal dunia di sana. Kala itu, Nabi Muhammad SAW masih dalam kandungan.

Setelah Rasulullah SAW lahir, ibunya segera menyerahkannya kepada Halimah Sa’diah untuk disusukan. Hal ini lantaran budaya di Arab, menyerahkan anak mereka kepada ibu-ibu di pedesaaan, supaya anak-anak yang lahir ini akan merasakan udara segar di desa dan kehidupan sederhana mereka.

Empat tahun lamanya Rasulullah SAW diasuh oleh Halimah Sa’diah. Tepat di usia 6 tahun beliau dikembalikan kepada ibu aslinya (Aminah).

Cerita Masa Kanak-kanak Nabi Muhammad SAW

Setelah kembali kepada ibunya, setiap tahun Nabi Muhammad SAW selalu dibawa oleh ibunya ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya sekaligus bertemu dengan sanak saudaranya di sana.

Pada saat perjalanan pulang dari Madinah, di suatu tempat bernama Abwa (desa terletak antara Makkah dan Madinah), ibunya jatuh sakit lalu meninggal dunia di tempat ini.

Maka, sejak saat itu Nabi Muhammad SAW menjadi yatim-piatu. Beliau kemudian diasuh oleh kakeknya bernama Abdul Muthalib, seorang terkemuka di Kota Makkah. Sayangnya kebersamaan ini tak bertahan lama karena sang kakek meninggal dunia 2 tahun setelah itu.

Lalu, berdasarkan wasiat kakeknya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya bernama Abu Thalib (ayah Ali bin Abi Thalib).

Berbeda dengan kakeknya, paman Rasulullah SAW mempunyai banyak anak dan ekonominya kurang, untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya, paman nabi seringkali berdagang pergi ke negeri Syam.

Perjalanan Pertama Nabi Muhammad SAW

Ketika usia Nabi Muhammad SAW mencapai 13 tahun, barulah beliau diizinkan pamannya untuk ikut berdagang ke Syam. Dalam perjalanan, mereka singgah di suatu desa dan bertemu dengan seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira.

Buhaira berkata kepada paman Nabi SAW, “Sesungguhnya anak saudara ini akan mendapatkan kedudukan yang tinggi, maka segeralah pulang dan jagalah ia dari serangan orang-orang Yahudi.”

Mengikuti perkataan pendeta tersebut, paman Nabi Muhmmad SAW segera membawa pulang nabi kembali ke Kota Makkah.

Cerita Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Hadits-hadits Tarbiyah karya Wafi Marzuqi Ammar, ada 2 peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad SAW. Pertama ketika masih kecil dan kedua saat pengangkatan menjadi nabi.

Pembelahan Pertama

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya, Rasulullah menceritakan, ketika usianya mendekati delapan tahun, beliau keluar mengembala kambing bersama saudara laki-lakinya radha’nya. Sedangkan ibu radha’nya yang menyusui keduanya adalah Halimah Sa’diah.

Ketika nabi bersama saudaranya sedang mengembala kambing di padang pasir, tiba-tiba dua malaikat berpakaian putih turun dari langit. Keduanya mengambil Rasulullah SAW dan membaringkannya di tanah. Ketika Muhammad SAW sudah berbaring di tanah, keduanya membelah dada beliau.

Pembelahan Kedua

Adapun cerita pembelahan dada Nabi Muhammad SAW yang kedua terdapat dalam hadits di bawah ini.

Anas bin Malik RA berkata, “Kami pernah melihat bekas jahitan pada dada beliau.” Karenanya dada beliau tampak lapang dan luar, tidak pernah marah kecuali terhadap hal-hal yang melanggar ketentuan Allah SWT.

Sebagaimana firman Allah SWt dalam surah Al Qalam ayat 4

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ٤

Artinya: “Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Cerita Masa-masa Sulit Dakwah Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira saat beliau berumur 40 tahun. Sejak setelah itu, beliau diperintahkan berdakwah.

Wahyu pertama Nabi Muhammad SAW adalah surah Al ‘Alaq ayat 1-5.

Perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW tidak mudah. Dalam sejumlah kitab sirah nabawiyah dikatakan, Nabi Muhammad SAW harus berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama hampir tiga tahun di Makkah. Ini dilakukan untuk menjaga keselamatan umatnya dari kekejaman orang-orang kafir.

Hingga akhirnya beliau berdakwah secara terang-terangan. Dakwah ini berlangsung selama 10 tahun.

Kekejaman kaum kafir quraisy tak juga berhenti. Rasulullah SAW mendapat penolakan sana-sini dan para pengikutnya mendapat ancaman kekerasan dari orang-orang kafir.

Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk hijrah meninggalkan Makkah. Hijrah berlangsung secara bertahap. Nabi Muhammad SAW akhirnya tiba di Madinah dan berdakwah di sana selama 10 tahun sebelum akhirnya wafat.

Cerita Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Menurut buku 30 Kisah Nabi Muhammad SAW: Perjalanan Hidup Sang Rasul dari Lahir hingga Wafat karya Ali Muakhir, menjelang akhir hayat, Nabi Muhammad SAW datang ke masjid untuk salat berjamaah. Sambil dipapah oleh dua orang laki-laki, Abu Bakar sebagai imam sempat mundur, tetapi Rasulullah SAW memberi isyarat supaya tetap menjadi imam salat.

Setelah salat, Nabi Muhammad SAW minta didudukkan di samping Abu Bakar RA. “Dudukan aku di samping Abu Bakar,” pinta Nabi Muhammad SAW kepada kedua orang yang memapahnya.

Saat itu, tanda kepergian Nabi Muhammad SAW sudah tampak. Beliau pun memanggil Fatimah, putri yang amat disayanginya. Beliau membisikan sesuatu kepada Fatimah hingga membuatnya menangis.

“Apa yang Rasulullah SAW bisikkan kepadamu, Fatimah?” tanya Aisyah penasaran.

“Beliau berbisik bahwa beliau akan segera wafat, maka aku menangis. Beliau berbisik bahwa aku keluarga pertama yang akan menyusul beliau, maka aku tersenyum,” ungkap Fatimah yang membuat dada Aisyah sesak.

Kemudian, Aisyah menyandarkan tubuh Nabi Muhammad SAW di pangkuannya. Saat itu, di tangan Abdurrahman bin Abu Bakar ada siwak, Aisyah yang jeli menyadari bahwa pandangan Nabi Muhammad SAW tertuju kepada siwak tersebut, sehingga Aisyah mengambil siwak.

Aisyah lantas melunakan siwak itu dan menggosokannya ke gigi Baginda Nabi Muhammad SAW, bersamaan dengan Rasulullah SAW yang memasukan kedua tangannya ke dalam bejana berisi air di sampingnya.

“Laa ilaha illallah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya,” katanya.

Beliau mengangkat kedua tangan, pandangan matanya tertuju pada langit-langit, dan kedua bibirnya bergerak-gerak. Aisyah mencoba mendengar apa yang beliau katakan. “Ya Allah ampunilah aku; rahmatilah aku; dan pertemukanlah aku dengan Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi.” Beliau mengulang kalimat terakhir tiga kali, lalu kedua tangannya tergolek lemas. Beliau meninggal dunia. Beliau kembali ke pangkuan ilahi Rabbi, zat pemilik alam semesta beserta isinya.

Beliau meninggal saat waktu Dhuha sedang memanas, pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal, tahun 11 Hijriah. Ketika itu, beliau berusia 63 tahun lebih 4 hari. Semua sahabat berduka, begitu pun umat Islam di seluruh dunia.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ayyub Lengkap yang Sabar Hadapi Ujian Hidup


Jakarta

Nabi Ayyub AS adalah seorang nabi yang dikaruniai harta berlimpah oleh Allah SWT. Namun, dengan harta yang berlimpah, Nabi Ayyub AS tidak pernah sekali saja merasa sombong.

Merangkum Kisah Nabi Ayyub oleh Yayat Sri Hayati, alkisah sekitar 1420-1540 SM, hiduplah Nabi Ayyub AS. Beliau ditugaskan Allah SWT untuk berdakwah di Haran, Syam.

