Tag Archives: bilal

Doa sebelum Adzan dan Artinya, Bolehkah Diamalkan?


Jakarta

Sebagian umat Islam mungkin masih ada yang bingung dengan dasar hukum pengamalan membaca doa sebelum adzan. Apakah sah-sah saja dilakukan oleh seorang muazin?

Dikutip dari buku Terbakar Kumandang Azan tulisan Tusni A. Ghazali, terdapat sebuah hadits dalam Kitab Sunan Abu Dawud yang bercerita tentang Ummu Zaid bin Tsabit, seorang wanita suku Bani Najjar.

Ia memiliki rumah tertinggi di sekitar Masjid Nabawi di Madinah. Setiap pagi menjelang subuh, Bilal RA, muazin Rasulullah SAW, naik ke rumahnya dan menunggu terbitnya fajar.


Setelah melihat fajar terbit, Bilal RA membaca doa, “Ya Allah, saya memuji-Mu dan memohon pertolongan-Mu agar orang-orang Quraisy dapat menegakkan agama-Mu.” Doa ini selalu dibaca oleh Bilal sebelum mengumandangkan azan subuh, dan dia tidak pernah meninggalkannya.

Imam Abu Dawud menyatakan bahwa hadits ini shahih, dan menurut ulama hadis, kisah ini dapat menjadi dalil kebolehan melafalkan doa sebelum adzan.

Sebab, jika membaca doa seperti yang dilakukan oleh Bilal RA dianggap salah atau bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW, tentu Beliau akan menegur Bilal RA. Namun, dalam kisah ini, Rasulullah SAW tidak mengingkari atau menyalahkan Bilal RA.

Ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh Bilal RA dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Adapun bacaan doa yang dapat diamalkan sebelum adzan dikutip dari buku Panduan Praktik Ibadah tulisan Yudi Irfan Daniel dan Shabri Shaleh Anwar adalah sebagai berikut.

Doa sebelum Adzan dalam Arab, Latin, dan Artinya

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلَا إِلهَ إلا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللهِ الْعَلِي الْعَظِيمِ، اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. اللهُ يَا كَرِيم.

Arab Latin: “Subhanallah walhamdulillah, wa la ilaha illallah, wallahu akbar, wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhim. Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘ala ali sayyidina Muhammadin. Allahumma ya Karim.”

Artinya: “Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah, Allah Maha Besar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami, Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami, Nabi Muhammad. Ya Allah, wahai Yang Maha Mulia.”

Ibnu Hajar Al Haitsami dalam Kitab Al Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubro menambahkan, tidak ada anjuran langsung dari Rasulullah SAW untuk bersholawat sebelum adzan. Tidak pula para tokoh menyebutkan hal itu sebagai sesuatu yang disunnahkan secara khusus.

Sebaliknya yang lebih diutamakan pengamalannya adalah membaca doa setelah adzan. Bahkan waktu antara adzan dan iqamah dianggap sebagai salah satu waktu yang mustajab untuk seorang muslim memanjatkan doa.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Muadzin Terbaik di Zaman Rasulullah yang Dijamin Masuk Surga



Jakarta

Muadzin terbaik di zaman Rasulullah SAW adalah Bilal Bin Rabah, seorang budak berkulit hitam. Ia menjadi muadzin pertama yang diperintahkan untuk mengumandangkan adzan sebagai seruan sholat.

Dikisahkan dalam buku Sejarah Ibadah karya Syahruddin El-Fikri, Bilal bin Rabah termasuk salah seorang yang pertama kali masuk Islam sehingga dijuluki sebagai as-sabiqun al-Awwalun.

Awalnya, Bilal merupakan budak milik keluarga bani Abduddar yang diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir. Ketika keislamannya diketahui oleh sang majikan, Bilal mendapat siksaan yang sangat berat.


Ia pernah dicambuk, dijemur di bawah terik matahari, bahkan tubuhnya ditindih dengan batu agar meninggalkan agama Islam. Meskipun demikkian, Bilal tetap tak goyah dan teguh menyatakan keimanannya kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Penderitaan yang dialami Bilal baru berakhir setelah Abu Bakar As-Shiddiq RA membelinya dan memerdekakannya. Ia kemudian menjadi muslim yang taat dan ikut dalam rombongan hijrah ke Madinah.

Turunnya Perintah Adzan dan Ditunjuknya Bilal Sebagai Muadzin

Melansir dari buku Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, pada awal-awal Rasulullah SAW tinggal di Madinah, kaum muslimin mengerjakan sholat lima waktu bersama beliau tanpa adanya panggilan atau seruan.

Nabi SAW pernah bermaksud membuat terompet besar seperti terompet orang Yahudi untuk memanggil para sahabat menunaikan sholat, tetapi beliau tidak menyukainya.

