Tag Archives: bani umayyah

Kisah Utsman bin Affan yang Masuk Islam Atas Ajakan Abu Bakar



Yogyakarta

Utsman bin Affan adalah salah seorang sahabat Nabi dan khulafaur rasyidin ketiga setelah Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Utsman bin Affan dilahirkan dari keluarga suku Quraisy Bani Umayyah dan hidup di tengah-tengah masyarakat jahiliyah.

Disebutkan dalam buku Biografi Utsman bin Affan oleh Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, Utsman bin Affan termasuk salah satu Assabiqunal Awwalun, yaitu golongan orang-orang yang pertama masuk Islam. Ia adalah umat laki-laki keempat yang masuk Islam, setelah Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah.

Utsman bin Affan masuk Islam atas ajakan Abu Bakar ash-Shiddiq. Saat Rasulullah SAW diangkat menjadi Nabi, Utsman berusia 34 tahun. Tidak ada perasaan bimbang dalam dirinya untuk segera memeluk Islam dan masuk ke agama Allah SWT.


Ajakan Abu Bakar kepada Utsman bin Affan untuk Masuk Islam

Mengutip dari buku Tarikh Khulafa karya Ibrahim Al-Quraibi, Utsman bin Affan memiliki bibi yang bernama Sa’da binti Kuraiz, seorang peramal di masa Jahiliyah. Bibinya pernah menyampaikan kepada Utsman mengenai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Sa’da mengatakan bahwa Muhammad itu berada di pihak yang benar serta agama yang diajarkannya akan unggul dan mengalahkan seluruh kaum yang memusuhinya. Pernyataan bibinya tersebut selalu terngiang dalam benaknya. Kemudian ia mendapati Abu Bakar yang sedang sendirian lalu duduk di sampingnya.

Abu Bakar yang melihat kegundahan Utsman bin Affan kemudian bertanya tentang persoalannya. Lantas, Utsman menceritakan semua hal yang didengar dari bibinya.

Abu Bakar kemudian berkata, “Celakalah engkau wahai Utsman! Demi Allah engkau adalah orang yang punya tekad kuat. Tidak sulit bagimu membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Bukanlah berhala-berhala yang disembah kaum mu itu hanyalah batu yang tuli, tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, tidak bisa mencelakai, dan tidak bisa memberikan pertolongan?”

Utsman menjawab, “Benar. Demi Allah, begitulah berhala-berhala itu.”

Abu Bakar lalu melanjutkan, “Demi Allah, bibimu telah berkata benar kepadamu. Sesungguhnya, Muhammad bin Abdullah telah diutus oleh Allah dengan risalah-Nya untuk segenap makhluk. Apakah engkau mau menemui beliau dan mendengar penyampaian beliau?”

Utsman langsung menjawab dengan yakin, “Ya, aku mau.”

Tak selang lama, Rasulullah SAW bersama Ali bin Abi Thalib lewat. Abu Bakar pun langsung berdiri menghampiri beliau dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Ketika duduk, Rasulullah SAW menghadap Utsman lalu beliau bersabda, “Wahai Utsman, sambutlah panggilan Allah menuju surga-Nya. Sesungguhnya aku adalah utusan-Nya kepadamu dan seluruh makhluk-Nya.”

Utsman menuturkan, “Ketika mendengar ucapan beliau, aku tidak bisa menahan diri untuk masuk Islam dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.”

Keislaman Utsman bin Affan

Sama halnya dengan orang-orang yang telah masuk Islam lainnya, ketika kaumnya mendengar dan mengetahui keislaman Utsman bin Affan, ia mendapat penentangan dan tekanan yang keras dari kaumnya, Bani Abdusy Syams. Penentangan tersebut terutama berasal dari pamannya sendiri, Hakam bin Ash bin Umayyah.

Dikisahkan dalam buku Utsman bin Affan Ra. karya Abdul Syukur al-Azizi, Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim bin Harits at-Taimi, ia mengisahkan bahwa sewaktu Utsman bin Affan memeluk Islam, pamannya menangkapnya lalu membelenggunya dengan tali.

Pamannya mengatakan, “Apakah kamu membenci agama nenek moyangmu sehingga mengganti dengan agama baru? Demi Tuhan, tidak akan kulepas belenggumu sampai kamu meninggalkan agama yang kau anut sekarang!”

