Tag Archives: bepergian

Doa Naik Pesawat, Lengkap dengan Arab Latin dan Artinya



Jakarta

Doa naik pesawat bisa dibaca saat hendak bepergian menggunakan moda transportasi udara, termasuk saat mudik. Doa ini dapat dipanjatkan untuk memohon perlindungan Allah SWT.

Dalam perjalanan, seorang muslim perlu memohon perlindungan dari Allah SWT agar selamat sampai tujuan. Terlebih pada momen mudik lebaran 1444 H yang mana tujuannya adalah berkumpul kembali dengan keluarga besar. Tidak hanya ditempuh melalui darat dan laut, banyak umat muslim yang mudik melalui jalur udara yakni dengan pesawat.

Bacaan Doa Naik Pesawat, Arab Latin dan Artinya

Melansir dari arsip DetikHikmah, berikut ini adalah bacaan doa naik pesawat sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW yang senantiasa meminta perlindungan dan pertolongan Allah dimanapun beliau berada. Doa ini dapat dibaca sebelum pesawat lepas landas.


للهُ أَكْبَر، اللهُ أكْبر، الله أكْبَر، سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا، وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ

Arab latin: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Subhanalladzi sakkhoro lana hadza wa maa kunnaa lahu muqrinin, wa innaa ilaa robbinaa lamunqolibun, allahumma inna nas’aluka fii safarinaa hadzal birro wat taqwa wa minal ‘amal maa tardho, allahumma hawwin ‘alaina safarona hadza wa athwi ‘annaa bu’dahu, allahumma antas shohibu fis safari wal kholifatu fil ahli, allahumma inni a’udzubika min wa’tsaais safari wa kaabatil mandzhori wa suuil munqolibi fil maali wal ahli

Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Maha suci Allah yang telah menundukkan (pesawat) ini bagi kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kepada Allah lah kami kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang Engkau ridhoi.

Ya Allah, permudahkanlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam bepergian dan mengurusi keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan kepulangan yang buruk dalam harta dan keluarga,”

Doa ini bisa dibaca saat baru berangkat dari rumah ataupun ketika mulai menaiki pesawat. Selama di perjalanan pun bisa diiringi dengan berdzikir atau melantunkan sholawat. Doa yang dibaca seorang musafir termasuk dalam golongan doa yang dikabulkan Allah SWT.

Imam Ibnu Rajab Al Hambali dalam Kitab Jami’ul ‘Ulumi wal Hikam mengatakan, seorang musafir atau muslim yang berada di perjalanan sudah dianggap memenuhi syarat untuk dikabulkannya doa karena dianggap menanggung beban. Tepatnya, berada di tempat yang asing untuknya.

Doa Lain yang Dapat Diamalkan

Mengutip buku Doa-Doa Mustajabah yang ditulis oleh Abu Qalbina, seorang yang tengah melakukan perjalanan hendaknya membaca doa berikut ini, baik menaiki kendaraan darat, laut, maupun udara.

بِسْمِ اللهِ مَجْرَهَا وَمُرْسَهَآاِنَّ رَبِّىْ لَغَفُوْرٌرَّحِيْمٌ

Bacaan latin: Bismillaahi majreha wa mursaahaa inna robbii laghofuurur rohiim

Artinya: “Dengan nama Allah yang menjalankan kendaraan ini berlayar dan berlabuh. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR Ibnu Sunni dalam Imam Nawawi, Al-Adzkar, h. 199).

Di dalam Al-Qur’an, dijelaskan bahwa doa ini dibaca oleh Nabi Nuh ketika menaiki bahteranya saat dilanda bencana banjir bandang. Sehingga, dianjurkan oleh seorang muslim agar membaca ayat ini ketika naik kendaraan laut untuk menghindari musibah.

Adapun seorang muslim dapat membaca doa dan dzikir yang lainnya sebelum memulai perjalanan, yakni terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW setelah membaca basmalah.

Sementara itu, dinukil dari buku Doa & Zikir Mustajab untuk Muslimah oleh H. Muhammad Rahmatullah, Abdullah bin Sarjis berkata bahwa apabila Rasulullah SAW bersafar (melakukan perjalanan jauh), beliau berdoa,

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

Arab-latin: “Allahumma antash shohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli.”

“Ya Allah, Engkau adalah Teman dalam perjalanan, dan Pengganti dalam keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari beratnya perjalanan, dan kesedihan saat kembali, serta dari kekafiran setelah iman, dan dari doa orang yang dizalimi dari keburukan pemandangan dalam keluarga dan harta.” (HR Tirmidzi).

Anjuran Bepergian dalam Islam

Dalam Islam, bepergian ke berbagai tempat di dunia memang diperbolehkan bahkan dianjurkan. Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk ayat 15 tentang anjuran untuk bepergian.

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ

Arab-Latin: Huwallażī ja’ala lakumul-arḍa żalụlan famsyụ fī manākibihā wa kulụ mir rizqih, wa ilaihin-nusyụr

Artinya: Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

Berdasarkan dalil tersebut, bepergian dianjurkan apalagi jika tujuannya positif seperti untuk menuntut ilmu, mencari tanda-tanda kebesaran Allah, berdakwah, berdagang di jalan yang halal, juga kembali ke kampung halaman.

