Tag Archives: dosa

Benarkah Ghibah Bisa Menghanguskan Amal Kebaikan?


Jakarta

Ghibah atau bergunjing adalah perbuatan yang harus dihindari muslim. Orang yang melakukan ghibah diibaratkan seperti memakan daging saudaranya sendiri sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Hujurat ayat 12.

Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”

Mengutip dari buku Ghibah: Sumber Segala Keburukan oleh Shakil Ahmad Khan dan Wasim Ahmad, saat ghibah maka orang yang digunjing tidak hadir dan terlibat dalam perbincangan. Karenanya, mereka tidak dapat membela diri.

Selain itu, ghibah bisa berujung fitnah apabila hal yang digunjingi ternyata bukan fakta.

Benarkah Dosa Ghibah Menghanguskan Amal Kebaikan?

Menurut buku Cermin Muslim susunan Muhammad Irfan Helmy, ghibah dapat menghapus pahala ibadah seseorang. Amal kebaikannya hangus terbakar karena perilaku ghibah.

Turut dijelaskan dalam kitab Nashaihul ‘Ibad susunan Syekh Nawawi Al Bantani terjemahan Ach Fairuzzabadi, Rasulullah SAW dalam sebuah hadits menyebut ada empat perangai yang melekat pada manusia yang bisa hilang karena empat perkara lainnya.

“Ada empat permata (perangai yang melekat) pada diri anak Adam yang dapat dihihilangkan dengan empat perkara lainnya (dari sifat tercela), yakni: akal, agama, haya’ (rasa malu), amal saleh. Kemarahan dapat menghilangkan akal (sehat). Hasud (dengki) dapat menghilangkan agama. Tamak dapat menghilangkan haya’ (rasa malu). Ghibah dapat menghilangkan amal saleh.”

Menurut buku Ramadhan Bersama Nabi Tafsir dan Hadis Tematik di Bulan Suci karya Rosidin, ghibah merupakan satu hal yang menyebabkan amal kebaikan manusia tak diterima oleh malaikat penyeleksi pada setiap pintu langit. Oleh karenanya, muslim harus menghindari ghibah agar amal kebaikan yang dilakukannya tidak sia-sia.

Adapun, jika sudah terlanjur menggunjing hendaknya segera bertobat kepada Allah SWT. Lalu, menyebut kebaikan-kebaikan orang yang dighibahkan agar dosa ghibahnya diampuni oleh Sang Khalik.

Disebutkan dalam buku Jangan Baca Buku Ini Jika Belum Siap Masuk Surga susunan Brilly El Rasheed, Al Hasan Al Bashri pernah ditanya mengenai nasib seseorang di akhirat yang berbuat dosa lalu bertaubat dan beristighfar. Beliau berkata,

“Dia akan diampuni, akan tetapi dosanya tidak akan terhapus dari catatannya sampai Allah memperlihatkan kepadanya dosa tersebut. Kemudian Allah bertanya kepadanya tentang dosa yang dia lakukan.” Kemudian Al Hasan menangis dengan terisak-isak, lalu berkata, “Jika kita tidak menangis meskipun karena rasa malu tatkala diperlihatkan dosa-dosa kita pada saat itu, maka sudah sepantasnya kita menangisi diri kita.” (Tafsir Ibnu Rajab Al Hanbali)

Dalil ‘aqlinya, apabila istighfar dan amal-amal penghapus dosa itu menghapus catatan dosa ketika kita masih di dunia, maka buku catatan amal buruk kita di akhirat kelak isinya kosong. Sebaliknya, kalau syirik, hasad, riya’, adu domba, ghibah, celaan dan amalan penghapus pahala lainnya menghapus catatan pahala di dunia, maka buku catatan amal baik di akhirat akan kosong melompong.

Bilal bin sa’ad berkata dalam Jami’ Al-‘Ulum wa Al Hikam,

“Sesungguhnya, Allah akan mengampuni semua dosa, akan tetapi tidak akan menghapusnya dari catatan amal hingga dia dihadapkan kepada pemiliknya di hari kiamat sekalipun dia telah bertobat (darinya).”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Membunuh Binatang di Rumah: Kapan Diperbolehkan?


Jakarta

Di dalam rumah, kita mungkin akan menjumpai berbagai macam hewan, mulai dari yang tidak berbahaya hingga yang mengganggu kenyamanan dan kesehatan penghuni. Beberapa hewan yang mungkin kita temukan di rumah seperti cicak dan tikus bisa mengganggu kehidupan di rumah.

Lantas, bagaimana Islam memandang tindakan membunuh hewan-hewan tersebut di dalam rumah? Apakah boleh membunuh hewan yang mengganggu, atau justru ada aturan dan batasan tertentu dalam syariat?

Membunuh Hewan di Rumah

Dalam menjalani kehidupan di rumah, mungkin kita akan bertemu dengan berbagai macam hewan yang bisa jadi mengganggu kehidupan para penghuni surga. Dalam Islam, dibolehkan untuk membunuh beberapa jenis hewan.


Berikut beberapa hewan yang boleh dibunuh di rumah dalam Islam.