Abdullah bin Zaid bin Tas’alabah menjadi orang yang mendengar seruan adzan dalam mimpinya, lantas bergegas mendatangi Rasulullah SAW dan berkata,

“Wahai Rasulullah, tadi malam aku bermimpi didatangi oleh seseorang. lalu seorang lelaki yang mengenakan dua potong baju berwarna hijau melintasiku dengan membawa lonceng. Aku bertanya kepadanya, ‘Wahai hamba Allah, apakah engkau menjual lonceng ini?’

Orang itu bertanya, ‘Untuk apa lonceng ini?’ Aku menjawab, ‘Untuk memanggil orang supaya sholat.’ Kemudian orang itu berkata, ‘Maukah kutunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada lonceng ini?’ Aku balik bertanya, ‘Apa itu?’ Orang itu kembali menjawab, ‘Ucapkanlah:

Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allâhu Akbar.

Asyhadu an lâ ilâha illallah. Asyhadu an lâ ilâha illallâh. Asyhadu anna Muhammadan Rasûlullah. Asyhadu anna Muhammadan Rasûlullah.

Hayya ‘alash shalah, hayya ‘alash shalâh.

Hayya ‘alal falah, hayya ‘alal falah.

Allahu Akbar, Allâhu Akbar, Lâ ilâha illallâh.'”

Mengetahui hal itu, Rasulullah SAW bersabda, “Insya Allah ini mimpi yang benar. Temui Bilal dan sampaikan kepadanya seruan itu, lalu suruh ia mengumandangkannya. Sesungguhnya, suaranya lebih merdu darimu.”

Berdasarkan riwayat tersebut, Bilal menjadi muadzin terbaik di zaman Rasulullah SAW sebab ia memiliki suara merdu dibandingkan dengan sahabat lainnya.

Bilal bin Rabbah Muadzin Terbaik Rasulullah SAW

Disebutkan dalam buku The Great Sahaba karya Rizem Aizid, Bilal bin Rabah dikenal sebagai muadzin pertama umat islam yang diberi gelar Muadzin ar-Rasul. Sebagai muadzin Rasulullah SAW, nama Bilal diabadikan untuk selama-lamanya.

Hingga saat ini, muadzin di masjid-masjid juga dipanggil dengan julukan ‘bilal’. Sosok Bilal bin Rabah memang seorang berkulit hitam, tetapi ia memiliki suara yang sangat nyaring dan jernih hingga mampu menjangkau seluruh negeri Madinah.

Saat Bilal mengumandangkan adzan, kaum muslimin yang tinggal di Madinah langsung datang ke Masjid. Rizem Aizid dalam bukunya menyebutkan, tidak ada satupun sahabat yang memiliki kemampuan dalam mengumandangkan adzan melebihi Bilal bin Rabbah.

Salah satu keistimewaan Bilal bin Rabah, yaitu derap langkahnya telah terdengar di surga sehingga ia termasuk orang yang dijamin masuk surga oleh Allah SWT.

Hal ini sebagaimana diterangkan dalam sebuah riwayat, dari Abu Hurairah RA, ia bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal bin Rabah setelah menunaikan sholat Subuh:

“Wahai Billa, beritahukanlah kepadaku tentang perbuatan-perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam islam. Sebab, sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara terompahmu di depanku di surga.”

Bilal menjawab, “Tidak ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan, yang lebih kuharapkan manfaatnya dalam Islam dibandingkan dengan (harapanku terhadap) perbuatanku yang senantiasa melakukan sholat (sunnah) yang mampu aku lakukan setiap selesai bersuci (wudhu) dengan sempurna pada waktu siang ataupun malam.” (HR Muslim).

Itulah sepenggal kisah Bilal bin Rabbah, seorang sahabat yang menjadi muadzin terbaik di zaman Rasulullah SAW. Semoga dapat menjadi teladan dan menambah wawasan ya, detikers!

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Mukjizat Rasulullah SAW pada Unta Tua Milik Jabir RA



Jakarta

Nabi Muhammad SAW dikelilingi oleh para sahabat, salah satunya Jabir bin Abdullah. Ia merupakan sosok yang dekat dengan Rasulullah SAW.

Ada kisah menarik mengenai Nabi Muhammad SAW dan unta milik Jabir RA. Menukil dari buku Biografi Rasulullah SAW yang ditulis DR Mahdi Rizqullah Ahmad diceritakan bahwa Jabir RA memiliki unta yang sudah tua.

Walau demikian, unta tua itu adalah satu-satunya hewan yang dimiliki Jabir RA untuk ditunggangi. Ia tidak dapat mengganti untanya dengan yang lebih muda karena faktor ekonomi.