Itulah beberapa bacaan doa naik pesawat lengkap dengan Arab latin dan juga terjemahannya untuk mempermudah umat muslim dalam memohon pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT selama perjalanan.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Sunnah Bepergian Hari Kamis dan Waktu Pagi, Ini Haditsnya


Jakarta

Ada sejumlah sunnah Rasulullah SAW dalam bepergian yang patut menjadi teladan umat Islam. Salah satunya Rasulullah SAW senang bepergian pada hari Kamis.

Sunnah bepergian pada hari Kamis ini diterangkan dalam sebuah hadits yang termuat dalam kitab Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi. Berikut bunyi haditsnya,

عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ يَوْمَ الْخَمِيسِ وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ. متفق عليه. وَفِي رِوَايَةٍ فِي الصَّحِيحَيْنِ: لَقَلَّمَا كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْخَمِيسِ.


Artinya: “Dari Ka’ab bin Malik RA bahwasanya Nabi SAW keluar untuk Perang Tabuk pada hari Kamis dan beliau memang senang bepergian pada hari Kamis.” (HR Bukhari dan Muslim) Dalam riwayat lain dikatakan, “Jarang-jarang Rasulullah SAW bepergian melainkan pada hari Kamis.”

Selain bepergian pada hari Kamis, Rasulullah SAW melepaskan pasukan pada pagi hari. Beliau juga mendoakan umatnya agar mendapat keberkahan pada pagi harinya. Hal ini mengacu pada hadits yang diriwayatkan dari Shakhr bin Wada’ah al-Ghamidi ash-Shahabi RA.

وَعَنْ صَخْرِ بْنِ وَدَاعَةَ الْغَامِدِي الصَّحَابِي رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُوْرِهَا وَكَانَ إِذَا بَعَثَ سَرِيَّةً أَوْ جَيْشًا بَعَثَهُمْ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ. وَكَانَ صَخْرُ تَاجِرًا وَكَانَ يَبْعَثُ تِجَارَتَهُ أَوَّلَ النَّهَارِ فَأَثْرَى وَكَثُرَ مَالُهُ. رواه أبو داود والترمذي

Artinya: “Dari Shakhr bin Wada’ah al-Ghamidi ash-Shahabi RA bahwasanya Rasulullah SAW berdoa, ‘Ya Allah, berilah keberkahan kepada umatku terutama di pagi harinya.’ Dan, bila beliau melepas pasukan, maka beliau melepaskannya pada pagi hari. Shakhr merupakan salah seorang pedagang, oleh karena itu ia mengirimkan dagangannya pada pagi hari, sehingga ia menjadi kaya dan hartanya banyak.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Anjuran sebelum Bepergian

Ulama Syafi’iyah Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah-nya menyebutkan sejumlah anjuran sebelum bepergian. Anjuran ini berasal dari Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits.

1. Salat sebelum Keluar Rumah

Rasulullah SAW menganjurkan untuk salat dua rakaat sebelum bepergian. Muth’im bin Miqdam mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada sesuatu yang paling utama yang ditinggalkan oleh seseorang terhadap keluarganya selain dua rakaat pada saat akan bepergian.” (HR Thabrani dan Ibnu Asakir dengan sanad mu’adhal dan mursal)

2. Mengajak Seseorang dalam Perjalanan

Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW melarang sendirian, menginap sendirian, dan bepergian sendirian. Riwayat ini dishahihkan oleh Al-Albani.

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang sendirian akan ditemani setan, orang yang berdua akan ditemani setan, dan orang yang bertiga merupakan rombongan.” (HR Abu Daud dalam kitab al-Jihad, At-Tirmidzi dalam kitab al-Jihad, Imam Malik dalam kitab al-Isti’dzan, dan Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad)

3. Menitipkan Keluarga, Meminta Doa, dan Mendoakan Mereka

Anjuran bepergian lainnya adalah menitipkan keluarga, meminta doa, dan mendoakan mereka. Ibnu Sunni dan Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang ingin bepergian, hendaknya ia mengatakan kepada orang yang akan ditinggalkannya:

أَسْتَوْدِعُ اللَّهِ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ

Artinya: Aku titipkan kalian kepada Allah yang tidak akan tersia-sia apapun yang dititipkan kepada-Nya.” (HR Ahmad dalam Musnad Ahmad, Ibnu Majah dalam kitab al-Jihad, dan Ibnu Sunni)

Ada riwayat yang menyebut bahwa jika seseorang berpamitan kepada Rasulullah SAW, beliau memegang tangannya dan tidak melepaskannya sampai orang tersebut melepaskannya. Setelah itu, Rasulullah SAW membaca doa di atas. Imam At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan dan shahih.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Tentang Wanita Bepergian Tanpa Mahram, Benarkah Dilarang?


Jakarta

Hukum mengenai wanita bepergian tanpa mahram bersumber dari riwayat hadits sabda Rasulullah SAW. Wanita tidak diperkenan bepergian kecuali dengan mahramnya. Namun, sejumlah ulama mengecualikan larangan tersebut.

