Tag Archives: buya yahya

Bolehkah Wanita Haid Ziarah Kubur dan Membaca Al Fatihah?


Jakarta

Bolehkah wanita haid ziarah kubur dan membaca Al-Fatihah? Pertanyaan ini mungkin pernah terlintas di benak banyak wanita Muslim. Apalagi saat keluarga atau kerabat mengadakan ziarah kubur.

Artikel ini akan membahas pandangan ulama dan penjelasan seputar hukum ziarah kubur bagi wanita yang sedang haid.

Hukum Wanita Berziarah Kubur

Dari buku Fiqih Wanita Edisi Lengkap tulisan M. Abdul Ghoffar E.M, hukum wanita berziarah kubur dijelaskan dalam beberapa hadits. Dalam sebuah riwayat, Abdullah bin Abi Mulaikah bercerita:


“Pada suatu hari, Aisyah pernah datang dari kuburan. Lalu aku bertanya kepadanya: ‘Wahai Ummul Mukminin, dari mana engkau?’ Aisyah menjawab: ‘Dari kuburan saudaraku, Abdurahman.’ Kemudian kutanyakan lagi: ‘Bukankah Rasulullah melarang ziarah kubur?’ Aisyah menjawab: ‘Benar, beliau pernah melarang ziarah kubur, akan tetapi kemudian beliau menyuruhnya.'” (HR. Al-Hakim dan Baihaqi. Adz-Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW awalnya melarang ziarah kubur, tetapi kemudian membolehkannya. Hal ini diperkuat oleh sabda Rasulullah SAW:

“Kami pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah. Karena, dalam menziarahinya terdapat peringatan.” (HR. Abu Dawud)

Hadits tersebut menegaskan bahwa ziarah kubur dianjurkan karena mengingatkan manusia akan kematian dan akhirat. Jika ziarah kubur dimakruhkan, tentu Rasulullah SAW tidak akan menganjurkannya.

Namun, terdapat hadits lain yang berbunyi:

“Allah melaknat wanita-wanita yang berziarah kubur.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi)

Sebagian ulama menggunakan hadits ini untuk memakruhkan ziarah kubur bagi wanita. Menanggapi hal tersebut, Imam Al-Qurthubi menjelaskan:

“Bahwa laknat dalam hadits tersebut hanya ditujukan bagi wanita-wanita yang sering berziarah kubur. Karena, dianggap sebagai berlebih-lebihan dan bahkan mungkin hal itu akan mengakibatkan kaum wanita melupakan hak suaminya. Di sisi lain, ia lebih mengutamakan tabarruj (bersolek).”

Selain itu, hadits dari Abu Hurairah juga menjelaskan keutamaan ziarah kubur. Abu Hurairah meriwayatkan:

“Rasulullah pernah mendatangi kuburan ibunya, lalu beliau menangis. Maka orang-orang di sekitarnya pun ikut menangis. Selanjutnya beliau berkata: ‘Aku telah meminta izin kepada Allah untuk memohonkan ampun baginya, tetapi Dia tidak mengizinkan aku. Lalu aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, dan Dia mengizinkannya. Oleh karena itu, berziarahlah karena hal itu dapat mengingatkan kalian akan akhirat.'” (HR. Abu Dawud)

Hadits ini menunjukkan bahwa ziarah kubur memiliki manfaat penting, yaitu mengingatkan manusia akan kehidupan akhirat.

Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa ziarah kubur diperbolehkan bagi wanita, asalkan dilakukan dengan niat yang benar, tidak berlebihan, dan menghindari perbuatan yang dilarang.

Bolehkah Wanita Haid Ziarah Kubur dan Membaca Al Fatihah?

Terkait dengan wanita haid yang ingin melakukan ziarah kubur dan membaca Al-Fatihah, mayoritas ulama membolehkan wanita haid untuk melakukan ziarah kubur.

Hal ini karena ziarah kubur bukanlah ibadah yang mensyaratkan kesucian seperti shalat atau thawaf. Tujuan utama dari ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan akhirat, yang juga relevan bagi wanita haid.

Mengenai membaca Al-Fatihah atau ayat-ayat Al-Qur’an lainnya, Buya Yahya menjelaskan melalui kanal Youtube Al Bahjah TV, bahwa dibolehkan wanita haid membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, terutama jika bacaan tersebut dimaksudkan sebagai zikir.

“Selagi ayat tersebut digunakan untuk berzikir, maka diperkenankan.” ungkap Buya Yahya.

Jadi, wanita haid tetap bisa melakukan ziarah kubur dan membaca ayat Al-Qur’an seperti surah Al Fatihah sebagai bentuk zikir, perlindungan dari setan, dan pengingat akan kematian serta akhirat

Bacaan Ziarah Kubur Lainnya untuk Wanita

Selain berzikir dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an, terdapat bacaan lain yang juga dapat diucapkan saat berziarah kubur.

