Tag Archives: dakwah

Contoh Ceramah Singkat Tentang Sabar yang Menyentuh Hati


Jakarta

Setiap orang memiliki tingkat kesabaran yang berbeda-beda, kadangkala ada saatnya di mana kesabaran kita diuji dan menahan diri dari hal-hal yang merugikan diri sendiri.

Seringkali kita mendengar orang-orang menyerukan kesabaran lewat ceramah. Salah satu topik ceramah yang bisa sering didengar adalah ceramah tentang sabar. Baik ceramah singkat atau pun yang panjang tentang sabar.

Berikut contoh ceramah singkat tentang sabar yang menyentuh hati, cocok buat referensu buat Kultum atau Khutbah.


Pengertian Sabar

Dikutip dari situs Muhammadiyyah, arti bahasa dari sabar adalah menahan diri (الحبس ) dan mencegah (الكف )

Sabar atau Sabr adalah menahan diri dari rasa sedih (berkeluh kesah) dan menahan lisan dari menggerutu (mengeluh) dan menahan anggota badan agar tidak menampar pipi, merobek baju, dan sebagainya.

Sabar dalam arti syariat Islam

Menahan diri (tekun, telaten, rajin) dalam melaksanakan apa saja yang dikehendaki oleh Allah atau menahan diri (bertahan) untuk tidak melakukan apa saja yang dilarang oleh Allah.

Artinya: Dia sabar melakukan apa yang diperintahkan Allah dan dia sabar untuk bertahan tidak mau melakukan apa yang dilarang Allah. Allah menjadikan di dalam hal itu pahala yang besar bagi orang yang mengharap ridha-Nya, dan membalas mereka dengan menjadikannya sebagai penghuni surga karena mereka bersabar dalam menggapai ridha Allah.

Di dalam kata sabar ada makna pencegahan, kekuatan, dan menahan (penolakan). Tasabbara rajul artinya dia menanggung kesabaran, berjihad melawan hawa nafsunya (dirinya) dan mengarahkan nafsu dirinya ke arah akhlak yang baik.

Dan sabbaraha apabila dia mengarahkan dirinya untuk bersabar yaitu tetap kokoh berlandaskan ajaran agama apabila datang dorongan nafsu syahwat menggodanya, dan dia tetap kokoh berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah karena siapa yang berpegang teguh kepada keduanya maka dia bersabar atas musibah dan bersabar untuk tekun rajin beribadah, dan bersabar dalam menjauhi hal-hal yang diharamkan.

Macam-macam Sabar

1. Sabar untuk tetap rajin, tekun dalam ketaatan kepada Allah.
2. Sabar untuk menahan diri dari berbuat durhaka kepada Allah.
3. Sabar untuk tetap tegar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang menyakitkan.

Ceramah Singkat Tentang Sabar

Ceramah singkat tentang sabar di bawah ini bisa menjadi salah satu referensi dalam menyampaikan kuliah tujuh menit (kultum).

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahi-lladzii hadaana lihadzaa, wama kunna linahtadiya laula an hadanallah, Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalah, wa Asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuluh, La nabiya ba’dah.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita menghadapi yang namanya musibah. Peristiwa yang menyedihkan, mengecewakan atau mungkin menimbulkan luka batin.

Musibah ini dapat berupa kehilangan orang-orang tercinta, harta benda, mengalami bencana alam, kecelakaan, disakiti, dilukai dan difitnah orang lain. Macam-macam musibah bisa kita alami dalam hidup ini.

Atas berbagai musibah yang datang menerpa dalam hidup kita, maka kita harus meyakini bahwa semua bisa terjadi atas izin, sepengetahuan dan kuasa Allah SWT. Tidak ada satupun peristiwa terjadi di alam semesta ini tanpa diketahui Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam surat Al An’am 59 :

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”

Dari ayat di atas jelaslah bahwa segala sesuatu di alam semesta ini diketahui Allah SWT, bahkan sehelai daun yang gugur pun, Allah mengetahuinya, karena DIA Maha Mengetahui.

Atas dasar itulah, maka dalam menghadapi musibah kita harus bersikap sabar karena musibah tersebut pasti atas sepengetahuan Allah SWT.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh (wikipedia).

Sabar secara bahasa berarti al habsu yaitu menahan diri. Sedangkan secara syar’i, sabar adalah menahan diri dalam tiga perkara : (1) ketaatan kepada Allah, (2) hal-hal yang diharamkan, (3) takdir Allah yang dirasa pahit (musibah).

Saat mengalami musibah, Allah SWT memerintahkan kita untuk menghadapinya dengan dua hal yaitu sabar dan sholat. Dalam surat Al Baqarah ayat 153 Allah SWT berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (tafsirweb.com).

Jelaslah dalam ayat tersebut kita diperintahkan untuk sabar dan sholat, bahkan disebutkan sabar dulu baru kemudian sholat.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Bukan hanya saat mengalami musibah kita dituntut untuk sabar. Seperti dalam pengertian sabar secara syar’i yang saya sampaikan di atas, maka kita juga dituntut untuk sabar dalam ketaatan kepada Allah SWT dan hal-hal yang diharamkan.

Mengapa terhadap dua hal itu kita juga dituntut untuk sabar? Karen tidak mudah menjalaninya, bahkan bagi sebagian orang itu sangat berat.

Taat kepada Allah SWT dan menjauhi hal-hal yang diharamkan itu bukan perkara ringan semudah membalik telapak tangan. Bagi orang-orang yang ingkar kepada Allah SWT dan tidak ikhlas menjalani kehidupan, itu sangatlah berat.

Mengapa? Karena taat kepada Allah SWT itu berarti kita banyak mengorbankan kelezatan dunia dan berlaku prihatin, tidak mengumbar hawa nafsu atau kesenangan duniawi.

Contoh kecil kita diperintahkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Bukankah puasa ini kita menahan diri dari perkara-perkara yang menyenangkan? Makanan dan minuman yang lezat tidak boleh dikonsumsi saat siang hari.

Kemudian mengumbar syahwat juga dilarang. Padahal semuanya itu adalah perkara-perkara menyenangkan bagi kita manusia.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Lalu bagaimana cara kita untuk bisa bersabar sesuai dengan pengertian syar’i tersebut? Saat mengalami musibah, maka kita dituntun untuk mengucapkan kalimat “innalillahi wa inna ilaihi roji’uun”.

Dalam surat Al Baqarah 155 Allah SWT berfirman :

.وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (tafsirweb.com)

Dengan mengucapkan “innalillahi wa inna ilaihi roji’uun” maka kita akan segera sadar bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini, pada hakekatnya bukanlah milik kita, tapi milik Allah semata.

Kemudian dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, maka tidak lain caranya adalah dengan ikhlas. Menjalani ketaatan kepada Allah dengan ikhlas, menjauhi perkara-perkara yang diharamkan juga dengan ikhlas.