Salah satu sumber dalil yang dijadikan rujukan untuk larangan wanita bepergian tanpa mahram adalah hadits dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda,

لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمِ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ


Artinya: Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir melaksanakan safar (perjalanan) berjarak satu hari perjalanan melainkan dengan seorang mahram. (HR Muslim)

Dalam riwayat lainnya Rasulullah SAW menyebutkan hal serupa,

لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَم وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولُ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجِّ فَقَالَ اخْرُجْ مَعَهَا

Artinya: Tidaklah dibenarkan bagi seorang perempuan untuk melakukan safar kecuali bersama mahramnya, dan tidak pula dibenarkan bagi seorang laki-laki untuk masuk menemui seorang perempuan melainkan jika mahramnya bersama perempuan itu. Seorang laki-laki bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya ingin keluar berjihad bersama pasukan demikian dan demikian tetapi istriku ingin pula melaksanakan haji.’ Rasulullah menjawab, ‘Kalau demikian, temanilah istrimu itu’.” (HR Bukhari)

Mahram adalah suami dari wanita tersebut atau lelaki yang mempunyai hubungan nasab dengannya seperti, ayah, anak, saudara laki-laki, paman dari ayah dan ibu, atau mertuanya.

Menurut Muhammad Masykur dalam buku Wanita-wanita yang Dimurkai Nabi, larangan tersebut dimaksudkan untuk keamanan wanita baik kehormatan, barang-barang, keimanan, diri dan jiwanya. Keberadaan mahram dianggap memberi rasa aman bagi wanita selama perjalanan.

Hal senada juga diungkap DR. KH. M. Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha dalam buku Panduan Muslim Sehari-hari. Pelarangan tersebut dimaksudkan sebagai langkah preventif atau li saddi ad dzari’ah yang bertujuan untuk melindungi kaum wanita dari berbagai gangguan yang mungkin terjadi.

Syarat Kebolehan Wanita Bepergian Tanpa Mahram

Ulama sepakat wanita muslim boleh melakukan perjalanan tanpa mahram karena adanya hal darurat. Hal darurat yang disebutkan yakni, perjalanan yang dilakukan dari negeri kafir ke negeri Islam dan perjalanan dari negeri yang tidak aman ke negeri yang aman.

Ulama lain berpendapat, wanita muslim tetap dibolehkan bepergian tanpa mahram yang tidak diiringi dengan sebab darurat. Syaratnya adalah perjalanan tersebut aman dari fitnah. Sebagai contoh, adanya sejumlah teman wanita yang turut menemai dan amannya kondisi jalan.

Pendapat tersebut diyakini oleh Hasan Al Bashri, Al Auza’i dan Daud Ad Dzhahiri. Pendapat ini juga menjadi salah satu yang disebutkan di antara pendapat dari kalangan ulama Mazhab Syafi’i dalam Al Majmu’ terjemahan Dr. Fahad Salim Bahammam dalam buku Fiqih Modern Praktis.

Pendapat serupa juga diambil dari salah satu kalangan ulama Mazhab Hambali yang kemudian dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Ibnu Muflih dalam Al Furu’ pun pernah mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah yang menyebutkan sebgaian sahabat membolehkan wanita bepergian tanpa mahram meski bukan safar haji seperti, dalam rangka ziarah dan bisnis.

Imam Nawawi dalam Al Majmu’ juga menambahkan pendapat dari para ahli. Ada yang membolehkan seorang wanita muslim boleh bepergian dengan teman wanita terpercaya meski tanpa mahramnya. Namun, ada pula yang menyebut tidak boleh hanya dengan satu orang perempuan atau tsiqah tetapi yang dibolehkan adalah sejumlah perempuan terpercaya.

Disebutkan pula wanita muslim boleh bepergian sendirian ke tempat yang dekat. Hal ini dilandasi dari hadits berikut, “Hampir datang masanya wanita naik sekedup seorang diri tanpa bersama suaminya dari Hirah menuju Baitullah.” (HR Bukhari)

Lembaga Fatwa Dar Al Ifta Mesir juga menyatakan wanita boleh bepergian sendiri dengan syarat segala hal yang bersangkutan dengan dirinya sudah terjamin keamanannya.

Meski demikian, Dr. Akmal Rizki Gunawan dalam buku Khazanah Moderasi Beragama berpendapat, hadits pelarangan Rasulullah SAW tersebut juga perlu diketahui dengan konteks sejarahnya dan tidak serta merta diaplikasikan langsung.

Sebab, konteks sejarahnya pada hadits tersebut, wanita pada masa itu memang berada dalam kondisi tidak aman. Hal itu menjadi wajar bila Rasulullah SAW melarang keras seorang wanita bepergian keluar rumah tanpa ditemani mahramnya.

Dengan perkembangan teknologi, kekhawatiran dari segala gangguan tidak lagi seperti dulu. Larangan wanita bepergian tanpa mahram dapat dipahami dalam bentuk yang berbeda.

(rah/lus)



Sumber : www.detik.com