Kala itu, ayah Jabir RA baru saja gugur sebagai syahid dan meninggalkan beberapa orang anak. Saudara-saudara Jabir RA itu menjadi tanggungannya karena beliau merupakan anak sulung.

Laju unta Jabir RA sangat lamban hingga tertinggal jauh dari pasukan muslim. Waktu itu mereka sedang dalam perjalanan pulang selepas perang Dzati Riqa.

Disebutkan bahwa unta milik Jabir RA sedang sakit dan selalu tertinggal dari rombongan. Bahkan, unta tua tersebut hampir tidak bisa berjalan, seperti tertulis dalam buku Kisah-kisah Islam yang Menggetarkan Hati karya Hasan Zakaria Fulaifal.

Melihat hal, itu Rasulullah SAW lantas menghampiri Jabir RA sambil menanyakan apa yang terjadi. Dia berkata bahwa untanya terlalu lambat hingga sulit menyusul pasukan lainnya.

“Derumkanlah untamu!” kata Nabi SAW kepada Jabir RA.

Sang rasul lalu meminta tongkat yang ada di tangan Jabir RA. Setelahnya, ia mencucuk lambung unta tua itu berkali-kali sampai akhirnya hewan tersebut berdiri.

Selanjutnya, Nabi SAW meminta Jabir RA untuk kembali menunggangi unta tuanya. Atas kuasa Allah SWT, unta tua itu tiba-tiba mampu melaju dengan cepat seperti unta sehat dan muda.

Saking cepatnya, laju unta tersebut mampu menyalip rombongan unta lain yang sebelumnya berada di depan. Sampai-sampai, jika Jabir RA tidak mengendalikan untanya maka unta sang rasul akan tersalip juga.

Mengutip dari buku Kisah-kisah Inspiratif Sahabat Nabi susunan Muhammad Nasrulloh, setelah unta Jabir RA dan Nabi SAW sejajar keduanya saling berbincang. Dalam pembicaraan itu, Rasulullah SAW menawar untuk membeli unta Jabir RA.

Setelah sepakat, Jabir RA menjual untanya kepada Nabi Muhammad SAW. Sesampainya di rumah, ia membawa unta itu ke kediaman sang rasul.

Mendapati seekor unta di rumahnya, Rasulullah SAW lantas bertanya: “Unta siapa ini?”

“Unta Jabir RA wahai Rasulullah SAW,” kata sahabat lainnya.

Mendengar hal itu, Nabi SAW memanggil Jabir RA dan memintanya untuk membawa untanya kembali. Selanjutnya, Jabir RA pulang membawa untanya lagi.

Tiba-tiba Rasulullah SAW memerintahkan Bilal untuk memberi satu kantong dirham kepada Jabir RA. Hal tersebut membuat Jabir RA terkejut, karena ia mendapat uang dalam jumlah lebih banyak dari hasil kesepakatan tentang jual beli unta.

Wallahu ‘alam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Jabir bin Abdullah Bersama Unta Tuanya


Jakarta

Jabir bin Abdullah adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdullah bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’ab.

Mengutip buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi yang ditulis oleh Imron Mustofa, Jabir bin Abdullah dilahirkan 16 tahun sebelum peristiwa hijrah, nasabnya berakhir pada Khajraj. Di tengah-tengah masyarakat waktu itu, ia dikenal dengan julukan Abu Abdillah Al-Anshari dan merupakan ahli fikih dan mufti Madinah pada masanya.

Jabir RA dikenal sebagai sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dan ia dikaruniai umur yang panjang oleh Allah SWT hingga bisa menyaksikan kehidupan cucu Rasulullah SAW.


Dalam buku Fikih Sirah karya Said Ramadhan Al-Buthy disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat mengerti cobaan berat yang dipikul Jabir bin Abdullah RA dan keluarganya.

Ayah Jabir bin Abdullah merupakan salah seorang pejuang Islam yang syahid di medan Perang Uhud. Sehingga, sebagai anak sulung, Jabir RA harus memikul tanggung jawab untuk merawat dan menafkahi beberapa saudaranya.

Oleh karena itu, kehidupan Jabir bin Abdullah terbilang berat, dan hanya memiliki sedikit harta. Salah satu kisah perhatian Rasulullah SAW kepada Jabir yaitu saat Jabir tertinggal di belakang rombongan sahabat bersama untanya yang kurus dan lemah. Berikut kisah lengkap Jabir bin Abdullah dan untanya.

Kisah Jabir bin Abdullah dan Unta Tuanya

Mengutip kembali kisah dalam buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi, kisah Jabir bin Abdullah dan Rasulullah SAW ini diawali saat Jabir bin Abdullah keluar bersama Rasulullah SAW pada Perang Dzat Ar-Riqa’, dari Nakhl dengan mengendarai seekor unta yang lemah.