Nabi Ayyub AS masih keturunan dari Nabi Ishaq AS dan ayahnya adalah seseorang yang kaya raya. Ayahnya memiliki peternakan serta perkebunan yang luas, dan saat ayahnya wafat, semua itu diwariskan ke Nabi Ayyub AS.


Meskipun hidup dengan limpahan karunia dari Allah SWT, tidak membuat Nabi Ayyub AS luput dari ujian dan cobaan. Merangkum buku Cerita Teladan 25 Nabi dan Rasul karya Iip Syarifah, berikut kisahnya.

Diuji Kekayaan Harta

Nabi Ayyub AS adalah keturunan orang kaya yang diwariskan ayahnya setelah wafat. Nabi Ayyub AS menikah dengan cucu Nabi Yusuf AS, Rahmah, mereka hidup bahagia dan dikaruniai banyak anak.

Karunia lainnya yang dianugerahi Allah SWT kepada Nabi Ayyub AS adalah hewan ternak yang banyak, kebun yang luas, taman-taman yang indah dan harta lainnya yang semakin melimpah. Selain harta, Nabi Yusuf AS juga dikaruniai kesehatan, istri yang salihah dan cantik, serta keturunan yang taat.

Hidup dengan harta yang banyak justru tidak membuat Nabi Ayyub AS lalai dan sombong, melainkan semakin banyak hartanya semakin dermawan beliau kepada orang lain. Semakin banyak karunia Allah SWT kepadanya, semakin taat Nabi Ayyub AS dan keluarganya kepada Allah SWT.

Akhlak mulia menghiasi diri Nabi Ayyub AS, sehingga Nabi Ayyub dihormati dan disukai banyak orang. Nabi Ayyub AS sangat paham jika kekayaan yang dititipkan Allah SWT kepadanya harus dipergunakan sesuai dengan ketentuan-Nya.

Diuji Kehilangan Anak dan Kesehatan

Iblis mulai mengancam Nabi Ayyub AS. Mulai dari ketika anak-anak Nabi Ayyub AS sedang berada di rumah saudaranya, iblis merobohkan rumah itu sehingga semua anak Nabi Ayyub AS meninggal.

Nabi Ayyub AS yang mendapat kabar jika semua anaknya sudah meninggal, menerimanya dengan sabar tenang. Beliau sangat yakin bahwa anak-anaknya adalah milik Allah SWT, jadi kapan pun Allah SWT dapat mengambilnya.

Iblis yang merasa gagal pada percobaan pertamanya kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menaburkan benih-benih penyakit ke dalam tubuh Nabi Ayyub AS. Akibatnya, Nabi Ayyub AS menderita berbagai jenis penyakit hingga tubuhnya tampak semakin kurus, tenaganya semakin lemah dan wajahnya menjadi pucat.

Karena penyakit yang dideritanya, Nabi Ayyub AS dijauhi oleh orang-orang karena penyakit yang dideritanya dapat menular dengan cepat lewat sentuhan. Beliau terasingkan dan hanya istrinya yang menemani.

Iblis berencana menghasut istri Nabi Ayyub AS dengan menyamar sebagai teman dekat Nabi Ayyub AS. Iblis membanding-bandingkan kehidupan Nabi Ayyub AS yang lampau ketika masih kaya raya, sehat dan dihormati banyak orang dengan kondisi saat ini.

Setelahnya, Rahmah mendekati sang suami yang tengah kesakitan kemudian meminta Nabi Ayyub AS berdoa kepada Allah SWT agar dibebaskan dari kesengsaraan dan penderitaan yang mereka alami. Dan Nabi Ayyub menjawab,

“Aku malu memohon kepada Allah untuk membebaskan kita dari kesengsaraan dan penderitaan ini. Padahal, kebahagiaan yang telah Allah berikan lebih lama. Jika engkau telah termakan hasutan dan bujukan iblis sehingga imanmu mulai menipis dan merasa kesal menerima takdir dan ketentuan Allah ini, tunggulah ganjaranmu kelak jika aku telah sembuh dan kekuatan badanku pulih kembali. Tinggalkanlah aku seorang diri di tempat ini sampai Allah menentukan takdir-Nya.”