1. Cicak

cicakCicak (Foto: iStock)

Menurut buku Kajian Islam Profesi Peternakan oleh Retno Widyani, sebuah hadits dalam Shahih Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan membunuh cicak karena menyebutnya “penjahat kecil.”

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا.

Artinya: Dari Sa’id bin Abi Waqqash RA bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan membunuh cicak, dan beliau menamainya si penjahat kecil. (HR Muslim)

Bahkan, terdapat keutamaan dan pahala bagi mereka yang membunuh cicak sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW berikut.

مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ

Artinya: Barang siapa membunuh cicak dengan sekali pukulan, maka dia mendapat kebaikan sekian dan sekian. Barang siapa membunuh cicak dengan dua kali pukulan, maka dia memperoleh kebaikan sekian dan sekian, yang lebih sedikit daripada yang pertama. Jika dia membunuh cicak dengan tiga kali pukulan, maka dia memperoleh kebaikan sekian dan sekian, yang lebih sedikit daripada yang kedua. (HR Muslim)

2. Tikus

Cara mengusir tikus dari rumahTikus (Foto: Pixabay/Pexels)

Tikus adalah salah satu hewan yang sering ditemukan di dalam rumah dan dapat menimbulkan gangguan serta menyebarkan penyakit. Dalam Islam, tikus termasuk hewan yang boleh dibunuh karena dianggap berbahaya dan merusak.

Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, terdapat lima jenis hewan yang diperkenankan untuk dibunuh dalam ajaran Islam. Dalam sabdanya, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa lima hewan tersebut boleh dibunuh karena sifat atau bahayanya.

“Lima jenis hewan yang boleh dibunuh di Tanah Suci dan di luar Tanah Suci adalah burung gagak, burung elang besar, kalajengking, tikus, dan anjing yang menggigit.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa membunuh tikus di rumah tidak termasuk dosa.

3. Tokek

Tokek tokay diketahui memiliki 'indra keenam'Tokek tokay diketahui memiliki ‘indra keenam’ (Foto: uritafsheen/Getty Images via Science Alert)

Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk membunuh tokek. Menurut salah satu riwayat, anjuran ini berkaitan dengan peristiwa ketika Nabi Ibrahim AS dilempar ke dalam api oleh Raja Namrud dan pasukannya.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam Qashash Al-Anbiyaa bahwa perintah tersebut disebutkan dalam riwayat Imam Bukhari, tepatnya pada Bab Kisah Para Nabi dalam pembahasan ayat Allah, “Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS An-Nisa: 125).

Dari Ubaidillah bin Musa (Ibnu Salam), dari Ibnu Juraij, dari Abdul Hamid bin Jubair, dari Said bin Musayib, dari Ummu Syuraik yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk membunuh tokek, lalu beliau mengatakan, “Karena dahulu tokek itu pernah meniup-niupkan api kepada Ibrahim.”

4. Ular

Potret ular weling (Bungarus candidus) sedang merayap di tanah.Potret ular weling (Bungarus candidus) sedang merayap di tanah. (Foto: Benjamin Michael Marshall/Flickr/Lisensi CC BY-NC 2.0)

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya membunuh ular. Terutama yang memiliki dua garis putih di punggung atau ekornya pendek/buntung.

Dalam istilah Arab, ular bergaris putih dikenal dengan sebutan dzu ath-thifyatain, sedangkan ular berekor pendek disebut al-abtar.

Kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan karya Muhammad Fuad Abdul Baqi (terjemahan Ganna Pryadharizal Anaedi dan Muhamad Yasir al-Abtar) juga merujuk pada ular dengan ciri khas tidak berekor atau panjangnya kurang dari sehasta (sekitar 45 cm). Ular ini biasanya berwarna biru dengan ujung ekor yang putus.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa perintah membunuh dua jenis ular ini didasarkan pada bahayanya, karena diyakini dapat menyebabkan kebutaan dan keguguran.

Rasulullah SAW bersabda,

“Bunuhlah ular dan anjing. Apalagi ular yang di punggungnya ada dua garis putih serta ular yang ekornya buntung. Sebab, kedua jenis ular itu bisa membutakan mata dan menggugurkan kandungan.” (HR Muslim).

5. Hewan yang Membahayakan

Kalajengking masuk rumah bikin resah warga Cianjur.Kalajengking masuk rumah bikin resah warga Cianjur. (Foto: Ikbal Selamet/detikJabar)

Miftah Faridl, dalam buku Antar Aku ke Tanah Suci: Panduan Mudah Haji, Umrah, dan Ziarah, menerangkan bahwa diperbolehkan membunuh hewan pada kondisi-kondisi tertentu. Salah satunya adalah ketika hewan tersebut menyerang manusia. Dalam situasi seperti itu, membunuh hewan dianggap sebagai bentuk perlindungan diri. Maka, tindakan tersebut tidak termasuk perbuatan yang dilarang dalam Islam.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Crazy Rich Arab yang Meninggalkan Dunia Demi Ibadah



Jakarta

Kisah inspiratif datang dari Sulaiman Al Rajhi, crazy rich asal Arab yang enggan menghabiskan uangnya untuk bermewah-mewahan. Seluruh hartanya justru ia sumbangkan untuk kegiatan amal.

