Tag Archives: cerai

Suami Istri yang Bercerai Apakah Bertemu Kembali di Surga?


Jakarta

Penghuni surga adalah orang-orang pilihan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa nantinya manusia akan dikumpulkan kembali bersama keluarganya di surga. Namun, apakah suami istri yang sudah bercerai tetap akan dipertemukan di surga?

Mengutip buku Surga karya Mahir Ahmad Ash-Syufiy disebutkan surga adalah rumah keselamatan, rumah yang dijanjikan Allah SWT dengan kuasa-Nya agar orang-orang beriman bisa hidup di sana dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Surga juga menjadi rahmat Allah SWT, tempat yang abadi sehingga orang-orang mukmin yang menjadi penghuninya pun pasti orang-orang yang berkarakter terpuji, baik yang memiliki fasilitas surga dengan derajat yang tertinggi ataupun yang terendah.

Surga juga disebut sebagai hadiah dari Allah atas balasan ketaatan semasa di dunia. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Bayyinah ayat 8:


جَزَاۤؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۗ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُۗ ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهٗࣖ

Artinya: “Balasan mereka di sisi Tuhannya adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.”

Bertemu Keluarga di Surga

Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa manusia akan dipertemukan dengan keluarganya di surga dengan keimanan. Disampaikan Ibnu Katsir dalam riwayat Al-Aufi dari Ibnu Abbas yang menyebut hal ini saat menafsirkan firman Allah SWT dalam surah At-Tur ayat 21:

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ اَلَتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍۚ كُلُّ امْرِئٍ ۢ بِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan anak cucunya mengikuti mereka dalam keimanan, Kami akan mengumpulkan anak cucunya itu dengan mereka (di dalam surga). Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.”

Suami Istri yang Sudah Bercerai Apakah Bertemu di Surga?

Ikatan antara orang-orang beriman seperti kakek-nenek, orang tua, anak cucu, dan pasangan suami istri tidak hanya berlangsung di dunia, tetapi bisa berlanjut hingga akhirat. Namun, bagaimana dengan pasangan yang telah bercerai selama hidupnya di dunia? Apakah mereka juga bisa bertemu kembali di surga?

Ibnu Katsir membahas hal ini dalam kitab An-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa seorang wanita yang pernah menikah dengan lebih dari satu pria karena beberapa kali menikah akan dipertemukan di surga dengan suami yang memiliki akhlak terbaik kepadanya selama hidup di dunia.

Penjelasan ini didasarkan pada dialog antara Ummu Salamah dan Rasulullah SAW. Ummu Salamah pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, ada di antara kami wanita yang pernah menikah dengan dua, tiga, bahkan empat orang. Jika semuanya masuk surga, siapakah yang akan menjadi suaminya di akhirat?”

Rasulullah SAW menjawab bahwa wanita tersebut akan diberi pilihan, dan ia akan memilih suami yang paling baik akhlaknya. Ia akan berkata, “Ya Allah, suami inilah yang paling baik perlakuannya kepadaku ketika di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya.” Rasulullah pun menegaskan bahwa akhlak mulia membawa kebaikan di dunia dan akhirat. (HR Al-Haitsami)

Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Ummu Habibah. Intinya, apakah pasangan suami istri yang telah bercerai akan bertemu kembali di surga sangat bergantung pada bagaimana akhlak mereka semasa hidup.

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com

Kapan Istri Boleh Minta Cerai Menurut Islam?


Jakarta

Perceraian dalam Islam tergolong sebagai hal yang dihalalkan namun dibenci oleh Allah SWT. Istri boleh meminta cerai kepada suami apabila ia melakukan hal-hal ini. Apa saja?

