Tag Archives: bersedekah

Memberi Uang Orang Tua Apakah Termasuk Sedekah?



Jakarta

Islam menganjurkan kepada setiap pemeluknya untuk bersedekah. Sedekah merupakan salah satu amalan mulia yang dilakukan dengan memberikan sesuatu kepada orang lain dengan ikhlas.

Mengutip dari buku Sedekah Mahabisnis dengan Allah karya Amirulloh Syarbini, kata sedekah berasal dari bahasa Arab ash-shadaqah atau ash-shidq yang berarti benar. Hal ini berarti sedekah menunjukkan kebenaran iman kepada Allah SWT.

Perintah untuk bersedekah salah satunya termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 245, Allah SWT berfirman:


مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS Al-Baqarah: 245).

Apakah Memberi Kepada Orang Tua Termasuk Sedekah?

Memberi kepada orang tua termasuk bagian dari sedekah. Muhammad Anwar Ibrahim dalam buku Agar Selalu Dimudahkan-Nya menjelaskan salah satu cara untuk menunjukkan bakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) ialah memberikan infaq (shadaqah) kepada keduanya.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 215, Allah SWT berfirman:

يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (QS Al-Baqarah: 215).

Ayat tersebut menjelaskan apabila seseorang telah berkecukupan dalam hal harta, maka hendaklah ia menafkahkan atau bersedekah atas harta tersebut. Allah SWT melalui ayat tersebut bahkan menganjurkan kepada umatnya untuk bersedekah kepada kedua orang tua.

Sedekah Kepada Keluarga Lebih Utama dari Orang Lain

Selain dianjurkan bersedekah kepada kedua orang tua, ajaran Islam juga lebih mengutamakan sedekah untuk keluarga daripada orang lain.

Imam al-Ghazali dalam bukunya Mukasyafatul Qulub mengemukakan bahwa sedekah kepada orang miskin nilainya adalah satu sedekah. Sedangkan sedekah kepada keluarga mendapatkan dua nilai, yaitu pahala sedekah dan pahala menyambung hubungan keluarga (silaturahmi).

Dilansir dari NU Online, Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab mengemukakan bahwa ulama telah sepakat apabila bersedekah kepada keluarga lebih utama dibandingkan orang lain.

Di antara hadits yang mendasari pernyataan Imam Nawawi tersebut yaitu hadits dari Abu Sa’id al Khudri sebagai berikut:

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ إِلَى المُصَلَّى، ثُمَّ انْصَرَفَ، فَوَعَظَ النَّاسَ، وَأَمَرَهُمْ بِالصَّدَقَةِ، فَقَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ، تَصَدَّقُوا»، فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ، فَقَالَ: «يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ، تَصَدَّقْنَ، فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ» فَقُلْنَ: وَبِمَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ، وَتَكْفُرْنَ العَشِيرَ، مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ، أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ، مِنْ إِحْدَاكُنَّ، يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ» ثُمَّ انْصَرَفَ، فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ، جَاءَتْ زَيْنَبُ، امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ زَيْنَبُ، فَقَالَ: «أَيُّ الزَّيَانِبِ؟» فَقِيلَ: امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: «نَعَمْ، ائْذَنُوا لَهَا» فَأُذِنَ لَهَا، قَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، إِنَّكَ أَمَرْتَ اليَوْمَ بِالصَّدَقَةِ، وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي، فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ، فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ: أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ

Artinya: “Suatu ketika Rasulullah SAW keluar menuju masjid untuk menunaikan ibadah sholat Idul Adha dan Idul Fitri. Setelah sholat, beliau menghadap warga sekitar memberikan petuah-petuah kepada masyarakat dan menyuruh mereka untuk bersedekah. ‘Wahai para manusia, bersedekahlah!’ Pesan Nabi.

Kemudian ada beberapa wanita yang tampak lewat, terlihat oleh Baginda Rasul. Rasul pun berpesan ‘Wahai para wanita sekalian, bersedekahlah! Sebab saya itu melihat mayoritas dari kalian adalah penghuni neraka!’

Para wanita yang lewat menjadi heran, apa hubungannya antara menjadi penghuni neraka dengan bersedekah sehingga mereka bertanya, ‘Kenapa harus dengan bersedekah, Ya Rasul?’

Rasulullah SAW menjawab, ‘Karena kalian sering melaknat dan kufur terhadap suami. Aku tidak pernah melihat seseorang yang akal dan agamanya kurang namun bisa sampai menghilangkan kecerdasan laki-laki cerdas kecuali hanya di antara kalian ini yang bisa, wahai para wanita.’