Utsman bin Affan menjawab dengan tegas, “Demi Allah, aku tidak akan pernah meninggalkan agamaku ini selama-lamanya. Aku juga tidak akan berpisah dari nabiku sepanjang hayat.”

Melihat keteguhan Utsman bin Affan r.a. dalam memegang agama barunya, Hakam pun meninggalkannya.

Semenara dalam riwayat lain, diceritakan bahwa Utsman bin Affan merupakan pemuda Quraisy terkemuka yang memiliki harta melimpah, berakhlak mulia, dan memiliki nasab yang terhormat di antara kaumnya.

Namun, setelah orang-orang mengetahui keislaman Utsman bin Affan, mereka menjadi membencinya. Mereka menganggap apabila seseorang laki-laki sekaliber Utsman masuk Islam, maka keislamannya akan membuat banyak pemuda di Makkah ikut masuk Islam dan meniru jejaknya.

Seperti banyak sahabat lainnya yang disiksa karena keislamannya, Utsman bin Affan juga mengalami nasib serupa. Disebutkan dalam riwayat, Utsman bin Affan diikat dengan tali-tali dan tidak diberi makan oleh pamannya, Hakam bin Ash.

Pamannya berkata padanya, “Kembalilah kepada agama bapak-bapakmu! Demi Allah aku tidak akan meninggalkanmu sampai kamu meninggalkan agama Muhammad!”

Namun, Utsman tetap teguh dengan pilihannya memeluk agama Rasulullah SAW. Ia sabar dan rela menanggung siksaan agar tetap berada di jalan-Nya. Hakam tidak menemukan cara penyiksaan lain selain siksaan setan.

Konon, ia juga pernah membungkus Utsman bin Affan dengan tikar lalu menyalakan api di bawahnya hingga keluar asap. Akibatnya, Utsman r.a. hampir tercekik mati tetapi tetap tidak bergeming. Ia berteriak dengan lantang, “Tidak! Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku, aku tidak akan berpisah dengan Nabiku!”

Setiap pamannya menambah siksaan pada dirinya, maka bertambah pula keteguhan Utsman bin Affan dalam memegang agamanya. Pada akhirnya, pamannya putus asa dalam menyiksa sehingga ia meninggalkan Utsman r.a. begitu saja.

Itulah kisah Utsman bin Affan yang masuk Islam atas ajakan Abu Bakar. Meskipun mendapatkan penyiksaan dari kaum dan pamannya sendiri, ia tetap memegang teguh keislamannya.

Hal tersebut juga dapat dijadikan sebagai teladan bagi umat muslim agar menjadi pribadi layaknya Utsman bin Affan yang kuat meyakini keimanannya dan ikhlas melakukan perjuangan karena Allah SWT.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Sosok Panglima Perang Islam yang Berhasil Taklukan Andalusia



Jakarta

Thariq bin Ziyad adalah salah satu panglima perang Islam yang paling tersohor pada masanya. Bahkan, namanya diabadikan sebagai nama selat yang memisahkan Maroko dan Spanyol (Selat Gibraltar dalam bahasa Spanyol).

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, Thariq termasuk panglima terkuat Islam. Ia berasal dari Kerajaan Umawiyah atau Bani Umayyah dan dikenal sebagai penakluk Andalusia.

Nama lengkapnya adalah Thariq bin Abdullah bin Wanamu Az-Zanati. Ada juga yang menyebut namanya Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Wwalghu bin Warfajum bin Nabarghasan bin Walhas bin Yatufat bin Nafzaw.


Thariq bin Ziyad lahir pada 50 H atau 670 M di Khenchela, Aljazair dari kabilah Nafzah. Pendapat lain mengatakan Thariq berasal dari kabilah Barbar yang tinggal di Maroko. Ada juga yang menyebut Thariq keturunan Bani Hamdan di Persia hingga bangsa Vandals.

Meski demikian, Thariq bin Ziyad bukan berasal dari Arab Saudi. Namanya dikenal sebagai panglima perang Islam pada masa Kekhalifahan Umayyah.

Thariq bin Ziyad memimpin perang ekspansi ke Andalusia, Spanyol. Pada ekspansi itu, Thariq tampil sebagai pahlawan Islam yang sukses menaklukan Andalusia.