Kita ikhlas bahwa semua itu adalah tuntunan dari Allah SWT kepada kita agar kita tidak tersesat di dunia ini dan selamat di akhirat nanti. Semua itu semata-mata kita lakukan hanya untuk mengharap ridho dari Allah SWT.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Demikian ceramah singkat ini saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan, semoga kita semua digolongkan sebagai hamba-hamba-NYA yang beriman dan bertaqwa serta akan mendapat balasan kebaikan didunia dan akhirat berupa jannah. Aamiin ya robbal ‘alamiin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuuh

(row/row)



Sumber : www.detik.com

Nuansa Islam di Hollywood (2)



Jakarta

Sangat menyenangkan, hari masih pagi dan udara pun masih dingin. Kami diundang dan dijemput oleh organizer mengunjungi sebuah tempat yang sangat imajiner di Los Angeles bernama Warner Bros (WB), sebuah komplek perfileman yang amat terkenal di Hollywood. Di lereng gunung yang cantik terhampar sebuah lokasi yang amat luas dipadati menurut hitungan penulis 42 bangunan yang mirip gudang raksasa dan sejumlah bangunan dengan jalanan serta pemandangan AS tempo dulu. Ada kompleks New York tempo dulu, rumah-rumah khas Chicago, penduduk Indian, dan lain-lain. Termasuk juga gambar atau miniatur pohon tua dan pemandangan bebatuan di tengah hutan belantara. Kompleks itu mengingatkan penulis di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Selatan. Kami harus menggunakan kereta atau golf car untuk mengelilingi areal ini karena begitu luas dan banyaknya obyek menarik di dalamnya. Satu persatu obyek di kompleks itu diperkenalkan dengan ramah oleh seorang gadis berambut pirang. Ia mahir menyebut “Assalamu’alaikum” dan “Apa kabar?”. Itulah kehebatan PR AS.

Saat itu kami juga diajak memasuki sejumlah gudang yang ternyata studio raksasa yang isinya adalah sejumlah miniatur dan dekorasi tipuan dimana film-film seri di TV beredar yang di Indonesia juga sering kita lihat. Di bagian langit-langit studio itu bergelantungan kamera, lampu, dan laser dengan segala efek pencahayaannya. Bahkan ada sebuah gudang isinya benar-benar seperti di tengah hutan belantara dengan air terjun buatan. Dengan kekuatan elektrik latar dan dekorasi bisa dirancang seperti bergerak dan terkesan banyak orang berjualan di pasar atau petani sedang bercocok tanam, atau peternak sapi di pedalaman. Ternyata film-film Hollywood yang kita saksikan selama ini pengambilan gambarnya tidak semua di alam terbuka nyata tetapi di dalam studio. Termasuk rumah dan bangunan mewah ternyata juga efek monitor raksasa yang keseluruhannya tidak keluar dari gudang besar itu. Teman-teman kami ada yang nyeletuk: “Sekian lama kita menikmati sebuah kebohongan”.

Berbagai film cowboy tempo dulu dengan kandang kuda dan kendaraan mobil dan motor tua dikoleksi di dalam gudang itu. Termasuk mobil-mobil super canggih yang dipakai Batman semua tersimpan rapi di dalam gudang itu. Termasuk rumah antik dan fasilitas yang digunakan dalam film Harry Potter tersimpan rapi di dalam rumah tua itu. Lorong-lorong sempit yang menggambarkan AS tempo dulu semua terawat di kompleks WB itu. Kompleks besar yang isinya sejumlah perumahan spesifik itu tidak dihuni orang. Luaran bangunan itu dirawat sebagaimana layaknya rumah dan apartemen benaran tetapi dalamannya berantakan, langit-langitnya penuh dengan kamera dan lampu. Dekorasinya disesuaikan dengan tema film yang akan dimainkan di tempat itu. Ternyata selama ini kita bayar mahal di bioskop untuk ditipu oleh orang-orang Hollywood. Daun pintu yang sangat terkasan mahal ternyata tripleks yang dicat sedemikian rupa sehingga mirip pintu rumah mewah. Air terjun terkesan di tengah hutan rimba dengan bunyi-bunyi serangga malam ternyata semuanya kamuflase. Akhirnya penulis teringat
dalam sebuah ayat:


Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS al-Hadid/57:20).

Pesan tersirat dari Hollywood kita diminta sadar bahwa kehidupan ini hanya sandiwara seperti dilukiskan dalam ayat tersebut. Mari kita memberi arti terhadap hidup yang terus berjalan ini. Kita tidak boleh terkecoh dengan Hollywood-nya kehidupan. Setiap satu jengkal tanah di lokasi itu tidak ada yang menganggur, semuanya mempunyai fungsi dan sekaligus nilai dolar yang mahal.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Hindari Polarisasi



Jakarta

Pancasila merupakan ideologi pemersatu bangsa yang digali dari akar budaya bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi hingga sekarang, baik nilai-nilai agama, adat istiadat, kebersamaan, kesetaraan, keadilan, maupun perjuangan untuk melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan. Nilai-nilai luhur ini mengkristal dalam rumusan Pancasila sebagai perwujudan filsafat kemanusiaan yang mencerminkan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Falsafah Pancasila ini merupakan suatu pandangan hidup yang telah diyakini bangsa Indonesia sebagai suatu kebenaran oleh karena itu dijadikan falsafah hidup bangsa.

Polarisasi atau pembelahan sosial di Indonesia disebut mulai terjadi saat pemilu 2014. Sejumlah pakar menganalisis penyebab polarisasi sosial dan cara mengantisipasi agar bisa diredam atau bahkan dihilangkan dalam Pemilu 2024. Memang sesuatu yang tidak mudah, namun tetap harus berupaya agar bangsa ini tidak terbelah karena pemilu legislatif dan pilpres. Oleh sebab itu marilah kita simak nasihat Ulama yang disegani yaitu Hasan Bashri sebagai berikut, ” Cintailah sekedarnya dan bencilah juga sekedarnya. Hal ini sudah banyak kaum yang berlebihan dalam mencintai kaum lainnya hingga mereka binasa. Dan ada kaum yang berlebihan dalam membenci kaum lain hingga mereka binasa. Karena itu, janganlah berlebihan dalam mencintai dan jangan pula berlebihan dalam membenci. Saat pilpres akan terjadi mencintai idola calonnya dan membenci lawan politik idolanya, seperti nasihat diatas janganlah berlebihan memcintai dan berlebihan membenci, pilihlah yang moderat / pertengahan. Hingga akhir kontestasi, hati masing-masing tetap dingin dan tetap bisa hidup rukun dan harmonis. Tidak boleh terjadi pertentangan antar golongan, antar tetangga, bahkan perceraian suami istri karena beda pilihan Presiden.

Menjelang dan saat pelaksanaan kontestasi maupun setelahnya, hendaklah kita hati-hati atas pihak-pihak yang kurang jernih hatinya dan melakukan provokasi. Ada beberapa type orang seperti berlisan pandai dan berhati juga pandai, ada yang berhati pandai namun berlisan gagap. Sebaliknya orang munafik justru pandai berbicara, tapi hatinya gagap, karena semua ilmunya ada di mulutnya. Rasulullah Saw. bersabda, “Yang paling aku takutkan pada umatku ialah orang munafik yang pandai berbicara.” ( lihat al-Kamil fi Dhu’afa ar-Rijal, vol 3, hal 970 ).


Mencermati ajakan seseorang yang pandai bicara, hendaknya di saring dulu di hati, jika ajakan itu baik dan bermanfaat maka lakukan dan jika ajakan itu diperkirakan menjadi mudharat maka tinggalkanlah. Dalam situasi menjelang kontestasi sering muncul orang-orang yang berteriak dan menguak, maka hati-hatilah jika teriakan itu keluar dari lidah bukan dari hatinya. Ingatlah teriakan orang munafik dari lidah dan kepalanya. Sementara teriakan orang yang jujur atau benar berasal dari hati dan batinnya.