Menurut catatan Forbes Middle East, pada 2011 kekayaan Al Rajhi mencapai USD 7,7 miliar. Dengan harta sebanyak itu, ia termasuk dalam jajaran 100 orang terkaya di seluruh dunia.

Meski memiliki harta yang berlimpah, gaya hidup Al Rajhi sangat berbeda dari miliarder pada umumnya. Harta yang dimilikinya tidak ia gunakan untuk berfoya-foya.


Sejak lahir, Al Rajhi terpaksa menelan pahitnya kehidupan. Al Rajhi kecil menghadapi kemiskinan yang mengharuskannya bekerja sebagai porter saat usianya 9 tahun.

Selain itu ia juga sempat menjadi pengepul kurma dan penjaga toko. Titik baliknya bermula saat Al Rajhi bekerja di money changer dan membuatnya naik kelas menjadi orang kaya.

Pada 1970, dia membangun bisnis money changer sendiri yang dalam waktu singkat berkembang jadi 30 gerai di seluruh Arab Saudi. Bahkan, sudah berhasil melakukan ekspansi ke Mesir dan Lebanon.

Besarnya jaringan bisnis membuat Sulaiman bersama saudara-saudaranya membentuk perusahaan induk money changer. Belakangan, perusahaan induk ini berubah arah dan memilih terjun di dunia perbankan, khususnya bank syariah lewat Al Rajhi Bank.

Dari situlah, Sulaiman Al Rajhi menjadi orang kaya. Al Rajhi Bank menjadi bank syariah terbesar di dunia dan membuat kekayaan Al Rajhi meroket dengan fantastis.

Meski menjadi miliarder, Al Rajhi tidak memiliki mobil mewah atau pesawat pribadi. Untuk bepergian, ia menggunakan pesawat kelas ekonomi.

Hal ini ia lakukan karena takut akan dosa. Al Rajhi enggan jika kekayaannya tak bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Karenanya, Al Rajhi selalu menggunakan harta untuk kegiatan bermanfaat, termasuk kegiatan amal. Dirinya selalu totalitas dalam beramal.

Sebagai sosok yang pernah terjerat kemiskinan, Al Rajhi tahu bahwa hidup miskin tidak enak. Ia enggan orang lain merasakan yang ia rasa, karenanya Al Rajhi terus membagikan uang kepada yang membutuhkan.

Puncaknya pada 2015 lalu, Al Rajhi membagikan seluruh harta kepada masyarakat yang tidak mampu di Arab Saudi. Dia bahkan mengalihkan kepemilikan sahamnya di Al Rajhi Bank ke beberapa lembaga amal.

Tindakan Al Rajhi ini menyebabkan hartanya lenyap dan hanya menyisakan sedikit untuk dana abadi serta warisan anak. Atas dasar inilah, Forbes tak lagi memasukkan nama Al Rajhi ke jajaran orang terkaya di dunia.

“Segala harta milik Allah, dan kita hanyalah orang-orang yang diberi amanah (oleh Allah) untuk menjaganya,” kata Al Rajhi dalam wawancara bersama Arab News.

Ia juga mengatakan bahwa dirinya sangat waspada terhadap pemborosan. Menurutnya, Allah SWT tidak menganugerahkan kekayaan kepada manusia untuk disombongkan.

“Saya bukan orang kikir. Saya orang yang waspada dengan pemborosan dengan keyakinan bahwa Allah menganugerahkan kekayaan kepada kita bukan untuk menunjukkan kesombongan atau pemborosan tetapi untuk menangani kekayaan sebagai harta yang dipercaya,” lanjutnya.

Al Rajhi juga menceritakan dirinya pernah diundang dalam konferensi investasi dari pemerintah Saudi. Pada sela-sela konferensi, ia diundang untuk jamuan makan malam.

Tetapi, saat dirinya datang di acara makan malam ternyata ada hiburan yang bertentangan dengan agamanya. Ia tidak menjelaskan lebih lanjut hiburan apa yang dimaksud.

“Saya segera keluar dari tempat itu dan Abdul Aziz Al-Ghorair dari UEA juga bergabung dengan saya. Segera menteri yang berkuasa penuh mendatangi kami bertanya. Kami menjelaskan kepadanya bahwa hiburan yang ditampilkan bertentangan dengan tradisi Islam kami. Jadi dia memberi tahu kami bahwa pesta rekreasi akan dibatalkan. Ketika mereka membatalkan pesta itu, kami ikut serta dalam makan malam,” ujarnya bercerita.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Ciri-ciri Rumah Seret Rezeki, Begini Penjelasannya Menurut Islam


Jakarta

Rumah yang dikatakan seret rezeki tidak ditentukan oleh arah bangunan atau lokasinya, tetapi lebih kepada perilaku dan kondisi spiritual para penghuninya. Dalam pandangan Islam, keberkahan dalam rumah tangga tidak hanya berasal dari usaha lahiriah seperti kerja keras suami, tetapi juga dari keharmonisan yang dijaga oleh pasangan suami istri.

