Tag Archives: ceramah

Teks Ceramah tentang Kemerdekaan dalam Islam: Bersyukur atas Nikmat Merdeka


Jakarta

Tanggal 17 Agustus 2025 adalah momen sakral bagi seluruh rakyat Indonesia. Hari Kemerdekaan bukan hanya perayaan, tetapi juga pengingat perjuangan para pahlawan yang gigih merebut kebebasan.

Bagi umat Islam, kemerdekaan memiliki makna mendalam. Sejalan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan pentingnya kebebasan, keadilan, dan persatuan.


2 Teks Ceramah tentang Kemerdekaan

Sebagai seorang penceramah, penting untuk menyampaikan pesan-pesan yang relevan dan menyentuh hati. Mengutip laman Kemenag, berikut adalah draf teks ceramah kemerdekaan dalam Islam yang bisa menjadi referensi, memadukan semangat patriotisme dengan ajaran agama.

Wajib Mensyukuri Kemerdekaan

Oleh: Dr. H. Khoirul Huda Basyir, Lc. M.Si

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَناَ أَنْ نُصْلِحَ مَعِيْشَتَنَا لِنَيْلِ الرِّضَا وَالسَّعَادَةِ، وَنَقُوْمَ بِالْوَاجِبَاتِ فِيْ عِبَادَتِهِ وَتَقْوَاهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ، أَمّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ الله اُوْصِيْنِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الّذين آمنوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Bangsa Indonesia akan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke 80 kemerdekaan Republik Indonesia. Mengenang atau memperingati sesuatu yang bersejarah dan monumental dalam perjalanan suatu bangsa tentu adalah hal yang sangat penting dan mampu menjadi media kesyukuran manusia atas anugrah kenikmatan Allah SWT. Al Quran Upaya mengajarkan kepada manusia agar selalu mengingat keagungan Allah disertai bersyukur atas nakmatNya dalam satu tarikan nafas. Allah berfirman:

فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ ࣖ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu, bersykurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku”. (Al Baqarah:152).

Salah satu kenikmatan terbesar yang diperoleh bangsa Indonesia adalah anugrah kemerdekaan, yaitu terbebasnya rakyat Indonesia dari belenggu dan kungkungan penjajah, saat di mana seluruh warga bangsa dapat menghirup udara kemerdekaan dan menentukan arah kehidupan di atas tanah airnya sendiri secara bebas. Dalam perspektif ajaran Islam, tentunya ada sekian banyak alasan mengapa bangsa Indonesia wajib mensyukuri nikmat kemerdekaan. Setidaknya ada tiga hal utama yang perlu selalu kita ingat dan tegaskan dalam kesyukuran kemerdekaan bangsa ini:

1. Kemerdekaan Indonesia merupakan rahmat Allah SWT

Penegasan pengakuan ini bahkan diabadikan secara eksplisit oleh para pejuang dan pendiri negara ini, sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke tiga yang menyatakan: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.

Kesadaran kolektif para pejuang kemedekaan ini dengan tegas mengisyaratkan bahwa kemerdekaan Indonesia dapat diperoleh karena rahmat Allah SWT, sebab secara lahiriah dan dalam perhitungan kekuatan militer, hampir mustahil bangsa ini mampu menaklukkan dan mengusir para penjajah dari bumi pertiwi tanpa ada campur tangan dari Allah SWT karena tidak sebandingnya peralatan tempur maupun pasukan perang yang dimiliki bangsa Indonesia dibanding dengan kekuatan penjah. Bagaimana bambu runcing dapat mengalahkan senjata meriam dan kendaraan tempur tank yang super canggih kala itu kalau bukan rahmat dan ma’unah Allah SWT. Sebagai bangsa kita juga amat bersyukur dan bangga betapa kemerdekaan Indonesia berhasil ditegakkan atas perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia sendiri, bukan merupakan hadiah dari penjajah atau bangsa-bangsa lain.

2. Mengenang Jasa Syuhada dan Pahlawan Kusuma Bangsa

Generasi yang hidup dan menghirup udara kemerdekaan saat ini sebagian besar adalah generasi yang tidak merasakan langsung bagaimana berat dan pedihnya perjuangan merebut dan menegakkan kemerdekaan. Kita adalah generasi pewaris yang tinggal mengisi kemerdekaan, sementara para pahlawan dan pejuang kusuma bangsa telah berkorban dengan harta dan jiwanya demi tegaknya kemerdekaan ini, dan kebanyakan dari mereka justru tidak sempat menikmati alam kemerdekaan sebagaiman kita nikmati saat ini.

Untuk itu sudah seharusnya kita berkewajiban untuk selalu mengenang dengan penuh kesyukuran akan jasa dan perjuangan mereka. Kesyukuran ini penting supaya kita tidak pernah lupa dengan sejarah sekaligus untuk menggelorakan spirit patriotisme kapada anak-anak bangsa dalam merawat NKRI. Mensyukuri jasa dan kebaikan para pejuang hakikatnya adalah mensyukuri nikmat Allah SWT sebagaimana sabda baginda Nabi Muhammad SAW:

إن أشكرَ الناس لله عز وجل أشكرُهم للناس

“Sesungguhnya manusia yang paling bersyukur kepada Allah adalah yang paling banyak bersyukur kepada sesamanya”.

3. Wujud Nyata Mencintai Tanah Air

Mencintai tanah air adalah naluri fitri manusia karena dari tanah manusia tercipta dan dari air serta udara yang dihirup manusia lahir, hidup dan tumbuh. Terdapat ungkapan dari para ulama:

حب الوطن من الايمان

“Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman”.

Pernyataan ini meskipun bukan dari Al Quran dan Hadis tapi kandungan makna dan pesan yang tersirat di dalamnya sejalan dengan ajaran Islam. Orang yang mencintai tanah air pasti akan merawat dan menjaganya dengan baik, dan dengan itu ia akan mampu menghadirkan kemaslahatan dan kesejahteraan kepada sesama, dan itu adalah tugas utama manusia sebagai khalifatullah fil ardl.

Dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia, semboyan حب الوطن من الايمان bahkan digelorakan oleh para ulama dan kyai untuk memantik patriotisme umat Islam dalam melawan dan mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Tercatat dalam sejarah, adalah Hadlaratus Syaikh KH. Hasyim Asya’ari, Rais Akbar Jamiyyah Nahdlatul Ulama kala itu yang menyerukan semboyan ini dan kemudian ditegaskan dengan Resolusi Jihad yang di antara pesan utamanya adalah kewajiban bagi umat Islam untuk jihad fi sabilillah, berperang melawan penjajah dan menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan tanah air Indonesia. Dalam pandangan Islam, sebagaiamana dinyatakan oleh Prof. Dr. Quraish Shihab, bahwa mencintai tanah air kedudukannya dengan membela agama, hal ini diisyaratkan dalam Al-Quran surat Al Mumtahanah, ayat 8:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Selain daripada itu, dalam faham Ahlussunnah waljamaah, hubungan agama dan negara haruslah bersifat simbiosisme mutualisme atau kebersalingan untuk menjaga, menopang dan memperkuat kedudukan satu dengan yang lain. Al Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghozali menyatakan:

اَلدِّيْنُ والْمُلْكُ تَوْأَمَانِ، فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ، فَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

“Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama adalah fondasi dan penguasa adalah penjaga. Sesuatu yang tidak ada fondasinya pasti mudah roboh dan sesuatu yang tidak ada penjaganya pasti cepat sirna”.

Agama akan tumbuh bersemai di wilayah negara yang damai sebagaimana negara akan eksis dan diliputi keberkahan jika ditopang oleh spiritualitas dan ajaran agama yang kuat.

Untuk itu, marilah kita ingatkan kembali kepada diri kita dan segenap tumpah darah indonesia agar menjadikan momentum peringatan kemedekaan Republik Indonesia dengan terus bersyukur melalui upaya kita semua merawat NKRI, menghargai keragaman dan kemajmukan warga bangsa serta terus memberikan doa kebaikan dan keberkahan bagi negeri Indonesia dan para pemimpinnya, kiranya Allah SWT senantiasa melindungi, memberkahi dan menjauhkan dari segala bencana, persetruan dan perpecahan terutama saat menghadapi tahun politik di mana rakyat Indonesia akan melaksanakan hajat konstitusinya, pesta demokrasi melalui pemilihan umum untuk memilih para pemimpinya. Aamiin.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Zayadi, M.Pd. (Direktur Penerangan Agama Islam, Kemenag RI)

Pada hari yang mulia ini, marilah kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. dengan sebenar-benarnya takwa. Takwa adalah inti dari setiap ibadah, ruh dari setiap amal dan bekal terbaik menuju akhirat. Sebagaimana Firman Allah,

وَتَزَوَّدُوْ فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ

Artinya: “Berbekallah kalian, dan sebaik baik bekal adalah taqwa.” (QS. Al-Baqarah: 197).

Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muḥammad SAW., sosok mulia yang telah memerdekan manusia dari penghambaan atas materi dan hawa nafsu kepada penghambaan kepada Ilāhī Rabbī.

Kita saat ini telah memasuki bulan Agustus, bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Bulan ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah anugerah besar dari Allah SWT, hasil perjuangan panjang para pahlawan yang yang rela berkorban demi tegaknya kedaulatan dan martabat bangsa. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 53:

وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ثُمَّ اِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَاِلَيْهِ تَجْـئَرُوْنَۚ

“Segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. Kemudian, apabila kamu ditimpa kemudaratan, kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl: 53)

Secara kebahasaan, kemerdekaan dalam bahasa Arab dikenal dengan kata al-istiqlāl (الاستقلال), yang bermakna negara-negara merdeka. Dalam konteks kebangsaan, istiqlāl mencerminkan kemerdekaan suatu bangsa dari segala bentuk dominasi, baik kolonialisme fisik maupun hegemoni budaya dan ekonomi.

Sementara itu, dalam terminologi Islam, istiqlāl tidak berhenti pada kedaulatan semata, tetapi juga bermuara pada kesadaran kolektif untuk membangun peradaban yang merdeka dalam berpikir, berkarya, dan berakhlak. Inilah yang kemudian berkelindan dengan konsep al-ḥurriyyah (الحُرِّيَّة) atau kebebasan, yang lebih menekankan pada dimensi personal dan spiritual.

Hurriyyah dalam Islam bukanlah kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab-bebas dari perbudakan hawa nafsu, tekanan struktural yang menindas, dan pemikiran yang membelenggu kebenaran. Dengan kata lain, istiqlāl adalah bentuk kebebasan kolektif dalam skala sosial dan kenegaraan, sementara hurriyyah adalah kebebasan internal yang membebaskan manusia untuk taat dan tunduk hanya kepada Allah SWT. Keduanya adalah fondasi utama dalam membangun bangsa yang tidak hanya maju secara lahiriah, tetapi juga diridhai oleh Allah secara batiniah.

Ibnu ‘Āsyūr dalam kitab Maqāṣid al-Syarī’ah al-Islāmiyyah menjelaskan bahwa kebebasan memiliki dua sisi. Pertama, kebebasan dari perbudakan fisik, yaitu kemerdekaan dalam arti literal. Kedua, kebebasan dalam makna batiniah, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur hidupnya sendiri dengan sadar, tanpa tekanan dan paksaan.

Syariat Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kebebasan dalam banyak aspek. Islam menjamin kebebasan berkeyakinan (ḥurriyyah al-i’tiqād), kebebasan berbicara dan menyampaikan pendapat (ḥurriyyah al-aqwāl), kebebasan dalam belajar, mengajar, dan berkarya (ḥurriyyah al-‘ilmi wa at-ta’līm wa at-ta’līf), serta kebebasan dalam bekerja dan berwirausaha (ḥurriyyah al-a’māl). Semua bentuk kebebasan ini diarahkan bukan untuk membebaskan manusia dari nilai, tetapi justru untuk meneguhkan nilai-nilai luhur yang berlandaskan tauhid.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dalam kitab al-Umm menegaskan makna spiritual dari kebebasan dengan menyatakan:

إِنَّ ٱلْـحُرِّيَّةَ ٱلْـحَقِيقِيَّةَ هِيَ ٱلتَّـحَرُّرُ مِنْ عُبُودِيَّةِ ٱلنَّفْسِ وَٱلشَّهَوَاتِ، وَٱلتَّوَجُّهُ ٱلْـكَامِلُ إِلَى ٱللّٰهِ وَحْدَهُ

Artinya: “Sesungguhnya kemerdekaan yang hakiki adalah pembebasan diri dari perbudakan hawa nafsu dan syahwat, serta mengarahkan diri sepenuhnya kepada Allah semata.”

Jamaah yang dimuliakan Allah,
Kemerdekaan yang diraih harus diisi dengan semangat membangun bangsa yang maju dan diridhai Allah. Ikhtiar pertama adalah membangun peradaban berbasis ilmu. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:

وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ

Artinya: “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadalah: 11)

Ilmu adalah fondasi dari kemajuan. Tiada bangsa yang mampu melangkah ke depan tanpa menjadikan ilmu sebagai pilar utama. Sejak wahyu pertama turun dengan kata Iqra’, Islam menempatkan ilmu pada posisi tertinggi dalam membentuk peradaban.

Ikhtiar kedua adalah menegakkan akhlak kolektif dan etos kerja. Ini merupakan syarat transformasi sosial sebagaimana difirmankan Allah:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Perubahan besar dimulai dari perubahan kecil dalam diri dan lingkungan sekitar. Ini memerlukan kerja kolektif yang konsisten dan berkelanjutan. Allah juga berfirman:

وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَٱلْمُؤْمِنُونَ

“Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu….” (QS. At-Taubah: 105)

Dari aspek moral, Rasulullah SAW bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mari kita isi kemerdekaan ini bukan hanya dengan perayaan simbolik, tetapi dengan tindakan nyata untuk semua orang, yakni upgrade ilmu dan keterampilan, meningkatkan produktivitas dan kualitas serta etos kerja; sekaligus tindakan kolektif yakni memelihara persatuan dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia.

