Tag Archives: bulan syawal

Kumpulan Hadits tentang Puasa Syawal, Amalan Sunnah yang Dianjurkan Nabi SAW


Jakarta

Hadits tentang puasa Syawal menjelaskan terkait keutamaan amalan tersebut. Pada dasarnya, bulan Syawal memiliki sejumlah keutamaan jika diisi berbagai amalan sunnah.

Meski dinamakan puasa Syawal, amalan ini tidak dikerjakan pada permulaan Syawal atau 1 Syawal. Sebab, permulaan Syawal bertepatan dengan Idul Fitri yang mana haram hukumnya apabila seorang muslim melaksanakan puasa di hari tersebut.

Dari Abu Sa’id Al Khudri RA, ia berkata:


“Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR Muslim)

Hadits tentang Puasa Syawal

1. Hadits Ketentuan Puasa Syawal

Ketentuan tentang puasa Syawal sebanyak enam hari, didasarkan pada hadits Rasulullah SAW berikut,

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka baginya (ganjaran) puasa selama setahun penuh.” (HR Muslim)

Mengutip buku Yang Harus diketahui dari Puasa Syawal oleh Ahmad Zarkasih, Lc. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut memiliki sanad yang mencapai derajat shahih. Adapun banyaknya pahala yang diterima atau dihasilkan oleh umat Muslim yang menjalankan puasa Syawal merupakan anugerah Allah SWT untuk umat Nabi Muhammad.

2. Hadits Keutamaan Puasa Syawal

Hadits lainnya juga menjelaskan keutamaan puasa Syawal dalam redaksi berbeda,

“Barang siapa yang berpuasa satu bulan Ramadhan, ditambah enam hari (Syawal) setelah Idul Fitri, pahala puasanya seperti pahala puasa satu tahun. Dan siapa yang mengerjakan satu amalan kebaikan, baginya sepuluh kebaikan.” (HR Ibnu Majah)

3. Hadits Anjuran Puasa Syawal

Selain hadits-hadits sebelumnya, ada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan nada serupa,

“Seperti diceritakan dari Muhammad bin Ibrahim, Usamah bin Zaid terbiasa puasa di bulan-bulan suci. Rasulullah SAW kemudian berkata, “Puasalah di Bulan Syawal.” Lalu dia melaksanakan puasa tersebut hingga akhir hayat. (HR Sunan Ibnu Majah)

4. Hadits Waktu Pelaksanaan Puasa Syawal

Berdasarkan buku Rumedia-The Tausiyah tulisan David Alvitri, Salah satu hukum berpuasa Syawal adalah dilaksanakan mulai sejak tanggal dua Syawal. Hal ini seperti dalam hadits yang disebutkan oleh Abu Sa’id al-Khudri:

“Nabi Muhammad SAW melarang berpuasa pada dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. (Maksudnya tanggal satu Syawal dan sepuluh Dzulhijjah).” (HR Muslim)

Haruskah Puasa Syawal Dilaksanakan Berturut-turut Selama 6 Hari?

Menurut buku Daqu Method dalam Tinjauan Pendidikan Islam oleh Tarmizi As Shidiq, Imam Syafi’i dan Imam An-Nawawi berpendapat puasa Syawal lebih dianjurkan untuk diamalkan selama enam hari secara berurutan mulai dari awal bulan, yaitu 2-7 Syawal.

Hal senada diyakini oleh mazhab Hambali dalam buku Dialog Lintas Mazhab Fiqh Ibadah dan Muamalah karya Asmaji Muchtar. Dikatakan, lebih utama puasa enam hari di bulan Syawal tanpa terputus.

Meski demikian, dijelaskan melalui buku Dalam Naungan Bulan Penuh Kemuliaan: Fikih Ramadan 4 Mazhab tulisan Gus Arifin, ulama mazhab Syafi’i menyebut puasa Syawal yang diamalkan secara dipisah atau dilakukan pada akhir Syawal juga tetap memiliki keutamaan dalam pengamalannya.