Perilaku dan dosa-dosa kecil yang kerap dianggap sepele bisa menjadi penghalang turunnya rezeki dalam keluarga. Oleh karena itu, penting bagi setiap anggota rumah tangga untuk mengevaluasi kembali sikap dan amalan mereka.

Rezeki Sudah Ditentukan, Tapi Bisa Terhalang

Dalam buku Menjemput Rezeki dengan Berkah, Abdullah Gymnastiar menjelaskan bahwa Allah SWT telah menetapkan rezeki setiap manusia sejak ia berada di dalam kandungan, tepatnya setelah empat bulan. Namun, bagaimana rezeki itu datang baik atau buruk bergantung pada cara manusia menjemputnya. Jika seseorang mendapat rezeki dengan cara yang tidak diridhai, hal itu termasuk rezeki yang buruk.


Contohnya, pohon yang tidak bisa bergerak tetap memperoleh makanan karena Allah SWT mendekatkan sumber makanannya lewat akar. Anak singa yang belum bisa berburu pun diberikan rezeki melalui air susu induknya. Ketika dewasa, ia pun dibekali kekuatan untuk mencari makanan sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah menjamin rezeki seluruh makhluk-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam surah Hud ayat 6:

“Tidak satu pun makhluk yang melata di bumi melainkan Allah-lah yang menjamin rezekinya. Dia mengetahui tempat berdiam dan penyimpanannya. Semua tertulis dalam Kitab yang nyata.”

Kebiasaan yang Menghalangi Rezeki

Mengutip penjelasan dalam situs resmi Kemenag dan Kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syekh az-Zarnuji, terdapat sejumlah kebiasaan yang bisa menjadi penghambat rezeki, di antaranya:

  1. Melakukan dosa, terutama berdusta
  2. Tidur berlebihan, khususnya setelah subuh
  3. Tidur dalam keadaan telanjang
  4. Buang air kecil tanpa mengenakan pakaian
  5. Makan ketika masih dalam keadaan junub
  6. Makan sambil berbaring
  7. Mengabaikan makanan yang jatuh
  8. Menyapu rumah dengan kain
  9. Membiarkan sarang laba-laba di rumah
  10. Menyepelekan salat
  11. Terburu-buru meninggalkan masjid usai subuh
  12. Memakai celana sambil berdiri
  13. Tidak mendoakan orang tua
  14. Mendoakan keburukan untuk anak
  15. Bersikap kikir

Dosa Rumah Tangga yang Membuat Rezeki Tertutup

Beberapa dosa yang dilakukan dalam rumah tangga bisa menjadi penyebab rezeki tersendat. Berikut beberapa di antaranya:

1. Kurangnya Ketaatan kepada Allah

Dalam buku 29 Dosa yang Menghalangi Datangnya Rezeki karya Ibnu Mas’ad Masjhur, disebutkan bahwa dosa paling besar yang dapat menghalangi rezeki adalah ketidaktaatan kepada Allah SWT. Firman-Nya dalam surah Fatir ayat 3 menyebutkan:

“Wahai manusia, ingatlah nikmat Allah kepadamu! Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia. Lalu, bagaimana kamu dapat dipalingkan?”

2. Melupakan Orang Tua

Doa dari orang tua memiliki kekuatan luar biasa dalam memperlancar rezeki. Sebaliknya, jika seorang anak mengabaikan orang tuanya, hal itu bisa menjadi penghalang datangnya keberkahan. Allah SWT mengingatkan hal ini dalam surah Luqman ayat 14:

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku kamu akan kembali.”

3. Suami Berkhianat kepada Keluarga

Suami yang tidak mengelola rezekinya dengan benar, seperti menggunakan uang untuk berjudi atau bersenang-senang di luar rumah, termasuk dalam bentuk pengkhianatan terhadap keluarga. Rasulullah SAW bersabda,

“Tidaklah engkau memberikan nafkah karena mengharap ridha Allah, kecuali engkau akan mendapat pahala, termasuk makanan yang kau berikan kepada istrimu.” (HR Bukhari)

4. Istri Tidak Jujur kepada Suami

Meskipun harta istri secara syariat adalah miliknya sendiri, namun transparansi dalam keluarga tetap penting. Jika seorang istri menyembunyikan sesuatu dari suaminya, itu dapat mengganggu keharmonisan dan bahkan menghambat rezeki, sebagaimana dijelaskan Ibnu Mas’Ad dalam buku Magnet Rezeki Suami Istri. Suami yang tidak mengetahui kondisi keuangan rumah tangga juga sulit menjalankan tanggung jawabnya dengan baik.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Menikah Bulan Muharram, Boleh atau Dilarang?


Jakarta

Menikah merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan dalam Islam dan menjadi bagian penting dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun, di tengah masyarakat, sering kali berkembang berbagai aturan tidak tertulis terkait waktu yang dianggap baik atau buruk untuk melangsungkan pernikahan.

Salah satunya adalah keyakinan bahwa menikah di bulan Muharram atau Suro akan membawa kesialan dan berbagai keburukan bagi pasangan pengantin. Lantas, bagaimana sebenarnya Islam memandang pernikahan yang dilaksanakan di bulan Muharram ini?