Pesan penting dari para pejuang kemerdekaan bangsa ini, ialah bahwa persatuan dan akhlak mulia ini harus di ikhtiarkan secara sungguh-sungguh. Persatuan, kemajuan bangsa, dan kemuliaan akhlak lahir dari kebersamaan, al-barokatu ma’al jamaah.

Kemerdekaan adalah tanggung jawab, dan bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menjaga amanah itu. Kemerdekaan juga menjadi modal bagi Warga Negara Indonesia untuk terus melestarikan jejak kebaikan dari para pendiri bangsa dan para pendahulu untuk terus membangun kerukunan demi terwujudnya kebaikan bersama, mewujudkan al-maslahah al-ammah.

Semoga Indonesia menjadi bangsa yang tidak hanya unggul dalam teknologi dan ekonomi, tetapi juga menjadi بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ yakni negeri yang baik dalam tatanan nilai, sistem, dan arah peradabannya serta mendapatkan limpahan ampunan dan keridhaan dari Allah SWT.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

3 Teks Khutbah Jumat Baru, Pilihan untuk Dzulqa’dah dan Bulan Haji


Jakarta

Khutbah merupakan salah satu rangkaian dari sholat Jumat. Khutbah biasa disampaikan oleh khatib atau imam sholat dengan tujuan untuk menjadi pengingat umat Islam agar semakin bertaqwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kumpulan teks khutbah Jumat berikut berisi topik Islami lengkap dan bisa diamalkan di bulan Dzulqa’dah, yang termasuk dalam rangkaian bulan haji.

Dikutip dari laman resmi Nu Online dan Kemenag, berikut detikHikmah rangkumkan 3 teks khutbah baru, pilihan untuk Dzulqa’dah dan bulan haji.


Teks Khutbah Jumat Baru

Simak informasi mengenai 3 teks khutbah Jumat baru lengkap dengan ayat-ayatnya, pas untuk momen Dzulqa’dah dan bulan Haji.

1. Khutbah Jumat Baru tentang Wukuf

Khutbah I

بَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ أَمَّا بَعْدُ. فَيَاضُيُوْفَ الرَّحْمَن أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اِتَّقُوْ الله, وَاعْمَلُوا الصَّالِحَات وَاجْتَنِبُوا الْمُنْكَرَات وَاذْكُرُوا اللهَ فِي اَيَّامٍ مَعْلُوْمَت وَاشْكُرُوْا وَاَكثِرُوا التَّلْبِيَّة : لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah swt

Tiada kata yang paling layak kita ungkapkan saat ini untuk mensyukuri nikmat tak terhingga yang telah dikaruniakan Allah kepada kita semua, selain kalimat Alhamdulillah… wal hamdulillah… tsummal hamdulillahi rabbil alamin. Segala puji bagi Allah yang telah menakdirkan dan memilih kita dari miliaran manusia di muka bumi ini untuk bisa hadir di padang Arafah, untuk melaksanakan misi ibadah suci, ibadah haji. Banyak orang yang memimpikan ingin seperti kita saat ini. Banyak umat Islam yang tengah berjuang untuk menunggu dipanggil bisa menjalankan rukun Islam yang kelima ini. Namun takdirnya, kita yang saat ini diberi nikmat yang tak bisa kita ungkapkan dengan kata-kata, bisa beribadah, bersimpuh, dan berdoa di tempat yang mustajabah ini.

Kenikmatan kita saat ini, menjadi bagian dari nikmat-nikmat Allah lainnya yang tidak bisa kita hitung satu persatu. Allah berfirman:

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nahl: 18).

Selain bersyukur atas nikmat nyata ini, kita juga harus menyampaikan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Yang jangankan kita manusia biasa. Allah dan para Malaikat-Nya pun bershalawat kepada beliau.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَـيِّـدِنَـا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَـيِّـدِنَـا مُحَمَّدٍ

Shalawat ini juga merupakan ungkapan terima kasih kepada beliau yang telah membawa risalah suci agama Islam. Dengan jasa agung beliau, kita bisa menikmati manisnya Islam dan kita termasuk orang-orang yang sangat beruntung memilih agama Islam sebagai petunjuk dalam mengarungi kehidupan ini. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Ali Imran: 85

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Artinya: “Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 96 dan 97

اِنَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلْعٰلَمِيْنَۚ

Artinya: “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia adalah (Baitullah) yang (berada) di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: “Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.”

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Rangkaian dua ayat inilah yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah haji untuk umat Islam. Ayat ini memiliki makna historis untuk mengingatkan kita bahwa di Tanah Suci yang diberkahi inilah pertama kali dibangun baitullah. Dari tanah suci yang saat ini kita bisa merasakan auranya secara langsung ini pulalah Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk menjadi Rahmatan lil Alamin (rahmat dan petunjuk bagi seluruh alam). Dan hanya di Tanah Suci ini pulalah kewajiban haji bisa dilaksanakan untuk menjadikan kita Muslim yang paripurna, Muslim yang sempurna, Muslim yang mabrur yang akan mendapatkan balasan surga dari Allah swt. Rasulullah bersabda:

اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ له جَزَاءٌ الا الْجَنَّـةَ

Artinya: “Haji Mabrur tidak ada imbalan lain baginya kecuali surga.” (HR Imam Ahmad).

Dalam melaksanakan ibadah haji kita mengawali dengan mengenakan pakaian ihram berwarna sama yakni putih yang melambangkan kesucian. Tidak mengenal dari mana kita berasal, setinggi apa pun jabatan kita, sebanyak apa pun harta kita, apa pun warna kulit kita, semuanya mengenakan pakaian ihram putih melambangkan kembalinya manusia kepada Allah, pemilik alam semesta. Semua identitas, semua jabatan, dan kekayaan ditanggalkan seraya menyadari bahwa kita semua adalah sama di hadapan Allah swt. Menyadari bahwa tidak ada yang perlu disombongkan selama hidup di dunia. Semua akan kembali kepada-Nya dengan kain putih yang membungkus kita. Hanya amal ibadah yang akan dibawa menghadap yang Kuasa, Allah swt.

Selanjutnya kita melaksanakan wukuf di padang Arafah sebagai puncak dari ibadah haji. Rasulullah bersabda:

الْحَجُّ عَرَفَةُ فَمَنْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ عَرَفَةَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ مِنْ لَيْلَةِ جَمْعٍ فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ

Artinya: “Haji itu Arafah. Siapa saja yang mendapati malam Arafah sebelum terbit fajar malam Muzdalifah (malam Idul Adha), maka sempurnalah hajinya,'” (HR Ahmad)

Wukuf, yang memiliki makna berhenti, merupakan lambang bahwa pada satu titik kehidupan, kita harus berhenti untuk melakukan muhasabah, perenungan, evaluasi, mendekatkan diri dan melambungkan jiwa serta nilai-nilai spiritual kita kepada Allah swt. Wukuf menjadi momentum bagi kita untuk menyadarkan diri bahwa kita adalah makhluk yang sangat lemah di hadapan Allah swt. Kita akan mempertanggungjawabkan segala yang telah lakukan selama di dunia ini, nanti di yaumul mahsyar. Sebuah masa di mana manusia dari Nabi Adam sampai dengan kiamat nanti dikumpulkan dan akan dihisab amal perbuatannya.

Wukuf di Arafah, di mana seluruh jamaah haji berkumpul di satu tempat dalam satu waktu, merupakan miniatur saat kita di Padang Mahsyar nanti. Tidak ada lagi waktu untuk memperbaiki diri dan tidak ada lagi kebohongan bisa dilakukan saat kita mempertanggungkan apa yang kita lakukan selama di dunia.

اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Artinya: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Selain melakukan kontemplasi (perenungan diri), dalam ibadah haji kita juga diajarkan untuk senantiasa optimis dalam menjalani kehidupan ini. Hal ini tercermin dari proses thawaf dan sa’i yang terus bergerak menuju titik tujuan sebagaimana hidup untuk menggapai harapan dan cita-cita. Semangat thawaf dan sa’i harus mampu kita wujudkan dalam setiap lini kehidupan kita sehari-hari. Semangat untuk terus menjadi hamba yang baik dalam menjalankan misi utama di dunia yakni menjadi khalifah dan menyembah Allah swt.

Selain itu, berkumpulnya jutaan jamaah dari berbagai negara dalam satu tempat ini memberi hikmah yang mendalam bagi kita. Perbedaan-perbedaan yang ada, mulai dari ras, bangsa, tradisi, dan bahasa serta perbedaan lainnya bukanlah untuk dipertentangkan. Namun semua ini bisa menyatu dalam rangka saling memahami satu sama lain. Allah swt bersabda:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS Al-Hujurat: 13).

Selain lebih arif dalam menyikapi perbedaan, dalam ayat ini Allah swt juga mengingatkan kepada kita untuk senantiasa menjadi orang yang bertakwa. Allah menegaskan bahwa ketakwaan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan standar yang ditetapkan oleh Allah, apakah seseorang masuk ke dalam golongan orang-orang yang mulia atau tidak.

Dengan ketakwaan, kehidupan kita akan benar-benar terarah dan sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan oleh Islam. Karena takwa sendiri adalah sebuah sikap mampu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Orang yang bertakwa merupakan orang yang paling mulia di sisi Allah.

Dalam haji, takwa juga merupakan bekal yang paling baik yang harus dibawa. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 197:

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Untuk mewujudkan hikmah dari rangkaian ibadah haji yang sudah dijelaskan ini, mari kita berdoa, memohon kepada Allah swt di tempat dan waktu yang mustajabah ini, semoga kita menjadi hamba yang dicintai dan disayangi Allah swt. Semoga kita diberikan kekuatan dan kesehatan serta kelancaran dalam menjalankan prosesi ibadah haji ini sampai dengan selesai. Semoga kita diberikan kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah haji setelah kita menyelesaikan seluruh rangkaiannya.

Dan yang paling utama, mari kita semuanya berusaha dan berdoa, mudah-mudahan haji yang kita lakukan pada kali ini dicatat sebagai haji yang mabrur dan mabrurah. Amin, amin, ya Rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ، وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَحَلاَلاً طَيِّبًا وَ توبة نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اجْعَلْ حَجَّنَا حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَعَمَلاً صَالِحًا مَقْبُوْلاً وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ يَا عَالِمَ مَا في الصُّدُوْرِ أَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

2. Khutbah Jumat Baru Tentang Kewajiban Melaksanakan Ibadah

Khutbah I

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صدق الله العظيم

Sidang Jum’at rahimakumullah,

Ibadah haji merupakan salah satu dari kelima Rukun Islam, yakni sebagai rukun terakhir setelah syahadat, shalat, puasa dan zakat. Perintah menunaikan ibadah haji adalah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, Surah Ali Imran ayat 97 sebagai berikut:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa ibadah haji itu wajib. Tetapi hukum wajib itu dikaitkan dengan kemampuan karena ibadah ini merupakan sebuah perjalanan yang membutuhkan kemampuan materi dan kekuatan fisik. Bila sebuah ibadah dikaitkan langsung dengan kemampuan para hamba-Nya, maka terdapat hikmah tertentu yang menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT. Orang orang beriman akan menerima ketentuan tersebut tanpa berat hati.

Di sisi lain, dikaitkannya ibadah haji dengan kemampuan para hamba-Nya menunjukkan kasih sayang Allah SWT yang besar terhadap mereka. Semua ini sebagaimana telah ditegaskan di dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah, Ayat 286:

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya.” Hal yang sama juga ditegaskan dalam Surah Al Maidah: 6

مَا يُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ

Artinya: “Allah tidak menginginkan bagi kalian sesuatu yang memberatkan kalian.” Selain di dalam Al-Qur’an, perintah ibadah haji juga disebut di dalam hadits Rasulullah SW. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam suatu pidatonya:

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا. فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ

Artinya: “Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup.” Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah.”

Dari hadits tersebut dapat diketahui secara jelas bahwa kewajiban menjalankan ibadah haji hanya sekali seumur hidup. Selebihnya tidak wajib. Ibadah haji kemanfaatannya lebih banyak untuk diri sendiri daripada untuk orang banyak. Misalnya, dengan berhaji seseorang dapat mencapai kesalehan personalnya karena berarti telah melaksanakan salah satu perintah-Nya.

Dalam konteks Indonesia, dengan berhaji seseorang juga mendapat pengakuan status sosial tertetu di masyarakat dengan adanya gelar “Haji” atau “Hajjah” yang disandangnya. Selain itu, dengan berhaji ke Mekah Saudi Arabia, seseorang memiliki pengalaman berkunjung ke luar negeri yang di masa sekarang umumnya menggunakan pesawat terbang. Ini merupakan pengalaman luar biasa karena tidak setiap orang mendapat kesempatan seperti itu.

Kemanfaatan ibadah haji seperti itu berbeda dengan zakat atau sedekah yang kemanfaatannya lebih banyak dirasakan langsung oleh orang lain maupun diri sendiri. Maka bisa dimengerti ibadah zakat diwajibkan setiap tahun sekali, sedangkan ibadah haji hanya sekali selama hidup.

Sidang Jumat rahimakumullah,

Menunaikan ibadah haji hendaknya tidak ditunda-tunda sebab kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bisa jadi kita akan sakit atau malah mengalami kemunduran secara ekonomi, atau malah sudah meninggal dunia. Hal-hal seperti ini bisa menghilangkan kesempatan ibadah haji yang sebenarnya sudah ada di tangan.

Hilangnya kesempatan itu tidak berarti Allah SWT belum memanggil kita. Dengan diwajibkannya menunaikan ibadah haji sebagaimana termaktub dalam Al Quran dan Hadits, sesungguhnya setiap orang sudah dipanggil Allah SWT untuk menunaikan ibadah tersebut. Tentu saja bagi mereka yang memang sudah mampu hendaknya segera memenuhi panggilan itu sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيْضُ وَتَضِلُّ الضَالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ

Artinya: “Barangsiapa hendak melaksanakan haji, hendaklah segera ia lakukan, karena terkadang seseorang itu sakit, binatang (kendaraannya) hilang, dan adanya suatu hajat yang menghalangi.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:

مَنْ لَمْ تَحْبِسْهُ حَاجَةٌ ظَاهِرَةٌ ، أَوْ مَرَضٌ حَابِسٌ ، أَوْ سُلْطَانٌ جَائِرٌ وَلَمْ يَحُجَّ ، فَلْيَمُتْ إِنْ شَاءَ يَهُودِيًّا وَإِنْ شَاءَ نَصْرَانِي

Artinya: “Siapa saja mati (sebelum mengerjakan haji) tanpa teralangi oleh kebutuhan yang nyata, penyakit yang menghambat ataupun penguasa yang dzalim, bolehlah ia memilih saja mati sebagai seorang Yahudi atau Nasrani.”

Kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa menunda nunda ibadah haji padahal benar-benar sudah mampu dan semua keadaan memungkinkan, merupakan hal yang sangat tidak baik. Rasulullah SAW sampai mempersilakan orang seperti itu untuk memilih mati saja sebagai orang Yahudi ataupun Nasrani. Na’udzu billahi min dzalik.

Sidang Jum’at Rahimakumullah

Lalu bagaimana dengan mereka yang belum mampu menunaikan ibadah haji karena memang tidak mampu atau miskin? Rasulullah SAW pernah bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan Abu Nu’aim al-Qudha’i dan Ibnu ‘Asakir dari Ibnu ‘Abbas, sebagaimana termaktub dalam Kitab Al-Jami’ush Shaghir, berbunyi:

الجمعة حج الفقراء

Artinya: “Shalat Jum’at adalah hajinya orang-orang miskin.”

Maksud hadits tersebut adalah shalat Jumat di masjid bagi orang-orang yang tidak mampu sama pahalanya dengan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Beberapa pihak menilai hadits di atas lemah. Tetapi sebagai upaya untuk mendorong orang-orang yang belum mampu menunaikan ibadah haji karena memang miskin, hadits ini sangat baik untuk diperhatikan agar mereka secara istiqamah dapat melaksanakan jamaah shalat Jumat di masjid. Siapa tahu dengan istiqomah jamaah shalat Jumat, Allah SWT pada saatnya benar-benar memberikan kesempatan kepada mereka menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci di Makkah Al Mukarromah. Amin … amin … ya Rabbal Alamin…

Terlepas dari status hadits di atas, hadits tersebut sebetulnya menunjukkan keadilan di dalam Islam bahwa orang-orang yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji tetap memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pahala yang besar, yakni dengan berjamaah shalat Jum’at secara istiqamah terutama di masjid. Dengan demikian, maka ajaran Islam tidak memiggirkan atau membuat kecil hati orang-orang lemah karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang penuh kasih sayang.

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

3. Khutbah Jumat Baru Tentang Amalan Baik

Assalamu’alaikum Wr.Wb

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Hadirin Yang Terhormat

Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada keabadian perjalanan hidup.

Oleh sebab itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup. Tiga amalan baik tersebut adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.

1. Istiqomah yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah.

Begitu pentingnya istiqomah ini sampai Nabi Muhammad SAW berpesan kepada seseorang seperti dalam Al-Hadits berikut:

عَنْ أَبِيْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قُلْ لِيْ فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُهُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ. (رواه مسلم).

“Dari Abi Sufyan bin Abdullah Radhiallaahu anhu berkata: Aku telah berkata, “Wahai rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau. Nabi menjawab: ‘Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah’.” (HR. Muslim).

Orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal, dicaci dipuji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan.

Orang seperti itulah yang dipuji Allah Swt. dalam Al-Qur’an surat Fushshilat ayat 30:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatahkan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat: 30)

2. Istikharah, selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh pertimbangan dalam setiap keputusan.

Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas dan batas-batas tersebut adalah aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berfikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk kepada Allah.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ. (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة).

Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Orang bijak berkata “Think today and speak tomorrow” (berfikirlah hari ini dan bicaralah esok hari).

Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah, jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi ucapan itu benar dan baik maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberikan rambu-rambu kehidupan, beliau bersabda:

أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدًا عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقٌ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ. (رواه البيهقي عن جابر).

Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau suatu saat akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan sesungguhnya semua itu ada balasannya. (HR Baihaqi).

Sabda Nabi Muhammad SAW ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang benar dan bertindak sekehendaknya tanpa mengindahkan etika agama. Para pakar barang kali untuk saat-saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang kadang-kadang justru membingungkan masyarakat.

Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ.

Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (HR Thabrani).

3. Istighfar yaitu selalu instrospeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah Rabbul Izati.

Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan kita. Oleh karena ia harus diobati.

Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini yang diakibatkan kesalahan kita sendiri. Saatnya kita instrospeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh keridhaan Allah.

Dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena kemalasan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena kita kurang bisa melakukan terobosan-terobosan yang produktif, maka kreativitas dan etos kerja umat yang harus kita tumbuhkan.

Akan tetapi ada kalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa mengalami kesulitan. Kesulitan itu disebabkan karena dosa-dosa masa lalu yang belum bertaubat darinya secara massal. Jika itu penyebabnya, maka obat satu-satunya adalah beristighfar dan bertobat.

Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud AS, kepada kaumnya:

“Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa” (QS Hud: 52).

Jamaah yang dimuliakan Allah

Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan selamat dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan melakukan Tiga amalan di atas yaitu Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.

Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan keimanan dan rahmatNya yang melimpah. Amin

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.

Demikian penjelasan mengenai teks khutbah Jumat baru sebagai pilihan untuk Dzulqo’dah dan bulan haji. Semoga bermanfaat, detikers!

(khq/row)



Sumber : www.detik.com

3 Contoh Mukadimah Khutbah Jumat Beserta Latinnya


Jakarta

Mukadimah khutbah Jumat diposisikan sebagai hal penting dalam pelaksanaan salat Jumat sebab menjadi salah satu rukun salat tersebut. Berikut contoh mukaddimah khutbah yang bisa diterapkan khatib Jumat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mukadimah berarti kata pendahuluan atau kata pengantar. Oleh karena itu, mukadimah khutbah Jumat berarti bagian yang digunakan untuk membuka khutbah tersebut.

Bagian pembuka khutbah Jumat ini sama pentingnya dengan isi dari khutbah itu sendiri. Khutbah Jumat termasuk dalam salah satu rukun yang harus dikerjakan ketika mendirikan salat Jumat.


Menurut buku Khutbah Jum’at Pilihan: Dilengkapi Khutbah Idul Fitri dan Idul Adha karya Adam Joyo Pranoto, rukun khutbah Jumat ada lima, yaitu membaca hamdalah, membaca sholawat nabi, berwasiat takwa kepada Allah SWT, membaca ayat suci Al-Qur’an, dan berdoa untuk kaum muslimin.

Dalam sebuah pidato tidak lengkap apabila tidak dibuka dengan sebuah mukadimah atau pembukaan. Oleh karena itu, detikHikmah sudah rangkumkan beberapa contoh mukadimah khutbah Jumat yang bisa langsung dipraktikkan.

3 Contoh Mukadimah Khutbah Jumat dan Latinnya

1. Mukadimah Khutbah Jumat 1

Diambil dari buku Materi Khotbah Jumat Setahun karya H. Ahmad Yani, berikut adalah salah satu contoh mukadimah khutbah Jumat.

الْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورٍ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَاشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِك عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينَ وَامَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ الله أَوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ. أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُسْلِمُونَ

Arab Latin: Alhamdulillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastagjfiruhu wa na’uudhubillahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’malinaa mayyahdihillahu falaa mudhilla lahu wa mayyudhlil falaa haadiyalah

Wa asyhadu ala ilaaha illallah wahdahulaa syarikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘ala nabiyyinaa muhammadin wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ila yaumiddiin

Wa amma ba’du fayaa’ibaadallahu uushiikum wa iyyaaya bi taqwaallahi wa thaa’atihi la’allakum tuflihuun. Qaalallahu ta’alaa filquranil kariim. A’uudzubillahi minasyaithanirrajiim: yaa ayyuhalladziina amanu-taqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

2. Mukadimah Khutbah Jumat 2

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الْمَلِكِ الْعَظِيمِ الَّذِي يَحْكُمُ بِالْحَقِّ وَيَقْضِي بِالْعَدْلِ وَيَهْدِى النَّاسِ إِلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ , أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينَ. أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللَّهَ أَوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الكَرِيمِ. أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Arab Latin: Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin almalikil ‘adhiimil ladzii wahkumu bilhaqqi wa yaqdhii bil’adli wayahdin-naasi ilashirathal mustaqiim

Asyhadu ala ilaaha illallah wahdahulaa syarikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘ala nabiyyinaa muhammadin wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ila yaumiddiin

Amma ba’du fayaa’ibaadallahu uushiikum wa iyyaaya bi taqwaallahi wa thaa’atihi la’allakum tuflihuun. Qaalallahu ta’alaa filquranil kariim. A’uudzubillahi minasyaithanirrajiim: yaa ayyuhalladziina amanu-taqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

3. Mukadimah Khutbah Jumat 3

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ وَأَكْرَمَنَا بِخِلَافَتِهِ مِنْ جَمِيعِ العَالَمِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينَ. أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللَّهُ أَوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ. اَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُسْلِمُونَ

Arab Latin: Alhamdulillahil ladzii an’amanaa bini’matil iimaani wal islaami wa akrammanaa bikhilaafatihi min jamii’il ‘aalam.

Asyhadu ala ilaaha illallah wahdahulaa syarikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘ala nabiyyinaa muhammadin wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ila yaumiddiin

Amma ba’du fayaa’ibaadallahu uushiikum wa iyyaaya bi taqwaallahi wa thaa’atihi la’allakum tuflihuun. Qaalallahu ta’alaa filquranil kariim. A’uudzubillahi minasyaithanirrajiim: yaa ayyuhalladziina amanu-taqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Ini Hal Terakhir yang Dilakukan Khatib Saat Menutup Khotbah Jumatnya



Jakarta

Khotbah Jum’at menjadi hal wajib yang dilakukan dalam sholat Jum’at. Diawali dengan khotbah Jum’at. Buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat yang ditulis oleh Ahmad Sarwat, menyebutkan bahwa khotbah Jumat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian ibadah salat Jumat.

Mayoritas ulama sepakat bahwa khotbah Jumat adalah syarat sah dilaksanakannya salat Jumat. Artinya tanpa dua khotbah Jumat, salat Jumat dikatakan tidak sah.

Khotbah Jumat harus dilaksanakan dengan mengikuti tata cara tertentu. Hal-hal yang harus ada di dalam khotbah Jumat biasa disebut sebagai rukun khotbah Jumat.


Lalu perkara yang terakhir dilakukan khatib saat menutup khotbahnya adalah?

Rukun Khotbah Jumat

Masih diambil dari sumber yang sama, menurut mazhab Asy-Syafi’iyah rukun khotbah Jumat ada lima perkara, yaitu:

1. Membaca Tahmid

Hal paling awal yang harus dilakukan oleh khatib ketika membawakan khotbah Jumat adalah mengucapkan lafaz alhamdulillah, innalhamda lillah, ahmadullah, atau lafal-lafal sejenisnya.

Hal ini didasarkan pada hadits nabi yang berbunyi, Rasulullah SAW bersabda,

كُلُّ كَلام لا يُبْدَأُ فِيهِ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ فَهُوَ أَحْدَم

Terjemahan: “Semua perkataan yang tidak dimulai dengan hamdalah maka perkataan itu terputus.” (HR Abu Daud)

2. Membaca Sholawat Nabi

Khatib khotbah Jumat hendaknya juga melafalkan sholawatnya kepada Rasulullah SAW. Tidak harus sholawat yang panjang, sesederhana seperti berikut ini juga diperbolehkan.

Misalnya,

اللَّهُمَّ صَلَّ عَلَى مُحَمَّدٍ

Terjemahan: “Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada Muhammad.”

Tidak bersholawat kepada keluarga Nabi Muhammad SAW juga diperbolehkan. Bahkan tidak diharuskan bagi khatib untuk menyampaikan salam kepada keluarga beliau.

3. Membaca Salah Satu Ayat Suci Al-Qur’an

Rukun khotbah Jumat yang ketiga adalah membaca salah satu atau beberapa ayat suci Al-Qur’an. Hal ini sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

كَانَ يَقْرَأ آيَاتٍ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ

Terjemahan: “Rasulullah saw. membaca beberapa ayat Al-Qur’an dan mengingatkan orang- orang.”

Sebagian ulama bahkan mewajibkan membaca ayat Al-Qur’an dalam khotbah Jumat karena dinilai sebagai pengganti dari dua rakaat salat yang ditinggalkan.

4. Memberi Nasihat dan Wasiat

Khatib khotbah Jumat hendaknya memasukkan nasihat atau wasiat dalam materi ceramah mereka. Nasihat kepada jamaah dapat berupa sekadar pesan untuk taat kepada Allah SWT, menjauhi perbuatan buruk, memperbanyak amal saleh, dan lain sebagainya.

Paling tidak, khatib salat Jumat bisa menyampaikan kepada para jamaah untuk menjauhi larangan-larangan Allah SWT, misalnya,

أطِيعُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا مَعَاصِيهِ

Terjemahan: “Taatilah Allah dan jauhilah maksiat”

Perkara Terakhir Khotbah Jumat

Rukun khotbah Jumat tidak selesai sampai pada memberi nasihat kepada jamaah. Lalu, apa perkara yang terakhir dilakukan khatib saat menutup khotbahnya?

Perkara yang terakhir dilakukan khatib saat menutup khotbahnya adalah memanjatkan doa dan permohonan ampunan kepada Allah SWT untuk umat Islam. Dalam mazhab Syafi’i, hal ini merupakan bagian dari rukun khotbah Jumat.

Ada beberapa contoh bacaan doa atau ampunan pada perkara terakhir khotbah Jumat, di antaranya:

Permintaan Ampun kepada Allah SWT

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ

Arab-latin: “Allahumaghfir lilmuslimiina wal muslimaati”

Terjemahan: “Ya Allah ampunilah orang-orang muslim dan muslimah”

Doa untuk Kaum Muslimin dan Mukminin

Buku Kumpulan Khotbah Jumat Terlengkap karya Ustaz Arifin Idham menuliskan doa untuk umat Islam baik dibaca pada khotbah terakhir atau khotbah yang kedua.