Turut diceritakan dalam buku Peradaban Islam di Eropa dari Penaklukan Andalusia hingga Runtuhnya Kekhalifahan Umayyah oleh Ari Ghorir Atiq, penaklukan Andalus telah lama direncanakan dalam pemerintahan Islam. Musa bin Nushair lalu memerintahkan Thariq untuk berangkat ke Andalus.

Pada 711 M, Thariq menjadi pemimpin dalam penaklukan atas wilayah Al-Andalus. Ia beserta pasukannya mendarat di gunung yang disebut Jabal Thariq.

Sebelum peperangan bermula, Thariq memerintahkan pasukannya membakar kapal setelah pendaratan. Tujuannya agar tidak ada pilihan baginya dan pasukannya untuk mundur.

Setelahnya, Thariq berpidato di depan bala tentaranya. Pidato itu membuat pasukannya semakin semangat dan menggebu-gebu untuk menaklukan Andalusia.

Akhirnya, ia membagi para tentara menjadi beberapa kelompok dan menuju ke tempat yang telah ditentukan. Walau jumlah pasukannya kalah besar dengan musuh yang dihadapi, mereka yakin kemenangan berpihak pada mereka.

Strategi yang ia gunakan untuk penaklukan Andalusia cukup menarik. Thariq membagi pasukannya menjadi empat kelompok yaitu pasukan pemanah yang berada di garda depan, pasukan berkuda yang bertugas menggempur musuh dari sayap kiri, pasukan pejalan kaki yang menyebrang dari sayap kanan dan pasukan yang dipimpin oleh Thariq.

Benar saja, peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Thariq dan Andalus berhasil ditaklukan. Thariq bin Ziyad menorehkan sejarah monumental yang belum pernah terjadi di tanah Andalus maupun negeri-negeri Maghribi atau lima negara di Afrika Utara.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Peran Umar bin Abdul Aziz di Balik Kesuksesan Bani Umayyah


Jakarta

Sejarah mencatat nama Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi sosok penting di balik kejayaan Islam era Bani Umayyah. Peran Umar bin Abdul Aziz selama menjadi Khalifah Bani Umayyah lebih berfokus kepada perbaikan secara internal di saat khalifah sebelumnya berfokus kepada perluasan daerah saja.

Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz dalam memerintah membuatnya dijuluki Khulafaur Rasyidin kelima. Berikut uraian lengkapnya.

Biografi Umar bin Abdul Aziz

Menukil buku Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas 7 oleh Dr. H. Muradi dkk, Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di Halwan, dekat Kairo. Ia lahir ketika sang ayah, Abdul Aziz, menjabat sebagai Gubernur Mesir.


Berdasarkan garis keturunan, Umar memiliki hubungan darah dengan Khalifah Umar bin Khattab. Sebab ibunya bernama Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab.

Pada masa kecilnya, Umar bin Abdul Aziz tinggal menetap di rumah paman-pamannya di Madinah dan memperoleh pendidikan yang baik dari mereka. Banyak ilmu agama yang diperolehnya, seperti ilmu hadits, Al-Qur’an dan lainnya.

Selain menguasai ilmu hadits, beliau juga menguasai ilmu Al-Qur’an. Umar bin Abdul Aziz sudah mampu menghafal dan mengkajinya sejak kecil.

Setelah ayahnya wafat, Umar bin Abdul Aziz diminta Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk ke Damaskus. Di kota ini, Umar bin Abdul Aziz menikahi Fatimah, putri Khalifah Abdul Malik bin Marwan.

Dari kota inilah ia meniti karier politiknya sebagai pejabat penting pemerintahan, ia dipercaya menjadi gubernur di Hijaz, yakni Makkah dan Madinah. Meskipun kariernya berjalan lancar tanpa cacat, ia mendapat fitnah dari Hajjaj bin Yusuf yang menuduhnya melindungi pemberontak yang berasal dari Iraq. Umar bin Abdul Aziz akhirnya dipecat.

Pemecatan tersebut tidak diambil pusing oleh Umar bin Abdul Aziz. Dirinya tidak sama sekali memiliki ambisi sebagai pemimpin.

Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah

Mengutip kembali dari buku yang sama, sebelum wafat, Sulaiman bin Abdul Malik telah menunjuk sepupunya, Umar bin Abdul Aziz, sebagai Khalifah Bani Umayyah. Penunjukkan Umar bin Abdul Aziz dilakukan setelah Sulaiman melakukan diskusi dengan para penasihatnya.