Saat ini beberapa fakta sudah kita hadapi dengan banyaknya informasi yang hoax, malah berita seperti ini menjadi viral karena para penyebar kurang teliti dalam seleksi kebenaran informasi atau bisa juga terdorong nafsu. Penulis prihatin yang terjadi akhir-akhir ini, khususnya informasi yang digunakan sebagai alat untuk meningkatkan citra dan menyerang pihak lain. Mari kita cermati opini dari Hasan Bashri, “Menyebut orang lain itu ada tiga macam, ghibah ( menggunjing ), buhtan ( fitnah ) dan ifki ( dusta ). Semuanya disebutkan dalam kitab-Nya.

Gibah adalah jika engkau membicarakan apa yang ada padanya, namun ia tidak menyukainya. Buhtan adalah jika engkau membicarakan apa yang tidak ada padanya. Ifki adalah jika engkau mengatakan apa yang sampai kepadamu. Ketiga sebutan tersebut dalam seharian kita sering dijumpai, padahal sesuai ajaran Islam ketiganya tidak menjadi tuntunan.

“Ghibah itu lebih berat dari zina. Seorang sahabat bertanya, ‘Bagaimana bisa? ‘ Rasulullah SAW. menjelaskan, ‘Seorang laki-laki yang berzina lalu bertobat, maka Allah SWT. bisa langsung menerima tobatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahnya,” (HR At-Thabrani). Abu Hurayrah r.a. Berkata, ” ( Ghibah itu adalah ) seseorang dari kalian melihat debu pada orang lain, sementara gunung didepan matanya tidak terlihat.”
Begitu besarnya kerusakan akibat ghibah, sehingga Allah SWT. merasa perlu memberikan larangan dalam surah al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi, ” Janganlah sebagian dari kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Pastilah ia merasa jijik kepadanya.”

Tafsir Al-Mukhtashar di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram). Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. dan menjalankan apa yang disyariatkan! Hindarilah kebanyakan dari tuduhan tanpa ada sebab-sebab dan alasan yang tepat, karena sebagian dari prasangka itu dosa seperti berburuk sangka kepada orang yang secara lahir tampak baik. Janganlah kalian mencari-cari aib orang-orang yang beriman. Janganlah salah seorang dari kalian menyebutkan tentang saudaranya dengan hal yang tidak disukainya, karena menyebutkannya dengan apa yang tidak disukainya itu seperti makan bangkai saudaranya. Sukakah salah seorang di antara kalian makan bangkai saudaranya sendiri? Maka hindarilah menggunjingnya karena hal itu semisal makan bangkai saudara sendiri. Bertakwalah kepada Allah dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sesungguhnya Allah Maha Menerima tobat dari hamba-hamba-Nya yang bertobat kepada-Nya, Maha Penyayang kepada mereka.

Bagaimana dengan fitnah ? Fitnah adalah salah satu dosa terbesar. Fitnah adalah perbuatan menuduh seseorang telah melakukan sesuatu padahal orang tersebut tidak melakukannya. Fitnah merupakan perbuatan yang sangat tercela karena bisa merusak nama baik diri sendiri, merusak nama baik orang lain, dan menimbulkan perpecahan. Dalam firman-Nya surah al-Baqarah ayat 191 yang artinya, “…Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan…”

Larangan berkata dusta dan melakukan kebohongan telah disampaikan di dalam al-Qur’an dan Hadis. Maka jauhilah perkataan-perkataan dusta dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa orang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan orang kepada neraka.

Oleh karena itu, ketiga prilaku ini kita hindari dan cintailah idola dengan sekedarnya serta jika benci lawan politik idola juga sekedarnya. Semoga Allah Swt. selalu membimbing kita semua untuk menghindari polarisasi.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Muharram



Jakarta

Bulan Muharram adalah salah satu bulan suci yang dianggap sakral oleh umat Islam. Selama bulan tersebut, umat Islam diperintahkan untuk memperbanyak ibadah demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam bulan Muharram ini penulis fokus akan hikmah pada bulan Muharram:

1. Merupakan bulan yang suci. Tentu bagi umat Islam bulan yang penting untuk memperbanyak ibadah seperti: Menjalankan puasa pada tanggal 9 Muharram (puasa Tasua) dan puasa pada tanggal 10 Muharram (puasa Asyura). Puasa Ini dituntun oleh Rasulullah SAW dalam riwayat yang disampaikan Ibnu Abbas, “Artinya: Pada waktu Rasulullah SAW. dan para sahabatnya mengerjakan puasa Asyura, para sahabat menginformasikan kepada Nabi SAW bahwa hari Asyura diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Nabi bersabda: Tahun depan insyaallah kami akan berpuasa juga pada hari kesembilan. Kata Ibnu Abbas, akan tetapi sebelum mencapai tahun depan, Rasulullah SAW wafat (HR Muslim).


Dengan demikian, kita melakukan puasa Asyura dengan menambah satu hari sebelumnya yaitu hari Tasua, atau tanggal 9 di bulan Muharram. Kita disunahkan berpuasa selama 2 hari, yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram. Setelah berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram dilanjutkan dengan memperbanyak sedekah. Dalam menyambut bulan Muharram diperintahkan agar memperbanyak pengeluran dari belanja kita sehari-hari untuk bersedekah, membantu anak-anak yatim, membantu keluarga, kaum kerabat, orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Semua itu hendaknya dilakukan dengan tidak memberatkan diri sendiri dan disertai keikhlasan semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT. Mengenai hal ini Rasulullah bersabda:”Siapa yang meluaskan pemberian untuk keluarganya atau ahlinya, Allah akan meluaskan rizki bagi orang itu dalam seluruh tahunnya. (HR Baihaqi).

2. Beberapa peristiwa penting terjadi pada hari Asyura. Bertaubatnya Nabi Adam AS setelah melanggar atas larangan-Nya dengan makan buah khuldi. Berlabuhnya kapal Nabi Nuh AS, kapal Nabi Nuh berlabuh di bukit Zuhdi setelah melalui banjir bandang yang melanda saat itu. Ini juga menjadi penanda Nabi Nuh dan pengikutnya yang masih beriman selamat dari banjir bandang yang menghanyutkan hingga membinasakan banyak makhluk. Nabi Musa AS selamat dari serangan Firaun, di tanggal ini, Nabi Musa dan kaum Bani Israil selamat dari serangan kerajaan Firaun di Laut Merah.

Penulis mengambil pada peristiwa yang menimpa ketiga Nabi dan mencoba mengambil hikmah dari kejadian itu. Peristiwa Nabi Adam AS menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Kuasa sebagai Sang Pencipta, Nabi Adam AS terlahir dan diberikan aturan, namun dilanggar sehingga diturunkan ke bumi. Saat itu Nabi Adam AS menyadari kesalahannya dan bertaubat, maka Allah SWT Maha Pengampun telah memberinya pengampunan.

Adapun peristiwa Nabi Nuh AS, Allah SWT menunjukkan padanya tentang kepatuhan dan keimanan. Saat Nabi Nuh AS mengajak anak dan istrinya bergabung dalam perahunya, keduanya menolak. Singkat cerita perahu dan penumpangnya selamat yang berlabuh di bukit Zuhdi dan anak serta istrinya tidak selamat. Mereka tidak patuh pada Nabi Nuh AS juga tidak beriman pada Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Hujurat ayat 15 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.”

