Tag Archives: detik kultum

Makna Imsak Bukan Hanya Berhenti Sahur



Jakarta

Waktu imsak menjadi penanda menjelang habis waktu sahur saat puasa Ramadan. Lebih dari itu, imsak memiliki makna yang lebih luas lagi.

Menurut Habib Ja’far, imsak memiliki dua makna jika dilihat dari sifatnya. Pertama, makna yang bersifat sufistik atau dimensi spiritual dan makna yang sifatnya menjadi sandaran hukum Islam atau fikih.

“Ada dua makna yang paling nggak tentang imsak. Pertama makna yang sifatnya sufistik atau spiritualis. Dan yang kedua makna yang sifatnya hukum atau disebutnya juga fikih,” ucap Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Senin (27/3/2023).


Habib Ja’far menjelaskan, makna imsak yang pertama secara bahasa bisa digabung dengan kata ‘an atau bi, yakni imsak ‘an dan imsak bi. Jika diartikan, imsak ‘an artinya menahan diri, sedangkan imsak bi artinya berpegang teguh.

“Maka imsak ‘an artinya menahan diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa kita atau mengotori kita sebagai seorang muslim,” ujarnya.

Beberapa contoh imsak ‘an, kata Habib Ja’far, antara lain makan, minum, mengumbar nafsu dan lain sebagainya. Termasuk mengotori diri kita sebagai seorang muslim, seperti suudzon, sombong, adu domba, dan semacamnya.

Adapun, imsak bi yang artinya berpegang teguh, maksudnya adalah seseorang menahan diri karena berpegang teguh kepada agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang sumbernya dari Allah SWT. Demikian jelas Habib Ja’far.

Sebagai seorang muslim, makna imsak ‘an dan imsak bi tersebut harus digabungkan agar puasanya bernilai ibadah, bukan sekadar merasakan haus dan lapar saja.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Makna Imsak Bukan Hanya Berhenti Sahur tonton DI SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Memaknai Hari Raya Idul Fitri



Jakarta

Ramadan segera berakhir dan Hari Raya Idul Fitri akan tiba. Idul Fitri berasal dari kata Id yang berakar pada kata aada-yauudu yang artinya kembali.

Sementara itu, Fitri didefinisikan sebagai suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, serta keburukan yang diambil dari kata fathoro-yafthiru. Hari Raya Idul Fitri menjadi momen yang paling ditunggu oleh seluruh umat Islam, termasuk di Indonesia.

Berkaitan dengan itu, Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Rabu (19/4/2023) membahas tentang memaknai Idul Fitri. Setelah Ramadan dan Idul Fitri berakhir, ia berharap kaum muslimin masih terus menjalani rutinitas yang dikerjakan selama bulan suci, seperti mengaji, salat dhuha, tadarus, tahajud, dan lain sebagainya.


“Kebiasaan baik itu (harus) nyambung lagi di Ramadan yang akan datang,” katanya.

Ia menambahkan, ketika Hari Raya Idul Fitri tiba maka umat muslim jika ada waktu baiknya melakukan salat Id dan segala amalan sunnahnya. Terlebih, salat tersebut hanya dilakukan setahun dua kali jika digabung dengan salat Hari Raya Idul Adha.

Prof Nasaruddin Umar juga menerangkan, pelaksanaan salat Id biasa dilaksanakan agak telat untuk memberi kesempatan bagi muslim yang belum membayar zakat fitrah bisa segera menyerahkannya tepat waktu. Sebab, waktu pembayaran zakat fitrah akan habis setelah khatib turun dari mimbar khotbah.

“Idul fitri ini sangat penting bagi Indonesia karena ditandai dengan banyaknya orang mudik. Saya kira tidak ada negara dengan jumlah pemudik (yang banyak) daripada Indonesia,” lanjutnya.

Prof Nasaruddin menjelaskan, mudik yang dilakukan bukan tanpa manfaat. Melainkan hal itu menjadi cara untuk mengasah suasana psikologis kebatinan.

“Kita bisa menengok orang tua yang sudah keriput, kita bisa menjumpai teman sekelas ketika SD, dan seterusnya,” ujarnya.