Selepas Rasulullah berkhutbah di hadapan masyarakat, beliau bergegas pulang ke kediaman. Setelah sampai rumah, Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud meminta izin untuk diperbolehkan masuk bertemu kepada Baginda Nabi. Nabi pun mempersilakan.

Ada yang memperkenalkan, ‘Ya Rasulallah, ini Zainab.’ Rasul balik bertanya, ‘Zainab yang mana?’ ‘Istri Ibnu Mas’ud.’ ‘Oh ya, suruh dia masuk!’

Zainab mencoba berbicara kepada Nabi, ‘Ya Rasul. Tadi Anda menyuruh untuk bersedekah hari ini. Ini saya punya perhiasan. Saya ingin menyedekahkan barang milikku ini. Namun, Ibnu Mas’ud (suamiku) mengira bahwa dia dan anaknya lebih berhak saya kasih sedekah daripada orang lain.’

Rasul pun menegaskan, ‘Memang benar apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud. Suami dan anakmu lebih berhak kamu kasih sedekah daripada orang lain.’ (HR. Bukhari No. 1462).

Dengan demikian, memberi kepada orang tua termasuk bagian dari sedekah dan bersedekah kepada keluarga lebih utama dibandingkan orang lain.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Sedekah Subuh untuk Orang yang Sudah Meninggal?


Jakarta

Waktu setelah salat Subuh merupakan waktu utama untuk bersedekah. Amalan ini dikenal dengan sedekah subuh. Bolehkah sedekah subuh untuk orang yang sudah meninggal?

Sedekah menjadi salah satu amalan yang disenangi Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 134.

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ


Artinya: “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Mengutip buku Penakluk Subuh karya Muhammad Iqbal, salah satu keutamaan bersedekah adalah memadamkan panasnya kubur. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits,

“Sesungguhnya sedekah itu memadamkan panasnya kubur dan hanyalah seorang Mukmin yang mendapat naungan pada hari kiamat nanti dengan sedekahnya.” (HR Thabrani dan Baihaqi)

Sedekah Subuh

Sedekah dapat dilakukan kapan saja. Akan tetapi, terdapat beberapa waktu utama untuk melakukan sedekah, salah satunya setelah salat Subuh. Sedekah seperti ini biasa disebut sebagai sedekah subuh.

Menukil buku Bahagia Tanpa Jeda karya Nurhasanah Leubu, keutamaan sedekah subuh dijelaskan dalam salah hadits Rasulullah SAW,

“Tidak ada suatu Subuh pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat. Salah satu di antara keduanya berdoa, ‘Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfak’, sedangkan yang satunya lagi berdoa, ‘Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang-orang yang menahan hartanya’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Sedekah Subuh untuk Orang yang Sudah Meninggal

Bersedekah, termasuk pula bersedekah waktu Subuh untuk orang yang sudah meninggal merupakan hal yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Ini karena pahala sedekah dapat mengalir ke orang yang sudah meninggal.

Diterangkan dalam kitab Ahkaamul Janaa’iz wa Bid’ihaa karya M. Nashiruddin al-Albani yang diterjemahkan A.M. Basalamah, hal ini bersandar pada beberapa riwayat.

Pertama, diriwayatkan dari Aisyah RA bahwa ada seorang laki-laki yang berkata, “Ibuku telah meninggal mendadak (tanpa berwasiat sebelumnya), dan aku mengira jika dia sempat berbicara sebelum meninggalnya, pastilah ia akan bersedekah. Apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas namanya (dan pahala pula untukku)?”

Rasulullah SAW menjawab, “Benar.” Orang itu pun bersedekah atas nama ibunya. (HR Bukhari, Muslim, Malik, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Ahmad)

Berikutnya, diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa ibu Sa’ad bin Ubadah meninggal sedangkan ia tidak menghadirinya. Ia bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, ibuku telah wafat sedangkan aku tidak hadir pada saat kematiannya, apakah berguna baginya sedekah atas namanya?”

Rasulullah menjawab, “Ya, tentu.”

Sa’ad bin Ubadah pun berkata, “Aku persaksikan di hadapan engkau bahwa buah hasil dari kebun yang dikelilingi tembok itu akan aku sedekahkan atas namanya.” (HR Bukhari, Abu Dawud, An-Nasa’i, Tirmidzi, Baihaqi, dan Ahmad)

Terakhir, diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa terdapat seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ibuku telah meninggal dan meninggalkan harta tetapi tidak berwasiat, lalu apakah jika aku bersedekah atas namanya dapat mengganti kedudukannya?”