Doa Nabi Ayyub

Setelah ditinggalkan oleh istrinya, Nabi Ayyub AS tinggal seorang diri di rumahnya tidak ada yang menemani. Cobaan tersebut justru membuat kesabaran dan keimanan Nabi Ayyub AS semakin bertambah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Anas disebutkan bahwa Nabi Ayyub AS menjalani ujian tersebut selama 18 tahun.

Pada suatu hari, singgahlah pemikiran setan dibenaknya yang membisikkan untuk berhenti bersabar dan terus membisikkan keputusasaan. Pada akhirnya, Nabi Ayyub AS berhasil menghalau pikiran setan tersebut. Nabi Ayyub AS kemudian mengadu dan berdoa kepada Allah SWT:

وَاذْكُرْ عَبْدَنَآ اَيُّوْبَۘ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الشَّيْطٰنُ بِنُصْبٍ وَّعَذَابٍۗ

Artiya: Ingatlah hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku telah diganggu setan dengan penderitaan dan siksaan (rasa sakit).” (QS Sad: 41)

Setelah melewati masa-masa sulit, akhirnya Allah SWT menerima doa Nabi Ayyub AS yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman. Allah SWT berfirman:

اُرْكُضْ بِرِجْلِكَۚ هٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَّشَرَابٌ

Artinya: “Entakkanlah kakimu (ke bumi)! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.” (QS Sad: 42)

Nabi AS Ayyub bergegas mandi dan minum dari air tersebut. Dengan izin Allah SWT, Nabi Ayyub langsung sembuh dari penyakitnya dan beliau terlihat lebih sehat serta kuat dari sebelumnya.

Pada saat yang sama, istri yang telah diusir dan meninggalkan beliau seorang diri merasa tidak sampai hati lebih lama berada jauh dari suaminya. Namun, ia hampir tidak mengenali Nabi Ayyub AS yang kini ada di hadapannya dengan Nabi Ayyub AS yang terakhir kali ia lihat sebelum pergi.

Rahmah langsung memeluk sang suami dan bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya. Allah SWT telah mengembalikan kesehatan suaminya, bahkan lebih baik dari sebelumnya.

Nabi Ayyub AS saat sakit telah bersumpah akan mencambuk istrinya 100 kali jika telah sembuh. Ia merasa wajib untuk melaksanakan sumpahnya, tetapi ia merasa kasihan kepada istrinya yang telah menunjukkan kesetiaan dan menemani dalam keadaan suka maupun duka.

Akhirnya, Allah SWT berfirman kepada Nabi Ayyub AS untuk memberikan jalan keluar terbaik,

وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِّهٖ وَلَا تَحْنَثْۗ اِنَّا وَجَدْنٰهُ صَابِرًاۗ نِعْمَ الْعَبْدُۗ اِنَّهٗٓ اَوَّابٌ

Artinya: Ambillah dengan tanganmu seikat rumput, lalu pukullah (istrimu) dengannya dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya). (QS Sad: 44)

Allah membalas kesabaran dan keteguhan iman Nabi Ayyub AS dengan memulihkan kesehatannya, mengembalikan kekayaan dan harta bendanya, kesabaran serta anak yang jumlahnya lebih banyak.

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Saat Dakwah Nabi Nuh Dicemooh oleh Umatnya Sendiri


Jakarta

Dalam sejarah Islam, cerita Nabi Nuh AS dikenal sebagai salah satu Rasul yang menghadapi tantangan terbesar dalam menyebarkan ajaran tauhid. Selama ratusan tahun, beliau berdakwah dengan penuh kesabaran, namun sayangnya, hanya sedikit orang yang bersedia mengikuti ajarannya dan beriman kepada Allah SWT.

Umatnya sering kali mencemooh dan menolak pesan-pesan yang disampaikannya, menganggap dakwahnya sebagai sebuah kebodohan.

Kisah Nabi Nuh Berdakwah

Nabi Nuh AS memiliki nama lengkap Nuh bin Lamik bin Muttawsyalakh bin Khanukh (Idris AS) bin Yarid bin Mahylayil bin Qanin bin Anusy bin Syaits bin Adam AS dan lahir 146 tahun setelah wafatnya Nabi Adam AS.