Menurut Prof Nasaruddin, orang yang tidak pernah mengunjungi kampung halaman dikhawatirkan silaturahmi batinnya kurang. Dengan demikian, ia mengimbau saat momentum Idul Fitri baiknya seseorang tidak asal pulang kampung, melainkan mencari suasana kebatinan yang baru.

Selengkapnya detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Idul Fitri bisa disaksikan di SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kemenangan Umat Islam saat Lebaran



Jakarta

Puasa Ramadan sudah memasuki hari ke-30 dan dalam hitungan jam umat Islam akan menjumpai Lebaran. Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri sering dimaknai sebagai Hari Kemenangan.

Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Jumat (21/4/2023), mengatakan, kemenangan umat Islam pada hari Lebaran mencakup beberapa hal. Pertama, kemenangan atas dosa-dosa yang dimintakan ampun sepanjang bulan Ramadan.

“Di bulan Ramadan sepenuhnya kita memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang kita telah lakukan. Sehingga siapa yang melewati Ramadan demi ibadah yang maksimal dan mohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukan maka saat Idul Fitri dia hamba-Nya yang menang, menang atas dosa yang telah dia lakukan,” terang Habib Ja’far.


Kemenangan yang kedua, kata Habib Ja’far, adalah kemenangan atau pemaafan dari kesalahan yang telah dilakukan kepada orang lain. Hal ini diwujudkan dengan saling memaafkan khususnya di Hari Raya Idul Fitri.

Habib Ja’far menjelaskan, saling memaafkan diperlukan karena ampunan dari Allah SWT tidak cukup untuk menghapus kesalahan kita kepada sesama manusia.

“Ampunan dari Allah tidak cukup untuk menghapus dosa-dosa sosial kita kepada orang lain. Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa kita kepada orang lain sebelum orang yang kita jadikan objek dosa kita telah kita meminta maaf kepada dia,” ujarnya.

Ia menjelaskan lebih lanjut, kemenangan umat Islam saat memasuki Lebaran juga bermakna menang melawan hawa nafsu. Selama bulan Ramadan, kita dilatih untuk menahan hawa nafsu, mulai dari nafsu perut hingga amarah.

Hal itu turut dijelaskan dalam sebuah hadits, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Orang kuat bukanlah orang yang sering menang berkelahi, akan tetapi orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya ketika marah.” (HR Muslim dari Abu Hurairah RA)

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Kemenangan Umat Islam saat Lebaran tonton DI SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Pentingnya Memiliki Sikap Qanaah



Jakarta

Qanaah merupakan sikap terpuji dalam Islam. Qanaah diartikan merasa cukup atas apa yang diberikan oleh Allah SWT.

“Apa itu qanaah bapak ibu? Yaitu merasa cukup (atas) apa yang ada,” ujar Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Jumat (21/4/2023).

Sikap qanaah dicintai oleh Allah SWT karena mereka yang memiliki sifat ini tidak hidup secara berlebih-lebihan. Dalam Al-Qur’an sikap qanaah tercantum pada surat Al A’raf ayat 31,


يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan,”

Prof Nasaruddin Umar menerangkan, sifat qanaah berarti sadar akan apa yang dibutuh bukan malah sebaliknya. Untuk apa memiliki harta yang banyak tapi tidak bisa dinikmati?

Dalam hal ini, ia mencontohkan seseorang yang kaya raya namun mengalami sakit sehingga tidak bisa makan apapun yang ia mau.

“Maka itu, merasa cukup apa yang ada penting buat kita,” ujar Prof Nasaruddin.

Menurutnya, segala sesuai yang berlebihan bahkan termasuk kekayaan jika tidak dapat dinikmati tak ada gunanya. Terlebih kekayaan tersebut membuat seseorang merasa tidak tenang karena dihasilkan dari hal-hal yang dilarang Allah.

“Kita syukuri apa yang ada. Sekali lagi, kita bukan mencari yang banyak. Lebih baik gubuk tapi surga daripada istana tapi isinya neraka,” katanya.

Prof Nasaruddin mengatakan bahwa kebahagiaan bukan terletak pada kemewahannya. Sebab, kebahagiaan dan ketenangan tidak dapat dijual, lain halnya dengan hal-hal materil yang bisa dibeli.