Menikah di Bulan Muharram dalam Masyarakat

Memasuki Muharram 1447 Hijriah, salah satu persoalan menarik yang kerap menjadi perbincangan adalah soal pernikahan. Pasalnya, berkembang keyakinan di masyarakat bahwa menikah pada bulan ini pantang untuk dilakukan.


Di Nusantara, khususnya di Jawa, pemilihan waktu pernikahan memang mendapat perhatian yang sangat serius. Jika salah memilih waktu, hal-hal buruk atau negatif dipercaya akan menghantui kehidupan rumah tangga setelah akad nikah.

Salah satu kepercayaan yang paling dikenal luas adalah larangan menikah pada Bulan Suro atau Muharram. Tradisi ini sudah mengakar dalam budaya Jawa sejak masa lampau dan masih diyakini sebagian masyarakat hingga kini.

Dalam buku Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa karya Muhammad Sholikhin dijelaskan, sebenarnya kebiasaan tidak menikah pada Suro atau Muharram bukan didasari oleh dalil larangan agama. Melainkan lebih kepada sikap tidak berani melangsungkan hajatan besar di bulan tersebut.

Sebab, masyarakat Islam Jawa menganggap Suro sebagai bulan yang agung dan mulia, yaitu bulannya Gusti Allah. Dengan keyakinan itu, orang biasa merasa terlalu kecil atau lemah untuk menggelar perayaan, termasuk pernikahan, di waktu yang dianggap suci tersebut.

Dalam buku 79 Hadits Populer Lemah dan Palsu karya Rachmat Morado Sugiarto dijelaskan bahwa menikah pada bulan apa pun dibenarkan dan diperbolehkan.

Terkait keyakinan yang berkembang di masyarakat tentang larangan menikah pada bulan Muharram, khususnya pada hari kesepuluh atau hari Asyura, hal itu sejatinya tidak memiliki dasar dalil yang sahih. Tidak ada nash Al-Qur’an maupun hadits yang menetapkan larangan tersebut.

Dalam buku Indahnya Pernikahan & Rumahku, Surgaku karya Ade Saroni diterangkan bahwa tradisi dan larangan semacam ini ternyata sudah ada sejak masa jahiliah. Masyarakat Arab terdahulu sering meyakini waktu tertentu membawa kesialan atau keberuntungan.

Rasulullah SAW menyanggah keyakinan tersebut melalui sabdanya,

“Tidak ada (wabah yang menyebar dengan sendirinya, tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan tidak ada tanda kesialan pada bulan Shafar, menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa.” (HR al-Bukhari)

Hadits ini bertujuan menjelaskan bahwa anggapan suatu waktu dapat mempengaruhi nasib baik atau buruk dengan sendirinya adalah keliru. Semua kejadian di bumi terjadi atas kehendak Allah SWT yang telah ditetapkan sejak zaman azali.

Dalam ajaran syariat Islam, tidak ada konsep yang mengaitkan keburukan dengan waktu tertentu, baik itu hari maupun bulan. Keyakinan bahwa suatu peristiwa atau masa tertentu membawa kesialan dikenal sebagai thiyarah, sebagaimana dijelaskan dalam penelitian berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Larangan Menikah pada Bulan Muharram karya Erwan Azizi al-Hakim dari IAIN Jember.

Berbahaya sekali jika kita menyimpulkan suatu hal akan membawa nasib baik atau buruk tanpa dasar syariat. Sebab, hal ini bisa menjerumuskan pada dosa syirik, yaitu percaya kepada selain Allah dalam menentukan takdir dan kejadian di hidup kita.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Ini Dosa yang Bisa Dihapus dengan Puasa Asyura


Jakarta

Puasa Asyura yang dikerjakan pada 10 Muharram memiliki keutamaan sebagai penghapus dosa. Menurut sebuah hadits, dosa yang dihapus adalah dosa setahun yang lalu.

Keterangan tersebut bersandar pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah RA. Ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

صَوْمُ عَاشُورَاءَ كَفَّارَةُ سَنَةٍ، وَصَوْمُ عَرَفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ، سَنَةٍ قَبْلَهُ وَسَنَةٍ بَعْدَهُ


Artinya: “Puasa Asyura menghapus dosa setahun dan puasa Arafah menghapus dosa dua tahun: setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya.” (HR Muslim dan At-Tirmidzi)

Dalam redaksi lain berbunyi,

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ سُئِلَ عَنْ صِيَامٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Artinya: Dari Abu Qatadah RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Asyura. Beliau menjawab, “Puasa tersebut dapat melebur dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim)

Dosa yang Dihapus dengan Puasa Asyura

Imam Baihaqi menjelaskan dalam Kitab Fadha ‘Ilul Quqat yang diterjemahkan Muflih Kamil, keutamaan puasa Asyura sebagai penghapus dosa berlaku bagi yang berpuasa dan ia memiliki dosa yang harus dikaffarahkan.

Adapun, lanjut Imam Baihaqi, orang yang berpuasa tanpa membawa dosa yang harus dikaffarahkan maka akan diganjar derajat yang berlipat ganda.

