Tag Archives: Belum

Ketahanan Psikologis (Qalbu) Itulah Ketahanan Fisik



Jakarta

Seorang yang mengenalkan diri sebagai pakar ilmu penyakit dalam, Doktor internist/ahli penyakit dalam senior, bertutur di sebuah podcast. Rupanya beliau ingin menjauhkan masyarakat dari penyakit yang belum mudah ditangani sampai saat ini. Diabetes Mellitus (DM).

Ialah penyakit yang ditandai dengan naiknya kadar gula darah. Penanganan yang belum mudah, setidaknya jika menggunakan metode kedokteran yang umum berlaku. Kasusnya terus-menerus meningkat. Di seluruh dunia.

Menurut pakar tersebut, bahwa tingginya kadar gula bisa disebabkan oleh konsumsi di luar gula.
Cuplikan podcast itu di-forward oleh mantan staf administrasi suatu institusi medis. Mantan staf administrasi Puskesmas yang berlokasi di pedalaman Kalimantan Selatan. Dikomunikasikan melalui WA group.


Menurut pakar itu, sebab kenaikan gula darah yang bukan karena banyak mengonsumsi gula ada empat.
No. 1 rokok, no. 2 nya alkohol, no. 3 nya kortikosteroid atau obat-obatan yang berahiran …son. no. 4 yang terakhir disebutkannya karena stres.

Sontak seorang mantan pimpinannya meluruskan informasi itu.
“Penyebab utama meningkatnya kadar gula adalah stres. Gangguan keseimbangan psikis. Stres yang menyebakan kadar gula meningkat bisa karena stres yang berkepanjangan. Stres ringan tapi sambung-menyambung. Atau stres yang singkat tetapi berat. Individu yang bisa mengalami stres demikian adalah individu dengan tipe kepribadian sering merasa kecewa, suka berprasangka buruk, banyak pesimis, dan sikap yang suka paranoid/parno. Berat ringan kualitas stres, bergantung kepada persepsi masing-masing individu. Sangat subyektif. Sementara satu orang stres demikian biasa-biasa saja, sedang orang yang berbeda bisa menganggapnya sudah berat”.

Merokok bisa merupakan dampak samping stres. Merokok bisa merupakan bentuk pengalihan stres, bukan sebab utama. Demikian juga alkohol. Ia seringkali merupakan salah satu metode pengalihan stres. Sedangkan hormon kortikosteroid yang disebut berakhiran …son, adalah hormon yang meningkat tajam pada orang-orang yang mengalami stres, terutama stres yang berat.

Secara empiris mudah dibuktikan bahwa, orang yang merokok tidak selalu karena stres.
Demikian juga orang yang mengonsumsi minuman beralkohol, tidak harus orang yang stres.
Sedangkan kadar kortikosteroid sudah otomatis meningkat pesat pada orang yang mengalami stres yang berat. Walau tidak mengonsumsi obat-obat kortikosteroid.
Stres berat akan memantik orang untuk merokok, minum alkohol, dan meningkatkan kadar hormon stres, hormon kortikosteroid di dalam tubuhnya.

Jadi stres merupakan penyebab pasti, penyebab dasar peningkatan kadar gula darah.

Pemahaman ini penting untuk mengingatkan siapa pun. Agar lebih fokus melihat sisi psikis sebagai sumber persoalan. Sedangkan sisi fisik seringkali hanyalah sebagai akibat, dampak negatif atau risiko.

Di dalam Islam, konsep yang dimajukan sebagai konsep sehat adalah sehat qalbu. Sehat psikologis, sehat karakter, sehat akhlak.

Bahwa baik-buruknya manusia, sehat-sakitnya manusia hanya bergantung kepada qalbu-nya, bergantung kepada karakternya, bergantung pada akhlaknya.

Karakter hanya memiliki sepasang nilai. Baik atau buruk. Karakter baik sesuai dengan karakter sehat. Karakter baik adalah karakter aman, sesuai dengan orang yang kuat imannya, tidak mudah stres, stabil, tenang, senang, bahagia. Karakter demikian dimiliki oleh individu yang memiliki imunitas yang tinggi. Individu demikian tidak mudah sakit, jika terlanjur sakit gampang sembuh.

Stres, adalah kondisi psikologis yang mengantar individu memiliki kadar radikal bebas meningkat pesat. Radikal bebas yang tinggi menjadi agen pengrusakan tubuh. Radikal bebas yang jumlahnya massif bisa sangat mengancam.

Terkait peningkatan kadar gula darah pada individu tertentu, memang korelatif dengan kemampuan pankreas dalam memproduksi insulin. Pankreas bisa ‘kelelahan’, karena hormon insulin yang diproduksinya ‘mandul’. Ini terjadi bila reseptor insulin di sel-sel tubuhnya ‘abai’ atau resistent, tak mampu mengenali insulin yang mengomunikasikan sinyal ‘beri’ jalan.

Organ pankreas, jika dilihat sesuai dengan cara pandang kedokteran Timur. Sesuai dengan individu yang memiliki sikap dominan suka parno, sering pesimis, penuh ragu, lebih membayang kepada kemungkinan buruk yang akan dialaminya. Ciri utama pemilik karakter ini ialah mudah cemas. Cemas adalah salah satu bentuk stres yang paling unggul di dunia.

Merujuk kepada The Big Five Personality Traits di dalam psikologi, tipe karakter manusia ada lima. Tipe yang mana yang dominan pada seorang individu, maka itulah tipe karakternya.
Orang yang paling mudah menderita kadar gula yang tinggi adalah orang yang memiliki tipe karakter conscientiousness.

Kedokteran Timur memiliki kesesuaian dengan psikologi yang memilah karakter dalam lima tipe. Kedokteran Timur menyebutnya sebagai Teori U-sing (baca: wusing, artinya lima organ). Ada karakter tipe organ jantung, tipe pankreas, tipe ginjal, tipe paru, dan tipe liver/hati. Orang yang berisiko tinggi menderita DM adalah orang yang berkarakter pankreas.

Kesimpulan: Jika sebab dasar setiap penyakit adalah buruknya karakter, bukankah jalan mudah mengatasinya adalah menggantinya dengan karakter yang baik? Karakter yang baik, akhlak yang baik akan meningkatkan imunitas tubuh, meningkatkan ketahanan fisik.

Semoga setiap kita senantiasa berkenan memiliki karakter yang terbaik, supaya tidak mudah sakit, aamiin!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Catatan (Kesuksesan) Pelaksanaan Ibadah Haji 2024



Jakarta

Haji merupakan salah satu ibadah yang termasuk ke dalam Rukun Islam yang kelima. Salah satu syarat melaksanakan ibadah haji adalah sebuah kemampuan, baik secara finansial, fisik, dan mental. Meski dengan syarat tersebut, setiap tahun, jutaan jemaah haji berdatangan ke tanah suci Mekkah, Arab Saudi, untuk melaksanakan ibadah tahunan ini, yang hanya wajib dilakukan oleh seorang Muslim satu kali dalam seumur hidupnya.

Pelaksanaan ibadah haji dikoordinir oleh Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI) bekerjasama dengan pihak penyelenggara haji dari Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi. Pada tahun ini saya berkesempatan melaksanakan ibadah haji ke tanah suci dan menyaksikan bagaimana panitia haji yang disebut dengan Daerah Kerja (Daker) Kemenag RI ini bekerja hampir 24 jam selama pelaksanaan ibadah haji dipimpin langsung oleh Menteri Agama RI. Para petugas haji ini begitu antusias, semangat, dan sukses dalam menjalankan tugasnya.

Kesuksesan pelaksanaan haji ini terlihat dari berbagai hal, pertama, adalah controlling secara online. Era digital ini mensyaratkan kita untuk melakukan sesuatu yang bukan hanya dilaksanakan secara luring, namun juga di waktu yang sama dilaksanakan dengan cara daring. Petugas haji Indonesia, melakukan kontrol terhadap banyak aspek dengan cara online. Sehingga kemudian di waktu yang bersamaan, jika terjadi masalah dapat langsung diselesaikan dengan cepat dan tepat. Sistem Risk Management diterapkan dengan sangat baik, sehingga pelaksanaan ibadah haji tahun ini sukses.