Peristiwa yang menimpa Nabi MusaAS dan umatnya kaum Bani Israil selamat dari pengejaran Firaun di Laut Merah. Beliau dan umatnya yang berjumlah sekitar lima ratus ribu orang selamat memasuki Gurun Sinai untuk kembali ke tanah leluhur mereka.

Dalam peristiwa itu Allah SWT telah menunjukkan kekuasaan-Nya pada seseorang berkuasa (Firaun) dan mengaku Tuhan, “Siapa yang lebih berkuasa, engkau apa Aku?” Ternyata saat ajal hampir mendatangi Firaun ada pengakuan diri kalau Allah SWT itu yang Maha Kuasa.

3. Muhasabah. Muhasabah atau introspeksi diri ini sangat penting dalam kehidupan seorang yang beriman. Dalam introspeksi ada unsur untuk menjadi sosok pembelajar, artinya selalu mengikuti perkembangan zaman. Unsur kedua, selalu berikhtiar untuk menjadi sosok unggul di masa depan dan yang terakhir adalah unsur untuk menjadi sosok yang berprestasi. Jika ketiga unsur ini sudah ‘mendarah daging’ dalam setiap muhasabah, Insya Allah kaum beriman akan mengisi kehidupan ini sebagai pelopor peradaban.

Sebagaimana firman-Nya yang mempertegas agar kita berikhtiar dalam surah al-Ankabut ayat 17 yang artinya, “Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan.” Kemudian dipertegas untuk setiap muslim menjadi orang berprestasi dengan firman-Nya surah al-Zalzalah ayat 7-8 yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Dalam rekayasa bisnis selalu ada unsur evaluasi. Tujuan yang telah ditetapkan dan direncanakan, kemudian dilaksanakan. Hasil pelaksanaan ini akan dilakukan evaluasi, jika ada kelemahan dalam tujuan maka arah bisnis diubah dan jika ada kelemahan dalam eksekusi maka fungsi manajerial diperbaiki.

Muhasabah ini juga sangat penting bagi para pemimpin, apakah bupati, gubernur maupun presiden. Makin sering melakukan muhasabah dalam periode tertentu maka makin kecil penyimpangannya dari yang direncakan. Para pemimpin sering memberikan janji (saat sebelum terpilih) maka setelah amanah diperoleh merupakan saat merealisasikan, maka muhasabah akan membantu untuk mendekati yang dijanjikan.

Ya Allah, Engkau Maha Pemberi penerangan, bimbinglah kami semua dalam mengisi kehidupan tahun ini yang penuh dengan cobaan, akan menjadi lebih baik. Semoga Engkau berikan keberkahan pada kami semua di tahun 1445 H.

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Pertama Nabi Muhammad, Berisi Wasiat bagi Umat Islam



Jakarta

Khutbah Jumat pertama Nabi Muhammad SAW dilaksanakan ketika beliau bersama para sahabat dalam perjalanan hijrah dari Makkah menuju Madinah. Tepatnya pada minggu kedua bulan Rabiul Awwal atau minggu terakhir di bulan September 622 Masehi.

Hari tersebut turut menjadi pertama kalinya umat Islam melaksanakan sholat Jumat.

Menilik sejarahnya, sholat Jumat sebenarnya telah disyariatkan sejak periode Makkah sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Akan tetapi, sholat Jumat kala itu belum bisa dilaksanakan sebab jumlah kaum muslim masih sedikit serta kerasnya intimidasi dari kaum kafir Quraisy di Makkah.


Pada akhirnya, sholat Jumat untuk pertama kalinya dilaksanakan di Wadi Ranuna, kurang lebih 3 kilometer dari Masjid Quba menuju Madinah. Di tempat itulah Nabi SAW memberikan khutbah Jumat pertama kalinya.

Isi Khutbah Jumat Pertama Nabi Muhammad SAW

Dalam khutbah Jumat pertamanya, Rasulullah SAW menyampaikan beberapa wasiat penting bagi umat Islam. Berikut isi khutbah Jumat pertama Nabi Muhammad SAW yang dikutip dari buku Himpunan Wasiat Agung Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali karya Miftahul Asror Malik.

“Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala. Aku memuji, meminta pertolongan, ampunan, dan petunjuk kepada-Nya. Aku beriman kepada-Nya dan tidak mengkufuri-Nya. Aku memusuhi orang yang mengkufuri-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad ialah hamba dan rasul-Nya. Dia mengutusnya dengan membawa petunjuk, cahaya, dan nasihat setelah lama tidak diutus rasul, ilmu yang sedikit, umat manusia yang tersesat, zaman terputus, sedangkan hari kiamat dan ajal semakin dekat.

Barangsiapa yang taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk. Dan barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah melampaui batas dan tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.

Aku berpesan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya selalu ingat akhirat dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebab, itulah peringatan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, ia akan memperoleh pertolongan Allah atas segala urusan akhirat.

Barang siapa di antara kalian yang selalu memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah subhanahu wa ta’ala, baik di secara rahasia maupun di tengah keramaian, dan ia melakukan itu dengan niat tidak lain kecuali hanya mengharapkan ridha Allah, maka baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, yaitu ketika di akhirat setiap orang membutuhkan balasan atas apa yang telah dia kerjakan di dunia.

Dan, jika ia tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar waktu hidupnya menjadi lebih panjang. Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dialah dzat yang firman-Nya benar dan menepati janji-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al Quran Surat Qaf ayat 29:

مَا يُبَدَّلُ ٱلْقَوْلُ لَدَىَّ وَمَآ أَنَا۠ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ

Arab-Latin: Mā yubaddalul-qaulu ladayya wa mā ana biẓallāmil lil-‘abīd.

Artinya: “Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku.”

Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan dunia dan akhirat kalian, baik dalam kerahasiaan maupun terang-terangan. Karena sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahalanya. Barangsiapa bertakwa kepada Allah, sungguh ia telah akan mendapatkan keberuntungan yang besar.

Sesungguhnya bertakwa kepada Allah dapat melindungi kalian dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah bisa membuat wajah menjadi cerah, membuat Allah ridha, dan meninggikan derajat kalian.

Ambillah bagian kalian dan jangan melalaikan hak Allah. Allah SWT telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan menunjukkan jalan-Nya, agar Dia orang-orang yang mempercayai-Nya dan mendustakan-Nya.

Maka, berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepada kalian. Dan musuhilah para musuh Allah. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih kalian dan menamakan kalian sebagai orang-orang Islam. Agar orang yang binasa itu binasanya dengan bukti yang nyata dan orang-orang yang hidup itu hidupnya dengan bukti yang nyata pula.

Sungguh tiada daya upaya, kecuali hanya dengan pertolongan Allah SWT. Maka, perbanyaklah dzikir kepada Allah dan beramallah untuk kehidupan akhiratmu. Sesungguhnya barang siapa yang menjaga hubungan baik dengan Allah, maka Allah pun akan menjaga hubungan orang itu dengan manusia lainnya.