Wallahu’alam bishawab.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah Menikah dengan Aisyah di Bulan Syawal



Yogyakarta

Sebagaimana Rasulullah yang menikahi Aisyah dan para ummahatul mu’minin lainnya, menikah menjadi salah satu amalan ibadah yang dapat dilaksanakan, utamanya di bulan Syawal.

Sebagai tanda kebesaran-Nya, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 21,

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ


Arab latin: Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja’ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Anjuran Menikah di Bulan Syawal

Pada dasarnya, dalam Islam tidak ada waktu khusus untuk menggelar pernikahan. Semua hari tidak memiliki larangan untuk pernikahan selama mengikuti aturan syariat. Namun, Islam menganjurkan dan mensyariatkan bahwa bulan terbaik untuk menikah adalah bulan Syawal.

Rasulullah SAW dalam salah satu hadistnya menyebutkan bahwa beliau menikahi Aisyah RA pada bulan Syawal. Umat muslim yang telah memenuhi syarat dan mampu tentu disarankan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي

Artinya: “Rasulullah SAW menikahiku pada bulan Syawal dan berkumpul denganku pada bulan Syawal, maka siapa di antara istri-istri beliau yang lebih beruntung dariku?” (HR Muslim).

Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah RA berlangsung di Mekkah, yaitu pada bulan Syawal tahun 10 kenabian sebelum hijrah. Pendapat lain mengatakan pada tahun 11 kenabian, tepatnya 2 tahun 5 bulan sebelum hijrah dan setahun setelah Rasulullah menikahi Saudah RA.

Membantah Tradisi Jahiliyah

Sunnah menikah di bulan Syawal ini berawal dari tradisi masyarakat Arab zaman jahiliyah yang menganggap bulan Syawal sebagai pembawa sial. Dikutip dari buku Menggapai Berkah di Bulan-Bulan Hijriah oleh Siti Zamratus Sa’adah, masyarakat Arab pada zaman jahiliyah memiliki tradisi untuk tidak melakukan pernikahan pada bulan Syawal.

Bahkan, mereka beranggapan bahwa penyakit lepra terjadi di bulan Syawal sehingga mereka benci menggauli istrinya pada bulan itu. Dari sudut pandang fiqih Islam, dilarang untuk menghukumi tanggal atau hari sial, sebagaimana ajaran Rasulullah bahwa menganggap suatu hari adalah hari atau tanggal sial maka itu disebut sebagai kesyirikan.

Oleh karena itu, pada saat masa kenabian, Rasulullah SAW mencoba untuk menghilangkan tradisi masyarakat Arab yang membenci bulan Syawal tersebut. Beliau lantas menikahi Aisyah RA (juga Ummu Salamah di waktu yang lain) tepat pada bulan Syawal.

Tafsir Hadits dari Aisyah

Mengutip buku Fikih Keseharian: Bahasa Arab Bahasa Surga Hingga Siapa yang Memberikan Fatwa yang disusun oleh Hafidz Muftisany Imam Nawawi menerangkan, “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal. Para ulama kami (ulama Syafi’iyyah) telah menegaskan anjuran tersebut dan berdalil dengan hadits ini.”

“Ketika menceritakan hal ini, Aisyah RA bermaksud membantah apa yang diyakini masyarakat jahiliyyah dan anggapan sebagian orang awam pada masa kini yang menyatakan menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan Syawal adalah makruh,” tambahnya.

Adapun selain bulan Syawal, anjuran menikah juga bisa dilakukan di bulan Shafar sebagaimana pernikahan Fatimah putri Rasulullah dengan Ali bin Abi Thalib.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Wanita yang Dinikahi Rasulullah pada Bulan Syawal



Jakarta

Syawal termasuk bulan yang baik untuk menikah karena Rasulullah SAW meminang istri-istrinya pada bulan tersebut. Menurut sejarah, ada dua wanita yang beliau nikahi pada bulan Syawal tapi dalam tahun yang berbeda.

Sebenarnya di dalam Islam tidak ada waktu khusus untuk melangsungkan pernikahan. Semua hari tidak ada yang memiliki larangan untuk melangsungkan pernikahan selama sesuai dengan syariat Islam.