Bilal bin Rabah RA mencontohkan doa yang dipanjatkan untuk muslimin dan mukminin adalah sebagaimana berikut,

اللهم قو الإسلام من المسلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ, وَيَسِّرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِ الدِّيْنِ, وَاخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِالْخَيْرِ, وَيَا خَيْرَ النَّاصِرِينَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Arab-latin: “Allahumma qawwil islaami, minal muslimiina wal muslimaati, wal mukminiina wal mukminaati alahyaai minhum wal amwaatt, wa yassirhum ‘ala mu’aadiniddiini, wakhtimlanaa minka bilkhairi, wayaa khairannaashiriina birahmatika yaa arhamarraahimiin.”

Artinya: “Ya Allah, kuatkanlah keislaman dan keimanan kaum muslimin (pria) dan muslimat (wanita), kaum mukminin (pria) dan mukminat (wanita), yang masih hidup dari mereka semua dan juga yang sudah meninggal, mudahkanlah mereka untuk mengokohkan agama, akhirilah (hidup) kami dari-Mu dengan kebaikan, wahai Tuhan sebaik-baik penolong, dengan rahmat-Mu wahai Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua penyayang.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Contoh Teks Pidato Isra Miraj yang Bisa Jadi Referensi



Jakarta

Isra Miraj adalah peristiwa luar biasa yang dialami oleh Rasulullah sebagai mukjizat dari-Nya. Pidato tentang hikmah perjalanan Rasulullah SAW dalam Isra Miraj bisa disampaikan pada kaum muslimin.

Dengan menyampaikan pidato atau ceramah mengenai Isra Miraj, diharapkan orang-orang muslim akan selalu mengingat peristiwa berharga ini sehingga bertambah keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

1. Contoh Teks Pidato Isra Miraj

Teks pidato Isra Miraj yang pertama diambil dari buku Anti Panik Berbicara di Depan Umum oleh Asti Musman. Teks pidato Isra Miraj tersebut adalah sebagaimana berikut:


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kaum muslimin dan muslimat yang kami muliakan,

Mengawali pertemuan kita pada hari ini, marilah kita mengucapkan alhamdulillah sebagai salah satu cara kita bersyukur atas berbagai macam nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita. Salah satu nikmat-Nya yaitu pada kesempatan hari ini kita bisa berkumpul, bersilaturahmi dan bertatap muka di lapangan Masjid yang dihadiri sekian banyak kaum muslimin dan muslimat untuk ikut serta memperingati hari besar Islam, yakni Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah sebagai pembawa rahmat kepada umatnya yang setia mengikutinya. Mudah-mudahan kita tergolong umat Nabi Muhammad SAW yang benar-benar mencontoh dalam aktivitasnya. Aamiin.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,

Dalam bulan Rajab, ada peristiwa yang terpenting yang tidak boleh terlupakan, yaitu Isra dan Miraj. Isra’ berarti perjalanan di malam hari yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Dalam kesempatan kali ini, saya tidak akan menyampaikan kisah perjalanan itu secara kronologis, tetapi saya akan melihat dari segi hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa itu.

Kaum muslimin muslimat yang saya hormati,

Berkaitan dengan peristiwa Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW, Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya dalam Alquran surah al-Isra’ ayat 1 yang artinya:

“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (nabi Muhammad SAW) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang kami berkati di sekitarnya, supaya Kami perlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami padanya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dengan peristiwa tersebut bagi kaum mukmin tentunya tidak ada keraguan lagi, karena sudah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya di atas. Adapun yang dinamakan Miraj adalah naiknya Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Aqsha menuju luar angkasa, dan akhirnya sampai yang paling tinggi, yaitu dinamakan Sidratul Muntaha. Dan tempat yang paling tinggi itu tidak mungkin bisa dijangkau oleh manussia, walau dengan menggunakan alat yang canggih, kecuali Nabi Muhammad SAW yang dapat sampai di sana, karena kekuasaan dan kehendak Allah semata. Dari tempat inilah Nabi Muhammad SAW secara langsung menerima perintah shalat sehari lima waktu, yang harus dikerjakan oleh segenap kaum muslimin dan muslimat di seluruh dunia.

Hadirin yang kami hormati,

Apa yang menjadi pupuk dan siraman bagi iman? Tidak lain ialah ibadah kepada Allah, baik ibadah yang wajib maupun ibadah sunah. Di antara berbagai ibadah yang sangat mendasar dan pokok bahkan merupakan tiang penyangga agama Islam ialah ibadah shalat lima waktu. Ibadah inilah yang menjadi buah tangan ketika Rasulullah SAW mengadakan perjalanan Isra dan Miraj.

Hadirin,

Selain merupakan sebuah mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui peristiwa Isra Miraj, shalat juga mempunyai banyak dampak positif pada manusia.

Dilihat dari segi hasil dan mutu pekerjaan, waktu shalat adalah bersamaan waktunya dengan manusia beristirahat. Kalaupun dhuhur pada waktu manusia bekerja, istirahat barang sepuluh menit sesudah jam tujuh pagi mulai bekerja, tidak akan merugikan, justru menambah semangat bekerja. Seolah gadget yang kehabisan baterai, dicas kembali sehingga bisa berfungsi dengan baik.

Dilihat dari segi konsentrasi manusia berpikir, karena konsentrasi itu dibutuhkan dalam berbagai hal, shalat pun melatih manusia untuk berkonsentrasi. Paling tidak diwajibkan lima kali dalam sehari semalam, di samping shalat sunah.

Dilihat dari segi kebersihan dan kesehatan, shalat mengandung hal itu. Karena sebelum shalat kita dianjurkan bersuci. Demikian pun dengan gerakan shalat memiliki nilai yang lebih tinggi dari sekadar olahraga.

Hadirin sekalian,

Tak terasa, ternyata sudah tiba saatnya di penghujung materi pidato saya kali ini. Demikian pidato yang bisa saya sampaikan, yakni mengenai peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Apabila terdapat kesalahan dan kurang tepat, saya mohon maaf. Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

2. Contoh Teks Pidato Isra Miraj untuk Kelas

Dikutip dari buku Pintar Pidato: Kiat Menjadi Orator Hebat oleh Arif Yosodipuro, teks pidato Isra Miraj tersebut adalah:

Wahyu yang Diterima Nabi Muhammad SAW dalam Isra Miraj

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَبِهِ أَجْمَعِينَ. (أَمَّا بَعْدُ)

Yang kami hormati, Wali kelas X IPA 1, Ibu Hanifah Zubair

Yang terhormat, Ketua Kelas X IPA 1, rekan-rekan, hadirin yang dimuliakan Allah.

Pertama, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena atas qodho’-Nya kita bisa hadir di majelis ini dalam acara peringatan peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Sholawat dan salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Rasulullah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi akhir zaman yang telah membimbing dan mengajarkan kepada kita suatu ajaran yang haq, yakni dinul Islam.

Ibu wali kelas dan saudara-saudara yang dirahmati Allah, pada majelis yang penuh rahmat ini ijinkan saya menyampaikan pidato dengan judul: WAHYU YANG DITERIMA NABI MUHAMMAD SAW DALAM ISRA MIRAJ.

Hadirin yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala,

Isra’ dan Mi’raj merupakan serangkaian peristiwa spiritual yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi satu dari mukjizat beliau. Secara etimologi atau arti kata, isra’ berarti “berjalan” atau “perjalanan”. Sedangkan mi’raj artinya “naik”.

Kemudian secara istilah Isra Miraj diartikan sebagai perjalanan Rasulullah Muhammad SAW dari Masjidil Haram (di Mekah) ke Mesjidil Aqso (di Baitul Maqdis, Palestina) pada malam hari kemudian naik ke Sidratul Muntaha untuk menerima wahyu shalat lima waktu.

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Isra’ ayat 1 yang berbunyi:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ، لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ)

Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS. AL ISRA 17:1]

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Dalam peristiwa tersebut, Nabi Muhammad sampai langit ketujuh dan bertemu Allah di Sidratul Muntaha. Di sana, beliau menerima wahyu shalat sebanyak 50 waktu dalam sehari. Perintah itu pun Nabi sanggupi.

Saat kembali, Nabi Muhammad bertemu Nabi Musa. Nabi Musa pun mengingatkan agar Nabi SAW meminta keringanan kepada Allah. Karena nanti umat Nabi Muhammad akan keberatan menjalankan shalat fardu sebanyak itu.

Nabi Muhammad SAW setuju dengan pendapat Nabi Musa. Lalu, beliau kembali menghadap Allah dan meminta keringanan. Setelah mendapatkan keringanan, beliau bertemu Nabi Musa dan disarankan untuk meminta keringanan lagi, karena jumlahnya dianggap masih memberatkan.

Beliau pun kembali menghadap Allah dan meminta keringanan lagi. Permintaan itu beliau lakukan beberapa kali. Setiap kali beliau meminta keringanan, Allah mengurangi lima waktu.

Akhirnya, setelah sampai pada bilangan terakhir, yakni lima waktu, Nabi malu untuk kembali menghadap kepada Allah minta keringanan. Beliau khawatir jika hal itu dilakukan, niscaya Allah akan mengurangi lima waktu tersebut.

Hadirin as’adakumullah, ketika Nabi bercerita ihwal peristiwa tersebut kepada penduduk Quraisy Makkah, tidak hanya kafir Quraisy yang tidak mempercayainya, orang-orang yang sebelumnya telah memeluk Islam pun banyak yang tidak percaya dengan peristiwa tersebut.

Alasan mereka tidak mempercayai hal tersebut karena jarak tempuh dari Mekkah ke Baitul Maqdis yang seharusnya ditempuh dengan waktu sebulan pada masa itu hanya ditempuh nabi selama satu malam. Mereka tetap tidak percaya walaupun Nabi mampu menyebutkan ciri-ciri Baitul Maqdis.

Peristiwa Isra dan Miraj adalah sebuah peristiwa yang futuristik. Pada saat itu memang dirasa aneh karena kendaraan satu-satunya adalah unta atau kuda. Dan, tidak mungkin perjalanan sejauh itu bisa ditempuh dengan waktu yang cepat jika hanya menggunakan unta atau kuda.

Hanya Abu Bakar yang tidak ragu sedikit pun dengan kejadian yang dialami Nabi. Dialah orang pertama yang meyakini dan membenarkan peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Hadirin as’adakumullah,

Kita sebagai umat beliau Rasulullah Muhammad SAW berkewajiban untuk meyakini peristiwa tersebut. Tentu kadang ada yang seolah tidak masuk di akal. Peristiwa Isra Miraj bukannya tidak masuk di akal, tetapi akal kitalah yang belum bisa menjangkaunya.

Dan setelah meyakini, tugas kita selanjutnya adalah menjalankan hasil dari peristiwa tersebut, yakni shalat lima waktu. Karena shalat lima waktu merupakan satu dari ibadah fardhu yang harus kita kerjakan.

Demikian apa yang bisa saya sampaikan. Kurang lebihnya mohon maaf. Wassalaamu alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Contoh Kultum Singkat Isra Miraj, Kisah Perjalanan Nabi yang Menyentuh Hati


Jakarta

Hari-hari terakhir Rajab bertepatan dengan peringatan Isra Miraj atau peristiwa perjalanan satu malam Rasulullah SAW. Berikut detikHikmah sajikan contoh kultum singkat tentang Isra Miraj yang dapat dijadikan referensi.

Kultum mengenai peringatan Isra Miraj sekaligus menjadi pengingat kepada salah satu mukjizat besar Rasulullah SAW tersebut. Selain itu, perjalanan ini pula saat Rasulullah SAW menerima syariat kewajiban salat lima waktu dalam sehari menghadap Allah SWT.

Adapun kultum memiliki kepanjangan yaitu kuliah tujuh menit. Istilah kultum merujuk pada istilah dari ceramah atau dakwah secara singkat. Untuk itu, naskah kultum tidak perlu terlalu panjang namun tetap mempertahankan isi yang disampaikan. Berikut kumpulan contoh kultum yang dapat dijadikan rujukan seperti dikutip dari laman KemenPAN RB, Kementerian Agama, dan Pemerintah Provinsi Aceh.


Kumpulan Contoh Kultum Singkat tentang Isra Miraj

1. Kultum Singkat Isra Miraj Pertama

Peristiwa Isra Miraj adalah peristiwa yang sulit dicerna oleh akal manusia tapi sebagai seorang muslim kita wajib percaya dan meyakininya. Pada masa itu pun, usai peristiwa Isra Miraj Rasulullah SAW menceritakannya pada kaum muslimin dan masyarakat di Makkah, akan tetapi tentu saja kaum kafir Quraish tidak ada yang mempercayainya dan bahkan Abu Lahab menjadikannya sebagai bahan olok-olokan.

Banyak diantara kaum muslimin pun yang mendengar cerita nabi pada waktu itu seolah ragu, tapi Abu Bakar Shiddiq tampil terdepan mengakui kebenaran dan meyakini bahwa peristiwa Isra Miraj yang telah terjadi pada Nabi SAW adalah benar adanya. Abu Bakar-lah yang pertama kali membenarkan adanya peristiwa itu hingga ia pun diberi gelar As-Siddiq.

Peristiwa Isra Miraj adalah ujian keimanan bagi kaum muslimin pada waktu itu karena bagaimana bisa seorang manusia pulang pergi dari Makkah ke Palestina dan dinaikkan ke Sidratul Muntaha hanya dalam satu malam, tapi jika iman yang berkata, tentu tak ada yang mustahil bagi Allah SWT, sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Al-Isra ayat 1.

Isra Miraj adalah suatu peristiwa besar yang tonggak sejarah dimulainya perintah sholat lima waktu. Isra artinya diperjalankan, sedangkan Miraj artinya dinaikkan.

Rasulullah SAW pada waktu itu diperjalankan oleh Allah SWT dari Mekah ke Palestina dan kemudian dinaikkan ke Sidratul Muntaha untuk diperlihatkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Pada peristiwa bersejarah itulah, untuk pertama kalinya perintah sholat lima waktu disyariatkan wajib dilaksanakan oleh kaum muslimin.