Karena Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan ketetapan atas manusia, sedangkan manusia tidak dapat menentukan keputusan atas-Nya. Allah SWT memiliki apapun yang ada pada manusia, sedang manusia tidak bisa memiliki apapun yang ada pada-Nya. Allah SWT Maha Besar. Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah Yang Maha Agung.”

Usai sholat dan melakukan khutbah Jumat pertama kali, Rasulullah SAW bersama para sahabat kemudian melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Mereka tiba pada hari Senin 16 Rabiul Awwal atau bertepatan dengan 20 September 622 M.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Fikih Safar bagi Jemaah dan Petugas Haji Indonesia


Jakarta

Sebagian besar jemaah haji Indonesia 1444 H/20123 sudah kembali ke Tanah Air. Mereka sudah kumpul bersama keluarga, tetangga dan sahabatnya setelah sekian lama ditinggal melaksanakan ibadah haji.

Jemaah haji Indonesia ada yang masih belum pulan ke Tanah Air, karena menuntaskan kesempurnaan serangkaian perjalanan ibadah hajinya, yaitu ibadah di masjid Nabawi Madinah sekaligus ziarah ke makam Rasullah shallallahu alaihi wasallam.

Petugas Haji Indonesia sejak sepekan yang lalu sudah ada yang pulang ke Tanah Air karena sudah purna tugas sebagai PPIH Arab Saudi 1444 H/2023 M. Sebagian yang lain kepulangannya ada tanggal 26 dan 27 Juli 2023 hingga awal bulan Agustus 3023.


Berkenaan dengan kepulangannya ke Tanah Air, penting mengingat kembali tentang tata cara ibadah selama dalam perjalanan pulang ke Indonesia.

Pulang Bentuk Rasa Cinta Tanah Air

Mencintai Tanah Air atau tempat kelahiran bisa disebut sebagai fitrah dan karakteristik manusia. Seseorang pasti akan ingat kampung halaman. Terlebih saat momentum lebaran seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, kerja di luar negeri, tugas negara atau momentum lainya. Seindah apapun di negeri orang tetap tidak bisa menggantikan keindahan dan kehangatan di negeri sendiri, kumpul bersama keluarga, tetangga dan sahabat.

Dikisahkan, karena cintanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terhadap kota Makkah, sebagaimana manusia pada umumnya, Rasulullah merasakan sedih ketika meninggalkan kota Makkah. Seandainya bukan perintah Hijrah, tentu Rasulullah tidak meninggalkan kota Makkah. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sangat mencintai tanah kelahirannya, yaitu Makkah.

Ekspresi cinta Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terhadap tanah kelahirannya, terlihat dari riwayat Ibnu Abbas dalam hadis riwayat al-Tirmidzi. Ia menjelaskan betapa cinta dan bangganya Rasullullah shalallahu alaihi wasallam pada tanah kelahirannya. Rasa cinta tersebut terlihat dari ungkapan Nabi Muhammad terhadap kota Mekah.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling kucintai. Seandainya saja dulu penduduk Makkah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini.” (HR: al-Tirmidzi).

Tata Cara Bepergian yang Islami

Selama dalam perjalanan atau bepergian jauh ke tempat yang sudah ditentukan ada dispensasi (rukhsoh) dalam menjalankan ibadah. Dalam istilah fikih, orang yang bepergian atau dalam perjalanan disebut musafir (orang yang bepergian). Bagi musafir boleh mengerjakan salat dengan cara diringkas (qasar salat) atau boleh menggabung dua shalat fardu dalam satu waktu (jamak salat), boleh tidak berpuasa dan dispensasi lainnya.

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh hendaknya memperhatikan anjuran dan ketentuan sebagai berikut:

(1). Sunah Salat Sunat Dua Rakat

Bagi jemaah atau petugas haji Indonesia yang hendak balik ke Tanah Air disunahkan melakukan salat sunah safar terlebih dahulu. Niat dan sara salat sunah safar sebagai berikut:

أُصَلِّي سُنَّةَ السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

“Saya niat shalat sunnah perjalanan dua rakaat karena Allah ta’ala.”

Pada rakaat pertama dianjurkan membaca surat Al-Kafirun setelah membaca surat Al-Fatihah, dan untuk rakaat kedua membaca surat Al-Ikhlas setelah membaca Al-Fatihah.

(2). Berdoa

Pada saat memulai melakukan perjalanan hendaknya kita memohon kepada Allah agar selamat sampai tujuan.

Berikut ini doa yang selalu dibaca Rasulullah shalallahu alaihi wasallam setiap bepergian;

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

“Ya Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan dan pengganti dalam keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, kesedihan tempat kembali, doa orang yang teraniaya, dan dari pandangan yang menyedihkan dalam keluarga dan harta.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

(3). Boleh Menggabung atau Meringkas Salat

Perjalanan yang sudah mencapai kurang lebih 89 km (88,704 km) maka seseorang diperbolehkan meringkas salatnya atau menggabung dua salat dalam satu waktu.

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ

“Ketika kalian bepergian di bumi, maka bagi kalian tidak ada dosa untuk meringkas shalat.”
(QS. An-Nisa : 101)

Praktik meringkas salat (qasar salat) hanya berlaku untuk shalat bilangan empat rakaat seperti Dzhur, Asar dan Isya yang kemudian diringkas masing-masing menjadi dua rakaat.

Sedangkan praktik menggabungkan dua salat (jamak salat) dalam satu waktu hanya bisa dilakukan untuk salat Zuhur digabung dengan Asar, Maghrib digabung dengan Isya’. Untuk salat Shubuh tidak bisa digabung apalagi diringkas.

جَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ سَفَرٍ وَلا خَوْفٍ، قَالَ: قُلْتُ يَا أَبَا الْعَبَّاسِ: وَلِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara shalat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” (HR. Ahmad).

Perjalanan jauh seperti Arab Saudi-Indonesia atau sebaliknya, dimana durasi waktunya bisa mencapai kisaran 9 atau 10 jam, maka cara melaksanakan salatnya dapat memperhatikan jadwal penerbangan pesawat, seperti sebagai berikut:

a. Jika jadwal pesawatnya terbang jam 03.00 Waktu Arab Saudi, maka salat subuhnya bisa dilakuan di pesawat. Persiapkan wudhu sebelum naik pesawat atau boleh tayamum di pesawat. Salat di pesawat dilakukan dengan cara yang memungkinkan baginya, dan jikapun tidak memungkinkan sebagaimana mestinya, maka salat dapat dilakukan sebisanya; salat duduk, tanpa wudhu dan tidak menghadap kiblat. Salatnya disebut menghormati waktu salat yang diwajibkan. (lihurmatil waqti) . Salat yang dilakukan karena alasan lihurmatil waqti, nanti setelah sampai di Indonesia diulangi kembali (i’adah).

b. Jika jadwal penerbangan pesawatnya jam 19.40 Waktu Arab Saudi, maka jika memungkinkan salat Maghribnya digabung dengan salat Isya’ dengan cara salat jama’ taqdim sebelum naik ke pesawat. Salat Maghribnya tiga rakaat sebagaimana biasa, lalu dilanjutkan salat Isya’, baik empat rakaat atau dua rakaat secara qoshor. Untuk salat subuhnya di pesawat dilaksanakan seperti cara poin 1 di atas.