Ibnu Qayyim al-Jawziyyah dalam al-Da’ wa al-Dawa’ yang diterjemahkan Fauzi Bahreisy mengatakan puasa hari Asyura memang bisa menjadi penghapus dosa secara umum sebagaimana janji Tuhan, tetapi ada syarat dan penghalangnya.

Penghalang terhapusnya dosa dengan puasa Asyura adalah terus melakukan dosa besar. Jika ia berhenti melakukannya, barulah puasa itu bisa menghapus dosanya. Hal ini juga berlaku pada puasa Ramadan dan salat lima waktu jika disertai upaya menghindari dosa-dosa kecil.

Ibnu Qayyim menyandarkan pendapat ini dengan firman Allah SWT dalam surah An-Nisa’ ayat 31,

اِنْ تَجْتَنِبُوْا كَبَاۤىِٕرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُّدْخَلًا كَرِيْمًا ٣١

Artinya: “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang (mengerjakan)-nya, niscaya Kami menghapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (surga).”

“Dari sini dapat diketahui bahwa dijadikannya sesuatu sebagai sebab penghapus dosa tidak menghalanginya untuk bekerja sama dengan sebab lain dalam menghapus dosa. Dua sebab penghapus dosa tentu lebih kuat dan lebih sempurna daripada hanya satu sebab. Ketika sebab penghapus dosa semakin kuat, daya hapusnya pun menjadi lebih kuat, lebih sempurna, dan lebih luas,” jelas Ibnu Qayyim.

Umat Nabi Musa Puasa Asyura

Puasa Asyura yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW kepada umat Islam telah lebih dulu dikerjakan oleh umat Nabi Musa AS. Imam al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub terjemahan Jamaluddin menyebutkan sebuah hadits terkait hal ini dari Ibnu Abbas AS.

Dikatakan, ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, beliau mendapati orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau kemudian bertanya tentang puasa tersebut.

Mereka menjawab, “Hari ini adalah hari di mana Nabi Musa dan bani Israil menang kepada kaum Firaun. Jadi, kami berpuasa sebagai bentuk pengagungan kepada Nabi Musa.”

Lalu Nabi SAW bersabda, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.”

Nabi SAW kemudian memerintahkan puasa hari Asyura. Untuk membedakannya dengan kaum Yahudi, beliau menganjurkan mengiringi puasa Asyura dengan sehari sebelum (9 Muharram) atau sehari setelahnya (11 Muharram).

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Dosa Besar Ini Takkan Diampuni Allah SWT, Wajib Dihindari!


Jakarta

Ada sejumlah dosa yang disebut tak terampuni. Dosa ini tergolong besar sehingga harus dijauhi oleh muslim.

Perintah menjauhi dosa besar termaktub dalam surah An Nisa ayat 31,

اِنْ تَجْتَنِبُوْا كَبَاۤىِٕرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُّدْخَلًا كَرِيْمًا


Artinya: “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang (mengerjakan)-nya, niscaya Kami menghapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (surga).”

Syirik Adalah Dosa Besar yang Tak Diampuni Allah SWT

Syamsuddin Muhammad bin ‘Utsman bin Qaimas At Turkmaniy Al Fariqy Ad Dimasyqiy Asy Syafi’iy melalui karyanya berjudul Al Kabair yang diterjemahkan Abu Zufar Imtihan Asy Syafi’i menjelaskan bahwa syirik termasuk salah satu dosa besar yang tak diampuni oleh Allah SWT. Terkait hal ini tertuang dalam surah An Nisa ayat 116,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.”

Menurut kitab Ad Da ‘u wa ad-Dawa’ karya Ibnu Qayyim Al Jauziyyah terjemahan Salim Bazemool, dosa syirik yang tidak diampuni itu seperti mencintai makhluk layaknya mencintai Allah SWT. Bagaimana mungkin seseorang bisa menyamai Allah SWT dengan makhluk? Sang Khalik merupakan Tuhan Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa. Rahmat dan kesempurnaann-Nya mutlak serta menjadi keharusan yang pasti.

Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik selama orang itu masih berbuat demikian sampai ajal menjemputnya. Namun, Allah SWT adalah Maha Pengampun jika hamba-Nya memohon ampunan atas dosa yang ia perbuat serta bertobat nasuha sebelum meninggal dunia.

Hadits Syirik Adalah Dosa Besar yang Harus Dihindari

Masih dari sumber yang sama, Rasulullah SAW melalui haditsnya menyebut terkait syirik sebagai dosa besar. Berikut sabdanya,

“Maukah kalian aku beritahukan apa kabair (dosa besar) yang paling besar?” Beliau mengulang tiga kali. Para sahabat menjawab, “tentu, wahai Rasulullah.”