Oleh karenanya, melalui momentum peringatan Isra Miraj ini, marilah kita sama-sama meningkatkan kualitas ibadah sholat kita, sehingga sholat yang kita laksanakan lima waktu setiap hari dapat mempercantik perilaku kita, bahkan mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Ankabut ayat 45.

2. Kultum Singkat Isra Miraj Kedua

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah terindah kepada Rasulullah SAW melalui perintah sholat lima waktu dalam perjalanan Isra Miraj. Momentum ini mengajarkan kita untuk merefleksi kembali sejarah, merenungi pesan, dan menjadikan peristiwa tersebut sebagai peringatan bagi umat Islam.

Dalam perjalanan Isra Miraj, Rasulullah SAW menyaksikan berbagai gambaran kehidupan umatnya di masa depan. Wabah-wabah seperti kurangnya sedekah, meninggalkan kewajiban sholat, hingga kecenderungan mengonsumsi hasil riba menjadi sorotan dalam visualisasi yang diperlihatkan Allah SWT.

Ini adalah peringatan bagi kita untuk menjaga kewajiban sholat, mengeluarkan sedekah, dan menjauhi segala bentuk perbuatan yang dilarang. Refleksi ini diharapkan dapat membantu umat Islam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.

Mari jadikan peristiwa Isra Miraj sebagai landasan untuk meningkatkan ketaqwaan, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan menyadari pentingnya menjaga nilai-nilai agama. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa ini dan menjadi umat yang taat serta bermanfaat bagi sesama.

3. Kultum Singkat Isra Miraj Ketiga

Seandainya seorang muslim memahami secara hakiki peristiwa diterimanya wahyu salat, pastilah tak ada seorang pun dari umat islam yang meremehkan dan melalaikan bahkan meninggalkan salat. Allah mengistimewakan dan meninggikan kedudukan syariat ini, karena itulah, Nabi SAW menerimanya dengan cara yang berbeda. Langsung berjumpa dengan-Nya tanpa perantara.

Wahyu ini tidak diterima di bumi sebagaimana syariat lainnya. Syariat ini pula satu-satunya syariat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta keringanan dalam penunaiannya. Awalnya diwajibkan 50 waktu dalam sehari.

Mengapa Nabi SAW menerimanya dengan cara yang berbeda. Langsung berjumpa dengan Allah SWT tanpa perantara malaikat Jibril?

Bagi umat Islam yang mentadabburi perjalanan Isra Miraj, mereka sadar semua kejadiannya dan tahapan peristiwanya adalah sebuah pengantar untuk berjumpa suatu yang lebih dahsyat lagi, yaitu perjumpaan Rasulullah SAW dengan Rabbnya. Terjadilah dialog yang begitu agung hingga beliau menerima perintah kewajiban salat untuk diri beliau dan umatnya. Inilah puncak perjalanan Isra Mi’raj.

Allah Ta’ala, dengan kasih sayang-Nya menganugerahkan kepada hamba-hambaNya yang beriman sesuatu yang dapat menghubungkan mereka dengan Rabb mereka. Rasulullah SAW Mi’raj dengan ruh dan fisik beliau.

Dengan keadaan itulah beliau berdialog dengan Allah Ta’ala. Kemudian Allah SWT menyediakan bagi umat Islam sesuatu yang mampu membuat mereka bermunajat, dekat, tersambung, dan berdialog dengan Rabb mereka, yaitu ibadah salat. Inilah makna bahasa dari kata salat. Salat adalah alat penyambung yang menghubungkan seorang hamba dengan Rabbnya.

Semoga setiap orang muslim merenungkan dan memahami secara hakiki peristiwa diterimanya wahyu salat, sehingga tidak ada seorang pun dari mereka yang meremehkan dan melalaikan salat. Aamiin.

4. Kultum Singkat Isra Miraj Keempat

Peristiwa Isra Mi’aj selain berdimensi religius spiritual juga berdimensi geopolitik global. Dimensi religius spiritual yaitu perintah salat 5 waktu. Sementara dimensi geopolitik global yaitu mencabut mandat dari Bani Israil dan mengalihkan kepemimpinan spiritual dan politis Yerusalem kepada Nabi Muhammad SAW.

Peringatan Isra Miraj yang digelar rutin setiap tahun, selain untuk menyemarakkan syiar Islam, juga mengajak kaum muslimin untuk memperkokoh keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT. Memperingati Isra Miraj juga diharapkan dapat memperteguh sikap istiqamah dalam meneladani perjuangan Rasulullah SAW.

Isra dan Miraj yang terjadi pada diri Rasulullah dilakukan dengan ruh dan jasad, dan dalam waktu kurang dari satu malam. Dalam hal ini, kalau dilihat dari pendekatan akal pikiran dan nalar manusia yang sangat terbatas maka tentu peristiwa tersebut sangatlah irasional. Namun, inilah yang dinamakan mukjizat, yang merupakan bukti yang menundukkan logika manusia yang lemah.

Peristiwa Isra Miraj mewajibkan umat Islam untuk menunaikan salat 5 waktu sebagai wahana komunikasi langsung dengan Allah SWT. Selain perintah salat, buah dari peristiwa Isra Mi’raj adalah pencerahan jiwa dan semangat bagi Rasulullah dalam menghadapi berbagai persoalan, baik dalam menyebarkan syiar Islam maupun dalam membangun tatanan kehidupan kemasyarakatan.

Dengan demikian, Isra Miraj tidak hanya merupakan bagian dari transformasi spiritual tetapi juga transformasi sosial. Transformasi spiritual mengajarkan kita semua untuk senantiasa taat, tunduk dan bertaqwa kepada Allah SWT. Sementara transformasi sosial, mengajak kita semua untuk senantiasa melakukan perubahan; dari kesalahan menuju kesalehan, dari jalan gelap menuju terang, dan dari keterbelakangan menuju kemajuan.

5. Kultum Singkat Isra Miraj Kelima

Alhamdulillah, pada kesempatan yang penuh berkah ini, kita akan mengulas tentang peristiwa Isra Miraj, suatu mukjizat besar yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Peristiwa Isra Miraj terjadi pada malam yang penuh berkah, di mana Rasulullah melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan kemudian naik ke langit ketujuh. Ini adalah hadiah dari Allah untuk menghibur hati Rasul-Nya yang sedang dilanda kesedihan setelah kehilangan Khadijah dan Abu Thalib.

Isra Miraj terbagi menjadi dua peristiwa utama, yaitu Isra (perjalanan malam) dan Miraj (kenaikan). Isra melibatkan perjalanan fisik Rasulullah dari Makkah ke Yerusalem, sementara Miraj adalah kenaikan beliau melewati langit-langit menuju Sidratul Muntaha. Peristiwa ini menjadi dasar dari kewajiban sholat lima waktu bagi umat Islam.

Kita juga dapat merasakan hikmah dari Isra Miraj ini. Pertama, kemukjizatan yang terjadi menunjukkan kuasa Allah atas waktu, mengingat Rasulullah melakukan perjalanan hingga ke hari kiamat. Kedua, pentingnya peran masjid sebagai tempat ibadah dan aktivitas spiritual. Isra Miraj menegaskan bahwa masjid bukan hanya tempat, tetapi ruh dan pusat aktivitas umat Islam. Ketiga, peristiwa ini memberi pengertian bahwa kehidupan umat Islam yang beriman seringkali dinistakan oleh mereka yang tidak percaya.

Selain itu, kita bisa mengambil hikmah bahwa dalam menghadapi kesulitan hidup, melakukan “safar” atau jalan-jalan seperti yang dilakukan Nabi Muhammad dapat membantu menemukan ide-ide luar biasa. Safar yang dimaksud di sini adalah perjalanan kepada hal-hal yang baik.

Hikmah terakhir yang patut diambil adalah pentingnya iman sebagai modal utama dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana Rasulullah yang mempercayai mukjizat ini, kita pun perlu memperkuat iman sebagai dasar utama hidup dalam naungan Islam.

Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran berharga dari kisah Isra Miraj ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Tidak Kampanye Lewat Materi Khutbah


Jakarta

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau khatib Jumat 9 Februari untuk mengingatkan masyarakat tentang pelaksanaan pemilu dengan damai, termasuk tidak melakukan kampanye lewat materi khutbah. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menag dan imbauan dari Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag.

Surat imbauan tersebut ditujukan kepada para Kepala Kanwil Kemenag Provinsi yang juga Kepala Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) tingkat provinsi, Kepala Kankemenag Kabupaten/Kota yang juga Kepala BKM Kabupaten/Kota, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan yang juga Ketua BKM Kecamatan, serta para Ketua BKM kelurahan/desa, dan Ketua Pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) atau takmir masjid.

Gus Men, begitu sapaannya, mengatakan tujuan diedarkannya surat imbauan ini sebagai upaya menjaga kondusivitas umat dan masjid di wilayahnya melalui pencegahan aktivitas politik praktis di masjid.


“Pengurus BKM dari pusat hingga desa juga diimbau agar masjid tidak digunakan sebagai tempat kampanye politik praktis dengan mendukung partai atau paslon tertentu,” kata Gus Men dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/2/2024).

Pesan ini tidak terbatas bagi para tokoh agama Islam saja. Gus Men menyebut, hal ini berlaku juga bagi berbagai tokoh agama di Indonesia untuk menyampaikan pesan yang sama kepada umatnya masing-masing. Berikut isi imbauan lengkap berkenaan dengan imbauan pemilu damai dari Kemenag.

Isi Imbauan Kemenag untuk Khatib Jumat Hari Ini

1. Menjaga kondusivitas umat dan sakralitas masjid di wilayahnya, dengan mencegah aktivitas politik praktis di masjid. Dalam hal terjadi gejala politisasi masjid atau polarisasi umat, agar segera menanganinya dan berkoordinasi dengan pihak-pihak berwenang di wilayahnya;

2. Mendorong para pengurus dan pengelola masjid untuk memedomani dan menyosialisasikan Surat Edaran Menteri Agama Nomor: SE 09 Tahun 2023 tentang Pedoman Ceramah Keagamaan (terlampir), termasuk kepada para penceramah/dai, khatib Jumat, serta segenap jamaah masjid;

3. Mengimbau para khatib Jumat untuk menyampaikan pesan-pesan pemilu damai, persaudaraan dan kerukunan nasional, serta mendoakan kesuksesan Pemilu dan keutuhan bangsa, dalam khutbah tanggal 9 Februari 2024 yang akan datang.

Berikut ketentuan materi ceramah keagamaan sebagaimana tertuang dalam Edaran Menag No 09 tahun 2023:

  • Bersifat mendidik, mencerahkan, dan konstruktif;
  • Meningkatkan keimanan dan ketakwaaan, hubungan baik intra dan antarumat beragama, dan menjaga keutuhan bangsa dan negara;
  • Menjaga Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika;
  • Tidak mempertentangkan unsur suku, agama, ras, dan antar golongan;
  • Tidak menghina, menodai, dan/atau melecehkan pandangan, keyakinan, dan praktik ibadat umat beragama serta memuat ujaran kebencian;
  • Tidak memprovokasi masyarakat untuk melakukan tindakan intoleransi, diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif; dan
  • Tidak bermuatan kampanye politik praktis.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

3 Kultum Ramadhan Singkat tentang Puasa dan Keutamaannya


Jakarta

Ramadhan akan tiba dalam hitungan hari. Untuk menyambut bulan suci tersebut, khatib bisa menyampaikan kultum Ramadhan singkat.

Kultum bertema Ramadhan seperti keutamaan, amalan, ibadah sunnah, dan sebagainya mulai banyak disampaikan. Berikut contoh kultum Ramadhan singkat yang diambil dari buku Kumpulan Kultum Terlengkap & Terbaik Sepanjang Tahun karya Shohibul Ulum dan Kumpulan Kultum Ramadhan: Berkaca pada 2 Jiwa karya Prito Windiarto dan Taupiq Hidayat.

Contoh Teks Kultum Ramadhan Singkat

1. Kultum Singkat Menyambut Ramadhan

Ramadhan. Bulan suci ini menyapa kembali. Kemuliaan di hadapan. Kedatangannya disambut beraneka rasa oleh orang-orang.


Pertama, ada orang yang menyambutnya biasa-biasa saja. Ramadhan baginya tak lebih dari rutinitas tahunan. Tak ada perubahan apa-apa. Biasa saja. Hadirnya bulan kemuliaan baginya tak memberikan pengaruh sedikit pun, selain kenyataan ia harus berpuasa. Menahan lapar dahaga. Bagi orang seperti ini apa yang akan dilewatkan selama Ramadhan tidak akan membekas makna, tidak akan memberi pengaruh setitik pun.

Kedua, orang yang menanggapi secara sinis. Orang ini merasa berat ketika datangnya bulan suci. Ia malas melakukan ibadah. Baginya puasa itu berat karena selama Ramadhan ia tak lagi bisa makan-makan secara bebas dan berbuat sesuka hati. Orang dalam golongan ini menganggap datangnya Ramadhan adalah musibah. Naudzubillahimindzalik.

Ketiga. Orang yang begitu antusias menyambutnya. Ia begitu merasa istimewa di bulan berkah ini. Ia menyapa Ramadhan dengan kegembiraan. Meski begitu, pada kenyataannya ada dua golongan atas sambutan penuh kegembiraan ini.

Ada yang antusias menyambut, sekadar karena Ramadhan serasa seru. Ada pesta petasan, ngabuburit, sahur bersama keluarga, berbuka dengan makanan yang enak. Puasa dijadikan ajang diet, melangsingkan perut, dan sebagainya. Golongan ini antusias menyambut Ramadhan karena suasana menyenangkan.

Golongan kedua, antusias menyambut Ramadhan karena keimanan dan keilmuan. Ia senang karena paham Ramadhan adalah bulan keberkahan. Bulan kemuliaan. Saat ganjaran kebaikan dilipatgandakan. Ia menyambutnya dengan khusyuk. Bukan sekadar karena banyak “hal menarik” selama Ramadhan. Baginya itu hanya sebagai tambahan. Yang terutama adalah karena pemahaman bahwa betapa berharganya bulan ini, sayang jika terlewatkan tanpa makna yang terhadirkan.