(4). Boleh Tidak Puasa

Seseorang yang melakukan perjalanan dengan ketentuan jarak tempuh sebagaimana boleh menggabung (jamak) atau meringkas (qasar) salat, ia juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa fardu, apalagi puasa sunah. Puasa fardu seperti puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena bepergian wajib diganti setelah bulan Ramadhan.

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“…Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain…” (QS. al-Baqarah: 185)

Dalam kitab fikih ulama banyak menjelaskan ketentuan perihal boleh atau tidaknya bagi seseorang yang sedang bepergian untuk tidak puasa. Misalnya antara lain disebutkan sebagai berikut;

( وَ ) يُبَاحُ تَرْكُهُ ( لِلْمُسَافِرِ سَفَرًا طَوِيلا مُبَاحًا ) فَإِنْ تَضَرَّرَ بِهِ فَالْفِطْرُ أَفْضَلُ وَإِلا فَالصَّوْمُ أَفْضَلُ كَمَا تَقَدَّمَ فِي بَابِ صَلاةِ الْمُسَافِرِ . ( وَلَوْ أَصْبَحَ ) الْمُقِيمُ ( صَائِمًا فَمَرِضَ أَفْطَرَ ) لِوُجُودِ الْمُبِيحِ لِلإِفْطَارِ . ( وَإِنْ سَافَرَ فَلا ) يُفْطِرُ تَغْلِيبًا لِحُكْمِ الْحَضَرِ وَقِيلَ يُفْطِرُ تَغْلِيبًا لِحُكْمِ السَّفَرِ .

“Dan dibolehkan meninggalkan berpuasa bagi seorang musafir dengan perjalan yang jauh dan diperbolehkan (mubah). Bila dengan berpuasa seorang musafir mengalami mudarat maka berbuka lebih utama, bila tidak maka berpuasa lebih utama sebagaimana telah lewat penjelasannya pada bab shalatnya musafir. Bila pada pagi hari seorang yang bermukim berpuasa kemudian ia sakit maka ia diperbolehkan berbuka karena adanya alasan yang membolehkannya berbuka. Namun bila orang yang mukim itu melakukan perjalanan maka ia tidak dibolehkan berbuka dengan memenangkan hukum bagi orang yang tidak bepergian. Dikatakan juga ia boleh berbuka dengan memenangkan hukum bagi orang yang bepergian” ( Kanzur Raghibin Syarh Minhajut Thalibin, juz 2, hal. 161)

(5). Boleh Cipika Cipiki dengan Keluarga

Menurut Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, seseorang yang baru datang bepergian jauh seperti baru pulang ibadah haji, selain bersalaman, dia juga diperbolehkan berpelukan dengan anggota keluarga, tetangga dan sahabatnya. Bersalaman atau berpelukan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya tetap tidak diperbolehkan meskipun atas alasan lama tidak bertemu. Wallahu A’almu bi ash-Showabi

*) Abdul Muiz Ali
Petugas PPIH Arab Saudi, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat 10 Muharram: Sejarah Anjuran Puasa Asyura



Jakarta

Salat Jumat pekan ini, 28 Juli 2023, bertepatan dengan hari Asyura. Dengan momentum tersebut, berikut adalah contoh khutbah Jumat mengenai keutamaan bulan Muharram dan sejarah anjuran puasa Asyura yang dapat dijadikan referensi oleh khatib.

Dalam sebuah hadits disebutkan, puasa pada bulan Muharram adalah puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصَّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَريضَةِ صَلَاةُ اللَّيْل


Artinya: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam.” (HR Muslim dalam Shahih-nya bab Fadhlu Shaum Al-Muharram)

Mengutip buku Khutbah Jumat Sepanjang Tahun yang disusun oleh Muhammad Khatib, Kamis (27/7/2023), berikut naskah khutbah Jumat 10 Muharram tentang Sejarah Anjuran Puasa Asyura.

Teks Khutbah Jumat 10 Muharram: Sejarah Anjuran Puasa Asyura

Khutbah 1

الحمدُ لِلَّهِ الذِي جَعَلَ الْأَعْيَادَ بِالْإِفْرَاحِ وَالسُّرُورِ وَاضَاعَفَ لِلْمُتَّقِينَ جَزِيلَ الْأُجُورِ وَكَمِلُ الصِّيَافَة والصّلة للأرْحَامِ بِسَفِيهم المَسْكُورِ، فَسَبْحَانَ مَنْ أَحَلَّ الفطور احْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِنْ الهُ اعادَ الأَعْيَادَ وَأَدْخِرُهَا بِكُلِّ عَمَلٍ مَبْرُورٍ و واطال الأَجَالَ إِلَيْهَا لِيَنَالُوا بِفَضْلِهَا الْجَزَاء الْمُوفُورِ اشهد ان لا اله الا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ العفو الْغَفُورُ وَاشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ المشهور صَلَّى اللهُ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمدٍ وَعَلَى اللِه وَاصْحَابِ الذِينَ كَانُوا يَرْجُونَ تِجَارَةً لَن تَبُورًا امَّا بَعْدُ : فَيَا أَيُّهَا الْإِخْوَانُ الْكِرَامِ أَوصِيكُمْ وَايَّايَ تَقْوَى اللَّهِ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مسلمون .

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan yang penuh berkah ini saya berpesan, khususnya pada saya pribadi dan umum pada jamaah. Marilah kita semua berupaya meningkatkan takwa kepada Allah SWT, dengan cara mengerjakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa merupakan alasan kita hidup di dunia, sekaligus tujuan dalam rangka meraih surga serta ridha Allah. Tepatlah kiranya, bila kita selalu diingatkan agar selalu meningkatkan takwa.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Tidak terasa saat ini kita memasuki bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah. Muharram merupakan bulan yang dimuliakan Allah SWT.

ان عدة الشهورِ عِندَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًافي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَواتِ وَالْأَرْضَ مِنهااربعة حرم

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu,” (QS. At-Taubah: 36)

Di antara dua belas bulan dalam kalender Hijriah, ada empat bulan yang disebut “Asyhurul Hurum” (bulan yang haram), yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Bulan-bulan ini memiliki kemuliaan. Di antaranya Allah mengharamkan umat Islam untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang (membunuh dan berperang). Kecuali diserang oleh orang-orang kafir.

Imam At-Thabari menafsirkan ayat di atas dengan riwayat Ibnu Abbas RA: “Allah menjadikan bulan-bulan ini sebagai bulan suci dan mengagungkan kemuliaannya. Barang siapa yang berbuat dosa pada bulan ini, maka balasannya menjadi lebih besar, dan barang siapa yang beramal saleh pada bulan ini, maka pahalanya juga lebih besar.”

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah,

Disebut bulan mulia karena bulan ini disebut “syahrullah” (bulan Allah), Rasulullah SAW bersabda,

أفضل الصيام بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ المُحَرَّمُ وأفضلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ.

Artinya: “Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam”. (HR. Muslim)

Hadits ini mengindikasikan adanya keutamaan khusus yang dimiliki bulan Muharram, karena penamaannya disandarkan kepada lafzhul Jalalah (lafazh Allah). Para ulama menerangkan: Ketika makhluk disandarkan pada lafzhul Jalalah, itu pertanda ada pemuliaan pada makhluk tersebut, sebagaimana istilah Baitullah (rumah Allah) bagi masjid, atau lebih khusus Ka’bah dan naqatullah (unta Allah) istilah agi unta Nabi Saleh dan lain sebagainya.