Kedua, petugas haji Indonesia melaksanakan pelayanan kepada para jemaah haji Indonesia dengan sangat prima dan sepenuh hati. Para petugas haji ini melaksanakan pendampingan, pengawasan, dan pelayanan kepada para jemaah haji asal Indonesia dengan telaten dan penuh tanggungjawab. Saya pikir, tidak ada negara lain yang memberikan pelayanan sebaik petugas haji Indonesia.

Ketiga, pemenuhan gizi dan konsumsi yang memperhatikan cita rasa khas masakan Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi selama musim haji, Kemenag RI sebagai koordinator pelaksanaan haji, mengirim para koki yang ahli untuk menyiapkan menu makanan yang terbaik untuk para tamu Allah ini. Sehingga pemenuhan gizi tercukupi dan konsumsi sangat baik untuk dinikmati oleh para jemaah haji Indonesia.

Keempat, negosiasi dan komunikasi yang ideal dilakukan Kemenag RI dengan Kerajaan Arab Saudi. Hubungan diplomasi antara Republik Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi sudah terjalin cukup lama dan sangat baik. Apalagi Indonesia sebagai salah satu negara Muslim terbesar di dunia menjadi pengirim jemaah haji terbanyak ke Arab Saudi. Komunikasi yang baik dan negosiasi yang ekstra dilakukan oleh Kemenag RI dalam rangka pemenuhan dan penambahan kuota untuk jemaah haji Indonesia, sehingga kuota haji Indonesia cukup banyak untuk tahun ini.

Kesuksesan ini dapat diraih dengan kepemimpinan Menteri Agama RI beserta jajarannya yang menyiapkan pelayanan haji jauh hari sebelum pelaksanaan ibadah haji. Kemenag RI melakukan monitoring dan evaluasi di akhir pelaksanaan ibadah haji tahun lalu sebagai acuan untuk pelaksanaan ibadah haji tahun ini, sehingga dapat meminimalisir kekurangan pada tahun lalu. Kesuksesan pelaksanaan tahun ini menjadi acuan untuk pelayanan haji lebih baik lagi pada tahun-tahun mendatang. Semoga!

Prof. Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D.

Penulis adalah Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Doa ‘Belum’ Diijabah, Kesal Nggak?



Jakarta

Menunggu doa diijabah kadang muncul gelisah. Timbul keadaan hati yang merasa kurang berkenan. Padahal sudah berdoa sambil menangis, boleh jadi sambil berteriak-teriak walau dalam hati. Tapi, kalau sudah diri merasa butuh, merasa timing-nya sekarang. Lalu menduga sepertinya Tuhan kurang memperhatikan doa yang dipinta. Kesal nggak?

Pernah orang berdoa, sudah sambil menerangkan latar belakang mengapa ia berdoa. Pun juga sembari menerangkan bagaimana kalau Tuhan sebenarnya mudah mengabulkan doa. Itu kalimat juga masuk di dalam lantunan doa.

Disertai hati yang agak-agak kurang setuju. Belum sepaham dengan mengapa Tuhan seolah belum berkenan mendengar bahkan mengabulkan doanya. Apa sulitnya sih. Bukankah Tuhan tinggal berfirman kun (jadilah) maka terjadi. Gitu saja kok sulit.


Boleh jadi ada yang bergumam demikian, walau hanya dalam dada!

Mungkin ada sebagian kecil, atau bahkan sebagian besar di antara sidang pembaca yang merasakan hal yang mirip dengan perasaan seorang pendoa di atas? Lalu bagaimana. Berhenti berdoa. Pindah usaha kepada yang lain saja. Ke paranormal misalnya. Astaghfirullah, na’uudzubillah tsumma na’uudzubillah.

Semoga Gusti Allah selamatkan setiap kita dari sangka kurang bagus terutama kepada Tuhan. Subhaanallah. Pasti setiap kita selalu berlindung kepadaNya dari pekerjaan syirik, sekecil apa pun. Laa ilaaha illaa Allah.

Pernah suatu ketika. Kondisi Rasulullah dan para sahabat dikepung musuh, dari dalam kota Madinah dan dari arah luar. Dari luar terdiri dari beberapa kabilah. Mereka ada kafir Qurays, Bani Sulaim, Ghathafan, Bani Murrah, dan Asyja’.

Dari dalam kota Madinah ada Yahudi Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan orang-orang munafiq.
Gabungan seluruh mereka dikenal dengan nama ahzab, sekutu.

Jumlah mereka yang dari luar sekitar 10.000 orang. Sedangkan Rasulullah dan para sahabatnya berjumlah hanya 3000an orang.

Jarak di antara Rasulullah dan para sahabatnya dengan pasukan kafir yang bersekutu hanya berbatas parit. Siasat parit yang diinisiasi oleh Salman Al-Farisi RA.

Selama keadaan mencekam; ketakutan, lapar, tidak tidur akibat berjaga beberapa puluh malam. Letih, lelah, persediaan makanan menipis. Belum lagi rasa khawatir yang hadir karena istri dan anak-anak para pasukan Rasulullah ada di rumah. Sementara ancaman dari dalam kota, dari kaum Yahudi bisa datang sewaktu-waktu.

Untuk itu Rasulullah bermunajat memanjatkan doa selamat dari Tuhan. Apa seketika langsung dikabulkan? Tidak. Belum langsung. Menunggu waktu sesuai dengan kebijaksaan Tuhan.

Fakta keadaan yang benar-benar genting, menyangkut agama, menyangkut orang banyak. Menyangkut para shalihin yang kemuliaannya di peringkat atas. Sedang yang berdoa adalah Rasulullah. Nabiy dan Rasul yang paling mulia. Doa beliau belum langsung dikabulkan Tuhan pada saat beliau berdoa itu.

Nah, bagaimana dengan yang berdoa hanya untuk kepentingan pribadi, sedang kondisinya belum sangat mencekam, biasa-biasa saja. Si pendoa memiliki status kedudukan iman yang juga biasa? Kita paham kan?

Tiba masanya keluarga Rasulullah menghadapi fitnah. Sangat keji. Ummul Mu’minin Aisyah RA. difitnah melakukan hal yang di luar pantas.
Fitnah menyebar begitu cepat, membuat Rasulullah sampai terpengaruh. Lama fitnah itu menyebar, belum ada kejelasan fakta.

Bukankah pada waktu itu Rasulullah juga bermunajat agar tersingkap fakta yang sebenarnya. Agar keraguan dan dugaan keliru terhadap suatu perbuatan keji segera tersingkirkan? Iya Rasulullah berdoa, namun seperti yang kita tahu bersama. Tidak serta merta doa beliau diijabah Tuhan. Ada waktu yang sesuai untuk itu.

Sekali lagi, yang berdoa Rasul paling mulia menyangkut kasus keluarga yang paling agung. Menyangkut juga putri dari sahabat Rasulullah yang paling agung. Waktu yang berlalu juga bukan sebentar. Tapi doa tetap sesuai dengan kebijaksanaan Tuhan.
Semoga kita paham agar senantiasa shabar.

Ada logika sederhana yang bisa dijadikan bahan rujukan. Iya ya, Tuhan itu kan Maha Pencipta dan Maha pemelihara alam semesta. Andai sedikit saja Tuhan ‘keliru’, nol koma nol, nol, nol. Bukankah semesta ini sudah runtuh dari dulunya. Sudah kiamat sejak jaman purbakala?

Tengok saja misalnya Tuhan keliru menghitung jumlah air yang naik ke langit dan yang turun. Suatu ketika terselip selisih nol koma sekian. Bukankah setelah beberapa waktu, sebentar atau sedikit lama, bumi segera kekeringan atau segera kebanjiran?