Kemudian Rasulullah bersabda, “Yaitu menyekutukan Allah SWT dan durhaka kepada kedua orang tua.” Saat itu beliau bersandar lalu duduk dan melanjutkan, “Juga kesaksian palsu, kesaksian palsu.” Begitu Rasulullah mengulang-ulang sampai-sampai kami mengatakan, “Andai beliau menghentikannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

7 Dosa Besar Lain yang Harus Dihindari Muslim

Selain syirik, ada sejumlah dosa besar lainnya yang harus dihindari oleh muslim. Deretan dosa besar ini disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda,

“Jauhilah tujuh perkara yang merusak!” Lalu beliau SAW menyebutkan, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT kecuali karena alasan yang dibenarkan, memakan harta anak yatim, memakan riba, meninggalkan medan perang, dan menuduh wanita mukminah baik-baik telah berzina.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Awanah dan Nasa’i)

Berdasarkan hadits di atas, maka dosa-dosa besar itu mencakup:

  1. Syirik
  2. Sihir
  3. Membunuh jiwa yang diharamkan
  4. Memakan harta anak yatim
  5. Memakan riba
  6. Meninggalkan medan perang
  7. Menuduh wanita baik-baik telah berzina

Naudzubillah min dzaalik.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Apakah Sholat Sendiri di Rumah Tetap Sah bagi Laki-Laki? Ini Penjelasannya


Jakarta

Selain sholat berjamaah, muslim bisa mengerjakannya secara sendiri atau disebut munfarid. Sholat sendiri bisa dilakukan di rumah maupun tempat lainnya.

Meski demikian, keutamaan sholat berjamaah lebih utama dibandingkan sendiri. Menukil buku Panduan Sholat Rosulullah 2 yang disusun Abu Wafa, terdapat hadits yang menyebutkan terkait keutamaannya.

Nabi Muhammad SAW bersabda:


“Barangsiapa yang bersuci di rumahnya, lalu ia pergi ke rumah Allah (tempat sholat) untuk melaksanakan sholat wajibnya, maka tiap langkahnya salah satunya menghapus dosa dan satunya lagi mengangkat derajat.” (HR Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, diketahui bahwa sholat berjamaah sangat dianjurkan bagi laki-laki ketimbang sendiri. Lalu, apakah sholat sendiri di rumah tetap sah bagi laki-laki?

Apakah Sholat Sendiri di Rumah Tetap Sah bagi Laki-laki?

Mengutip buku Daqu Method dalam Tinjauan Manajemen Pendidikan Islam susunan Tarmizi As Shidiq dkk, sholat berjamaah yang ditegakkan Rasulullah SAW dan para sahabat dilakukan di Masjid Nabawi, Madinah. Para sahabat tidak mengerjakan sholat berjamaah kecuali di masjid, meski sebetulnya diperbolehkan juga melakukan sholat berjamaah di rumah.

Perlu dipahami bahwa sholat berjamaah tidak termasuk dalam syarat sah sholat. Artinya, jika sholat dikerjakan sendiri di rumah maka masih dianggap sah, baik itu laki-laki maupun wanita.

Meski demikian, terdapat hadits yang menyebut bahwa laki-laki lebih diutamakan sholat di masjid. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“”Salat seorang laki-laki dengan berjemaah dibanding salatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan 25 lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudu dengan menyempurnakan wudunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan salat berjemaah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan salat, maka malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih berada di tempat salatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan salat selama dia menanti pelaksanaan salat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Laki-laki Lebih Dianjurkan Sholat Berjamaah

Menurut kitab Fathul Mu’in oleh Zainuddin Al Malibari yang dinukil NU Online, dijelaskan bahwa pendapat kuat mengatakan hukum sholat berjamaah adalah fardhu kifayah bagi laki-laki yang sudah baligh dan tidak sedang bepergian. Berbeda dengan laki-laki, anjuran berjamaah bagi wanita tidak sekuat anjuran untuk laki-laki.

Oleh sebab itu, hukum meninggalkan sholat berjamaah bagi laki-laki adalah makruh. Sementara itu, perempuan yang meninggalkan sholat berjamaah tidak makruh.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

10 Hal yang Membatalkan Keislaman


Jakarta

Islam adalah agama yang sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dengan petunjuk yang jelas dan mulia. Menjadi seorang Muslim merupakan kenikmatan yang tiada tara karena iman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya adalah sebaik-baik anugerah.

Namun, keislaman seseorang juga bisa sirna apabila melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam. Lantas, apa sajakah 10 hal yang bisa membatalkan keislaman dan menjadikan seseorang keluar dari agama yang suci ini?

10 Hal yang Membatalkan Keislaman Seseorang

Dalam buku Memurnikan Laa Ilahailallah yang ditulis oleh Muhammad Saiq dan rekan-rekannya, disebutkan bahwa terdapat sepuluh perbuatan yang dapat menyebabkan seseorang keluar dari Islam.


1. Syirik

Syirik merupakan perbuatan yang sangat tercela, yaitu ketika seseorang mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu yang lain. Siapa yang melakukan penyembahan, doa, atau ibadah kepada selain Allah maka dosanya tidak akan diampuni.

Dalam Surat An-Nisa ayat 116, Allah berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُۗ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا ۝١١٦

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang mempersekutukan Allah sungguh telah tersesat jauh.

2. Menjadikan Sesuatu sebagai Perantara antara Dirinya dan Allah

Walaupun tidak menyembah secara langsung, menggunakan benda atau makhluk lain sebagai perantara dalam beribadah kepada Allah termasuk bentuk kesyirikan. Jika kebiasaan ini terus dilakukan, hal itu dapat menyebabkan batalnya keislaman seseorang.