Keutamaan bulan Muharram tidak disangsikan lagi. Namun, keutamaan itu tidak berarti bila tidak diisi dengan berbagai amalan-amalan ibadah yang berbobot, sehingga keutamaan itu benar-benar bernilai, baik secara individual maupun sosial.

Di antara ibadah yang paling dianjurkan adalah berpuasa. Amalan ini didasarkan pada beberapa hadits, di antaranya sabda Nabi: “Aku berharap pada Allah dengan berpuasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah.” Akhirnya Nabi SAW menjawab, “Kami (kaum Muslimin) lebih layak menghormati Musa daripada kalian.” Kemudian, Nabi SAW berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. (HR. Bukhari).

Dikisahkan bahwa Aisyah RA mengatakan, “Ketika Rasulullah tiba di Madinah, beliau berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika puasa bulan Ramadan menjadi puasa wajib, dan kewajiban puasa pada hari Asyura dihilangkan. Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau, atau boleh juga tidak berpuasa jika ia mau.

Puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, yaitu sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10, dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari Asyura, para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: ‘Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR Muslim)

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah

Mengingat besarnya pahala yang diberikan oleh Allah melebihi bulan lainnya, hendaknya kita tidak hanya berpuasa sunnah, tapi juga memperbanyak amalan-amalan ketaatan kepada Allah pada bulan Muharram ini, dengan membaca Al-Qur’an, berdzikir, shadaqah, puasa, dan lainnya.

Selain memperbanyak amalan ketaatan, jangan lupa berusaha menjauhi maksiat kepada Allah, sebab dosa pada bulan Muharram lebih besar dibanding dosa-dosa di bulan lain. Ibnu Qatadah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kedzaliman pada bulan Muharram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kedzaliman yang dilakukan di luar bulan Muharram.

Demikianlah khotbah yang bisa sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik, sehingga kita dapat tetap teguh memegang kebenaran, bersegera memperbaiki diri, dan menjauhi perbuatan maksiat yang bisa menodai hati kita. Amin…

بارك الله لي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُم بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيمِ وتقبل مني وَمِنكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العليم . أقولُ قَوْلِي هَذَا وَ اسْتَغْفِرُ اللهَ العظيم لي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَ المُسلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Mengatur



Jakarta

Kita buka dengan firman-Nya dalam surah al-Qashash ayat 68 yang berbunyi, “Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka (manusia) tidak ada pilihan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.”

Tuhanmu menciptakan sesuatu yang dikehendaki untuk diciptakan dan menentukan sesuatu yang dikehendaki untuk ditentukan (dalam hal ini adalah penegasan bahwa kebebasan menciptakan dan menentukan itu milik Allah SWT). Penentuan itu tidak dengan menyeleksi sebagian sesuatu dan menyisakan sisanya kepada seorang ciptaan, melainkan dikembalikan kepada Allah SWT. Maha Suci Allah dari pertentangan seseorang tentang ketentuan-Nya dan Maha Agung serta Maha Suci dari perbuatan syirik mereka. Kewenangan pengaturan terhadap kehidupan manusia oleh-Nya.

Tidak ada kewenangan sedikit pun ada pada manusia. Penegasan atas ketidakadaan wewenang ada pada surah an-Najm ayat 24-25 yang berbunyi, “Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (tidak!) Maka milik Allah-lah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. “


Manusia yang diciptakan “istimewa” dari makhluk lain, menjadikan seseorang bisa meraih kehormatan dalam pangkat dan jabatan, harta maupun kepandaian. Tatkala seseorang mencapai tingkatan yang dianggap paripurna (dunia) seperti kaya raya, pimpinan suatu negara, bergelar akademik tertinggi, jika tidak berhati-hati dalam menjalankan kehidupan bisa menjadikan tergelincir. Kewenangan pimpinan suatu negara tentu sangat luas, dan kadangkala bisa berkawan dengan setan, maka jadilah pemimpin yang zalim. Sama halnya akan terjadi pada pengusaha yang kaya raya dan orang berpendidikan dalam tingkatan dan bentuk yang berbeda, maka bersikap tawaduk-lah akan menyelamatkan diri.

Ketahuilah bahwa Allah SWT menghendaki untuk menjadikan seorang hamba kuat menghadapi ketentuan-Nya, maka ia akan dihiasi oleh pancaran cahaya dari sifat-Nya. Saat takdir turun padanya dan cahaya Tuhan sampai padanya, maka ia akan menggantungkan diri pada-Nya bukan bersandar pada diri sendiri, sehingga ia kuat menanggung beban dan bersabar setiap ada kesulitan. Ia sadar bahwa kesulitan pun datangnya dari-Nya, sehingga ia rida atas apapun yang datangnya dari-Nya.

Di sini seseorang tersebut tidak ada rasa kebanggaan terhadap dirinya meskipun sejatinya dia hebat, karena kesadarannya dan kehebatannya merupakan pemberian-Nya. Ketika hati mencapai kelapangan, maka Allah Swt. akan menambahkan dengan limpahan anugerah dari sisi-Nya. Para ulama memberikan nasihatnya, “Barang siapa mempersiapkan diri akan menerima kucuran anugerah.” Nantinya akan diikuti sinyal-sinyal spiritual yang datang sesuai dengan kadar kesiapan hati masing-masing.

Oleh karena itu capaian seseorang hamba hendaknya bukan untuk menunjukkan “kehebatannya” namun gunakanlah sebagai wasilah menuju bekal akhirat. Berbangga pada hal-hal yang bersifat fana, merupakan tindakan sia-sia. Bangga atas harta kekayaan dengan banyaknya super car dalam garasinya, pergi dan pulang dengan private jet, kekuasaan yang kuat dan lain sebagainya, ini hanyalah pemuas nafsu syahwat dan lupa seakan menukar yang kekal pada yang sementara. Tontonan kekayaan seakan menunjukkan lembaga-lembaga anti rasuah kurang berani berbuat.

Kembali pada firman-Nya di atas, bahwa semua pengaturan kehidupan dunia dan akhirat hanya Allah SWT tidaklah etis jika seorang hamba yang menguasai aset besar dan mempunyai kekuatan besar ikut dalam pengaturan-Nya. Ikhtiar menjadi niscaya namun bukan ikut mengatur. Sebagian pihak sering kita dengar dengan semangat dan yakin bahwa seseorang ini pasti menang dalam kontestasi pilkada dengan segala strategi yang diterapkan, seakan lupa bahwa takdir bukan menjadi wewenangnya.

Sekali lagi ingatlah bahwa penggalan surah an-Najm ayat 24-25, “Maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.” Maksudnya jelas kalau kehidupan dunia dan akhirat milik Allah SWT sedangkan manusia tidak memiliki hak apapun atas keduanya, maka selayaknya manusia (siapapun dia) tidak ikut campur dalam hal yang bukan miliknya.

Rasulullah SAW bersabda, “Niscaya merasakan kelezatan iman, orang yang ridha menjadikan Allah SWT sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta Muhammad SAW sebagai Rasulnya.” (HR Muslim)

Semoga Allah SWT memberikan hidayah, rahmat dari sisi-Nya agar kita (apapun posisinya) tidak ikut mengatur yang menjadi kewenangan-Nya.