Diceritakan dalam buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul oleh M. Arief Hakim, bahwa kaum Nabi Nuh AS, yang dikenal sebagai bani Rasib, terkenal dengan sifat congkak dan zalim.

Mereka terperangkap dalam kemewahan yang dikaruniakan oleh Allah SWT dan menjadikan kekayaan sebagai ukuran utama martabat dan harga diri manusia. Pada masa itu, kaum fakir miskin sering diremehkan dan mengalami penindasan.

Bahkan, saking besarnya kesombongan mereka, para budak dan hewan pun menjadi saksi dari ketidakadilan tersebut. Meski begitu, Nabi Nuh AS tetap berdakwah dengan penuh kesabaran untuk mengajak kaumnya kembali kepada ajaran tauhid.

Menurut Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa yang diterjemahkan oleh H. Dudi Rosyadi, Nabi Nuh AS diutus untuk menghapus kesesatan dan kegelapan yang melanda kaumnya, bani Rasib, yang juga menyembah patung-patung orang saleh seperti Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr, serta meminta berkah dan rezeki dari mereka.

Dakwah Nabi Nuh AS berlangsung sangat lama, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Ankabut ayat 14.

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ ١٤

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim.”

Selama 950 tahun, Nabi Nuh AS berdakwah dengan segala usaha, tanpa mengenal waktu, baik siang maupun malam, dalam keadaan sepi atau ramai, dengan membawa kabar gembira maupun peringatan. Meskipun demikian, kaum Nuh AS tetap saja berada dalam kesesatan dan berlaku kejam.

Banyak di antara mereka yang justru menolak Nabi Nuh AS. Merasa putus asa, Nabi Nuh AS akhirnya berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surah Asy-Syu’ara ayat 117-118.

قَالَ رَبِّ اِنَّ قَوْمِيْ كَذَّبُوْنِۖ ١١٧ فَافْتَحْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَّنَجِّنِيْ وَمَنْ مَّعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ١١٨

Artinya: Dia (Nuh) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakanku. Maka, berilah keputusan antara aku dan mereka serta selamatkanlah aku dan orang-orang mukmin bersamaku.”

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membangun sebuah bahtera besar agar beliau dan para pengikutnya dapat diselamatkan dari azab yang akan diturunkan. Selama proses pembangunan bahtera, Nabi Nuh AS terus-menerus mendapatkan ejekan dan cemoohan dari bani Rasib.

Meskipun begitu, beliau tidak pernah merasa putus asa dan tetap bersemangat menyelesaikan kapal tersebut.

Setelah bahtera itu selesai, Allah SWT memenuhi janji-Nya. Bahtera yang besar itu tidak hanya membawa kaum muslimin, tetapi juga berbagai jenis hewan.

Kemudian, Allah SWT menurunkan hujan deras dari langit selama 40 hari 40 malam, dan memerintahkan bumi untuk mengeluarkan air dari segala penjuru sehingga seluruh permukaan bumi tertutup oleh air. Banjir yang sangat besar ini menyebabkan air naik tinggi hingga membentuk gelombang seperti gunung. Bahtera itu terombang-ambing di tengah banjir yang menenggelamkan kaum kafir.

Istri dan Anak Nabi Nuh yang Durhaka

Nabi Nuh AS memiliki istri dan anak yang durhaka, keduanya menolak ajaran tauhid yang dibawanya. Meskipun Nabi Nuh AS berusaha sekuat tenaga untuk mengajak mereka ke jalan yang benar, mereka tetap berpaling dan tidak mau menerima dakwahnya.

Dikutip dari buku Ulumul Qur’an: Kajian Kisah-kisah Wanita dalam Al-Qur’an karya Muhammad Roihan Nasution, kisah pembangkangan istri Nabi Nuh diceritakan Allah SWT dalam surah At-Tahrim ayat 10:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

Artinya: “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): ‘Masuklah ke dalam jahanam bersama orang-orang yang masuk (neraka jahanam)’.”

Istri Nabi Nuh AS yang durhaka juga melahirkan anak yang membangkang kepada ayahnya. Anak Nabi Nuh AS, seperti yang diceritakan dalam Al-Qur’an, menolak untuk naik ke dalam bahtera, sehingga ia akhirnya terseret dalam banjir besar. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 43:

قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ

Artinya: “Anaknya menjawab ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!’ Nuh berkata ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang’. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.”