Semoga kita senantiasa termasuk golongan orang yang menyambut Ramadhan dengan antusias berlandaskan keimanan dan keilmuan, sehingga kita bisa mengisi Ramadhan ini dengan banyak kebajikan.

2. Kultum Ramadhan Singkat: Cerminan Takwa, Tujuan Puasa

Perintah puasa dimaksudkan untuk membentuk pribadi yang bertakwa kepada Allah sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an, surah Al-Baqarah ayat 183, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Dari ayat tersebut, diketahui bahwa tujuan dari dijalankannya ibadah puasa adalah agar kita, hamba-Nya menjadi orang-orang yang bertakwa. Lantas, bagaimana cerminan atau indikasi dari sifat takwa tersebut?

Ibadah puasa yang dijalankan dengan benar akan menghasilkan orang-orang yang setidaknya memiliki 3 (tiga) kesalehan sebagai cerminan dari ketakwaan kepada Allah SWT. Ketiga kesalehan tersebut adalah;

Pertama, kesalehan personal. Kesalehan personal merupakan kesalehan invidual yang berupa penghambaan pribadi kepada Allah seperti menjalankan salat, puasa itu sendiri, zikir, iktikaf di dalam masjid, tadarus Al-Qur’an, dan sebagainya. Kesalehan seperti ini sesungguhnya lebih mudah dicapai di bulan Ramadhan karena selama bulan ini Allah mengondisikan situasi dan kondisi sedemikian kondusif, seperti memberi penghargaan kepada siapa saja atas ibadah yang dilakukannya berupa pahala 70 kali lebih besar daripada di luar bulan Ramadhan. Selain itu, Allah juga menjanjikan pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan pada masa lampau.

Kedua, kesalehan sosial. Kesalehan sosial adalah kesalehan seseorang terhadap orang lain dalam kerangka ibadah kepada Allah. Puasa yang dijalankan dengan benar dan dihayati sepenuhnya akan menghasilkan orang-orang yang peka terhadap persoalan sosial seperti kemiskinan, pengangguran, kebodohan, dan sebagainya. Mereka juga akan memiliki solidaritas sosial terhadap orang-orang yang membutuhkan uluran bantuan, baik berupa barang maupun jasa.

Ketiga, kesalehan lingkungan. Kesalehan lingkungan adalah kesalehan dalam hubungannya dengan ekologi atau lingkungan dalam kerangka ibadah kepada Allah. Dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 41, Allah mengingatkan kita bahwa kerusakan- kerusakan di bumi sebenarnya disebabkan ulah manusia sendiri. Misalnya, pencemaran udara disebabkan kita terlalu banyak memproduksi sampah berupa asap sebagai efek samping dari kegiatan kita yang terlalu banyak mengonsumsi, baik melalui cerobong-cerobong pabrik, asap kendaraan bermotor, asap rokok, dan sebagainya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencemaran udara menyebabkan jumlah orang yang menderita penyakit saluran napas, terutama asma dan bronkitis meningkat.

Secara jelas, puasa akan membentuk kesalehan lingkungan karena selama berpuasa banyak hal yang berpotensi merusak atau mencemari lingkungan dapat kita kurangi. Sebagai contoh, pada bulan Ramadhan kita dapat mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang tidak ramah lingkungan dengan berkurangnya aktivitas-aktivitas, seperti seperti menurunnya mobilitas dengan kendaraan bermotor karena merasa lemas pada siang hari. Ini artinya pemakaian BBM pun berkurang. Lantas, semakin menurunnya konsumsi makanan, minuman, dan rokok, maka sampah-sampah dan asap yang mencemari lingkungan juga berkurang.

Ketiga kesalehan di atas, yakni kesalehan personal, kesalehan sosial, dan kesalehan lingkungan akan benar-benar menjadi kesalehan yang nyata, apabila selepas bulan Ramadhan, yakni selama 11 bulan berikutnya, kita benar-benar dapat meneruskan apa yang sudah kita capai dan raih selama Ramadhan tersebut.

3. Kultum Ramadhan Singkat: Bulan Penuh Cinta

Ramadhan sebagai bulan untuk kian mendekatkan diri kepada Allah adalah momentum tepat untuk merenungi dua ajaran dasar dalam Islam. Pertama, Allah adalah Tuhan seluruh alam. Artinya, hamba Allah bukan hanya manusia, melainkan seluruh makhluk lain binatang, tumbuhan, gunung, tanah, udara, laut, dan sebagainya.

Ajaran yang kedua adalah rahmatan lil ‘alamin atau menebar kasih sayang kepada seluruh alam, sebagai misi utama ajaran Islam. Manusia tak hanya dituntut berbuat baik dengan manusia lainnya, tetapi juga makhluk lainnya. Itulah mengapa saat Perang Badar yang peristiwanya tepat pada bulan Ramadhan, Rasulullah melarang pasukan Muslim merusak pohon dan membunuh binatang sembarangan. Hal ini menjadi bukti bahwa Islam sangat menyayangi alam.

Dengan menyadari dua ajaran dasar tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia dan alam memiliki hubungan integral dan timbal balik. Manusia memang diberi kelebihan untuk bisa memanfaatkan alam, tetapi ia sekaligus berkewajiban pula melestarikan dan melindunginya. Saat alam hanya diposisikan sebagai objek yang dimanfaatkan, eksploitasilah yang akan muncul. Eksploitasi yang timbul dari sifat serakah nantinya akan berdampak pada kerusakan. Lantas, ujungnya adalah bencana alam.

Sebagaimana tercantum dalam surah Ar-Rum ayat 41, Allah mengabarkan bahwa di balik kerusakan yang melanda bumi maupun di laut ada ulah manusia sebagai penyebabnya. Bencana alam yang terjadi tentu bukan salah alam, karena alam bergerak atas dasar sunnatullah (hukumnya) sendiri. Jadi, bencana alam itu tidak datang secara tiba-tiba, melainkan melalui faktor, yakni sifat dan perilaku manusia. Hal ini juga berlaku untuk hewan atau binatang yang ada di bumi. Apabila ada hewan yang sudah mulai langka dewasa ini, hal ini adalah akibat ulah tangan manusia yang tamak dan ingin menumpuk kekayaan semata tanpa memedulikan keberlangsungan hidup satwa, terutama yang dilindungi.

Dalam Nashaihul ‘Ibad, Syekh Nawawi al-Bantani menuliskan kisah yang unik, menggelitik dan bermakna. Betapa tidak, dalam kisah tersebut terungkap gambaran lain seorang ahli tasawuf, sang pengarang kitab legendaris Ihya Ulumuddin, Imam al-Ghazali. Seorang imam besar yang terselamatkan dari panasnya api neraka oleh seekor lalat.

Konon pada suatu ketika ada seseorang berjumpa dengan Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi. Lantas ia pun bertanya, “Bagaimana Allah memperlakukanmu?”

Imam al-Ghazali pun berkisah. Di hadapan Allah ia ditanya mengenai bekal apa yang hendak diserahkan kepada-Nya. Al- Ghazali menjawab dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia. Namun, Allah menolak semua itu kecuali satu kebaikannya, yaitu ketika bertemu dengan seekor lalat. Dan, karena lalat itu pula Imam al-Ghazali diizinkan memasuki surga-Nya.

Dikisahkan pada suatu hari, Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab. Hal yang lazim dalam dunia kepenulisan adalah dengan menggunakan tinta dan sebatang pena. Pena itu harus dicelupkan dulu ke dalam tinta baru kemudian dipakai untuk menulis, jika habis dicelup lagi dan menulis lagi, begitu seterusnya. Di tengah kesibukan menulisnya itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di mangkuk tinta Imam al-Ghazali. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.

Dari kisah tersebut, kita tahu bahwa betapa luas kasih sayang Imam al-Ghazali terhadap sesama makhluk, termasuk lalat yang pada saat itu datang “mengganggu” kenikmatannya dalam kegiatan menulis. Hikmah yang bisa kita petik dalam kisah ini adalah mengenai kasih sayang yang tiada batas. Kasih sayang manusia terhadap makhluk lain, sekalipun itu hewan. Tak menutup kemungkinan kasih sayang yang dianggap sepele ini dapat menghantarkan manusia menuju ke surga-Nya.

Ditambah kenyataan bahwa Ramadhan adalah wahana mendidik kita untuk bersikap sederhana, seharusnya kita pun mesti pandai menahan diri dari dorongan-dorongan yang muncul dari nafsu tamak kita. Kerusakan lingkungan banyak disebabkan oleh ketidakmampuan manusia menahan sifat tercela ini. Godaan nikmat duniawi, gairah menumpuk harta, dan semacamnya sering kali menjerumuskan manusia untuk berbuat zalim, tak hanya kepada manusia, tapi juga lingkungan sekitarnya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

10 Ceramah Singkat Tema Ramadhan, Bisa Jadi Referensi Kultum



Jakarta

Bulan Ramadhan disebut juga sebagai Madrasah Tarbiyah atau bulan pendidikan. Muslim juga dituntut untuk saling berbagi ilmu, salah satunya dapat dengan berdakwah.

Perihal tersebut, khatib atau imam salat dapat mengingatkan kaum muslimin lewat khutbah Jumat ataupun kultum Tarawih.

Merangkum dari Buku 65 Kultum Kamtibmas karya D. Syarif Hidayatullah dan buku Syiar Ramadhan Perekat Persaudaraan: Materi Kuliah dan Khutbah di Masjid dan Musala Selama Ramadhan terbitan Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Kemenag RI, berikut 10 teks ceramah singkat tema bulan Ramadhan.


Kumpulan Ceramah Singkat Ramadhan

1. Contoh Ceramah Singkat berjudul Kemenangan Menyambut Ramadhan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudara-saudari yang dirahmati Allah,

Hari ini, kita berkumpul dalam kebersamaan untuk merayakan kedatangan bulan suci Ramadhan. Ramadhan merupakan momen istimewa yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh dunia sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan hati dan jiwa, serta meningkatkan ketaqwaan dan ibadah.

Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أَخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ )

Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan. (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran.”

Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.

Dalam ayat ini, Allah SWT mengisyaratkan kepada kita bahwa bulan Ramadhan adalah kesempatan yang sangat berharga untuk mendapatkan keberkahan dan ampunan-Nya. Oleh karena itu, mari kita sambut kedatangan Ramadhan dengan hati yang bersih dan tekad yang kuat untuk menjalankan ibadah dengan penuh kesungguhan.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menyambut Ramadhan dengan baik:

Membersihkan Hati dan Jiwa: Sebelum Ramadhan tiba, mari kita introspeksi diri dan membersihkan hati serta jiwa dari segala dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan. Bersihkan hati dari rasa iri, dengki, dan kebencian, serta tingkatkan kebaikan dan ketakwaan dalam diri.

Menetapkan Tujuan dan Niat: Tetapkan tujuan yang jelas untuk Ramadhan ini. Apakah itu memperbanyak ibadah salat, membaca Al-Quran, bersedekah, atau menjauhi hal-hal yang merusak keimanan. Sertakan niat yang tulus dan ikhlas untuk menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya selama bulan suci ini.

Mengatur Waktu dan Kegiatan: Merencanakan waktu dan kegiatan selama Ramadhan agar dapat memaksimalkan ibadah. Tentukan waktu untuk beribadah, berdoa, membaca Al-Quran, serta waktu untuk istirahat dan menjaga kesehatan tubuh.

Meningkatkan Kebaikan dan Kebajikan: Gunakan bulan Ramadhan sebagai kesempatan untuk meningkatkan kebaikan dan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Bersedekah kepada yang membutuhkan, berbuat baik kepada sesama, dan menjaga hubungan silaturahmi dengan keluarga dan tetangga.

Jamaah sekalian,

Dengan menyambut Ramadhan dengan hati yang bersih dan tekad yang kuat, kita akan dapat meraih keberkahan dan rahmat yang Allah SWT janjikan dalam bulan suci ini. Mari manfaatkan setiap momen dalam Ramadhan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, memperbaiki diri, dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

2 .Contoh Ceramah Singkat berjudul Patuh Pada Orang Tua

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebagai umat Muslim, patuh pada orang tua adalah salah satu kewajiban yang sangat penting dalam ajaran agama Islam. Patuh pada orang tua bukan hanya sekadar nilai budaya, tetapi juga merupakan perintah langsung dari Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Al-Isra ayat 23:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”

Dalam ayat ini, Allah SWT secara tegas menyatakan pentingnya berbuat baik kepada orang tua. Kita diwajibkan untuk menjaga hubungan yang baik dengan mereka, memberikan penghormatan, dan memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang, terutama saat mereka memasuki usia lanjut.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, maka hendaknya ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambung silaturrahim (kekerabatan).” (HR. Ahmad).

Sebagai seorang Muslim, patuh pada orang tua adalah bagian tak terpisahkan dari pengamalan ajaran Islam. Di bulan Ramadhan yang mulia ini, mari kita perkuat ikatan kasih sayang dan hormat kita kepada orang tua. Jadikan setiap momen sebagai kesempatan untuk membahagiakan mereka, membantu mereka dalam segala hal, dan mengabdi kepada mereka dengan sepenuh hati.

Dengan berbuat baik kepada orang tua, kita tidak hanya mendapatkan ridha Allah SWT, tetapi juga membawa keberkahan dalam hidup kita di dunia dan di akhirat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

3 .Contoh Ceramah Singkat berjudul Tetap Produktif Bekerja Saat Berpuasa

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Jamaah yang Dirahmati Allah,

Puasa Ramadhan bukan penghalang untuk bekerja produktif. Justru, dengan niat yang tulus dan perencanaan yang baik, ibadah puasa bisa menjadi pendorong semangat kerja.

Lantas mengapa puasa tidak menghambat produktivitas? Pertama, puasa melatih disiplin dan kontrol diri. Selama berpuasa, kita dituntut untuk menahan lapar dan haus. Disiplin ini terbawa ke dalam dunia kerja. Kita jadi lebih bisa mengatur waktu, fokus pada pekerjaan, dan menghindari hal-hal yang bisa mengganggu konsentrasi.