**

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Begini Cara Nabi dan Para Sahabat Salat Sembunyi-sembunyi



Jakarta

Rasulullah SAW harus melewati berbagai rintangan dalam menyebarkan ajaran Islam. Terutama pada tahun-tahun pertama kenabian yang mengharuskan beliau dakwah secara sembunyi-sembunyi.

Jika tiba waktu salat, Nabi SAW dan para sahabat pergi ke tempat yang terpencil lalu secara sembunyi-sembunyi mengerjakan salat.

Begitu kata Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah-nya. Ia menyebut, hal tersebut dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat agar tidak dilihat kaumnya.


Diceritakan, suatu ketika Abu Thalib–paman Nabi–melihat Rasulullah SAW mengerjakan salat bersama Ali RA. Abu Thalib lantas menanyakan perihal salat itu. Setelah mendapat penjelasan yang cukup memuaskan, Abu Thalib menyuruh Rasulullah SAW dan Ali RA agar menguatkan hati.

Perintah salat termasuk wahyu yang pertama-tama turun, sebagaimana dikatakan dalam Sirah Nabawiyah karya Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. Muqatil bin Sulaiman mengatakan, pada awal-awal Islam, Allah SWT mewajibkan salat dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat saat petang. Hal ini bersandar pada firman Allah SWT,

وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْاِبْكَارِ

Artinya:”…dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi!” (QS Al Mu’min: 55)

Menurut pendapat Ibnu Hajar, Rasulullah SAW sudah pernah salat sebelum peristiwa Isra. Begitu juga para sahabat. Namun, ada perbedaan pendapat terkait adakah salat yang diwajibkan sebelum turunnya kewajiban salat lima waktu.

Ada yang berpendapat bahwa salat yang diwajibkan pada waktu itu adalah salat sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya matahari.

Selain kewajiban salat, wudhu juga termasuk kewajiban yang pertama diturunkan. Dalam Mukhtashar Siratil-Rasul terdapat riwayat Al-Harits bin Usamah dari jalur Ibnu Luhai’ah secara maushul dari Zaid bin Haritsah yang menyebut bahwa pada awal-awal turunnya, malaikat Jibril mendatangi Rasulullah SAW dan mengajarkan wudhu kepada beliau.

Setelah wudhu, beliau mengambil seciduk air lalu memercikkan ke kemaluannya. Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits serupa.

Dalam kitab-kitab Sirah Nabawiyah dikatakan, Rasulullah SAW menjalankan dakwah secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun. Beliau menemui satu per satu kerabat dan sahabatnya untuk memperkenalkan Islam dan mengajaknya memeluk Islam.

(kri/rah)



Sumber : www.detik.com

4 Sikap Nabi Muhammad dalam Berdakwah yang Bisa Diteladani


Jakarta

Nabi Muhammad SAW harus melewati tantangan dakwah yang sangat berat. Sejumlah kitab sirah dan tarikh menceritakan betapa sulitnya dakwah beliau dan bagaimana sikap Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah kala itu.

Nabi Muhammad SAW merupakan nabi terakhir sepanjang zaman yang diberi mukjizat oleh Allah SWT berupa Al-Qur’an. Beliau ditugaskan Allah SWT untuk menyebarkan ajaran Islam yang terdapat dalam kitab suci tersebut agar menjadi pedoman hidup bagi seluruh manusia untuk memperoleh kehidupan akhirat yang baik.

Sejak kecil, Nabi Muhammad SAW telah dijaga oleh Allah SWT baik kepribadiannya dan akhlaknya. Dikatakan dalam buku Nabi Muhammad SAW Menurut Numerologi dan Astrologi Cina yang ditulis oleh Muharram Hidayatullah, Nabi Muhammad SAW selalu berbicara dengan sopan dan sabar, beliau juga merupakan orang yang adil dan bijaksana, tidak pernah mementingkan diri sendiri, dan selalu mencurahkan waktunya untuk umatnya.


Begitu pula sikap Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah.

Sikap Nabi Muhammad dalam Berdakwah

1. Sabar dan Pemaaf

Nabi Muhammad SAW merupakan manusia paling sabar sepanjang masa. Beliau bahkan mau memaafkan kaumnya agar diampuni oleh Allah SWT bahkan ketika malaikat sudah siap untuk memberi mereka pelajaran dan tinggal menunggu aba-aba Rasulullah SAW saja.

Cerita ini dikutip dari Hayatus Shahabah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi. Dalam hadits Al-Bukhari, suatu saat istri Nabi SAW pernah bertanya kepadanya hari yang lebih keras daripada saat Perang Uhud. Nabi SAW pun menjawab yaitu saat beliau menyeru kepada Ibnu Abdi Yalail bin Abdi Kalal, namun dirinya tidak memenuhinya.

Nabi SAW pun pulang dengan keadaan pucat dan akhirnya pingsan. Bangun dari pingsannya, pandangannya tertuju pada awan yang melindunginya.

Di atas awan itu, sudah ada Jibril yang sudah mendengar bahwa kaum Nabi Muhammad SAW menolaknya. Allah SWT juga sudah mengutus malaikat gunung yang siap menimpakan gunung untuk meluluhlantahkan tempat itu.

Namun Nabi Muhammad SAW dengan sikap pemaafnya dan kesabarannya, menolak tawaran tersebut.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku justru berharap agar Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya.”

2. Lemah Lembut dalam Menyampaikan Dakwahnya

Dikutip dalam buku Dakwah Humanis karya Ichsan Habibi, Nabi Muhammad SAW sebagai pendakwah agama Islam yang memiliki sikap lemah lembut dalam dakwahnya.

Kelemahlembutan ini merupakan rahmat dari Allah SWT yang dilimpahkan pada Rasulullah SAW dan hamba-hamba-Nya. Seperti yang tertera dalam firman Allah SWT dalam surah Ali-Imran ayat 159, yang berbunyi,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”

Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab tafsirnya, lemah lembut yang disebutkan dalam ayat di atas merupakan gambaran akhlak Nabi Muhammad SAW. Ini merupakan pendapat Al-Hasan Al-Basri.

3. Menyesuaikan Cara Bicara dengan Lawan Bicaranya

Dalam buku Bintang Daud di Jazirah Arab (Relasi Politik Nabi Muhammad dengan Yahudi di Madinah) yang ditulis Khoirul Anwar, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki julukan sebagai al-Amin (yang bisa dipercaya).

Ketika berkomunikasi, beliau akan menyesuaikan dengan lawan bicaranya. Masyarakat Arab terkadang bersikap moderat dan kadang bersikap keras ketika berkomunikasi dengan Nabi Muhammad SAW.

Begitu juga sebaliknya, respons dari Rasulullah SAW juga menyesuaikan dengan masyarakat di sana yang kadang bersikap secara moderat dan terkadang keras.

4. Tidak Pernah Memaksakan Kehendak

Masih dalam sumber yang sama dikatakan, Nabi Muhammad SAW tidak pernah memaksakan kehendaknya atau ajarannya kepada siapa pun. Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang melegitimasi sikap Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah yang tidak memaksakan kehendak. Salah satunya dalam surah Yunus ayat 99 yang berbunyi,

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ

Artinya: “Seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah semua orang di bumi seluruhnya beriman. Apakah engkau (Nabi Muhammad) akan memaksa manusia hingga mereka menjadi orang-orang mukmin?”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com