Rasulullah SAW menjawab, “Ya, dapat.” (HR Muslim, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Ahmad)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Urutan Penerima Sedekah Menurut Dalil Qur’an dan Hadits, Siapa Saja?


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang paling dianjurkan. Amalan ini dikerjakan dengan menyalurkan bantuan atau hal lain kepada yang membutuhkan. Namun, ada orang-orang yang menjadi prioritas penerima sedekah.

Keutamaan sedekah disebutkan dalam sejumlah hadits. Salah satunya yang berasal dari Abu Umamah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Seseorang masuk surga, lalu dia melihat tulisan di atas pintu surga ‘Satu sedekah dibalas sepuluh kali lipat, dan pinjaman dibalas 18 kali lipat.” (Hadits shahih, termuat dalam As-Silsilah Ash-Shahihah)


Menukil dari buku 100 Kesalahan dalam Sedekah tulisan Reza Pahlevi Dalimuthe, sedekah merupakan harta yang dikeluarkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedekah bukan amalan wajib seperti zakat, melainkan sunnah.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hadid ayat 7,

ا مِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَأَنفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَأَنفَقُوا هُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

Artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang- orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”

Urutan Penerima Sedekah Berdasarkan Dalil

Disebutkan dalam buku Pencegahan Fraud dengan Manajemen Risiko dalam Perspektif Al-Quran yang ditulis Eko Sudarmanto, sedekah lebih utama dilakukan pada keluarga ketimbang orang lain. Imam Baghawi mengatakan bahwa orang yang paling utama menerima sedekah adalah keluarga sebagai bentuk tanggung jawab untuk dinafkahi, seperti istri, anak dan sebagainya.

Terkait urutan penerima sedekah disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 215,

يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”

Berdasarkan ayat di atas, maka urutan penerima sedekah yaitu:

  1. Orang tua
  2. Kerabat
  3. Anak yatim
  4. Orang miskin
  5. Orang yang dalam perjalanan

Sementara itu, Imam Nawawi mengatakan bahwa skala prioritas harus mempertimbangkan kemampuan finansial si penerima. Artinya, keluarga yang termasuk kategori penerima sedekah lebih utama ketimbang orang lain.

Jadi, orang yang lebih utama menerima sedekah adalah sanak keluarga yang termasuk ke dalam golongan fakir, miskin atau memiliki banyak utang.

Kemudian, urutan penerima sedekah lainnya dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW dari Abu Hurairah RA, beliau bersabda,

“Bersedekahlah!” Seseorang menanggapi, ‘Ya Rasulullah, saya memiliki satu dinar (rezeki).’ Rasul berkata, ‘Bersedekahlah untuk dirimu.’ Ia berkata, ‘Saya masih punya sisanya.’ Kata Rasul, ‘Berikan kepada istrimu.’ Ia berkata, ‘Masih ada yang lain.’ Kata Rasul, ‘Berikan kepada anakmu!’ ‘Masih ada yang lain.’ Rasul berkata, ‘Berikan kepada pelayanmu!’ ‘Masih ada yang lain.’ Rasul berkata, ‘Terserah kamu (kamu lebih tahu).” (HR An Nasa’i)

Waktu yang Dianjurkan untuk Bersedekah

Mengutip dari buku Sedekah Bikin Kaya dan Berkah yang disusun Ubaidurrahim El Hamdy, berikut beberapa waktu yang dianjurkan untuk bersedekah.

  • Ketika lapang dan sempit
  • Saat sehat
  • Ketika merasa kikir
  • Ketika takut akan kemiskinan
  • Ketika berharap untuk kaya
  • Pada pagi hari atau subuh
  • Pada hari Jumat
  • Pada bulan Ramadan

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Ini Sedekah Pahalanya Paling Besar Menurut Hadits Nabi SAW


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Terkait sedekah disebutkan dalam Al-Qur’an, salah satunya surah Al Baqarah ayat 267.

Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ ٢٦٧


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Rasulullah SAW dalam haditsnya turut menerangkan tentang sedekah. Beliau bersabda,

“Hendaknya engkau bersedekah sementara engkau dalam keadaan sehat dan tamak, yakni engkau sedang menginginkan (mencintai) kehidupan dan mengkhawatirkan kemiskinan. Dan janganlah engkau menunda sedekah itu hingga (saat) ruh telah sampai di tenggorokan, lalu engkau (baru) mengatakan, ‘Untuk fulan sekian (aku berikan dari hartaku) dan untuk fulan sekian.’ Ketahuilah, harta itu telah menjadi milik fulan.” (HR Muslim)

Menukil dari buku 100 Kesalahan dalam Sedekah karya Reza Pahlevi Dalimuthe, sedekah banyak bentuknya tidak hanya dengan harta. Hukum dari sedekah sendiri adalah sunnah muakkad yang artinya sangat dianjurkan.

Setidaknya ada beberapa sedekah yang pahalanya paling besar. Apa itu?

Sedekah yang Paling Besar Pahalanya

Sedekah yang paling besar pahalanya disebutkan dalam hadits Nabi SAW. Mengutip dari Syarah Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi terjemahan Misbah, berikut bunyi haditsnya:

Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Ya Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?”

Kemudian Rasulullah pun bersabda, “Yaitu jika engkau bersedekah, engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir. Kau takut menjadi fakir dan engkau sangat berharap menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata, ‘Yang ini untuk fulan dan yang ini untuk fulan’, padahal yang demikian itu memang untuk fulan.” (HR Muttafaq’alaih)

Berdasarkan hadits di atas, sedekah dalam keadaan sehat dan sebenarnya kikir menjadi sedekah yang paling besar pahalanya. Menurut Imam Nawawi, ketika muslim dermawan dan bersedekah saat itu membuktikan keikhlasan hati dan cinta yang besar terhadap Allah SWT.

Sedekah ketika sehat berbeda dengan saat sakit. Sebab, ketika seseorang sakit dan dekat ajalnya, ini membuat muslim melihat harta bukan lagi miliknya karena telah putus asa dengan hidup.

Selain sehat dan sebenarnya kikir, sedekah ketika kaya juga akan diganjar pahala yang luar biasa. Diterangkan oleh Asy Syarqawi dalam Jawahir Al-Bukhari yang ditulis Syaikh Muhammad Imarah terjemahan M Abdul Ghoffar, sedekah bertujuan menguatkan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tidak sebaliknya, seperti dalam keadaan sakit atau jelang kematian.

Manfaat Bersedekah bagi Muslim

Mengutip buku Dirasah Islamiyah tulisan Al Mubdi’u dkk, berikut beberapa manfaat sedekah bagi muslim.

  • Memperpanjang umur
  • Terhindar dari marabahaya
  • Diganjar harta dan pahala yang berlipat
  • Mencegah kematian yang buruk
  • Penghapus dosa
  • Menjauhkan diri dari api neraka

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Bayar Utang atau Sedekah Dulu, Mana yang Lebih Utama? Ini Penjelasannya


Jakarta

Di antara banyak amalan dalam Islam, membayar utang dan bersedekah adalah dua perbuatan yang sangat dianjurkan. Keduanya pun sama-sama mendatangkan pahala.

Namun, muncul pertanyaan yang sering diperdebatkan: Bayar utang dulu atau sedekah dulu? Mari kita simak penjelasannya berikut ini.

Mana yang Lebih Utama, Bayar Utang Dulu atau Sedekah?

Dalam Islam, ada perdebatan yang cukup panjang mengenai bayar utang dulu atau sedekah dulu. Walaipun keduanya sama-sama utama tapi terdapat keduanya memiliki nilai dan prioritas tersendiri.


Membayar Utang Lebih Dulu Karena Sifatnya Wajib

Syaikh Utsmainin dalam buku Kumpulan Fatwa Ulama tentang Zakat yang disusun oleh Abdul Bakir dkk., menjelaskan bahwa membayar utang adalah prioritas karena sifatnya yang wajib, sedangkan sedekah adalah amalan sunnah.

Prinsip dasar yang dipegang adalah bahwa hal-hal yang wajib harus lebih diutamakan daripada yang sunnah. Apabila seseorang memiliki utang yang cukup besar hingga hampir menghabiskan seluruh hartanya, maka langkah bijak yang dianjurkan adalah melunasi utang tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan sedekah. Hal ini mencegah seseorang dari kesulitan finansial yang bisa timbul akibat menunda pembayaran utang.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang dikutip dari buku Mengapa Sedekahku Tak Dibalas? karya Ust. Ahmad Zacky el-Syafa, Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa menunda-nunda pelunasan utang padahal mampu membayarnya adalah perbuatan zalim. “Menunda-nunda melunasi utang padahal mampu adalah perbuatan zalim.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Hal ini menunjukkan bahwa membayar utang adalah sebuah tanggung jawab besar yang tidak boleh diremehkan. Selain itu, dalam ajaran Islam, berutang juga menimbulkan beban sosial dan moral. Oleh karena itu, Islam sangat menekankan agar seseorang yang mampu segera melunasi utangnya tanpa menunda-nunda.