Bagaimana kalau hitungan oksigen yang beredar di udara berubah kadarnya. Meningkat sekian prosen, pasti kebakaran di mana-mana. Oksigen berkurang sekian prosen saja konsentrasinya di udara, pasti ibu-ibu tak bisa memasak karena kompor tidak bisa dinyalakan, tidak muncul apinya.

Duh, subhaanallah, Tuhan Yang Maha Sempurna, seringkali harus menerima tuduhan yang berupa-rupa. Masalahnya ringan. Karena menduga bahwa doa pribadi tidak segera diijabah Tuhan.

Ada seorang yang memohon-mohon agar Tuhan segera menurunkan air hujan karena tanamannya sudah mulai malas tumbuh. Bahkan hampir sekarat. Sedang tetangga sebelah memohon kepada Tuhan yang sama untuk menahan hujan karena ada hajatan istimewa. Ingin menikahkan putrinya dalam sepekan ini.

Dua orang berdoa dengan jenis doa yang 100% berbeda. Andai saja ada Tuhan yang lain. Boleh jadi akan kesal dan bumi dibiarkan kiamat saja? Apa kita semua bisa terima?

Itu baru doa dari dua orang berbeda. Lah kalau yang berdoa sekian milyar orang dengan maksud yang semuanya berbeda dalam satu waktu yang sama. Padahal yang didoakan satu suasana yang sama persis.

Misalnya pada saat yang sama satu minta hujan, satu minta terang. Andai saja kita pernah menjadi Tuhan. Pasti sebentar saja bisa murka. Untung Tuhan Maha Terpuji, Maha Mulia, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Shabar. Maha Pembimbing, Pendidik, Pemelihara alam semesta.

Yuk kita terus berusaha tanpa kenal putus asa (shabar) sambil terus memohon ke haribaanNya (shalat, doa). Kita bersungguh-sungguh selalu bersangka baik kepadaNya.

Jika ini yang kita lakukan, jangan-jangan kita selalu menjadi hamba yang rela. Selalu ridlo akan keputusanNya. Itulah hamba yang sungguh mencintai Tuhannya.
Semoga itu adalah kita, aamiin!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kelahiran Nabi Isa AS



Jakarta

Nabi Isa as. lahir sekitar tahun 622 tahun sebelum hijrahnya Rasulullah SAW. dari kota Mekah ke kota Madinah. Beliau lahir di Baitlahm (Betlehem), dekat Baitul Maqdis, daerah Palestina di bulan Dzulhijjah. Nabi Isa as. lahir dari seorang ibu bernama Maryam binti Imran.

Ada dua Nabi yang lahir tanpa ayah, melainkan diciptakan langsung oleh Allah SWT. Dia khususkan dengan keistimewaan yang agung. Penciptaan Nabi Adam dan Nabi Isa sebagai Nabi tanpa perantara hubungan suami istri merupakan hal yang mudah bagi Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam surah ali-Imran ayat 59 yang terjemahannya, “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia.”

Makna ayat di atas adalah : Sesungguhnya Allah SWT. Maha Kuasa dan Berkehendak seperti penciptaan Nabi Adam tanpa bapak dan tanpa ibu, dan menciptakan Nabi Isa tanpa bapak. Kemudian Dia berkata kepadanya “jadilah manusia” maka jadilah. Maka adapun pengakuan ketuhanan Nabi Isa karena dia diciptakan tanpa bapak merupakan pengakuan yang batil. Maka keduanya adalah hamba Allah SWT.


Ibunda Nabi Isa, yaitu Sayyidah Maryam ‘alaihassalam adalah wanita paling mulia di dunia. Allah SWT. menyifatinya dalam Al-Qur’an dengan gelar ash-shiddîqah. Maryam tumbuh besar dalam kesucian dan jauh dari maksiat. Ia terdidik dalam kondisi bertakwa kepada Allah SWT. melaksanakan semua kewajiban, menjauhi semua perkara haram dan memperbanyak amalan-amalan sunah.

Maryam diberikan kabar gembira oleh para malaikat bahwa Allah SWT. memilihnya di antara seluruh wanita yang ada, dan Dia menyucikannya dari segala perbuatan kotor dan hina. Sebagaimana dalam firman-Nya surah ali-Imran ayat 42 yang terjemahannya, “Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia.”

Dialog Malaikat Jibril dengan Maryam, saat Jibril sebagai utusan Allah SWT. menyampaikan kabar bahwa Maryam akan melahirkan anak yang salih lagi bersih. Lalu Maryam menjawab,”Bagaimana mungkin aku mempunyai seorang anak padahal tidak ada suami yang mendekatiku dan aku juga bukan pendosa dan pelaku zina?”

Maka Jibril pun menjawab tentang keheranannya bahwa menciptakan seorang anak tanpa bapak adalah mudah bagi Allah SWT. dan Dia akan menjadikannya pertanda bagi manusia dan bukti kesempurnaan atas kekuasaan (qudrah) Allah SWT. serta menjadi rahmat dan nikmat bagi orang yang mengikuti, mempercayai dan beriman kepada-Nya.

Adapun firman-Nya dalam surah Maryam ayat 22-26 yang terjemahannya, “Maka Maryam mengandung, lalu ia mengasingkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan, lagi dilupakan.” Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini”

Kemudian setelah proses melahirkan yang penuh berkah, Sayyidah Maryam pun kembali kepada kaumnya membawa putranya Isa as. sebagaimana Allah SWT. tegaskan dalam firman-Nya surah Maryam ayat 27 yang terjemahannya, “Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.'”

Kaumnya pun berkata kepadanya: Engkau telah melakukan perbuatan mungkar yang besar. Mereka berburuk sangka kepada Maryam, menyalah-nyalahkan dan menyakitinya sementara Maryam tetap diam dan tidak menjawab, karena ia telah memberitahukan kepada mereka bahwa ia telah bernazar kepada Allah SWT. untuk tidak berbicara. Ketika keadaan menjadi sulit, maka Maryam menunjuk kepada Isa agar mereka berbicara kepadanya. Ketika itulah, mereka berkata kepada Maryam apa yang Allah beritakan dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya surah Maryam ayat 29 yang terjemahannya,”Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: ‘Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?'”

Ketika itulah, Allah SWT. Yang Mahakuasa atas segala sesuatu dengan qudrah-Nya menjadikan Isa as. mampu berbicara, padahal ketika itu ia masih bayi yang menyusu. Maka Isa mengatakan apa yang dalam firman-Nya surah Maryam ayat 30 yang terjemahannya, “Isa berkata: Sesungguhnya aku ini hamba Allah…” Allah SWT. menjadikannya mampu berbicara saat masih dalam buaian. Dan kalimat pertama yang diucapkan Isa as. adalah “Abdullah” sebagai pengakuan akan kehambaannya kepada-Nya, Tuhan Yang Maha Esa, Dzat yang tidak melahirkan dan dilahirkan.

Bukti kerasulan Isa as. sebagaimana firman-Nya dalam surah ali-Imran ayat 49 yang terjemahannya, “Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.”

Jelaslah bahwa Nabi Isa as. adalah hamba-Nya yang dipilih sebagai utusan-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada Bani Israel. Semoga Allah SWT. memberikan hidayah-Nya kepada seluruh umat manusia untuk tidak menyekutukan-Nya.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Merumuskan Ulang Posisi Islam Indonesia dalam Kancah Global



Jakarta

Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar Dr. Ahmed Muhammad Ahmed El-Tayeb untuk ketiga kalinya ke Indonesia, pada 8 hingga 11 Juli 2024, yang merupakan bagian dari lawatannya ke Asia Tenggara, patut mendapat sambutan istimewa karena beberapa alasan. Kunjungan ini bertujuan untuk menggaungkan Piagam Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia, yang ditandatangani oleh pemimpin tertinggi Universitas Al-Azhar dan Paus Fransiskus di Abu Dhabi pada tahun 2019, sebagaimana dijelaskan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (balitbangdiklat.kemenag.go.id 26/6/2024).