Ketika Rasulullah SAW kembali dari Perang Dzat Ar-Riqa’, teman-temannya dapat berjalan dengan lancar. Sementara Jabir tertinggal di belakang, hingga beliau menyusulnya.

Beliau bersabda kepadanya, “Apa yang terjadi denganmu, wahai Jabir?” Jabir menjawab, “Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan.”

Rasulullah SAW bersabda, “Suruh ia duduk.” Jabir pun mendudukkan untanya dan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu Rasulullah SAW memerintahkan, “Berikan tongkatmu kepadaku!”

Lalu, Jabir pun mengerjakan perintah Rasulullah SAW dan beliau mengambil tongkat yang dimintanya, kemudian beliau menusuk lambung unta Jabir beberapa kali kemudian menyuruhnya, “Naikilah untamu!”

Jabir segera menaiki untanya. Kemudian, Jabir dibuat terkejut dengan untanya yang lemah secara tiba-tiba bisa menyalip unta Rasulullah SAW.

Jabir berkata, “Demi Allah, yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu menyalip unta beliau.”

Jabir dan Rasulullah SAW pun berbincang, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual untamu kepadaku?” Jabir menjawab, “Tidak wahai Rasulullah, tetapi aku menghibahkannya kepadamu.” Beliau menawarnya, “Juallah untamu ini kepadaku!”

Jabir menjawab, “Kalau begitu, hargailah untaku ini.” Rasulullah SAW bersabda, “Bagaimana kalau satu dirham?” Jabir menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah. Kalau harganya seperti itu, engkau merugikan aku.”

Rasulullah SAW kembali menawarnya, “Dua dirham?” Jabir menjawab, “Aku tidak mau seharga itu, wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW terus menaikkan penawaran hingga harga unta itu mencapai satu uqiyah (kira-kira setara dengan 40 dirham).

Jabir berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ridha dengan harga itu?” Beliau menjawab, “Ya.” Jabir berkata, “Kalau begitu unta ini menjadi milikmu.”

“Ya, aku telah terima,” jawab Rasulullah SAW. Lalu, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?” “Sudah, wahai Rasulullah,” jawab Jabir.

Rasulullah SAW kembali bertanya, “Dengan gadis ataukah janda?” “Dengan janda,” jawabnya. Rasulullah SAW bertanya kembali, “Kenapa engkau tidak menikahi gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu?”

Jabir menceritakan kepada Rasulullah SAW, “Ayahku gugur di Perang Uhud dan menginggalkan tujuh orang anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga bisa mengurus dan mengasuh mereka.”

“Setibanya di Shirar (sebuah tempat kira-kira 5 km dari kota Madinah) nanti, aku perintahkan penyiapan unta untuk disembelih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut, hingga istrimu mendengar kabar tentang kita dan ia melepaskan bantalnya,” perintah Rasulullah SAW kepada Jabir.

“Aku tidak memiliki bantal wahai Rasulullah,” jawab Jabir. Rasulullah SAW berkata, “Engkau akan memilikinya, insya Allah. Karena itu, jika engkau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik.”

Kedermawanan Rasulullah SAW kepada Jabir bin Abdullah

Sesampainya di Shirar, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta yang kemudian akan disembelih. Jabir dan para sahabat mengadakan jamuan makan pada hari itu.

Sore harinya, Rasulullah SAW masuk ke dalam rumahnya dan para sahabat pun masuk rumah masing-masing. Jabir menceritakan sabda Rasulullah SAW ini kepada istrinya.

Kemudian, istrinya menyuruh Jabir untuk mangikuti sabda Nabi SAW tersebut dan berkata, “Lakukanlah itu, dengar dan taatlah.”

Esok paginya, Jabir membawa untanya, menuntun, dan mendudukkannya di depan pintu masjid Rasulullah SAW. Kemudian, ia duduk di dekat masjid.

Ketika Rasulullah SAW keluar dan melihatnya, beliau bersabda, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini unta yang dibawa Jabir.” Beliau bertanya, “Di mana Jabir?”

Jabi pun dipanggil untuk menemui Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai anak saudaraku, ambillah untamu, karena ia menjadi milikmu!”

Kemudian beliau memanggil Bilal dan berkata kepadanya, “Pergilah bersama Jabir, dan berikan kepadanya uang satu uqiyah!”

Jabir pergi bersama Bilal, dan kemudian Bilal memberinya uang satu uqiyah dan memberikan sedikit tambahan kepadanya. Betapa terpukaunya Jabir bin Abdullah pada kebaikan Rasulullah SAW.

Jabir menuturkan, “Demi Allah, pemberian beliau tersebut terus berkembang dan bisa dilihat tempatnya di rumahku, hingga aku mendapat musibah di Perang Al-Harrah belum lama ini.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com