Dikutip dari buku Bulughul Maram & Dalil-Dalil Hukum: Panduan Hidup Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW dalam Ibadah, Muamalah, dan Akhlak oleh Ibnu Hajar, dijelaskan bahwa perceraian memang sebuah perkara yang halal, namun Allah SWT sangat membencinya.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW,


عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَبْغَضُ الْحَلَالِ عِنْدَ اللَّهِ الطَّلَاقُ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهِ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَرَبَّحَ أَبُو حَاتِمٍ إِرْسَالَهُ

1098. Dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits ini shahih menurut al-Hakim. Abu Hatim menilainya hadits mursal)

Cerai merupakan jalan keluar terakhir dan yang paling baik dihindari apabila terjadi sebuah kerusuhan dalam rumah tangga. Cara ini boleh ditempuh ketika semua bentuk pendekatan dan percobaan penyelesaian masalah sudah dilakukan.

Namun, tentu saja semua orang menginginkan rumah tangga yang baik dan bahagia. Tak jarang, di dalam rumah tangga seorang istri tidak merasa bahagia dan malah mendapat kekerasan.

Oleh karena itu, perceraian dalam Islam tidak hanya bisa dilakukan oleh suami. Namun, istri juga mendapat hak yang sama untuk meminta perceraian ketika terjadi sesuatu pada diri dan rumah tangganya.

Terdapat beberapa alasan yang membolehkan istri untuk meminta perceraian suami. Dengan catatan dirinya tidak meminta cerai karena alasan-alasan yang tidak jelas atau dibenarkan agama.

Masykur Arif Rahman dalam Dosa-Dosa Istri yang Paling Dibenci Allah Sejak Malam Pertama menyebutkan bahwa istri yang tidak memiliki alasan yang sah secara syariat, akan mendapat dosa bila ia mengajak bercerai.

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja wanita yang minta diceraikan oleh suaminya tanpa alasan yang sah maka haram baginya wangi surga.” (HR Ahmad)

Adapun alasan-alasan yang membolehkan perceraian dalam Islam dari sisi istri adalah sebagaimana berikut ini.

5 Alasan Istri Halal Minta Cerai

1. Tidak Mendapat Nafkah dari Suami

Alasan istri boleh minta perceraian dalam Islam yang pertama adalah karena suami tidak menafkahi istri dan ia tidak merelakannya. Namun, jika istri mengerti kondisi suami yang memang tidak bisa menafkahi dan rela berkorban kepadanya, maka tidak perlu bercerai.

2. Tidak Mampu Menahan Syahwat

Alasan istri boleh minta perceraian dalam Islam yang kedua adalah karena ia tidak kuat menahan syahwat, sedangkan suaminya tidak bisa memenuhi hasrat tersebut. Sehingga, daripada memilih berzina, lebih baik bercerai.

Namun, apabila istri rela tidak mendapat kebutuhan biologis itu, maka terhapuslah alasan baginya untuk minta cerai.

Istri boleh minta cerai suami apabila ia tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban suami karena benci atau lain-lain. Daripada selalu bertengkar, lebih baik bercerai sebab berpotensi menambah keburukan.

4. Suami Berakhlak Buruk

Keempat, alasan istri halal meminta perceraian dalam Islam yakni ketika suami mempunyai kepribadian dan akhlak yang buruk, yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Misalnya ketika istri merupakan seorang yang salihah, sedangkan suaminya sering meninggalkan salat, tidak berpuasa, sering berbohong, durhaka kepada orang tua, mabuk, berjudi, dan melakukan perbuatan tercela lainnya, maka istri boleh meminta cerai kepada suami.

Sebab, pada dasarnya, wanita salihah adalah untuk suami yang salihah juga. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nur ayat 26 yang berbunyi,

اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ ࣖ ٢٦

Artinya: “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang baik) itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.”

5. Suami Berlaku Kasar

Alasan istri halal minta perceraian dalam Islam yang terakhir adalah karena suami berlaku buruk, kasar, dan keras terhadap istri.

Contohnya adalah suami selalu memukul, memaki, main tangan, tidak mau memuaskan istri dalam berhubungan badan, menyuruh kerja berat, dan lain sebagainya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ketentuan Masa Iddah Wanita yang Digugat Cerai dan Larangannya


Jakarta

Masa iddah merupakan suatu waktu tunggu bagi wanita muslim setelah digugat cerai atau ditinggal mati oleh suaminya. Ketika masa iddah, wanita tidak diperbolehkan menikah kembali.