Setelah menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz merubah seluruh sikap dan gaya hidupnya. Hal ini disebabkan oleh perasaan sedihnya memikirkan masih banyak masyarakat yang miskin dan kelaparan, orang-orang yang sakit, orang-orang yang tertindas dan teraniaya.

Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai seseorang yang menyukai kemewahan dan musik. Tetapi, setelah menjadi khalifah, semua hal itu ditinggalkan, memilih hidup sederhana bahkan harta miliknya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum.

Sayangnya, Umar bin Abdul Aziz hanya menjabat sebagai khalifah selama 29 bulan. Ia meninggal tragis akibat diracuni oleh budaknya.

Banyak pejabat dari masa kekhalifahan sebelumnya yang dirugikan oleh kebijakan baru Umar bin Abdul Aziz, dan diduga terlibat dalam konspirasi untuk membunuhnya. Dengan janji seribu dinar dan kebebasan, budak Umar setuju untuk meracuni majikannya.

Peran Umar bin Abdul Aziz saat Menjadi Pemimpin

Menukil buku Biografi Umar bin Abdul Aziz karya Muhammad Ash-Shallabi, berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya yang berfokus pada perluasan wilayah, Umar bin Abdul Aziz fokus pada perbaikan internal. Pada bidang perekonomian berusaha menstabilkan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Hal yang pertama ia lakukan saat menjadi khalifah adalah mengembalikan seluruh harta-hartanya yang berjumlah 40.000 dinar ke Baitul Mal. Ia sadar bahwa harta peninggalan ayahnya adalah hak masyarakat sebab harta tersebut di antaranya adalah harta yang didapatkan dari perkampungan Fadak, sebuah desa yang berada di utara Makkah yang sejak Rasulullah wafat dijadikan milik negara.

Namun Marwan bin Hakam (Khalifah keempat Bani Umayyah) telah memasukkan harta tersebut sebagai milik pribadi dan diwariskan ke anak-anaknya. Umar memandang bahwa harta itu bukan milik pribadi melainkan milik negara, sehingga harus dikembalikan ke negara.

Selain itu, agar masyarakat dapat berdagang dengan baik, Umar bin Abdul Aziz juga memberikan fasilitas seperti pembangunan jembatan dan perbaikan jalan umum yang dilewati masyarakat. Pembangun tersebut tidak memungut biaya kepada masyarakat sepeser pun.

Untuk menaikkan produksi di bidang pertanian, ia melarang adanya jual beli tanah kharaj dan menjadikan sebagai harta fai, sebab tanpa kharaj adalah tanah milik masyarakat bukan milik pribadi. Dengan adanya larangan jual beli tanah kharaj membuat masyarakat dapat mengembangkan lahannya sehingga tidak hanya bergantung pada bantuan saja melainkan juga dapat meningkatkan perekonomiannya sendiri.

Kemudian dibangunnya fasilitas untuk menunjang proses pertanian seperti membangun sumber air baru, saluran air untuk membantu pengairan pada pertanian. Para petani dikenakan pajak sesuai dengan kemampuan yaitu melihat kondisi musim, apakah dalam posisi musim subur atau tidak.

Kebijakan tersebut membuahkan hasil yang menguntungkan di pasar global untuk perdagangan, mengingat biaya produk pertanian jadi lebih mudah diakses oleh konsumen. Hal ini menyebabkan lonjakan permintaan pasar dan transaksi keuangan.

Pada bidang perdagangan, selain menghapus pajak petani, Umar bin Abdul Aziz membangun tempat peristirahatan untuk para pedagang. Ia bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk membangun akomodasi bagi muslim yang bepergian, termasuk penginapan, perawatan kesehatan dan bantuan keuangan untuk korban perampokan, bersama dengan bantuan perawatan kesehatan bagi hewan mereka.

Pada pengalokasian pengeluaran Umar bin Abdul Aziz benar-benar mengutamakan untuk keperluan masyarakatnya dan juga mensejahterakan masyarakatnya. Kesejahteraan rakyat adalah yang utama bahkan dalam sejarah Umar bin Abdul Aziz hanya meninggalkan harta warisan 18 dinar untuk 11 orang anaknya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com