Lebih dari itu, kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar kali ini memiliki arti penting bukan saja bagi penguatan hubungan historis yang mendalam antara Indonesia dan Mesir, tetapi juga bagi upaya Indonesia untuk memperkuat posisi strategisnya dalam kancah global. Indonesia dan Mesir dapat bergandengan tangan berdiri di depan untuk menyuarakan perdamaian dan persaudaraan sambil melawan segala bentuk ekstremisme, radikalisme dan kekerasan. Ditopang Al-Azhar, Mesir dikenal sebagai benteng nilai-nilai moderasi dan toleransi. Begitu juga Indonesia. Dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar, Indonesia masyhur dengan model keislaman yang inklusif dan damai.

Dalam lanskap dunia kontemporer, interaksi antara agama, politik, dan identitas menjadi semakin kompleks. Di antara dinamika ini, konsep “decentring Islam” (mendesentrisasi Islam) muncul sebagai paradigma signifikan. Decentring Islam berupaya untuk mengalihkan dari perspektif tradisional yang berpusat pada Arab mengenai identitas dan praktik Islam, ke arah keragaman dan pluralitas dalam dunia Muslim. Indonesia, sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak dan satu negeri Asia besar, menawarkan sudut pandang unik untuk mengeksplorasi konsep ini dan implikasinya terhadap geopolitik global, wacana keagamaan, dan pertukaran budaya.


Secara historis, pemikiran dan praktik Islam sangat dipengaruhi oleh budaya Arab, mengingat asal-usul agama ini di Jazirah Arab. Pandangan yang berpusat pada Arab ini sering kali menutupi kekayaan keragaman tradisi Islam di berbagai wilayah, termasuk Indonesia yang sering masih dipandang pinggiran (peripheral). Decentring Islam bertujuan memperluas pemahaman tentang identitas Islam dengan mengakui dan menghargai berbagai ekspresi Islam yang dipraktikkan oleh Muslim non-Arab. Pendekatan ini menekankan pentingnya konteks lokal, kekhasan budaya, dan perkembangan historis yang membentuk praktik keagamaan Muslim di berbagai belahan dunia.

Decentring Islam bukan berarti mengurangi pentingnya kontribusi Arab terhadap peradaban Islam, tetapi mengakui bahwa Islam adalah agama global dengan berbagai macam ekspresi dan perubahan budaya. Ini bertujuan membongkar representasi Islam yang monolitik, dengan mendorong pemahaman yang lebih inklusif dan representatif yang mencerminkan realitas kehidupan Muslim di seluruh dunia.

Indonesia: Model Pluralisme Islam

Indonesia, rumah bagi lebih dari 270 juta Muslim, mewujudkan prinsip-prinsip decentring Islam melalui perpaduan khas antara iman Islam dan budaya lokal. Sejarah kepulauan ini ditandai oleh sintesis berbagai pengaruh budaya dan agama, termasuk Hindu, Buddha, dan kepercayaan adat, yang telah berjalin dengan tradisi Islam. Mosaik budaya ini melahirkan Islam khas Indonesia yang berakar kuat pada konteks lokal yang melahirkan berbagai keragaman di dalam Islam Indonesia itu sendiri. Kecuali Islam di Jawa yang terepresentasi dengan baik dalam berbagai kajian kesarjanaan, sebenarnya mosaik keragaman di berbagai kepulauan lain, termasuk wilayah Indonesia Timur, masih sangat menarik dieksplorasi untuk mendapatkan gambaran lebih utuh tentang Islam Indonesia.

Islam Indonesia ditandai oleh sifatnya yang moderat dan pluralistik. Falsafah dasar bangsa, Pancasila, yang mempromosikan toleransi dan inklusivitas beragama, memastikan bahwa semua komunitas agama dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Pancasila menjadi falsafah antarbudaya (intercultural philosophy) yang sangat relevan dengan kemajemukan. NU dan Muhammadiyah mendukung interpretasi Islam yang kontekstual dan progresif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, demokrasi dan hak asasi manusia. Model pluralistik dan inklusif ini menawarkan narasi alternatif tentang Islam, dengan menunjukkan bahwa agama ini dapat berkembang dalam lingkungan budaya dan politik yang beragam.

Peran NU dan Muhammadiyah sangat penting dan tidak tergantikan dalam memosisikan Islam Indonesia dalam kancah global. Terutama melalui inisiatif pendidikan, sosial, dan politik mereka, NU dan Muhammadiyah berkontribusi pada pemahaman Islam yang lebih pluralistik dan inklusif, baik di Indonesia maupun di dunia Muslim yang lebih luas. Konsistensi mereka dalam inisiatif-inisiatif fundamental ini akan menentukan trayektori masa depan mereka dalam decentring Islam.

NU mengoperasikan jaringan luas pendidikan keagamaan (pesantren) di seluruh Indonesia, dari tingkat dasar sampai universitas, yang mendorong pendekatan holistik terhadap pembelajaran. Kurikulum sering kali mencakup pengajaran tentang toleransi beragama, demokrasi, dan hak asasi manusia. Demikian pula, Muhammadiyah telah membangun jaringan pendidikan yang komprehensif, yang menekankan pemikiran ilmiah dan rasional di samping pendidikan agama, mendorong pemikiran kritis dan inovasi. Lembaga-lembaga pendidikan yang mereka kelola perlu didorong tampil di kancah global, melalui pembukaan cabang-cabangnya di berbagai kawasan dunia Islam.

Reformulasi di Kancah Global

Posisi strategis Indonesia dalam kancah global bersifat multifaset, mencakup dimensi politik, ekonomi, dan budaya. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, Indonesia memainkan peran krusial dalam urusan ekonomi regional dan global. Model pemerintahan demokratisnya dan identitas Islam moderatnya memberikan narasi alternatif terhadap persepsi Islam yang sering terpolarisasi dalam politik global.

Di panggung internasional, Indonesia aktif mempromosikan dialog dan kerja sama antaragama melalui kebijakan luar negerinya. Upaya diplomatik negara ini dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di wilayah konflik, terutama di dunia Muslim, menunjukkan komitmennya terhadap tatanan global yang didasarkan pada saling menghormati dan pengertian. Kepemimpinan Indonesia dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan partisipasinya dalam misi perdamaian PBB semakin menegaskan perannya sebagai mediator dan advokat perdamaian.
Secara budaya, Indonesia berkontribusi terhadap pemahaman global tentang Islam melalui warisan seni, sastra, dan praktik keagamaannya yang kaya. Peringatan tahunan hari raya Islam, perayaan musik dan tarian tradisional Islam, serta lembaga pendidikan Islam yang berkembang pesat semuanya mencerminkan budaya Islam Indonesia yang dinamis. Dengan membagikan aset budaya ini di panggung global, Indonesia membantu mendesentrisasi narasi yang berpusat pada Arab dan menyoroti keragaman dalam dunia Muslim.

Singkatnya, decentring Islam adalah kerangka kerja yang krusial untuk memahami sifat multifaset dari dunia Islam, dan posisi Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim utama mencerminkan keragaman ini. Perpaduan unik antara iman Islam dan praktik budaya lokal, komitmennya terhadap pluralisme dan demokrasi, serta peran aktifnya dalam diplomasi global, semuanya berkontribusi pada pemahaman yang lebih bernuansa dan inklusif tentang Islam.

Seiring dunia terus bergumul dengan isu-isu identitas keagamaan dan koeksistensi, contoh Indonesia menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana Islam dapat dipraktikkan dan dipahami dalam cara yang beragam dan dinamis. Dengan merangkul prinsip-prinsip decentring Islam, komunitas global dapat bergerak menuju apresiasi yang lebih komprehensif dan adil terhadap keragaman dunia Muslim yang sangat kaya. Dalam lingkup praktisnya, dengan memberdayakan segenap kemampuan ekonomi-politik dan modal kultural keislaman di kawasan, di Asia khususnya, dan global melalui prinsip co-production of peace, pemerintah dan warga Indonesia bisa lebih berperan untuk ikut menawarkan secercah harapan baru.