Dijelaskan dalam Fiqih Sunnah 3 tulisan Sayyid Sabiq, asal kata iddah ialah al-‘addu dan al-ihsha yang artinya hari-hari dan masa haid yang dihitung oleh kaum wanita. Jadi, iddah dimaknai sebagai masa di mana wanita muslim menunggu.

Mengutip buku Fikih Empat Madzhab Jilid 5 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, praktik iddah sudah ada sejak zaman jahiliyah. Kala itu, masyarakat menaati aturan tersebut. Agama Islam mengakui bahwa penetapan iddah dalam syariat dinilai memiliki banyak maslahat bagi umat.


Dalil terkait masa iddah tercantum dalam surah Al Baqarah ayat 228,

وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍ

Artinya: “Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’ (suci atau haid).”

Selain ayat Al-Qur’an, disebutkan pula dalam hadits. Rasulullah SAW bersabda kepada Fatimah binti Qais,

“Jalanilah masa iddahmu di rumah Ummu Maktum.” (HR Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i & Tirmidzi)

Lantas, bagaimana ketentuan masa iddah bagi wanita yang digugat cerai?

Masa Iddah Wanita yang Digugat Cerai

Abdul Qadir Manshur melalui karyanya yang berjudul Buku Pintar Fikih Wanita membagi masa iddah ke dalam dua jenis, yaitu iddah karena perceraian dan kematian. Perlu dipahami, apabila wanita muslim yang diceraikan belum disetubuhi, maka tidak wajib menjalani masa iddah.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 49,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نَكَحْتُمُ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا ۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.”

Namun, jika wanita yang diceraikan dalam keadaan hamil maka masa iddahnya sampai sang bayi lahir seperti dijelaskan dalam surah At Thalaq ayat 4,

وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًا

Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”

Sementara bila wanita tersebut tidak sedang hamil, maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, ia sedang menstruasi. Dalam keadaan itu, maka masa iddahnya adalah dalam waktu tiga kali menstruasi. Kemudian apabila ia tidak mengalami menstruasi maka masa iddahnya adalah tiga bulan.

Larangan bagi Wanita dalam Masa Iddah

Masih dari buku yang sama, ada sejumlah larangan yang perlu dipahami wanita ketika dalam masa iddahnya, yaitu:

1. Melakukan Ihdad

Ihdad dilakukan oleh wanita yang ditinggal mati oleh suaminya sampai habis masa iddahnya. Kata ihdad sendiri memiliki arti tidak memakai perhiasaan, wangi-wangian, pakaian mencolok, pacar, dan celak mata.

2. Tidak Keluar Rumah Kecuali dalam Keadaan Darurat

Sesuai dengan firman Allah dalam At Thalaq ayat 1, wanita yang sedang dalam masa iddah tidak diperbolehkan keluar rumah yang ditinggali bersama suaminya sebelum bercerai. Kecuali jika ada keperluan mendesak.

3. Tidak Menikah dengan Lelaki Lain

Wanita yang sedang menjalani masa iddah baik karena bercerai, fasakh, atau ditinggal meninggal oleh suaminya tidak boleh menikah selain dengan laki-laki yang meninggalkan atau menceraikannya. Apabila menikah, maka pernikahannya dianggap tidak sah. Adapun laki-laki yang meminang dengan sindiran kepada wanita yang sedang dalam masa iddah juga tidak diperbolehkan (haram).

Itulah ketentuan bagi wanita yang masa iddahnya karena gugat cerai. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Masa Iddah bagi Muslimah: Arti, Jenis dan Larangan



Jakarta

Masa iddah berlaku bagi seorang perempuan muslim yang bercerai ataupun ditinggal sang suami meninggal dunia. Selama masa iddah, muslimah ini tidak diperbolehkan menikah kembali.

Dikutip dari buku Fikih Muslimah Praktis: Hukum Masa Iddah Hingga Hukum Wanita Jadi Pejabat karya Hafidz Muftisany, iddah dalam bahasa arab artinya bilangan atau menghitung.

Hafidz mengartikan masa iddah yaitu waktu tertentu yang harus dilewati oleh seorang perempuan setelah terjadinya peristiwa tertentu, seperti perceraian dengan suami atau kematian suami.