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat rahimakumullah

Kedua, puasa menyehatkan tubuh dan pikiran. Dengan pola makan teratur saat sahur dan berbuka, asupan nutrisi menjadi lebih terjaga. Hal ini berdampak positif pada kesehatan secara keseluruhan, sehingga kita tetap berenergi dan bisa bekerja secara optimal. Selain itu, puasa juga diyakini dapat meningkatkan kejernihan pikiran dan ketenangan batin, yang tentunya akan mendukung produktivitas.

Ketiga, puasa menumbuhkan semangat berbagi dan kepedulian. Suasana Ramadhan yang penuh kebersamaan dan kedermawanan bisa memotivasi kita untuk bekerja lebih giat. Dengan niat beribadah, kita akan merasa bahwa pekerjaan yang kita lakukan tidak hanya mendatangkan keuntungan finansial, tetapi juga pahala.

Dalam Al-Quran, Allah mengingatkan manusia bahwa bekerja untuk memenuhi nafkah keluarga termasuk kewajiban. Pada surah at-Taubah ayat 105 Allah mengingatkan pentingnya bekerja serta larangan untuk bermalas-malasan, ayatnya tersebut berbunyi yang artinya,

“Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Pada sisi lain, dijelaskan oleh Nabi Muhammad dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, meskipun dengan pekerjaan yang kasar, lebih mulia daripada meminta-minta kepada orang lain. Hal ini berlaku meskipun orang yang dimintai memberi atau menolak permintaan tersebut.

“Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Pun dalam Al-Quran, Allah SWT juga mengingatkan umatnya agar tidak hanya berdoa, namun juga melakukan usaha nyata dalam mencari rezeki. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memandang kerja keras sebagai salah satu cara untuk mencapai keberkahan dan mendapatkan ridha Allah SWT.

Selain menekankan pentingnya usaha dan kerja keras, Islam juga menganjurkan agar setiap orang bekerja dengan cara yang halal. Konsep ini mengacu pada prinsip bahwa segala sesuatu yang diperoleh haruslah melalui cara yang sah dan tidak melanggar aturan agama.

Dalam Islam, kehalalan dalam mencari nafkah dianggap sebagai bagian penting dari ibadah dan ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, umat Islam diajarkan untuk menghindari segala bentuk pekerjaan atau praktik yang melibatkan penipuan, korupsi, atau eksploitasi terhadap orang lain.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Imam Nawawi berkata dalam kitab Shahih Muslim;

“Sesungguhnya dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk bersedekah, makan dari hasil kerja tangan sendiri, dan mencari penghasilan dengan cara yang halal.”

Dengan demikian, puasa bukan alasan untuk menjadi tidak produktif dalam bekerja. Justru sebaliknya, puasa melatih setiap orang untuk bisa lebih disiplin dan mandiri dalam kehidupannya.

4. Contoh Ceramah Singkat berjudul Memaksimalkan Kedermawanan di Bulan Ramadhan

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,

Kedermawanan sudah seharusnya menjadi ciri khas orang-orang bertakwa. Orang dermawan disukai oleh siapa saja, terutama disukai oleh Allah. Banyak sekali perintah dalam Al-Quran atau hadis agar kaum muslimin gemar berinfak dan bersedekah. Selain ganjaran pahala melimpah, orang yang dermawan memperoleh rahmat Allah dan rezeki yang tidak pernah surut.

Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan beliau semakin meningkat di bulan Ramadhan. Saking takjubnya para sahabat dengan kedermawanan Rasulullah, maka kedermawanan beliau di bulan Ramadhan dikiaskan melebihi lembutnya angin yang berhembus, masyaAllah!

Jika kita berinfak atau bersedekah setiap hari selama bulan Ramadhan, maka kebiasaan tersebut akan membekas dan menjadi kebiasaan permanen yang sangat positif. Jangan dilihat besar atau kecilnya jumlah uang yang kita sedekahkan. Yang sangat mahal adalah keberhasilan kita menjadi dermawan setiap hari.

Jamaah yang dimuliakan Allah

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran mengenai orang orang yang dermawan:

الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَهُم بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَاخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (Q.S. Al-Baqarah: 274).

Selain itu, dalam firman-Nya, Allah juga mengingatkan betapa besar pahala infak dan sedekah sangat berlimpah. Allah berfirman:

مثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنُبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضْعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللَّهُ وَسِعٌ علِيمٌ

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 261).

Jamaah yang dimuliakan Allah

Oleh karena itu, anjuran meneladani kedermawanan Rasulullah, terlebih di bulan Ramadhan, tercantum dalam hadisnya.

إِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِحْ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامِ كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling lembut (dermawan) dalam segala kebaikan. Dan 53 kelembutan Beliau yang paling baik adalah saat bulan Ramadhan ketika Jibril alaihissalam datang menemui Beliau.

Dan Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur’an) hingga Al Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau, maka Beliau adalah orang yang paling lembut dalam segala kebaikan melebihi lembutnya angin yang berhembus”.” (Muttafaq Alaih).

Maksud dari kedermawanan Rasulullah SAW melebihi lembutnya angin yang berhembus adalah:

أَشَارَ بِهِ إِلَى أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْإِسْرَاعِ بِالْجُودِ أَسْرَعَ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ، وَإِلَى عُمُومِ النَّفْعِ بِجُوْدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا تَعُمُ الرِّيحُ الْمُرْسَلَة جَمِيعَ تَهُبُ عَلَيْهِ.

“Menunjukkan sangat cepat dalam hal kedermawanan melebihi cepatnya angin ketika berhembus. Kedermawanan Nabi SAW juga memberikan manfaat yang menyeluruh seperti hembusan angin yang memberikan manfaat pada apa yang dilewatinya.”

Jamaah yang dimuliakan Allah

Orang dermawan dijamin tidak akan merasa takut dan sedih, terutama di akhirat. Al Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya, Mafatih Al-Ghaib menulis sebagai berikut:

إِنَّهَا تَدُلُّ عَلَى أَنَّ أَهْلَ الثَّوَابِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُتَأَكَّدُ بِذَلِكَبِقَوْلِهِ تَعَالَى (لَا يَحْزُقُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ).

“Sesungguhnya (ayat 274 Al-Baqarah) menunjukkan bahwa orang yang mendapat ganjaran sedekah tidak merasa ketakutan pada hari kiamat, hal ini dikuatkan dengan ayat Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar pada (hari kiamat),(QS. Al-Anbiya: 103)”

Jamaah yang dimuliakan Allah

Jangan lewatkan kesempatan di bulan Ramadhan untuk meningkatkan kedermawanan dengan cara bersedekah atau berinfak serajin mungkin agar kita tetap menjadi dermawan setiap hari walaupun Ramadhan telah pergi.

5. Contoh Ceramah Singkat berjudul Bukber Semangat, Tapi Sholat Magrib Lewat

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

الْحَمْدُ للهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مَحَمَّدِ بِالْمُجْتَبى، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التَّقَى وَالْوَلَى أَمَّا بَعْدُ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ : فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (٥) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُوْنَ (٦) وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُونَ (۷)

Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, Saudara-Saudari,

Bagaimana puasa hari ini? Semoga selalu lancar Amiin ya Rabbal Alamiin

Tema ceramah hari ini sangat menarik yakni, Bukber semangat, tapi sholat Maghrib terlewat. Ada di sini orang yang pernah seperti itu? Orangnya datang? Jangan diulangi lagi ya.

Sebelum dibahas lebih lanjut, mari kita baca bersama-sama QS. Al-Ma’un ayat 4-7.

“4. Celakalah orang-orang yang melaksanakan shalat; 5. (yaitu) yang lalai terhadap sholatnya; 6. Yang berbuat riya; 7. Dan enggan (memberi) bantuan.”

Hadirin yang dirahmati Allah SWT

Baca ayat ini jangan hanya sepotong ya Pak, Bu. Jangan hanya fawailul lil mushollin. Jika hanya sepotong, ini bahaya, masak orang yang melaksanakan sholat kok celaka. Kita lihat ayat setelahnya, yaitu orang yang lalai terhadap sholatnya.

Maksud dari lalai itu apa sih? Ini yang mesti dijelaskan. Syekh Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya At-Tahrir wa AtTanwir menekankan betul bahwa kata sahûn itu bukan lalai karena lupa tidak melakukan sunnah ab’ad dalam sholat, seperti lupa tidak tasyahud awal misalnya, atau karena ragu dengan jumlah rakaat sholat. Bukan itu maksudnya. Kalau itu kan kita diminta untuk melakukan sujud sahwi.

Ibnu Asyur menyebutkan bahwa orang lalai itu adalah orang yang melakukan sholat karena riya’, tidak ikhlas dan tanpa ada niat yang tulus. Orang ini pun mudah meninggalkan sholat. Ini yang dimaksud sebagai orang yang lalai itu.

Imam Jajaluddin As-Suyuthi mengumpulkan beberapa riwayat yang menafsirkan ayat ini. Dalam kitab Ad-Durrul Mantsur, salah satu riwayat itu adalah:

وأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ مَرْدُويَة عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَالَّذِينَ هُم عَنْ صَلَاتِهِمْ ساهُونَ قالَ : هُمُ المَنافِقُونَ يَتْرُكُونَ الصَّلاةَ في السِّرِ ويُصَلُّونَ في العلانية.

“Ibnu Jarir dan Ibnu Marduwiyah dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang munafik yang meninggalkan sholat saat tidak ada orang dan sholat saat di keramaian.”

Dari sini, istilah munafik itu sangat luas artinya. Tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah dalam kondisi apapun jangan pernah menyepelekan sholat. Wajib is wajib, no debat!!

Hadirin yang dirahmati Allah SWT

Buka bersama pada dasarnya adalah aktivitas yang boleh dan baik. Karena hadis Nabi sebenarnya menyebutkan bahwa kebahagiaan bagi orang yang berpuasa itu salah satunya karena berbuka.

Rasulullah SAW bersabda:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

“Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya,” (HR Muslim).

Saya membayangkan betapa nikmatnya berbuka puasa bersama. Di momen tersebut, kita bisa silaturahim mengumpulkan sanak famili, kerabat, tetangga, bahkan kawan lama. Kebahagiaan itu memang sudah Rasulullah SAW sampaikan.

Tetapi, problemnya bukan di buka bersama ya Pak, Bu. Problemnya adalah jika orang-orang yang berbuka puasa itu melewatkan sholat maghrib. Allah SWT, memperingati betul, bahwa orang yang melewatkan puasa ini disebut akan celaka lho. Jadi, kita perlu berhati-hati.

Terima kasih saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb

6. Contoh Ceramah Singkat berjudul Keutamaan Sedekah dalam Islam

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,

Pada hari ini, saya ingin berbicara tentang sebuah amal yang sangat dianjurkan dalam Islam, yaitu sedekah. Sedekah bukanlah sekadar memberi sebagian dari harta kita kepada yang membutuhkan, tetapi juga merupakan salah satu bentuk ibadah yang penuh keberkahan di hadapan Allah SWT.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 261:

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Melalui Ayat ini, Allah SWT menyampaikan kepada kita betapa besar keutamaan memberi sedekah. Bahkan, setiap sedekah yang kita berikan akan dilipatgandakan pahalanya hingga seratus kali lipat.

Selain itu, Rasulullah SAW juga memberikan banyak tuntunan tentang keutamaan sedekah. Beliau bersabda,

قال النبي صلعم : مَن فَطَرَفِيهِ صَا لِمَّا كَانَ لَهُ مَغْفِرَةً لِذُنُوبِهِ وَعِتْقٌ رَقَبَةِ مِنَ النَّار

Artinya: “Barang siapa yang memberi makanan atau minuman untuk berbuka puasa, maka diampuni dosa-dosanya, dan dibebaskan dari Api Neraka (Al Hadits)”

Saudara-saudaraku,

Dengan memberikan sedekah, kita tidak hanya membantu sesama yang membutuhkan, tetapi juga membersihkan diri kita dari dosa-dosa yang telah kita lakukan. Sedekah juga merupakan salah satu cara untuk menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah SWT atas nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita.

Mari kita jadikan sedekah sebagai bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Meskipun dalam jumlah yang kecil, tetapi dengan niat yang tulus dan ikhlas, setiap sedekah yang kita berikan akan memiliki dampak yang besar, baik di dunia maupun di akhirat.

Sekian ceramah singkat dari saya tentang keutamaan sedekah dalam Islam. Semoga kita semua termotivasi untuk terus berbagi rezeki kepada sesama, dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai setiap amal ibadah kita. Aamiin ya rabbal ‘alamiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

7. Contoh Ceramah Singkat berjudul Keutamaan Sabar dan Syukur

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Jamaah yang dirahmati Allah,

Mari kita bersama-sama merenungkan dua konsep penting dalam agama kita: sabar dan syukur. Dua nilai luhur ini adalah kunci utama untuk menjalani kehidupan yang penuh makna dan bahagia di dunia ini.

Pertama, mari kita bicarakan tentang sabar. Sabar adalah sikap ketenangan dan ketabahan dalam menghadapi segala ujian dan cobaan yang Allah berikan kepada kita. Ketika kita diuji dengan kesulitan, kegagalan, atau penderitaan, sabarlah yang membawa kita melewati segala rintangan tanpa kehilangan akal dan emosi. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 155-156:

وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ بِشَىۡءٍ مِّنَ الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَنۡفُسِ وَالثَّمَرٰتِؕ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡنَۙ‏ (١٥٥) الَّذِيۡنَ اِذَآ اَصَابَتۡهُمۡ مُّصِيۡبَةٌ ۙ قَالُوۡٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّـآ اِلَيۡهِ رٰجِعُوۡنَؕ‏( ١٥٦)

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Kedua, mari kita bahas tentang syukur. Syukur adalah sikap menghargai dan mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita, baik yang besar maupun yang kecil. Ketika kita bersyukur, kita menyadari bahwa setiap nikmat adalah anugerah dari-Nya yang patut kita hargai dan manfaatkan dengan baik. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Ibrahim ayat 7:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Sabar dan syukur adalah dua sifat mulia yang tidak hanya membawa keberkahan di dunia, tetapi juga kebahagiaan abadi di akhirat. Mari kita jadikan keduanya sebagai pegangan dalam setiap langkah kita, dalam suka maupun duka. Dengan sabar dan syukur, kita akan mampu menjalani kehidupan dengan lapang dada, penuh keberkahan, dan penuh rasa syukur kepada Allah SWT.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

8. Contoh Ceramah Singkat berjudul Pahala Menuntut Ilmu di Bulan Ramadhan

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat Ramadhan kepada kita semua. Semoga rahmat dan keberkahan-Nya senantiasa menyertai kita dalam menjalani ibadah di bulan yang penuh berkah ini.