Noorhaidi Hasan
Guru Besar Islam dan Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Menikmati Isyarah(u) Daripada Qadarah(u), Lalu Taubat



Jakarta

Jalanan berair. Makkah disiram hujan. Suasananya yang sangat diharapkan di daerah yang terkenal gersang. Makkah ketika itu memang sangat jarang turun hujan. Mudah dinyana, ketika turun hujan, walau sangat lebat, penduduk lokal enggan menghindar.

Kalau di negeri banyak hujan orang berlarian mencari lokasi bebas tumpahan air hujan. Di sana orang malah berhujan-hujan sambil kegirangan. Pemandangan indah yang bisa dinikmati dari dalam kamar hotel. Apalagi di lantai atas yang mengarah pandang ke Masjidil Haram. Sungguh menyenangkan.

Hari itu Jumat menjelang shalat ashar. Masih dalam bulan penuh berkah, bulan Ramadlan. Tiga orang, Ayah dan dua orang putranya yang dua-duanya masih di sekolah dasar menuju Masjidil Haram di Makkah.


Jalanan yang berlimpah air. Mengantar mereka memilih sisi-sisi jalanan yang agak kering. Teringat di Indonesia kalau hujan turun bisa bersusulan. Mereka menyiapkan diri dengan payung di tangan. Masing-masing satu payung setiap orang.

Walau sandal dipilih dari bahan mahal yang bebas selip. Agak tebal dan berjonjot empuk. Namun mereka tetap memilih berhati-hati. Karena lantai di luar, jauh sebelum masuk Masjidil Haram masih memungkinkan sandal meluncur tak bisa ditahan.

Walaupun di Masjidil Haram, hujan seberapa pun akan segera terselesaikan. Berkah dari cleaning service yang sigap menghalau genangan air hujan. Serta peralatan pembersih lantai, dari berbagai jenis mobil pembersih yang siap menghisap, mengalirkan dan membersihkan.

Rupanya hari Jumat berkah di bulan penuh berkah itu menghadirkan barakah berlimpah dari Tuhan. Hujan deras yang menyembur dari langit hadir menjelang shalat ashar. Setelah itu, hujan begitu saja menghilang. Langit kembali terang. Matahari sambil tersenyum menyambut siapa pun yang hendak shalat berjemaah ashar di Masjidil Haram.

Sebelum masuk ke dalam Masjidil haram. Tiga orang, Ayah dan dua putranya menyempatkan mampir di lokasi penyimpanan barang. Kotak sandal dan barang-barang yang sebaiknya dititipkan daripada mengganggu jemaah yang akan sembahyang.

Mereka menata tiga sandal dan tiga payung dalam satu kotak ukuran lumayan. Kotak itu bisa ditutup dari luar. Tiga sandal yang memiliki merk yang sama, hanya berbeda ukuran.

Dalam upaya mendapati shalat lebih utama, lebih khusyu. Sang Ayah memilih lokasi di pelataran yang lapang. Agar bisa melihat Ka’bah seluas mata memandang. Di lantai Masjid yang tidak berkarpet. Di lokasi terdekat ke Ka’bah yang masih bisa dijangkau.

Jemaah umrah pada saat itu belum membludak seperti sekarang. Mendekati Ka’bah bisa mudah dilakukan. Asal waktu datang tidak boleh terlalu dekat dengan saat adzan berkumandang.

Waktu ashar masih cukup panjang. Melintas di depan si Ayah, entah Muslim Pakistan atau Banglades. Yang jelas dia sedang menenteng sandal. Tampak bagi si Ayah bahwa sandal yang ditenteng bukan yang mahal. Sandal jepit tipis, sudah berumur, sedang talinya jika dipakai sangat mungkin kedodoran.

Mungkin karena ragu akan meneteskan bekas-bekas air hujan,

“Ngapa sih sandal begituan dibawa ke dalam Masjidil Haram. Bukankah dititipkan di penitipan akan aman. Saya loh, dan anak-anak selalu menempatkan sandal di tempat penitipan. Di sana sandal tidak hilang walau harganya mahal”.

Dia berguman di dalam hati. Pasti tidak seorang pun tahu. Apalagi yang sedang berjalan mencari tempat duduk sambil menenteng sandal.

Lalu lalang orang berjalan mencari lokasi shalat. Sebagian ada yang membagikan qurma dan berbagai makanan ringan persiapan buka puasa. Kebiasaan seperti itu merupakan pemandangan sangat wajar di Masjidil Haram.

Adzan berkumandang. Shalat ashar berjemaah berlangsung tenang. Setelah selesai berdzikir sebagian jemaah bergegas pulang ke penginapan. Termasuk Ayah dan dua putranya.

Keluar dari masjid, mereka menuju lokasi sandal. Kotak dibuka. Barang-barang penitipan dikeluarkan, termasuk payung. Namun, giliran si Ayah hendak mengeluarkan sandal. Ternyata sandal yang tadinya lengkap tiga, sekarang sandal si Ayah yang berukuran paling besar tidak ditemukan. Artinya lenyap hilang.

Saat itu, si Ayah tampa komentar apa pun segera menunduk mengajak dua anaknya pulang. Dia menikmati perjalanan menuju penginapan tanpa menggunakan sandal. Terasa basahnya jalanan, hilang rasa empuk bantuan dari sandal, tapi banyak menghadirkan pelajaran.

Dia memilih isyarah (tanda dari Tuhannya) daripada qadarah, sekedar melihat itu sebagai kehendakNya.
Ia memahami bahwa melalui isyarah itu, Tuhan mendidiknya agar mengevaluasi diri, lalu segera bertaubat. Membalik salah menjadi benar atas apa yang sementara telah dilakukannya.

Ia segera tersadar. Bahwa gumamnya dalam hati selama melihat saudaranya menenteng sandal di dalam Masjidil Haram. Telah menghadirkan bimbingan Tuhan. Agar ia tidak lagi melakukan gunjingan kepada siapa pun walau dalam hati. Apalagi di dalam Masjidil Haram atau di lingkungan tanah haram. Jangan!

Bahkan gunjingan kepada siapa pun dan kapan pun. Tetap jangan. Melakukan gunjingan, ialah membicarakan keburukan orang lain sedang orang yang digunjing tidak tahu. Ghibah dan itu sangatlah haram. Apalagi menggunjing karena dasarnya sombong. Merasa sandalnya lebih mahal, lebih baik daripada sandal yang digunjing.

Betapa pun mahal, betapa pun lebih baik, bukankah dia dan yang digunjing sama-sama makhluk Tuhan. Memiliki hak yang sama untuk dirahmati Tuhan. Sedang nilai kemuliaan seseorang bukan berdasar harga sandal, bukan juga tampilan fisik, baju, asesoris yang lain, atau pun strata sosial. Atau bukan berdasar berbagai atribut kedudukan. Tapi hanya berdasar nilai taqwa.

Taqwa, amaliyah shalihah yang didasarkan niat demi melaksanakan kehambaan kepada Tuhan. Itulah yag menjadi tolok ukur, standar penilaian derajat seseorang. Apakah ia terpandang di mata Tuhan.

Banyak isyarah yang ‘ditebarkan’ Tuhan. Bisa jadi sandal hilang, bisa jadi nyerempet bemper kendaraan orang. Boleh jadi HP baru segera jatuh dan hilang karena merasa HP nya orang lebih bernilai mahal. Padahal HP nya sendiri baru dibelinya. Baru saja dianugerahi HP baru dari Tuhan.

Tidak sedikit orang yang begitu saja kehilangan kekayaan. Jatuh bangkrut bahkan berhutang-hutang. Bukan gali lubang tutup lubang. Tapi terus berhutang walau membayar bunganya saja belum bisa seimbang.

Ada yang lain diingatkan Tuhan melalui lengser jabatan. Dari jabatan tinggi tiba-tiba saja diberhentikan. Walau belum jelas alasan-alasannya.