Selengkapnya detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Qanaah dapat disaksikan di SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

detikKultum Nasaruddin Umar: Keistimewaan Ramadan, Pahala Berlipat!



Jakarta

Ramadan merupakan momen istimewa yang sayang untuk dilewatkan. Pada bulan ini, kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak sekaligus meningkatkan ibadah, sebab segala sesuatu yang dilakukan saat Ramadan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Keistimewaan Ramadan tersebut dijelaskan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar. Ia mengatakan Ramadan adalah penghulu bulan.

“Penghulu atau pimpinan bulannya islam itu adalah bulan suci Ramadan. Kenapa? Karena seperti yang sering kita dengarkan di acara ceramah, semua berlipat ganda pahala-pahala itu,” kata Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum, Rabu (13/3/2024).


Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadan, penghulu segala bulan. Maka selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa, membawa segala rupa keberkahan.” (HR At Thabrani)

Prof Nasaruddin Umar kemudian mencontohkan, umat Islam yang membaca Al-Qur’an di bulan suci pun setiap hurufnya dikali 10 pahala. Begitu pun dengan salat-salat sunah yang mana pada Ramadan pahalanya setara dengan salat fardhu.

“Pahalanya salat sunah itu sama pahalanya dengan salat fardhu di bulan suci Ramadan. Nah kalau salat fardhu itu pahalanya berlipat ganda lagi kan,” kata Prof Nasaruddin Umar.

Karenanya, ia mengimbau agar kaum muslimin mencoba membiasakan diri untuk melakukan hal-hal baik, terutama di bulan Ramadan. Jangan sampai kesempatan di bulan suci ini terbuang sia-sia. Saking istimewanya Ramadan, tidurnya orang berpuasa bahkan terhitung pahala.

Kemudian, Prof Nasaruddin Umar juga mengatakan Ramadan sebagai bulan yang penuh berkah. Ia mendefinisikan berkah sebagai campur tangan Allah SWT dalam satu urusan.

“Semoga kita semuanya mendapatkan berkah pada bulan suci Ramadan ini,” jelasnya.

Selengkapnya Kultum Ramadan Lazada Nasaruddin Umar: Keistimewaan Bulan Ramadan yang Sayang Dilewatkan saksikan DI SINI. Kajian bersama Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan tiap pukul 04.20 WIB.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sejarah Tarawih Sesuai Syariat, 11 atau 23 Rakaat?



Jakarta

Tarawih menjadi ibadah sunnah yang dianjurkan dikerjakan pada malam Ramadan. Namun, hingga saat ini masih terjadi perdebatan perihal jumlah rakaat pada salat Tarawih.

Sebagian muslim mengerjakan salat Tarawih dengan 11 rakaat, sementara sebagian lainnya mengerjakan 23 rakaat. Mana yang benar?

Habib Ja’far memberikan penjelasan terkait hal ini dalam detikKultum detikcom.


Amalan di malam Ramadan memiliki banyak keutamaan karena umat muslim dianjurkan untuk menghidupkan malam-malam Ramadan.

“Cara menghidupkan malam-malam Ramadan dengan melakukan berbagai hal positif sesuai tuntunan dari Allah SWT dan Rasul-Nya. bisa dengan bacA Al-Qur’an, itikaf yaitu muhasabah diri dan mengagungkan kuasa Allah SWT di masjid, bisa juga dengan bekerja dengan niatan ibadah, dan juga salat tarawih,” jelas Habib Ja’far.

Pendakwah gaul ini juga menyebutkan hadits Rasulullah SAW,

“Barang siapa melakukan qiyam Ramadan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR Hurairah)

Jumlah Rakaat Salat Tarawih

Terkait jumlah rakaat salat Tarawih, Habib Ja’far juga memberikan penjelasan. Apalagi banyak masyarakat muslim di Indonesia masih mempertanyakan tentang jumlah rakaat salat Tarawih.

“Jumlah rakaat tarawih di masjid sebelah 23 rakaat, di masjid dekat rumah saya jumlahnya 11 rakaat. Yang benar yang mana?” kata Habib Ja’far.