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,

Sebagai umat Islam, kita memiliki kewajiban menuntut ilmu, baik yang berkaitan dengan urusan duniawi maupun akhirat. Menuntut ilmu tidak memandang usia, jenis kelamin, ataupun latar belakang. Semua orang berhak dan wajib melakukannya, terlebih di bulan Ramadhan. Banyak keberkahan dan keutamaan bagi orang yang menuntut ilmu pada bulan suci ini.

Di sini, saya akan menjelaskan tentang macam-macam pahala atau keistimewaan menuntut ilmu sela bulan Ramadhan, yaitu

Mendapat Pahala seperti Ibadah Setahun

Sebagaimana Nabi Muhammad SAW. bersabda:

مَنْ حَضَرَ مَجْلِسَ اعِلْمِ فِي رَمَضَانَ كَتَبَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ قَدَمٍ عِبَادَةَ سَنَةٍ وَيَكُونُ مَعِي تَحْتَ العَرْشِ

Artinya: “Barang siapa menghadiri majelis ilmu untuk menuntut ilmu agama Islam di bulan Ramadhan, maka Allah catat untuknya setiap satu langkah kaki bernilai pahala ibadah satu tahun, dan ia akan bersamaku (kata Nabi SAW) berada di bawah Arsy Allah SWT. “

Meningkatkan Kualitas Ibadah

Dengan meningkatnya pemahaman kita tentang ajaran Islam, kita dapat menggali lebih dalam makna dan hikmah di balik ibadah-ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadhan, seperti puasa, shalat tarawih, dan bersedekah. Semakin kita memahami esensi dan tujuan dari ibadah-ibadah tersebut, semakin tulus dan berkualitas pula ibadah kita kepada Allah SWT.

Diridhoi Allah Allah SWT

Setiap langkah yang kita ambil dalam perjalanan menuntut ilmu membawa kita lebih dekat kepada keberkahan dan kasih sayang Allah SWT. Dengan kesungguhan dalam belajar dan mengembangkan diri, kita semakin mendekatkan hubungan kita dengan-Nya dan memperdalam cinta kita terhadap agama-Nya. Sebagaimana dalam HR Abu Daud

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Barangsiapa yang mempelajari ilmu yang dengannya dapat memperoleh keridhoan Allah SWT, (tetapi) ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kesenangan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan harumnya surga di hari kiamat nanti,” (HR Abu Daud).

Dalam bulan Ramadhan ini, mari kita manfaatkan setiap momen untuk meningkatkan pengetahuan dan keimanan kita. Jadikanlah bulan yang mulia ini sebagai momentum untuk meraih keberkahan dan kesuksesan di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi langkah-langkah kita dalam menuntut ilmu dan menjadikan kita hamba yang bertaqwa dan berilmu. Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

9. Contoh Ceramah Singkat berjudul Keutamaan Lailatul Qadr

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudara-saudari yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan kali ini, kita berkumpul dalam kebersamaan untuk membahas tentang salah satu malam paling mulia dalam agama kita, yaitu Malam Lailatul Qadr. Malam yang penuh berkah ini merupakan momen istimewa di bulan Ramadhan, yang dipercaya memiliki keutamaan yang luar biasa.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Al-Qadr ayat 1-3:

اِنَّاۤ اَنۡزَلۡنٰهُ فِىۡ لَيۡلَةِ الۡقَدۡرِۖ ۚ‏ ١ وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا لَيۡلَةُ الۡقَدۡرِؕ‏ ٢ لَيۡلَةُ الۡقَدۡرِ ۙ خَيۡرٌ مِّنۡ اَلۡفِ شَهۡرٍؕ‏ ٣

Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.”

Dalam ayat ini, Allah SWT menggambarkan keistimewaan Malam Lailatul Qadr yang lebih baik daripada seribu bulan. Malam ini adalah malam di mana Al-Quran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia. Oleh karena itu, Malam Lailatul Qadr menjadi waktu yang sangat berharga bagi umat Islam untuk memperbanyak ibadah, berdoa, dan memohon ampunan kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW juga memberikan petunjuk kepada umatnya tentang keutamaan Malam Lailatul Qadr. Beliau bersabda, “Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam kedua puluh tujuh (dari bulan Ramadan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru” (HR. Muslim no. 762, dari Ubay bin Ka’ab).

Saudara-saudari sekalian,

Malam Lailatul Qadr adalah malam yang penuh berkah dan ampunan. Mari kita manfaatkan kesempatan emas ini dengan beribadah, berdoa, dan memperbanyak amal kebaikan. Mari kita jadikan Malam Lailatul Qadr sebagai momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, memperbaiki diri, dan memohon ampunan-Nya atas segala dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan.

Semoga kita semua dapat meraih keberkahan dan ampunan dari Allah SWT di Malam Lailatul Qadr ini. Aamiin ya rabbal ‘alamiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

10. Contoh Ceramah Singkat berjudul Kemulian Memaafkan Sesama

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudara-saudari yang dirahmati Allah,

Memaafkan adalah tindakan mulia yang diajarkan oleh agama kita. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Al-A’raf ayat 199,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ

“Jadilah pemaaf, perintahlah (orang-orang) pada yang makruf, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh.”

Memaafkan adalah bentuk kebesaran hati dan kekuatan karakter. Dengan memaafkan, kita membebaskan diri dari beban dendam dan kebencian yang merusak hati dan jiwa kita. Allah SWT berjanji akan memberikan ganjaran bagi mereka yang mampu memaafkan sesama.

Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Quran Surat Assyuara ayat 40,

وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَاۚ فَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ

Artinya: “Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.”

Di bulan suci Ramadhan ini, mari kita jadikan kesempatan untuk memaafkan orang-orang yang telah menyakiti atau menganiaya kita. Dengan memaafkan, kita mengikuti jejak para nabi dan rasul, serta mendapatkan keberkahan dan rahmat dari Allah SWT.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Contoh Teks Ceramah Singkat tentang Malam Lailatul Qadar


Jakarta

Ceramah atau kultum mengenai keutamaan dan amalan waktu istimewa banyak disampaikan selama bulan Ramadan, salah satunya pada malam Lailatul Qadar. Berikut contoh ceramah malam Lailatul Qadar singkat.

Malam Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemuliaan. Berdasarkan dalil, malam Lailatul Qadar ada pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Rasulullah SAW bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ


Artinya: “Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan.” (HR Bukhari dalam Shahih-nya dan terdapat dalam Fath Al-Baari bab Fadhl Lailatul Qadar. Imam Muslim turut mengeluarkan riwayat ini dalam Shahih-nya)

Ceramah Malam Lailatul Qadar Singkat

Untuk menyambut datangnya malam istimewa tersebut, para mubaligh bisa menyampaikan ceramah malam Lailatul Qadar. Berikut contoh ceramah malam Lailatul Qadar dikutip dari Kumpulan Tema Khutbah Pilihan yang disusun Abdul Qodir dan Wahyu Fauzi Aziz.

Menggapai Keutamaan Lailatul Qadar

Tidak terasa Ramadan telah memasuki sepertiga akhir. Artinya, Ramadan telah memasuki dua puluh hari pertamanya. Orang Jawa biasa menyebutnya dengan likuran. Di sepertiga akhir Ramadan, pada malam harinya tampak pemandangan umat berbondong melakukan iktikaf di masjid, guna mendapatkan Lailatul Qadar, yaitu malam seribu bulan. Berlombalah setiap muslim untuk mendapatkannya. Malam-malam ganjil menjadi prioritas para muslim melakukan iktikaf.

Suasana malam hari, tepatnya menjelang dini hari sampai fajar, menjadi semarak di hampir setiap masjid. Suasana ini beda dengan hari-hari di dua pertiga Ramadan, apalagi dengan hari-hari di luar Ramadan. “Malam kemuliaan (Lailatul Qadar) itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS Al-Qadr: 3) Dalam surah ini dijelaskan Allah SWT menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, sebuah malam yang sangat berkah dan lebih baik dari seribu bulan, yang jika kita hitung maka nilainya sama dengan sekitar 83 tahun 4 bulan. Sesungguhnya seseorang yang beribadah pada malam itu, maka sama baginya dengan beribadah selama 83 tahun 4 bulan lamanya pada malam atau hari-hari biasa.

Hari demi hari telah kita lalui dan tak terasa sekarang kita telah berada pada separuh lebih bulan Ramadan. Artinya, sebentar lagi kita akan memasuki sepertiga terakhir dari bulan mulia ini yang menurut pandangan mayoritas ulama di dalamnya terdapat satu malam istimewa, yaitu Lailatul Qadar. Karenanya, dirasa sangat penting untuk membahas malam tersebut sebab ibadah pada malam itu khairun min alfi syahr (lebih baik dibanding ibadah selama seribu bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar). Hal ini selaras dengan penuturan Mujahid bin Jabir,

“Sesungguhnya Rasulullah SAW mengisahkan seorang laki-laki dari kalangan bani Israil yang senantiasa mengangkat senjatanya untuk berjuang di jalan Allah SWT selama seribu bulan. Perkara tersebut membuat kaum muslimin merasa takjub sehingga Allah SWT menurunkan tiga ayat pertama surat Al-Qadr.” (Fadhailu-1 Awqat li-l Baihaqi, juz 1 hal. 207)

Selain hal tersebut, keutamaan lain dari Lailatul Qadar adalah para malaikat dari tiap lapis langit bahkan dari sidratil muntaha turun ke bumi untuk mengaminkan doa manusia hingga waktu munculnya fajar sebagaimana penuturan Imam Al-Qurthubi. Mereka, termasuk malaikat Jibril, turun dengan membawa rahmat Allah dan segala ketentuan Allah SWT pada malam tersebut hingga setahun ke depan.

Keutamaan terakhir yang tersurat dalam surat Al-Qadr adalah setiap detik dari Lailatul Qadar sepenuhnya hanya berisi keselamatan serta tidak ada keburukan di dalamnya hingga muncul fajar, bahkan dikatakan bahwa setan tidak dapat berbuat buruk pada malam tersebut. Sedangkan pada malam lainnya, selain keselamatan, Allah SWT juga menetapkan bala’ (Tafsir Al-Qurthubi, juz 20, hal. 133- 134).

Keberadaan Lailatul Qadar sangat layak untuk kita syukuri sebab malam mulia ini merupakan malam spesial yang hanya Allah SWT ciptakan kepada segenap umat Rasulullah SAW berdasarkan hadits yang telah disebutkan. Seandainya tidak ada Lailatul Qadar, maka nyaris tidak mungkin bagi kita untuk mendapatkan pahala ibadah seribu bulan mengingat terbatasnya umur umat Rasulullah SAW. Beliau bersabda,

“Usia umatku antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Sangat sedikit yang bisa melampaui umur tersebut.” (Sunan Ibni Majah, juz 2 hal. 1415)

Mengenai waktu munculnya Lailatul Qadar, begitu banyak riwayat yang secara dhahir saling bertentangan.

Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa malam itu berputar dalam sebulan Ramadan hingga yang terkhusus pada malam tertentu. Karenanya, para ulama menganjurkan untuk mencarinya dalam sebulan penuh dan lebih dianjurkan lagi pada sepuluh malam terakhir. Pengukuhan anjuran paling kuat adalah pada malam ganjil sebagaimana pendapat jumhur fuqaha’ sesuai sabda Rasulullah SAW tentang Lailatul Qadar.

“Malam itu berada pada bulan Ramadan, maka carilah pada sepuluh malam terakhir. Sesungguhnya Lailatul Qadar berada pada malam ganjil yaitu malam ke-21, malam ke-23, malam ke- 25, malam ke-27, malam ke-29, atau malam terakhir Ramadan. Barang siapa menghidupkannya karena ikhlas mengharap ridha Allah SWT, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (Musnad Ahmad, juz 37 hal. 423)

Lailatul Qadar memiliki tanda-tanda yang tampak di langit maupun di permukaan bumi sebagaimana yang telah masyhur di masyarakat. Bahkan, terdapat tanda batin yang dapat dirasakan oleh sebagian kaum muslimin yaitu kenikmatan beribadah pada malam tersebut. Namun, para ulama saling bersilang pendapat apakah harus mengetahui secara pasti keberadaan malam tersebut untuk meraih fadilahnya atau tidak.

Pendapat yang paling unggul menurut fuqaha’ mazhab adalah bahwa tidak disyaratkan mengetahui Lailatul Qadar secara pasti. Namun, jika kita mengetahui malam tersebut sekaligus menghidupkannya, maka fadilah yang kita raih akan lebih sempurna. (Mughni-l Muhtaj, juz 1 hal. 450)

Karenanya, mari bersama-sama kita tapaki kemuliaan Lailatul Qadar pada malam-malam yang telah disebutkan dengan berbagai macam ibadah baik salat berjamaah, salat Tarawih, salat witir, tadarus Al-Qur’an, iktikaf, dan sebagainya. Juga bagi keluarga perempuan kita yang sedang menjalani haid atau nifas, maka ibadah-ibadah tersebut bisa diganti dengan zikir, thalabu-l ‘ilmi, dan doa.

Apakah kita bisa memperoleh keutamaan Lailatul Qadar dengan doa? Jawabannya adalah iya. Rasulullah SAW bersabda, “Doa itu adalah ibadah.” (Sunan Abi Dawud, juz 2 hal. 76)

Semoga kita senantiasa diberi anugerah Islam dan iman agar selalu semangat menjalankan ibadah selama Ramadan terutama pada tanggal-tanggal akhir sebab amal ibadah itu tergantung pada penutupnya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com