Dalam sejumlah Kitab Sirah dikatakan, Rasulullah SAW melangsungkan pernikahan dengan Aisyah RA pada bulan Syawal. Menurut Sirah Aisyah Ummul Mukminin karya Sulaiman An-Nadawi, pernikahan itu terjadi di Makkah 2 tahun sebelum hijrah, ada yang berpendapat 3 tahun sebelum hijrah.


Pada saat itu, Aisyah RA berusia 6 tahun dan ada yang berpendapat 7 tahun. Rasulullah SAW mulai tinggal serumah dengan istri ketiganya itu pada bulan Syawal setelah Perang Badar tahun ke-2 H.

Yola Hemdi dalam buku Rahasia Rumah Tangga Rasulullah, menjelaskan mengenai Rasulullah SAW yang melangsungkan pernikahannya pada bulan Syawal.

Rasulullah SAW melangsungkan pernikahannya di bulan Syawal dengan Aisyah RA bertujuan untuk melakukan pendobrakan atas tradisi Arab sebelum Islam yang menganggap bahwa Syawal merupakan bulan sial untuk melangsungkan akad tertentu, termasuk menikah.

Nabi Muhammad SAW menepis anggapan masyarakat jahiliyah pada masa itu dengan cara menikahi Aisyah RA dan menghapus ajaran yang salah tentang kesialan apabila menikah pada bulan Syawal.

Beberapa keutamaan menikah di bulan Syawal antara lain menepis anggapan orang jahiliyah bahwa kesialan akan menghantui hidup bagi siapa yang menikah pada bulan Syawal dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW yang juga melangsungkan pernikahan pada bulan itu.

Hal itu juga dijelaskan oleh Weda S. Atmanegara dalam buku Amazing Stories Kisah Mulia Wanita Surga Ummul Mukminin Aisyah.

Awalnya bangsa Arab menganggap bahwa menikah dengan putri teman yang telah dianggap saudara sendiri adalah perbuatan terlarang. Itulah yang terjadi ketika Abu Bakar RA merasa ragu menerima pinangan Rasulullah SAW yang disampaikan melalui Khaulah.

Maka Rasulullah SAW kemudian menjelaskan bahwa Aisyah RA halal untuk beliau nikahi, bahwa hubungan persaudaraan antara beliau dan Abu Bakar RA adalah ikatan persaudaraan seagama.

Bangsa Arab juga tidak mau menikah atau menikahkan putri mereka di bulan Syawal. Mereka terpengaruh akan adanya mitos penyakit sampar yang melanda pada bulan Syawal. Maka, Rasulullah SAW berniat untuk menghilangkan kepercayaan tidak berdasar ini dan menikahi Aisyah RA di bulan Syawal.

Aisyah RA sendiri menganjurkan kepada keluarganya untuk melangsungkan pernikahan di bulan Syawal. Ia berkata, “Rasulullah SAW menikahiku di bulan Syawal. Kami juga mulai hidup bersama pada bulan Syawal. Adakah istri Rasulullah SAW yang lebih beruntung dibandingkan aku?” (HR Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, Darimi, dan Baihaqi)

Bangsa Arab juga terbiasa untuk menyalakan api di hadapan mempelai. Seorang suami juga mendatangi istrinya pertama kali dengan ditandu. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Qustulani kemudian menyatakan bahwa Rasulullah SAW menghapus kebiasaan tersebut.

Selain Aisyah RA, Rasulullah SAW juga menikahi Ummu Salamah pada bulan Syawal.

Merujuk pada Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Kelengkapan Tarikh Rasulullah, Rasulullah SAW menikah dengan Ummu Salamah pada bulan Syawal tahun 4 H. Ummu Salamah memiliki nama lengkap Hindun binti Abu Umayyah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib.

Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Ummu Salamah merupakan istri dari Abu Salamah bin Abdul Asad. Ia merupakan istri Nabi Muhammad SAW yang paling akhir meninggal dunia.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com