Jika berkenan menikmati isyarah. Mari kita tafakkur dan segera bertaubat. Membalik sombong menjadi tawaddlu. Syirik menjadi tauhid. Bahwa sungguh tak ada sedikit pun kekuatan dan upayaku menjadi baik, hebat atau apa pun kecuali hanya karena anugerahNya. Tak secuil pun kumampu hindar dari; keliru, lemah, lambat, picik dan semacamnya kecuali juga hanya karena anugerahNya.

Laa ilaaha illaa Allah, laa hawla wa laa quwwata illaa billaah.

Taubatku, semoga mengantarku tak pernah lagi merasa aku lebih baik darinya (sombong). Walau dalam dada. Karena hanya Dia, ya hanya Dia kelebihanku jika ada. Dan aku hanyalah seorang hamba yang pasti tidak memiliki apa-apa. Jasad, pikiran, ide, manfaat, atau apa pun yang biasa mereka lihat sebagai kelebihan dariku.
Astaghfirullah, astaghfirullah, tsumma astaghfirullah al’adziim!

Tuhan, kami memohon ampunanMu. Untuk bertambah shabar dan shalat (doa) agar semakin hari setiap kami semakin dekat kepadaMu, aamiin!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Jantung Bermasalah, Ternyata Solusinya Mudah, Jaga Lidah!



Jakarta

Seprei kasur bekas dijadikan tempat istirahat semalam. Terlihat berlekuk bergelombang di sana-sini. Tanda bekas ditempati. Boleh jadi bekas ditempati tidur orang yang memiliki resah-gelisah dalam hati. Membuat pemandangan yang mengganggu suasana hati.

Bisakah segera dibuat rapi kembali. Mudah saja. Ambil penebah. Sedikit diayunkan ke sana-sini. Sebentar lagi akan tampak seprei kembali rapi. Siap dihuni kembali. Mudah bukan?

Boleh jadi sebagian kita tak pernah peduli. Karena memang ilmunya perlu lebih digali. Tapi para ahli histologi. Terlebih ahli patologi anatomi. Gambaran seprei yang bekas ditempati akan mengingatkannya pada rapi tidaknya tataan susunan otot-otot jantung.


Sediaan histologi otot jantung yang mengalami proses patologis, menderita sakit, terutama yang lanjut. Bisa menimbulkan gambaran sangat mirip dengan seprei yang bekas ditempati tidur. Apalagi orang yang memiliki jantung acapkali resah gelisah. Hati ‘dilamun’ gelombang, kurang tenang.

Apa solusinya? Apa bisa semudah mengayun penebah lalu segera berubah? Rapi lagi pertanda sudah mulai sehat kembali.

Tahan dulu! Sebagian harus menempuh jalan darurat. Duit segudang amblas, tapi jantung belum bisa selamat. Lalu dijemput kiamat. Kiamat dekat bagi seorang yang menjadi mayat.

Sebagian lagi masih bisa selamat. Melalui beberapa tahap pengobatan, dalam negeri, luar, dalam lagi dan luar lagi. Bertubi namun akhirnya bisa kembali sehat. Walau masih harus selalu dirawat.

Sebagian kecil mungkin. Ada yang segera bertaubat. Menebar manfaat melalui harta yang berlipat-lipat. Tebar keluarga, kerabat, sanak-famili, yatim-piatu, fakir-miskin, ART, cleaning service, security, sarana ibadah, dan seluruhnya di jalan Tuhan.

Sambil terus bermunajat kepada-Nya melalui upaya medis dan doa. Memohon maaf dan ampunan-Nya. Juga memohon maaf pada siapa pun yang dijumpa. Memohonkan maaf kepada siapa pun yang diingatnya. Baik yang diduga berjasa maupun yang dikira bersalah kepadanya.

Taubatnya terbilang nasuha. Prestasi taubat yang berpotensi diijabahi-Nya. Dia selamat. Kembali sehat sempurna. Tim medis pun bahkan tak mampu lagi menelisik satu, dua atau berapa pun gangguan yang dulunya pernah ada.

Gambaran sel-sel jantungnya kembali rata, tersusun rapi, seperti seprei mulus sebelum ditempati. Indah sekali.

Adakah jalan mudah, ringan, semudah dan seringan mengayun penebah? Hayo kita lihat fakta. Dari yang dulu, setelahnya, kemudian bagaimana tokoh sains berkata?

Pernah dulu ada seorang bijak yang memiliki penuh hikmah. Ia bernama Luqman al-Hakim. Luqman si ahli hikmah. Bukan Nabiy, bukan pula Rasul. Tapi yang aneh, namanya terpampang di dalam Al-Qur’an kitab suci. Berulang kali. Sekali menjadi nama surat, sekali masuk rangkaian ayat. Istimewa sekali. Bagaimana gerangan kisahnya?

Rupanya beliau hanyalah seorang pelayan raja. Kulitnya berwarna hitam. Sementara mungkin sebagian ada yang mengira orang-orang yang semisal dengannya biasa-biasa saja. Kalau tidak terlanjur menamai hina. Benarkah?

Pernah suatu ketika sang raja memerintahkannya menyembelih seekor domba. Lalu meminta Luqman membawakan kepada raja bagian yang terbaik dari domba itu. Luqman segera melakukannya. Dia membawakan sang raja jantung dan lidah domba. Raja diam tak berkata apa-apa.

Di lain waktu sang raja memintanya pula. Menyembelih seekor domba yang serupa. Dimintanya Luqman untuk mengambilkan untuk raja. Bagian yang paling buruk dari domba itu. Lukman pun bersegera melakukannya. Ia segera membawakan jantung dan lidah domba.

Kali ini rupanya sang raja mengungkap duga-duga dalam dadanya. Ia bertanya.

“Aku meminta bagian yang terbaik kamu majukan jantung dan lidah. Aku meminta kebalikannya. Kamu menyiapkan hal yang sama. Lalu apa bedanya?” ia berkata penuh tanda tanya.

“Tuan, jika jantung dan lidah domba itu baik maka baiklah seluruh tubuhnya. Jika sebaliknya maka sebaliknya pula,” jawab Luqman si ahli hikmah dengan singkat. Namun penuh makna.

Boleh jadi itu alasannya mengapa sampai saat ini jantung menjadi jalan maut nomor wahid di seluruh dunia. Mungkin datanya sedikit berbeda di Indonesia (stroke). Tapi jika lebih teliti mencoba menera. Hasilnya, penyebab kematian nomor satu di dunia tidak berbeda. Jatung juga!

Jantung merupakan indikator utama sehat-sakit manusia. Sebagaimana contoh di kisah Luqman, domba. Siapa yang sehat jantungnya, rapi rangkaian susunan otot jantungnya. Dialah yang berstatus sehat mendekati sempurna. Siapa yang sebaliknya, dialah yang sebaiknya melakukan pengobatan sesuai kebutuhannya.

Lidah merupakan indikator spesial untuk jantung. Ia mudah dilihat daripada melihat jantung. Dan ia mudah dievaluasi. Sangat mudah. Melalui apa? Melalui produksi lidah yaitu kata-kata.

Informasi ini tidak asing terutama bagi pakar tafsir Al-Qur’an, pakar sarah al-hadits yang cukup cerdas dan berpengetahuan luas. Begitu pun bagi pakar kedokteran Timur yang memahami filsafat. Apalagi memahami fisika kuantum. Mereka mampu memahaminya dengan aman.

Namun, ada saja pakar psikologi yang menuai 100 prosen nilai ketelitian hasil risetnya. Beliau adalah Profesor John Bargh. Pakar psikologi Universitas Yale Amerika Serikat sana.

Penulis mengulik sedikit informasi, terkait risetnya dengan topik artikel ini dengan judul, “Wajah Gloomy, Aura Positif, Banyak Disenangi, Mau?” Juga di media online detikhikmah ini.

Jika kita semua berkenan, boleh jadi upaya setiap kita untuk menyucikan lidah atau lisan dari kata-kata buruk menggantinya dengan kata-kata yang mengandung makna baik. Insyaallah setiap kita pun berpotensi selamat dari pembawa maut nomor wahid.

Kita senang, keluarga senang, ketika maut menjemput, boleh jadi wajah kita berhias senyum, aamiin!