Tujuan Masa Iddah

Terdapat beberapa tujuan masa iddah seperti yang terdapat dalam buku Fiqh Keluarga Terlengkap karya Rizem Aizid, yaitu:

– Untuk mengetahui kekosongan rahim seorang istri
– Memberikan kesempatan kepada suami untuk memilih antara rujuk atau tidak
– Merupakan unsur ta’abud dan rasa duka cita

Dalil tentang masa iddah termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah Ayat 228,

وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Jenis Masa Iddah

Abdul Qadir Manshur dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar Fikih Wanita membagi masa iddah ke dalam dua jenis, yaitu:

1. Iddah Karena Perceraian

Bagi perempuan yang diceraikan dan belum disetubuhi maka tidak wajib menjalani masa iddah.

Bagi perempuan yang diceraikan dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya yaitu sampai bayinya lahir. Sedangkan jika perempuan yang diceraikan dalam keadaan tidak hamil, maka masa iddahnya adalah tiga kali menstruasi.

2. Iddah Karena Kematian

Bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya tidak dalam keadaan hamil, masa iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari, baik dia telah melakukan hubungan badan dengan suaminya yang telah meninggal itu maupun belum.

Sedangkan bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya adalah hingga bayinya lahir.

Larangan dalam Masa Iddah

Masih mengutip dari sumber buku yang sama, Islam menentukan tiga larangan yang tidak boleh dilanggar oleh perempuan ketika menjalani masa iddah.

– Haram Menikah dengan Laki-laki Lain

Perempuan yang sedang dalam masa iddahnya baik karena dicerai, fasakh, maupun ditinggal mati oleh suami tidak boleh menikah selain dengan laki-laki yang telah menceraikannya itu. Jika dia menikah lagi, maka pernikahannya tidak sah, dan jika dia berhubungan badan, maka dia terkena hukuman al-hadd.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 235,

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا عَرَّضْتُمْ بِهٖ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاۤءِ اَوْ اَكْنَنْتُمْ فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ سَتَذْكُرُوْنَهُنَّ وَلٰكِنْ لَّا تُوَاعِدُوْهُنَّ سِرًّا اِلَّآ اَنْ تَقُوْلُوْا قَوْلًا مَّعْرُوْفًا ەۗ وَلَا تَعْزِمُوْا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتّٰى يَبْلُغَ الْكِتٰبُ اَجَلَهٗ ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوْهُ ۚوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ ࣖ ٢٣٥

Artinya: “Tidak ada dosa bagimu atas kata sindiran untuk meminang perempuan-perempuan) atau (keinginan menikah) yang kamu sembunyikan dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka. Akan tetapi, janganlah kamu berjanji secara diam-diam untuk (menikahi) mereka, kecuali sekadar mengucapkan kata-kata yang patut (sindiran). Jangan pulalah kamu menetapkan akad nikah sebelum berakhirnya masa iddah. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Maka, takutlah kepada-Nya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”

– Haram Keluar Rumah Kecuali Karena Alasan Darurat

Seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah yang ditinggali bersuaminya sebelum bercerai kecuali jika ada keperluan mendesak.

Allah SWT berfirman dalam surah At-Thalaq ayat 1,

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَطَلِّقُوْهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَاَحْصُوا الْعِدَّةَۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ رَبَّكُمْۚ لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْۢ بُيُوْتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللّٰهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذٰلِكَ اَمْرًا ١

Artinya: “Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu iddah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah. Siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui boleh jadi setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru.”

– Wajib Melakukan Ihdad

Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya wajib melakukan ihdad (menahan diri) sampai habis masa ‘iddahnya.

Ihdad berarti tidak memakai perhiasan, wewangian, pakaian bermotif, pacar, dan celak mata, seperti sabda Rasulullah SAW, “Seorang perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya tidak boleh memakai pakaian bermotif, tidak memakai perhiasan, tidak memacari kuku, dan tidak bercelak mata.” (HR Abu Dawud)

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com