Tetap Boleh Bersedekah Walau Memiliki Utang

Di sisi lain, menurut buku JABALKAT II: Jawaban Problematika Masyarakat yang disusun oleh Purnasiswa 2015 MHM Lirboyo memberikan penjelasan bahwa bersedekah tetap boleh dilakukan meski seseorang memiliki utang, selama kondisi keuangan orang tersebut tidak dalam kesulitan yang mendesak. Ini berarti, apabila seseorang mampu bersedekah tanpa mengabaikan kewajiban utangnya, maka sedekah tetap menjadi amal yang baik dan dianjurkan.

Rasulullah SAW bersabda, “Andaikata aku punya emas sebesar bukit Uhud, maka akan membahagiakanku jika tidak terlewat tiga hari dan emas itu telah habis (untuk beramal baik), kecuali sedikit emas yang aku simpan (persiapkan) untuk melunasi utang.” (HR. Bukhari)

Hal ini sejalan dengan prinsip dalam Islam bahwa tangan di atas (memberi) lebih baik daripada tangan di bawah (menerima), yang menunjukkan bahwa Islam menghargai amal kebaikan dalam bentuk apa pun, selama tidak membahayakan.

Rasulullah SAW bersabda, “Wahai anak Adam, sesungguhnya bila kamu menyerahkan kelebihan sesuatu adalah lebih baik bagimu. Namun bila kamu mengekangnya maka hak itu buruk bagimu. Dan tidak tercela orang yang memenuhi kebutuhan dan mulailah dari orang yang menjadi tanggung jawabmu. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, penting untuk diingat bahwa jika seseorang berniat bersedekah tetapi seluruh hartanya habis untuk utang, maka sebaiknya ia memprioritaskan utang tersebut terlebih dahulu.

Kesimpulannya, bagi yang memiliki utang besar dan kondisi finansial yang terbatas, sebaiknya fokus pada pelunasan utang sebagai bentuk pemenuhan kewajiban utama. Namun, jika keadaan keuangan stabil, maka bersedekah tetap menjadi amal yang baik dan dapat mendatangkan pahala serta keberkahan.

Hukum Utang-piutang dalam Islam

Mengutip dari buku Ringkasan Fikih Lengkap II tulisan Syaikh Dr. Shalih, konsep utang atau yang dikenal dengan istilah “al-qardhu” memiliki makna “memotong” karena seseorang yang meminjamkan hartanya seolah-olah sedang “memotong” sebagian dari miliknya untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.

Secara syar’i, al-qardhu berarti memberikan harta kepada orang lain dengan tujuan untuk membantu dan di kemudian hari harta tersebut dikembalikan kepada pemiliknya.

Memberikan pinjaman adalah tindakan yang sangat dianjurkan, terutama karena membantu meringankan beban saudara seiman. Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah SAW bersabda,

“Pada malam ketika aku menjalani Isra’, aku melihat di pintu surga tertulis, “Pahala sedekah 10 kali lipat dan pahala pemberi utang 18 kali lipat.” Hadits ini menunjukkan betapa besar pahala yang diperoleh bagi mereka yang memberi bantuan kepada orang yang sedang kesulitan, baik melalui sedekah maupun memberi pinjaman.”

Di hadits lainnya, Rasulullah SAW juga bersabda, “Barangsiapa yang menghilangkan satu kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitannya di dunia, Allah akan menghilangkan satu kesulitan dari berbagai kesulitannya pada hari Kiamat. “

Memberikan pinjaman adalah salah satu cara untuk menolong, apalagi dalam kondisi mendesak dan sulit. Namun, Islam juga menetapkan syarat-syarat tertentu bagi orang yang memberikan utang.

Di antaranya, pemberi utang adalah orang yang sah atas hartanya bukan harta orang lain, peminjam tidak boleh meminta pinjaman lebih dari apa yang diperlukan dan tidak boleh menunda pembayaran jika sudah mampu membayarnya, karena ini termasuk perilaku zalim. Para ulama juga melarang penambahan jumlah pembayaran sebagai bentuk “balas jasa” karena ini termasuk riba, yang haram hukumnya.