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Sosok Anak Nabi yang Masuk Neraka karena Tak Hiraukan Ayahnya


Jakarta

Tak semua anak nabi berada dalam jalan yang benar mengikuti jejak sang ayah. Ada yang ingkar dan menolak dakwah ayahnya hingga akhirnya masuk neraka.

Salah satu anak nabi yang masuk neraka adalah Kan’an. Ia adalah anak Nabi Nuh AS. Meskipun ayahnya adalah seorang Nabi yang diutus untuk menyelamatkan umatnya, anak Nabi Nuh AS memilih jalan yang berbeda.

Dalam momen penting saat bahtera Nuh sedang disiapkan, anaknya menolak untuk naik, sehingga ia tenggelam bersama kaum yang ingkar dan dikisahkan masuk neraka sebagai balasan atas keingkarannya.


Kisah anak Nabi Nuh AS ini diabadikan dalam Al-Qur’an. Berikut kisah selengkapnya.

Kisah Kan’an Putra Nabi Nuh AS

Dikutip dari buku Memang Untuk Dibaca: 100 Kisah Islami Inspiratif Pembangun Jiwa tulisan Rian Hidayat, anak Nabi Nuh AS yang bernama Kan’an berbeda dengan saudara-saudaranya yang beriman, seperti Sam, Ham, dan Yafits. Kan’an memilih jalan yang berbeda yakni jalan kekafiran.

Sebagai anak Nabi, keputusan Kan’an untuk kafir tentu menjadi perhatian, namun Al-Qur’an dengan jelas menggambarkan bahwa setiap manusia dewasa bertanggung jawab atas pilihan keimanannya sendiri. Nabi Nuh AS, meskipun seorang Nabi, tidak dapat memaksakan hidayah kepada anaknya. Kan’an memilih untuk mengingkari ajaran yang dibawa ayahnya, dan sebagai akibatnya, ia termasuk golongan yang akan mendapatkan azab Allah SWT.

Saat perintah Allah SWT datang untuk membangun bahtera guna menyelamatkan kaum beriman dari banjir besar yang akan menjadi azab bagi kaum kafir, Nabi Nuh AS dengan taat melaksanakan perintah itu. Bahtera besar tersebut siap menampung siapa pun yang beriman kepada Allah SWT dan mengikuti ajaran Nabi Nuh AS.

Namun, di saat genting, ketika air banjir mulai meninggi, Kan’an tetap dalam kekafirannya. Ia memilih untuk tidak menaati perintah Allah SWT dan ajakan ayahnya, Nabi Nuh AS, dan justru berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dengan mendaki gunung yang tinggi. Ia yakin bahwa gunung tersebut akan melindunginya dari banjir besar yang datang.

Namun, seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 42-45, usaha Kan’an sia-sia. Ketika Nabi Nuh AS melihat anaknya berada di tempat yang jauh dari bahtera, beliau memanggil dengan penuh kasih, mengajak Kan’an untuk naik ke bahtera bersama kaum beriman.

Nabi Nuh AS memohon dengan mengatakan, “Hai anakku, naiklah bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang yang kafir.” Akan tetapi, dengan penuh kesombongan, Kan’an menjawab bahwa ia akan berlindung di gunung yang tinggi, yang menurutnya akan menyelamatkannya dari air bah.

Nabi Nuh AS menegaskan bahwa tak ada yang dapat menyelamatkan dari azab Allah SWT, kecuali rahmat-Nya. Pada akhirnya, gelombang besar air banjir menghantam Kan’an, menenggelamkannya bersama kaum kafir lainnya yang menolak ajaran Allah SWT. Dengan ini, Kan’an menjadi salah satu yang mendapatkan azab dari Allah SWT karena kekafirannya, meskipun ia adalah anak seorang nabi.

Setelah Kan’an tenggelam, Nabi Nuh AS merasa sangat sedih. Beliau berdoa kepada Allah SWT dan menyebut Kan’an sebagai bagian dari keluarganya. Dalam doanya, Nabi Nuh AS berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah benar, dan Engkau adalah Hakim yang paling adil.”

