Tag Archives: bin abdullah

Nama Ibu Nabi Muhammad SAW, Ini Kisah Hidup dan Teladannya



Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah panutan utama umat Islam karena teladan mulia dalam segala aspek kehidupan. Untuk lebih mengenal sosok beliau, sangat penting memahami silsilah keluarganya, termasuk ibunya.

Ibu Nabi Muhammad SAW adalah sosok istimewa karena telah melahirkan manusia paling mulia di bumi, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Melalui peran pentingnya sebagai ibu, beliau membawa ke dunia seorang nabi yang menjadi panutan dan teladan bagi umat manusia.

Nama Ibu Nabi Muhammad SAW

Nama ibu Nabi Muhammad SAW adalah Siti Aminah binti Wahab, yang memiliki nama lengkap Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah.


Sementara ibunya bernama Labirah binti Abdil Uzza bin Utsman bin Abd ad-Dar bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr.

Siti Aminah adalah wanita yang sangat dihormati pada masanya. Menurut buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, Siti Aminah adalah putri dari Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab, pemimpin bani Zuhrah, salah satu dari kaum Quraisy yang berperan dalam menjaga Ka’bah.

Bani Zuhrah berasal dari Zuhrah bin Kilab, saudara Qushay bin Kilab, pemimpin pertama Makkah dan penjaga Ka’bah, serta kakek buyut Siti Aminah.

Kehidupan Siti Aminah

Mengutip dari buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam karya Bassam Muhammad Hamami, Siti Aminah adalah wanita terbaik di Quraisy berdasarkan nasab dan kedudukannya.

Ia lahir pada pertengahan abad ke-6 Masehi, berasal dari keluarga yang dihormati dan memiliki kemuliaan yang dibanggakan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang disampaikan dalam sabda beliau,

“Allah terus-menerus memindahkanku dari rusuk yang baik ke rahim yang suci, terpilih, dan terdidik. Tiada jalan yang bercabang menjadi dua, kecuali aku berada di jalan yang terbaik.”

Pada suatu malam setelah menikah dengan Abdullah, Siti Aminah terbangun dengan tubuh bergetar akibat mimpi yang dialaminya. Dia kemudian menceritakan kepada suaminya bahwa dalam mimpinya, dia didatangi oleh cahaya terang yang tampak menyinari seluruh dunia dan isinya.

Siti Aminah bahkan melihat istana-istana dari negeri Syam dan dalam keadaan tersebut, ia mendengar sebuah suara yang berkata, ‘Sesungguhnya engkau sedang mengandung pemimpin umat ini.”

Setelah itu, Siti Aminah teringat perkataan seorang peramal bernama Sauda binti Zahrah al-Kilabiyyah yang pernah berkata kepada Bani Zahrah, “Di antara kalian akan lahir seorang pembawa peringatan.”

Saat itu, Sauda menunjuk ke arah Aminah ketika para ibu di Bani Zahrah memperlihatkan anak-anak mereka.

Menurut buku Biografi Muhammad Bin Abdullah yang ditulis oleh Zulkifli Mohd. Yusoff, sebelum melahirkan Nabi Muhammad SAW, Siti Aminah bermimpi melahirkan seorang anak laki-laki yang dilahirkan bersamaan dengan cahaya yang menyelimuti Bumi.

Dalam mimpinya, Siti Aminah juga melihat dirinya berdoa kepada Allah SWT, “Aku berlindung kepada Tuhan yang Maha Esa agar menyelamatkan anak ini dari semua orang yang dengki.”

Nabi Muhammad SAW kemudian lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awal pada tahun Gajah, sekitar 50 hari setelah peristiwa tentara gajah. Siti Aminah pernah menyampaikan bahwa selama mengandung Rasulullah SAW, ia tidak pernah merasakan lelah atau sakit.

Singkat cerita, mengutip dari buku Sejarah Terlengkap Peradaban Islam karya Abdul Syukur al-Azizi, Siti Aminah merawat Nabi Muhammad SAW sendirian setelah suaminya, Abdullah bin Abdul Muthalib, meninggal dunia.