Kata-kata yang baik bagi yang Muslim mudah didapat. Ialah melalui informasi langsung Rasulullah SAW. Informasi sedikit lengkap mengenai ini bisa dilihat di, “Dzikrullah Menggapai Sehat, Mudah, Murah, Selamat!”. Juga melalui artikel media online detikHikmah.

Terbayang jika setiap kita bisa dengan mudah, murah dan selamat dalam menggapai sehat. Kita pun selalu senang, keluarga bahagia, masyarakat aman sentosa, negara bertambah makmur dan berjaya.

Antara lain karena kita sungguh berusaha memompa, melejitkan potensi bangsa yang memang telah tersedia sejak dahulu kala. Bangsa kita kaya dengan budaya dzikrullah. Mereka sebut nama istighotsah dan semisalnya.

Bangsanya aman, tidak usah tukaran, tidak menjelek-jelekkan. Tapi hidup rukun, damai, sehat, aman, tentram, dan sejahtera. Mari kita berdoa kepada-Nya, agar setiap kita bersedia, aamiin!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Antri, Lama, Tahunan, Mahal, Itulah Berhaji!



Jakarta

Berhaji, antri, lama tahunan, dan mahal. Betapa pun, masyarakat Muslim Indonesia tidak surut untuk melakukan ibadah yang waktunya hanya setahun sekali. Jika berhasil mabrur, maka sabarnya pasti mendaki (baca: meningkat tajam) dan berpahala surga. Apa maksudnya?

Kehidupannya menjadi selalu bahagia, walau masih di dunia. Bicaranya tak ke mana-mana. Arahnya kepada memuji, mengajak mengasihi, menyayangi. Kesenangannya, memberi walau pun tak harus meminta bukti. Baik kuitansi atau publikasi. Indahnya kehidupan setelah berhaji. Semoga setiap siapa pun yang berhaji, mampu menjadi haji mabrur yang sejati, aamiin.

Haji yang mabrur, menghadirkan perilaku individu yang bertambah santun. Santun dalam bertutur. Baik di lisan maupun di jari-jari (melalui media sosial pribadi, WA dll). Tidak hobi menyakiti, tidak hobi menghina, tidak hobi memaki-maki. Tidak bisa mencaci. Tidak juga senang menghakimi. Hobinya memuji.


Sombong angkuh perlahan dijauhi. Memang sebagian yang baru pulang haji. Senang ‘pamer’ emas, atau apa saja yang baru dibeli. Namun itu bukan termasuk sombong diri. Sombong di sini adalah merasa diri lebih baik, lebih suci. Itu dirasakan karena upaya dirinya sendiri. Bukan karena anugerah rahmat Allah Yang Maha Terpuji. Kalau begitu itulah sombong sejati. Menduakan Tuhan dengan diri sendiri.

Haji mabrur menjauhi sangka buruk karena sangat merugikan diri sendiri. Perilaku yang mudah mengundang sakit ulu hati, kencing manis, dan darah tinggi.

Ia yang mabrur tidak hobi berdusta atau membohongi. Setia kepada janji. Melaksanakan amanah yang diberi. Baik amanah pribadi, masyarakat atau pun amanah negeri. Agar menjadi negeri yang makmur sejati.

Kepada orang tua taat dan penuh bakti. Menyempurnakan hormat, melayani, dan menyantuni. Kepada yang lebih tua menghormati. Kepada yang lebih muda menyayangi. Menyayangi istri atau suami sendiri. Menyayangi keluarga, putra-putri. Kepada yatim, fakir dan miskin menyantuni. Kepada seluruh umat manusia dan semesta meneladani akhlak Nabi.

Andai setiap yang berhaji mabrur, mampu menggapai mabrur sejati. Betapa surganya negeri kita ini.

Tapi jangan dulu segera berkecil hati. Karena tingkatan mabrur bisa berseri. Dari mabrur sedikit sampai tingkat mabrur setinggi langit.

Haji pun bisa di-‘kredit’. Sedikit-sedikit lama-lama akan menjadi bukit. Hayo semua, setiap kita bangkit. Caranya?

Ada salah satu hadits dari Nabi yang bisa kita praktikkan setiap hari.

Untuk doa menjelang tidur malam Rasulullah SAW pernah berwasiat kepada ‘Aisyah binti Abu Bakar RA.

“Wahai ‘Aisyah, janganlah engkau tidur sebelum engkau lakukan empat hal: mengkhatamkan al-Qur’an, memperoleh syafaat dari para nabi, membuat hati kaum mukminin dan mukminat senang dan ridha kepadamu, serta melakukan haji dan umrah.”

‘Aisyah bertanya, “Ya Rasul, bagaimana mungkin aku melakukan itu semua sebelum tidur?”

Rasulullah menjawab, “Sebelum tidur, bacalah Qul huwa Allahu ahad (al-Ikhlas lengkap) tiga kali. Itu sama nilainya dengan mengkhatamkan Al Qur’an.”

“Kemudian supaya engkau mendapat syafaat dariku dan para nabi sebelumku, bacalah shalawat: Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, kama shalayta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim. Allahumma barik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, kama barakta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim fil ‘alamina innaka hamidun majid.”

Memohonkan ampunan bagi mukminin dan mukminaat, bisa menggunakan kalimat doa, “Rabbanaa ighfirlanaa dzunuubanaa wa lil mukminiina wal mukminaat, al-ahyaa-i min hum wal amwaat.”

Rasulullah melanjutkan, “Sebelum tidur, hendaknya engkau lakukan haji dan umrah.”

Bagaimana caranya? Beliau bersabda, “Siapa yang membaca subhanallah wal hamdulillah wa la ilaha ilallah huwa Allahu akbar, ia dinilai sama dengan orang yang melakukan haji dan umrah.”

Jika sesuai jumlah bilangan membaca subhaanallah, alhamdulillah dan Allahu akbar setelah shalat fardlu, bilangannya masing-masing 33 kali.

Terbaca dari untaian kalimat doa bimbingan Nabi:

Al-Ikhlash, merupakan bacaan sekaligus doa agar muslim memiliki keyakinan tauhid yang kuat. Dari sini setiap muslim dibimbing untuk meyakini, bahwa pasti yang dimaksud Tuhan hanya Allah saja. Dirinya hanyalah hamba yang tidak punya apa-apa. Fisik, tampan-cantik bukan miliknya tapi milik Tuhannya. Kepandaian jika ada, kekayaan, termasuk seluruh kebaikan jika pernah ada, bukan miliknya. Semua itu hanya anugerah rahmat-Nya semata.

Pemahaman tauhid model demikian, pastilah menyucikan orang dari sombong (merasa lebih baik dari yang lain). Bagaimana bisa sombong sedangkan dirinya hanyalah hamba yang tidak punya apa-apa.

Shalawat kepada Nabi dan para nabi, merupakan doa agar dirinya selalu ditolong Tuhan untuk selalu berusaha optimal meneladani akhlak para beliau. Selalu shilah, connect, sambung kepada para beliau.

Mendoakan orang-orang mukmin bisa bermakna memohon Tuhan untuk melepaskan seluruh kondisi buruk mereka. Termasuk memaafkan seluruh kekeliruan mereka, mendoakan mereka agar mulia dunia-akhiratnya.

Jiwa yang diingatkan agar setiap akan tidur melakukan itu dalam bentuk doa, ‘pastilah’ semakin hari menjadi semakin terpuji. Dalam hatinya tidaklah ada sisa iri, dengki, egois mau menang sendiri. Tapi justru altruist, senang memaafkan dan senang berbagi.

Selanjutnya tasbih sebagian maknanya adalah memohon kepada-Nya agar menyucikannya dari seluruh sangka buruk dalam hati.

Tahmid adalah doa agar Tuhan selalu membuat dirinya senang, gemar memuji, menghindar dari kecewa, dan selalu mensyukuri.

Takbir bisa menjadi doa agar dirinya dikuatkan Tuhan untuk mendaki menuju akhlak lebih tinggi sesuai akhlak para Nabi.