Larangan Durhaka kepada Orang Tua

Kisah durhaka kepada orang tua, seperti yang terlihat pada cerita Kan’an, adalah pelajaran berharga yang mengingatkan muslim akan pentingnya menghormati dan mematuhi orang tua. Dalam kisah ini, Kan’an, putra Nabi Nuh AS, dengan tegas menolak ajaran yang disampaikan ayahnya untuk beriman kepada Allah SWT. Sikap pembangkangannya ini membawa konsekuensi berat, ia akhirnya tenggelam dalam banjir besar sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT.

Larangan durhaka kepada orang tua sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Dikutip dari buku Aqidah Akhlaq yang ditulis oleh Ahmad Kusaeri, orang tua memiliki tugas mulia dalam membimbing anak-anak mereka ke jalan yang benar, dengan penuh cinta dan kesabaran.

Setiap orang tua pasti berharap anaknya menjadi pribadi yang saleh, berbakti, dan membawa kebaikan. Oleh karena itu, penting bagi seorang anak untuk mendengarkan nasihat dan arahan orang tuanya, karena nasihat tersebut diberikan untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat.

Anak yang durhaka pada orang tua, sebagaimana digambarkan dalam kisah Kan’an, akan ditinggalkan dan tidak akan diselamatkan dari kecelakaan hidup. Allah SWT memperingatkan bahwa pembangkangan seperti ini membawa dampak buruk, bukan hanya bagi si anak, tetapi juga bagi keluarga dan lingkungannya.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Peran Umar bin Abdul Aziz di Balik Kesuksesan Bani Umayyah


Jakarta

Sejarah mencatat nama Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi sosok penting di balik kejayaan Islam era Bani Umayyah. Peran Umar bin Abdul Aziz selama menjadi Khalifah Bani Umayyah lebih berfokus kepada perbaikan secara internal di saat khalifah sebelumnya berfokus kepada perluasan daerah saja.

Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz dalam memerintah membuatnya dijuluki Khulafaur Rasyidin kelima. Berikut uraian lengkapnya.

Biografi Umar bin Abdul Aziz

Menukil buku Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas 7 oleh Dr. H. Muradi dkk, Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di Halwan, dekat Kairo. Ia lahir ketika sang ayah, Abdul Aziz, menjabat sebagai Gubernur Mesir.


Berdasarkan garis keturunan, Umar memiliki hubungan darah dengan Khalifah Umar bin Khattab. Sebab ibunya bernama Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab.

Pada masa kecilnya, Umar bin Abdul Aziz tinggal menetap di rumah paman-pamannya di Madinah dan memperoleh pendidikan yang baik dari mereka. Banyak ilmu agama yang diperolehnya, seperti ilmu hadits, Al-Qur’an dan lainnya.

Selain menguasai ilmu hadits, beliau juga menguasai ilmu Al-Qur’an. Umar bin Abdul Aziz sudah mampu menghafal dan mengkajinya sejak kecil.

Setelah ayahnya wafat, Umar bin Abdul Aziz diminta Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk ke Damaskus. Di kota ini, Umar bin Abdul Aziz menikahi Fatimah, putri Khalifah Abdul Malik bin Marwan.

Dari kota inilah ia meniti karier politiknya sebagai pejabat penting pemerintahan, ia dipercaya menjadi gubernur di Hijaz, yakni Makkah dan Madinah. Meskipun kariernya berjalan lancar tanpa cacat, ia mendapat fitnah dari Hajjaj bin Yusuf yang menuduhnya melindungi pemberontak yang berasal dari Iraq. Umar bin Abdul Aziz akhirnya dipecat.

Pemecatan tersebut tidak diambil pusing oleh Umar bin Abdul Aziz. Dirinya tidak sama sekali memiliki ambisi sebagai pemimpin.

Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah

Mengutip kembali dari buku yang sama, sebelum wafat, Sulaiman bin Abdul Malik telah menunjuk sepupunya, Umar bin Abdul Aziz, sebagai Khalifah Bani Umayyah. Penunjukkan Umar bin Abdul Aziz dilakukan setelah Sulaiman melakukan diskusi dengan para penasihatnya.