Setelah beberapa waktu di bawah asuhan Siti Aminah, Rasulullah SAW kemudian diasuh oleh ibu susunya, Halimah Sa’diyyah dari suku Bani Sa’ad, hingga usia 4 tahun, meskipun ada riwayat yang menyebut sampai usia 6 tahun, sebelum dikembalikan kepada Siti Aminah.

Setelah kembali kepada Siti Aminah, Rasulullah SAW diasuh oleh ibunya selama kurang lebih 2 tahun lagi hingga mencapai usia 7 tahun. Saat itulah, Siti Aminah meninggal dunia, menjadikan Rasulullah SAW yatim piatu.

Keteladanan Siti Aminah

Dalam buku Mengais Berkah di Bumi Sang Rasul karya Ahmad Hawassy, dijelaskan bahwa Siti Aminah memiliki berbagai sifat mulia, seperti ketakwaan, tutur kata lembut, sikap santun, dan jiwa sosial, yang diwarisinya dari ayahnya.

Selain itu, Siti Aminah dikenal sebagai sosok yang hidup dengan sederhana dan menghindari gemerlap dunia. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW, “Aku adalah putra seorang perempuan Quraisy yang memakan daging kering.”

Bintu Syathi juga pernah bercerita tentang Siti Aminah, “Masa kecilnya dimulai dari lingkungan paling mulia, dan asal keturunannya pun paling baik. Ia memiliki kebaikan nasab dan ketinggian asal keturunan yang dibanggakan dalam masyarakat bangsawan yang sangat membanggakan kemuliaan nenek moyang dan keturunannya.”

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Jabir bin Abdullah Bersama Unta Tuanya


Jakarta

Jabir bin Abdullah adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdullah bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’ab.

Mengutip buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi yang ditulis oleh Imron Mustofa, Jabir bin Abdullah dilahirkan 16 tahun sebelum peristiwa hijrah, nasabnya berakhir pada Khajraj. Di tengah-tengah masyarakat waktu itu, ia dikenal dengan julukan Abu Abdillah Al-Anshari dan merupakan ahli fikih dan mufti Madinah pada masanya.

Jabir RA dikenal sebagai sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dan ia dikaruniai umur yang panjang oleh Allah SWT hingga bisa menyaksikan kehidupan cucu Rasulullah SAW.


Dalam buku Fikih Sirah karya Said Ramadhan Al-Buthy disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat mengerti cobaan berat yang dipikul Jabir bin Abdullah RA dan keluarganya.

Ayah Jabir bin Abdullah merupakan salah seorang pejuang Islam yang syahid di medan Perang Uhud. Sehingga, sebagai anak sulung, Jabir RA harus memikul tanggung jawab untuk merawat dan menafkahi beberapa saudaranya.

Oleh karena itu, kehidupan Jabir bin Abdullah terbilang berat, dan hanya memiliki sedikit harta. Salah satu kisah perhatian Rasulullah SAW kepada Jabir yaitu saat Jabir tertinggal di belakang rombongan sahabat bersama untanya yang kurus dan lemah. Berikut kisah lengkap Jabir bin Abdullah dan untanya.

Kisah Jabir bin Abdullah dan Unta Tuanya

Mengutip kembali kisah dalam buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi, kisah Jabir bin Abdullah dan Rasulullah SAW ini diawali saat Jabir bin Abdullah keluar bersama Rasulullah SAW pada Perang Dzat Ar-Riqa’, dari Nakhl dengan mengendarai seekor unta yang lemah.

Ketika Rasulullah SAW kembali dari Perang Dzat Ar-Riqa’, teman-temannya dapat berjalan dengan lancar. Sementara Jabir tertinggal di belakang, hingga beliau menyusulnya.

Beliau bersabda kepadanya, “Apa yang terjadi denganmu, wahai Jabir?” Jabir menjawab, “Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan.”

Rasulullah SAW bersabda, “Suruh ia duduk.” Jabir pun mendudukkan untanya dan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu Rasulullah SAW memerintahkan, “Berikan tongkatmu kepadaku!”