Bukankah sebagian makna tasbih, tahmid dan takbir ini merupakan esensi. Tujuan utama yang diharapkan bisa diperoleh setiap orang yang melakukan ibadah haji?

Semoga setiap kita berkenan menjalani. Salah satu upaya kredit melakukan ibadah haji. Agar segera mampu berhaji betulan dan mabrur sungguhan. Untuk menggapai peringkat akhlak mendekati akhlak Nabi, aamiin!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih-Redaksi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Biarkan Sempurna Atau Dibantu, Yang Mana?



Jakarta

Di sebuah Universitas Swasta. Di salah satu kota terbesar di Indonesia. Ada seorang mahasiswi. Ia mengambil jurusan arsitektur. Putri tunggal keluarga berada. Walau dua orang tuanya tinggal di kota yang sama. Mahasiswi itu disiapkan tempat tinggal kos di dekat kampusnya. Pasti tujuannya supaya setiap berangkat dan pulang kuliah, tidak perlu bermacet ria. Menghabiskan waktu tiada berguna.

Namun sayangnya. Pagi, siang, sore, malam orang tuanya terbiasa selalu menjaga. Melakukan komunikasi telpon atau melalui WA. Terutama tentang sarapan dan makan siang. Bila putrinya bilang belum makan. Mamanya gelisah lalu berangkat menuju kos-kosan. Minta ijin pemilik kos untuk menjenguk putrinya.

Itu rutin dilakukan. Hampir setiap hari orang tuanya pulang-pergi kos-kosan.


Berbeda yang dialami putri seorang ibu yang suaminya sudah berpulang. Ibu dan putrinya ini malah tinggal di kota besar yang paling besar. Di sana kehidupan jauh lebih menantang.

Boleh jadi karena tidak cukup uang. Putri itu dibiarkan pulang-pergi sekolahnya. Tak pernah dikawal. Bahkan dikala menjadi mahasiswi. Ia ikut bergelantungan di bus kota. Walau kadang perlu berganti bus kota lebih dari sekali. Natural, layaknya kebanyakan orang.

Belakangan sang putri tumbuh menuju dewasa dengan pengalaman segudang. Mampu bertahan dalam kondisi yang semuanya menantang. Bahkan popularitasnya di Indonesia bisa dijadikan gambaran kesuksesan. Kesempurnaan natural yang secara alamiah dibiarkan tumbuh dan berkembang.

Ibundanya hanya menjelaskan keadaan sebenarnya yang harus dihadapi. Menuntun pola lika-liku hidup yang biasa dihadapi semua orang. Lalu meneladankan kekuatan kemandirian agar mampu menjadi individu yang pantang menyerah. Kokoh bertahan menghadapi segala tantangan. Melalui nikmat kehidupan yang telah sempurna dianugerahkan Tuhan.

Jika kita jujur memandang. Seberapa besar putra-putri yang bersandarkan kawalan dan bantuan penuh orang tua? Dalam arti bantuan yang melenakan. Menjadikan kekuatan natural yang sejatinya bisa berkembang. Terpaksa tidur pulas tertutup perlakuan yang belum bisa dibenarkan.

Pasti jawabnya tidak banyak. Boleh jadi kurang dari sekian persen. Ukuran statistik yang memang perlu dibuktikan. Tapi hasil pasti sepertinya tidak menyangkal dugaan kebanyakan orang.

Orang-orang sukses hampir di seluruh jaman, hampir di seluruh pelosok penjuru bumi. Kebanyakan mereka adalah hasil publikasi alam secara natural. Sebagaimana putri janda yang kemudian tumbuh berkembang menjadi bintang terkenal. Andai saja dia memperoleh model pendidikan seperti mahasiswi arsitektur itu. Sulit diharap akan meraup sukses besar seperti sekarang.

Membiarkan mereka (putra-putri) mengembangkan kemampuan natural. Adalah kebijaksanaan yang perlu ditumbuhkan. Memang pada sekian sisi perlu dibantu. Perlu didukung. Paling tidak pendidikan yang memotivasi. Penjelasan fakta nyata yang sejatinya wajar dihadapi semua orang. Boleh jadi itu bantuan yang membuat kemampuan natural tumbuh dan berkembang optimal.

Bukan bantuan yang melenakan. Bantuan yang menjadikan individu selalu ketergantungan kepada bantuan. Kekuatan naturalnya seolah hilang. Sayang, jika karunia Tuhan tidak ditumbuhkembangkan.

Semisal dengan kekuatan natural dua orang putri di atas. Semisal itu pula situasi diskusi yang ada di salah satu grup medis internasional. Diskusi tentang vaksinasi.

Ada pertanyaan wajar. Pertanyaan dalam bahasa Inggris tentang apakah seorang individu sebaiknya divaksin atau tidak. Terhadap penyakit influenza. Terutama pada kehamilan?

Salah satu pakar medis berpendapat bahwa secara natural manusia diciptakan Tuhan sudah sempurna. Disiapkan segala kebutuhan untuk menghadapi segala keadaan. Termasuk menghadapi tantangan diserang penyakit.

Secara umum, manusia dibekali sistem kekebalan/isistem imun, imunitas yang sempurna untuk dirinya. Imunitas yang mampu menjadikan dirinya tetap survive, mampu betahan hidup dan tetap sehat. Termasuk untuk menghadapi penyakit. Antara lain influenza.

Namun, di dalam perjalanan hidupnya. Imunitas ini biasanya mengalami penurunan kualitas. Salah satu sebab utamanya adalah stress. Terutama cemas. Kecemasan yang berlebihan akan mengundang ketakutan. Tingginya tingkat ketakutan ini akan menurunkan kualitas imunitas, bahkan sampai membahayakan.

Ketakutan yang berlebihan bahkan bisa membuat imunitas salah melakukan mekanisme pertahanan. Imunitas demikian bahkan bisa membuatnya keliru melakukan pengenalan. Mengenali dirinya sendiri sebagai musuh yang harus ditaklukkan. Serangan yang malah sulit dikendalikan.

Jadi, sesuai pakar ini, tindakan utama pada kasus ini adalah melepaskan kecemasan. Menggantinya dengan keyakinan positif, optimis. Mengembalikan kepercayaan diri dan membuang seluruh pengaruh negatif. Antara lain informasi yang seringnya menambah-nambah ketakutan.

Ketakutan hilang, kecemasan sirna, imunitas kembali sempurna. Untuk kasus ini tindakan vaksinasi bukan merupakan pilihan.

Sesuai pakar tadi, inti dari penanggulangan infeksi, adalah mengembalikan kesempurnaan imunitas individu itu sendiri. Imunitas yang sudah sempurna, anugerah dari Tuhan. Tinggal dipelihara, dan dijaga agar tidak menurun. Dijaga terutama dari pengaruh sejumlah besar informasi yang menakutkan!

Tentu saja upaya seperti di atas perlu pemahaman dan dukungan masyarakat secara keseluruhan. Bagaimana tidak, media massa lebih senang menjual informasi yang sering menambah ketakutan. Anehnya informasi yang meninggikan kecemasan, ketakutan justru yang diminati awam mau pun sebagian ilmuwan. Informasi demikian lebih punya pangsa pasar. Lebih laris dijual.

Boleh jadi ketika kita mulai sadar. Kita pun berusaha menumbuh kembangkan imunitas natural yang kualitasnya memang andalan. Antara lain melalui menahan diri dari menyebarkan informasi yang membuat ketakutan.
Tetapi justru sebaliknya, terus berupaya menyebarkan informasi yang berisikan ajakan kasih sayang di jalan Tuhan.

Betapa pun, semoga semakin hari, kekuatan imunitas tubuh setiap kita semakin sempurna. Mari jauhkan segala bentuk informasi yang justru mengakibatkan kecemasan dan ketakutan yang berlebihan.

Dengan begitu, imunitas kita semakin berkualitas, kesehatan meningkat, kondisi negara bertambah kuat. Kita pun lebih ceria menyongsong masa depan!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih-Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com