Setelah menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz merubah seluruh sikap dan gaya hidupnya. Hal ini disebabkan oleh perasaan sedihnya memikirkan masih banyak masyarakat yang miskin dan kelaparan, orang-orang yang sakit, orang-orang yang tertindas dan teraniaya.

Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai seseorang yang menyukai kemewahan dan musik. Tetapi, setelah menjadi khalifah, semua hal itu ditinggalkan, memilih hidup sederhana bahkan harta miliknya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum.

Sayangnya, Umar bin Abdul Aziz hanya menjabat sebagai khalifah selama 29 bulan. Ia meninggal tragis akibat diracuni oleh budaknya.

Banyak pejabat dari masa kekhalifahan sebelumnya yang dirugikan oleh kebijakan baru Umar bin Abdul Aziz, dan diduga terlibat dalam konspirasi untuk membunuhnya. Dengan janji seribu dinar dan kebebasan, budak Umar setuju untuk meracuni majikannya.

Peran Umar bin Abdul Aziz saat Menjadi Pemimpin

Menukil buku Biografi Umar bin Abdul Aziz karya Muhammad Ash-Shallabi, berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya yang berfokus pada perluasan wilayah, Umar bin Abdul Aziz fokus pada perbaikan internal. Pada bidang perekonomian berusaha menstabilkan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Hal yang pertama ia lakukan saat menjadi khalifah adalah mengembalikan seluruh harta-hartanya yang berjumlah 40.000 dinar ke Baitul Mal. Ia sadar bahwa harta peninggalan ayahnya adalah hak masyarakat sebab harta tersebut di antaranya adalah harta yang didapatkan dari perkampungan Fadak, sebuah desa yang berada di utara Makkah yang sejak Rasulullah wafat dijadikan milik negara.

Namun Marwan bin Hakam (Khalifah keempat Bani Umayyah) telah memasukkan harta tersebut sebagai milik pribadi dan diwariskan ke anak-anaknya. Umar memandang bahwa harta itu bukan milik pribadi melainkan milik negara, sehingga harus dikembalikan ke negara.

Selain itu, agar masyarakat dapat berdagang dengan baik, Umar bin Abdul Aziz juga memberikan fasilitas seperti pembangunan jembatan dan perbaikan jalan umum yang dilewati masyarakat. Pembangun tersebut tidak memungut biaya kepada masyarakat sepeser pun.

Untuk menaikkan produksi di bidang pertanian, ia melarang adanya jual beli tanah kharaj dan menjadikan sebagai harta fai, sebab tanpa kharaj adalah tanah milik masyarakat bukan milik pribadi. Dengan adanya larangan jual beli tanah kharaj membuat masyarakat dapat mengembangkan lahannya sehingga tidak hanya bergantung pada bantuan saja melainkan juga dapat meningkatkan perekonomiannya sendiri.

Kemudian dibangunnya fasilitas untuk menunjang proses pertanian seperti membangun sumber air baru, saluran air untuk membantu pengairan pada pertanian. Para petani dikenakan pajak sesuai dengan kemampuan yaitu melihat kondisi musim, apakah dalam posisi musim subur atau tidak.

Kebijakan tersebut membuahkan hasil yang menguntungkan di pasar global untuk perdagangan, mengingat biaya produk pertanian jadi lebih mudah diakses oleh konsumen. Hal ini menyebabkan lonjakan permintaan pasar dan transaksi keuangan.

Pada bidang perdagangan, selain menghapus pajak petani, Umar bin Abdul Aziz membangun tempat peristirahatan untuk para pedagang. Ia bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk membangun akomodasi bagi muslim yang bepergian, termasuk penginapan, perawatan kesehatan dan bantuan keuangan untuk korban perampokan, bersama dengan bantuan perawatan kesehatan bagi hewan mereka.

Pada pengalokasian pengeluaran Umar bin Abdul Aziz benar-benar mengutamakan untuk keperluan masyarakatnya dan juga mensejahterakan masyarakatnya. Kesejahteraan rakyat adalah yang utama bahkan dalam sejarah Umar bin Abdul Aziz hanya meninggalkan harta warisan 18 dinar untuk 11 orang anaknya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com