Lalu, Jabir pun mengerjakan perintah Rasulullah SAW dan beliau mengambil tongkat yang dimintanya, kemudian beliau menusuk lambung unta Jabir beberapa kali kemudian menyuruhnya, “Naikilah untamu!”

Jabir segera menaiki untanya. Kemudian, Jabir dibuat terkejut dengan untanya yang lemah secara tiba-tiba bisa menyalip unta Rasulullah SAW.

Jabir berkata, “Demi Allah, yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu menyalip unta beliau.”

Jabir dan Rasulullah SAW pun berbincang, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual untamu kepadaku?” Jabir menjawab, “Tidak wahai Rasulullah, tetapi aku menghibahkannya kepadamu.” Beliau menawarnya, “Juallah untamu ini kepadaku!”

Jabir menjawab, “Kalau begitu, hargailah untaku ini.” Rasulullah SAW bersabda, “Bagaimana kalau satu dirham?” Jabir menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah. Kalau harganya seperti itu, engkau merugikan aku.”

Rasulullah SAW kembali menawarnya, “Dua dirham?” Jabir menjawab, “Aku tidak mau seharga itu, wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW terus menaikkan penawaran hingga harga unta itu mencapai satu uqiyah (kira-kira setara dengan 40 dirham).

Jabir berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ridha dengan harga itu?” Beliau menjawab, “Ya.” Jabir berkata, “Kalau begitu unta ini menjadi milikmu.”

“Ya, aku telah terima,” jawab Rasulullah SAW. Lalu, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?” “Sudah, wahai Rasulullah,” jawab Jabir.

Rasulullah SAW kembali bertanya, “Dengan gadis ataukah janda?” “Dengan janda,” jawabnya. Rasulullah SAW bertanya kembali, “Kenapa engkau tidak menikahi gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu?”

Jabir menceritakan kepada Rasulullah SAW, “Ayahku gugur di Perang Uhud dan menginggalkan tujuh orang anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga bisa mengurus dan mengasuh mereka.”

“Setibanya di Shirar (sebuah tempat kira-kira 5 km dari kota Madinah) nanti, aku perintahkan penyiapan unta untuk disembelih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut, hingga istrimu mendengar kabar tentang kita dan ia melepaskan bantalnya,” perintah Rasulullah SAW kepada Jabir.

“Aku tidak memiliki bantal wahai Rasulullah,” jawab Jabir. Rasulullah SAW berkata, “Engkau akan memilikinya, insya Allah. Karena itu, jika engkau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik.”

Kedermawanan Rasulullah SAW kepada Jabir bin Abdullah

Sesampainya di Shirar, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta yang kemudian akan disembelih. Jabir dan para sahabat mengadakan jamuan makan pada hari itu.

Sore harinya, Rasulullah SAW masuk ke dalam rumahnya dan para sahabat pun masuk rumah masing-masing. Jabir menceritakan sabda Rasulullah SAW ini kepada istrinya.

Kemudian, istrinya menyuruh Jabir untuk mangikuti sabda Nabi SAW tersebut dan berkata, “Lakukanlah itu, dengar dan taatlah.”

Esok paginya, Jabir membawa untanya, menuntun, dan mendudukkannya di depan pintu masjid Rasulullah SAW. Kemudian, ia duduk di dekat masjid.

Ketika Rasulullah SAW keluar dan melihatnya, beliau bersabda, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini unta yang dibawa Jabir.” Beliau bertanya, “Di mana Jabir?”

Jabi pun dipanggil untuk menemui Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai anak saudaraku, ambillah untamu, karena ia menjadi milikmu!”

Kemudian beliau memanggil Bilal dan berkata kepadanya, “Pergilah bersama Jabir, dan berikan kepadanya uang satu uqiyah!”

Jabir pergi bersama Bilal, dan kemudian Bilal memberinya uang satu uqiyah dan memberikan sedikit tambahan kepadanya. Betapa terpukaunya Jabir bin Abdullah pada kebaikan Rasulullah SAW.

Jabir menuturkan, “Demi Allah, pemberian beliau tersebut terus berkembang dan bisa dilihat tempatnya di rumahku, hingga aku mendapat musibah di Perang Al-Harrah belum lama ini.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com