“Keduanya benar, yang nggak benar itu yang nggak salat Tarawih,” tegasnya.

Dalam hal ini, Habib Ja’far menjelaskan pendapat Ibnu Hajar al Asqalani yang menyebutkan riwayat tentang jumlah rakaat salat Tarawih bukan hanya seperti yang populer di indonesia yaitu 23 dan 11, ada juga yang populer 39 rakaat.

Imam Syafi’i bahkan mengatakan orang-orang Madinah dulunya salat Tarawih 39 rakaat, ada yang menyebut 41 rakaat, ada riwayat juga yang menyebutkan 40 rakaat, ada juga yang menyebutkan 13 rakaat. Sehingga dengan demikian bukan hanya 23 dan 11 rakaat yang menjadi perbedaan.

“Semuanya itu benar karena memiliki riwayat yang tersambung pada Nabi Muhammad melalui sahabat-sahabat atau istri-istri Nabi Muhammad,” jelas Habib Ja’far.

Lebih lanjut Habib Ja’far menerangkan umat Islam yang biasa menerapkan salat Tarawih 11 rakaat dan 23 rakaat.

“Yang 11 rakaat biasanya teman-teman dari Muhammadiyah yang merujuk pada Mahzab Maliki dari Imam Malik yang memegang pendapat bahwa Nabi SAW itu salat tarawiihnya 11 rakaat, berdasar riwayat dari istri Nabi SAW, Sayyidah Aisyah RA,” ujarnya.

“Ada juga yang NU biasanya memegang tradisi 23 rakaat merujuk pada Mahzab Syafii dari Imam Syafii yang riwayatnya dari Umar bin Khattab, menyebutkan Nabi SAW itu salat tarawihnya 23 rakaat.”

Selain perbedaan pendapat terkait jumlah rakaat salat Tarawih, ada juga perdebatan antara salat Tarawih di masjid atau di rumah. Manakah yang lebih baik antara salat Tarawih berjamaah di masjid atau salat Tarawih di rumah?

Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom akan membahas dan menjelaskan semuanya dengan rinci sesuai syariat..

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Sejarah Tarawih 11 atau 23 Rakaat di Masjid atau di Rumah? bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan tiap menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Jadikan Ramadan Momen untuk Tingkatkan Kualitas Ibadah



Jakarta

Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita beribadah kepada Allah SWT. Perintah beribadah dan menyembah-Nya termaktub dalam surah Al Baqarah ayat 21,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”


Nah, bulan suci ini bisa dijadikan sebagai momentum meningkatkan kualitas ibadah kita. Terlebih, Ramadan menjadi bulan yang baik untuk membersihkan diri.

“Pada kesempatan ini izinkan saya mengingatkan kembali bahwa bulan suci Ramadan ini adalah bulan paling bagus untuk mensucikan, membersihkan diri,” ujar Prof Nasaruddin Umar dalam detik Kultum Lazada, Kamis (14/3/2024).

Lebih lanjut ia mengajak umat Islam untuk meningkatkan kualitas ibadahnya sampai bisa disebut ahlul ibadah. Menurutnya, apabila kita masih merasa terbebani dengan ibadah yang dikerjakan sehari-hari maka kualitas ibadah kita baru sampai ahlul tha’ah.

“Apa bedanya ahlul tha’ah dan ahlul ibadah? Kalau ahlul tha’ah (itu) kita yang masih memaksakan diri untuk melaksanakan ibadah,” terang Prof Nasaruddin menjelaskan.

Ia mengibaratkan muslim yang kualitas ibadahnya telah mencapai ahlul ibadah maka beribadah atas dasar cinta. Ada perbedaan antara ibadah yang dilakukan sebatas kewajiban dan ibadah yang dilakukan karena seseorang mencintai ibadah itu sendiri.

“Kalau kita melakukan sesuatu (beribadah) dengan cinta, tidak terasa beban,” tambah Prof Nasaruddin.

Selengkapnya Kultum Ramadan Lazada Nasaruddin Umar: Keutamaan Meningkatkan Kualitas Ibadah di Bulan Ramadan bisa ditonton DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com