Selain itu, jika peminjam memiliki niat untuk mengembalikan lebih sebagai bentuk kebaikan tanpa syarat dari pemberi pinjaman, hal ini diperbolehkan. Tindakan ini dinilai sebagai amalan baik, selama tidak menjadi beban atau paksaan.

Hukum tentang Sedekah

Sedekah memiliki kedudukan yang penting dalam Islam, dan hukum pemberiannya bervariasi tergantung pada situasi dan kondisi penerima serta niat pemberi. Berdasarkan buku Cara Berkah Lunas Amanah (Hutang) karangan Budhi Cahyono, berikut adalah macam-macam hukum dari bersedekah:

1. Sunnah

Pada dasarnya, bersedekah adalah sunnah. Artinya, jika dilakukan, pelaku akan memperoleh pahala dari Allah SWT. Tetapi, jika tidak dilaksanakan, maka tidak ada dosa yang menimpa.

2. Haram

Sedekah menjadi haram jika seseorang mengetahui bahwa harta atau bantuan yang diberikan akan digunakan oleh penerimanya untuk berbuat maksiat atau melanggar aturan agama.

3. Wajib

Sedekah dapat berubah menjadi wajib dalam kondisi tertentu. Misalnya, jika seseorang memiliki makanan atau kebutuhan pokok yang cukup, sementara di hadapannya ada orang yang kelaparan atau sangat membutuhkan bantuan, maka wajib baginya untuk bersedekah. Selain itu, sedekah juga menjadi wajib jika seseorang telah bernazar untuk melakukannya, sehingga harus dipenuhi.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Ini Waktu Terbaik untuk Bersedekah, Amalkan agar Dapat Pahala Berlimpah


Jakarta

Sedekah bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Namun, ada beberapa waktu sedekah yang dikatakan paling utama.

Muslim yang bersedekah pada waktu-waktu tersebut akan mendapat pahala yang luar biasa. Anjuran bersedekah sendiri diterangkan dalam surah Al Baqarah ayat 261,

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١


Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”

Lalu, kapan saja waktu terbaik yang dianjurkan untuk bersedekah itu?

Waktu Terbaik yang Dianjurkan untuk Bersedekah

1. Subuh

Subuh merupakan waktu terbaik untuk bersedekah. Ketika Subuh, para malaikat turun ke bumi untuk berdoa. Rasulullah SAW bersabda,

“Setiap pagi, ada dua malaikat yang turun dan berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah pengganti kepada yang gemar berinfak.’ Dan malaikat lain berdoa: ‘Ya Allah, timpakanlah kebangkrutan kepada yang enggan bersedekah.” (HR Bukhari dan Muslim)

2. Ketika Sehat dan Takut Miskin

Menukil dari buku Jangan Lepaskan Islam Walau Sedetik oleh Masyuril Khamis, sedekah ketika sehat dan takut miskin dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Berikut bunyi haditsnya,

“Wahai Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?” Rasul menjawab, “Bersedekahlah ketika kamu dalam kondisi sehat lagi bakhil, takut miskin, dan sedang berharap kaya. Jangan menunggu sampai nyawa di tenggorokan, baru berkata, ‘Aku sedekahkan ini untuk si fulan,’ padahal itu sudah menjadi bagian ahli warisnya.” (HR Bukhari)

Menukil dari Kitab Terjemahan Fiqhul Islam wa Adillathuhu Juz 10 oleh Wahbah Az Zuhaili terbitan Gema Insani, sehat lagi bakhil (kikir) artinya saat manusia dalam kondisi yang sehat dan kuat. Sebab, dalam keadaan itu biasanya manusia bakhil.

Oleh karenanya, manusia selalu mengharapkan kelanggengan harta dan takut kemiskinan. Jadi, sedekah dalam keadaan demikian pahalanya lebih besar.

3. Saat Bulan Ramadan

Ramadan merupakan momen yang istimewa bagi umat Islam. Pada waktu ini, setiap pahala kebaikan berlipat ganda. Dari Anas bin Malik RA berkata,

“Wahai Rasulullah, sedekah mana yang paling utama?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah di bulan Ramadan.” (HR At Tirmidzi)

4. Pada Hari Jumat

Jumat adalah hari yang istimewa bagi muslim. Pahala semua amalan termasuk sedekah juga dilipatgandakan sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Abdillah bin Abi Aufa,

“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari Jum’at, karena shalawat itu tersampaikan dan aku mendengarnya.’ Nabi juga bersabda, ‘Pada hari Jum’at, pahala sedekah dilipatgandakan.'” (HR Imam Syafi’i)

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com