Dalam buku Fiqh Wanita Empat Mazhab Fatwa-fatwa Fiqh Wanita Kontemporer susunan Dr. Muhammad Utsman al-Khasyat, bahwa Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan hadits dimana Rasulullah SAW mengajari Aisyah mengenai ucapan saat berziarah kubur. Aisyah bertanya:

“Apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni makam kaum Muslimin), wahai Rasulullah?”

Beliau bersabda:

“Ucapkanlah: Semoga kesejahteraan senantiasa dilimpahkan kepada para penghuni makam dari kalangan kaum mukminin dan kaum muslimin. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita, baik yang wafat lebih dahulu maupun yang masih hidup. Sesungguhnya kami, insya Allah, akan menyusul kalian.”

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat Menggabungkan Mandi Junub dan Haid, Bagaimana Cara dan Pendapat Ulama?


Jakarta

Haid dan keadaan junub menyebabkan hadas besar bagi seorang pria maupun wanita. Sehingga, umat muslim yang dalam kondisi tersebut harus segera melakukan mandi wajib sebelum melaksanakan ibadah sholat.

Seorang wanita mungkin akan mengalami kondisi di mana dia harus menggabungkan kedua mandi wajib tersebut. Bagaimana caranya?

Niat Menggabungkan Mandi Junub dan Haid, Ini Pendapat Ulama

Dua hadas besar, dalam hal ini junub dan haid, bisa diselesaikan hanya dengan satu kali niat. Ketentuan ini dijelaskan ulama Buya Yahya dalam channel YouTubenya Buya Yahya.

“Kalau punya hadas empat atau lima, niatnya cuma satu. Cara mandinya cuma satu tidak perlu empat atau lima,” ujar Buya Yahya dalam videonya yang berjudul Mempunyai Lebih dari Satu Hadats, Berapa Kali Harus Bersuci?


Buya Yahya juga menjelaskan ketentuan bagi muslimah yang sudah selesai haid, lalu berhubungan badan dengan suaminya. Namun belum sempat mandi besar untuk menuntaskan hadasnya, sehingga kembali suci.

“Menurut jumhur ulama dan mahdzab kita, Syafi’i, wanita yang sudah terputus haidnya tidak boleh digauli sampau dia mandi. Kalau sudah bersuci maka boleh didatangi,” kata Buya Yahya dalam video berjudul Belum Sempat Mandi Besar Setelah Haid, Bolehkah Berhubungan Intim? di channel Al-Bahjah TV.

Selain Imam Syafi’i, pendapat serupa juga dikatakan Imam Malik dan Imam Ahmad. Buya Yahya mengatakan, mandi besar lebih dulu usai haid sebelum berhubungan tak sekadar menjalankan syariat. Dengan kondisi yang lebih bersih dan nyaman, seorang muslimah bisa berhubungan dengan lebih bersama suaminya.

Niat Menggabungkan Mandi Junub dan Haid, Bagaimana Caranya?

Sesuai petunjuk ulama, niat menggabungkan mandi junub dan haid cukup dibaca satu kali. Dalam hal ini, muslimah bisa membaca niat mandi junub sebagai berikut:

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitul ghusla liraf ‘il hadatsil akbari fardhal lillaahi ta’ala.

Artinya: “Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadas besar fardu karna Allah ta’ala.”

Bacaan niat ini dikutip dari Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Perempuan oleh Abdul Syukur al-Azizi. Tata cara mandi wajib selengkapnya adalah:

  1. Membaca Niat
  2. Bersihkan kedua telapak tangan sebanyak tiga kali
  3. Mulai membersihkan kotoran-kotoran yang tersembunyi dengan tangan kiri, seperti kemaluan, dubur, bawah ketiak, pusar, dan lain sebagainya
  4. Mencuci tangan dengan cara menggosokkan ke sabun atau tanah
  5. Berwudhu
  6. Menyela pangkal rambut menggunakan jari-jari tangan yang telah dibasuh air hingga menyentuh kulit kepala
  7. Membasuh seluruh tubuh dengan air yang dimulai dari sisi kanan lalu kiri
  8. Memastikan seluruh lipatan kulit serta bagian yang tersembunyi ikut dibersihkan.

Langkah-langkah mandi wajib ini dikutip dari buku Fiqh Ibadah karya Zaenal Abidin. Penjelasan niat menggabungkan mandi junub dan haid ini semoga bisa meningkatkan iman dan taqwa detikers pada Allah SWT.

(elk/row)



Sumber : www.detik.com