3. Tidak Menganggap Musyrik Orang yang Berbuat Syirik

Perbuatan semacam ini jelas termasuk kekufuran. Sebab, dalam persoalan agama, segala sesuatu yang batil wajib diluruskan, dan seorang Muslim tidak diperbolehkan membiarkan atau membenarkan ajaran mereka.

4. Lebih Mendahulukan Hukum Thogut daripada Hukum Allah

Orang yang lebih meyakini dan mengutamakan hukum thogut dibandingkan syariat Allah dan Rasul-Nya bisa terjerumus pada pembatal keislaman. Karena sikap itu menunjukkan lemahnya keimanan dan keraguan terhadap kebenaran ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah.

5. Membenci Sunnah Rasul

Perkara satu ini termasuk kafir secara ijma’. Dalam surat Muhammad ayat 28, Allah Swt berfirman:

ذٰلِكَ بِاَنَّهُمُ اتَّبَعُوْا مَآ اَسْخَطَ اللّٰهَ وَكَرِهُوْا رِضْوَانَهٗ فَاَحْبَطَ اَعْمَالَهُمْࣖ ۝٢٨

Artinya: Yang demikian itu (terjadi) karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan membenci (apa yang menimbulkan) keridaan-Nya. Oleh karena itu, Dia menghapus (pahala) amal-amal mereka.

6. Mengejek Agama Islam

Pembahasan mengenai hal ini bisa menjadi sangat luas. Ini dapat mencakup ketentuan pahala, dosa, maupun hukumnya. Allah Swt berfirman dalam surat At-Taubah ayat 65-66:

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ ۝٦٥

Artinya: Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, mereka pasti akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”

لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَࣖ ۝٦٦

Artinya: Tidak perlu kamu membuat-buat alasan karena kamu telah kufur sesudah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain), karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berbuat dosa.

7. Mempelajari Sihir

Sihir juga merupakan hal yang dilarang di dalam Islam. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 102:

وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَۚ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَۗ وَمَا يُعَلِّمٰنِ مِنْ اَحَدٍ حَتّٰى يَقُوْلَآ اِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْۗ فَيَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُوْنَ بِهٖ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهٖۗ وَمَا هُمْ بِضَاۤرِّيْنَ بِهٖ مِنْ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِۗ وَيَتَعَلَّمُوْنَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْۗ وَلَقَدْ عَلِمُوْا لَمَنِ اشْتَرٰىهُ مَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍۗ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهٖٓ اَنْفُسَهُمْۗ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ ۝١٠٢

Artinya: Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa Kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kufur, tetapi setan-setan itulah yang kufur. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia, yaitu Harut dan Marut. Padahal, keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah fitnah (cobaan bagimu) oleh sebab itu janganlah kufur!” Maka, mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan (sihir)-nya, kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Sungguh, mereka benar-benar sudah mengetahui bahwa siapa yang membeli (menggunakan sihir) itu niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh, buruk sekali perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir jika mereka mengetahui(-nya).

8. Membantu Orang Musyrik yang Memusuhi Islam

Seseorang yang justru membantu orang lain yang musyrik dan mendungungnya juga perlu berhati-hati dengan keislamannya. Allah Swt berfirman dalam Al-Maidah ayat 51:

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ۝٥١

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(-mu). Sebagian mereka menjadi teman setia bagi sebagian yang lain. Siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.

9. Tidak mengikuti syariat Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW diutus untuk menjadi penerang bagi kita umat Islam. Namun, siapa yang tidak mengikuti syariat Nabi Muhammad juga dipertanyakan keislamannya. Allah Swt berfirman dalam surat Ali Imran ayat 85:

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ۝٨٥

Artinya: Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.

10. Berpaling dari agama Islam

Orang yang demikian tidak ingin mempelajari atau mengamalkan ajaran Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya. Allah Swt. berfirman dalam Surah As-Sajdah ayat 22:

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِاٰيٰتِ رَبِّهٖ ثُمَّ اَعْرَضَ عَنْهَاۗ اِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِيْنَ مُنْتَقِمُوْنَࣖ ۝٢٢

Artinya: Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian dia berpaling darinya? Sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada para pendosa.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Cara Menyucikan Diri setelah Mengonsumsi Makanan Haram dalam Islam


Jakarta

Mengonsumsi makanan yang diharamkan dalam Islam adalah perbuatan dosa yang harus dihindari oleh setiap muslim. Allah SWT dengan jelas melarang hamba-Nya untuk memakan makanan haram, seperti yang tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 173.

Allah SWT berfirman,

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحْمَ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ بِهِۦ لِغَيْرِ ٱللَّهِ ۖ فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ


Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Selain daging babi, darah dan bangkai juga termasuk yang diharamkan karena dapat mendatangkan kemudaratan, baik secara fisik maupun spiritual.

Kitab Tafsir al-Azhar Jilid 1 oleh Hamka menjelaskan bahwa babi adalah hewan yang sangat kotor dan najis. Secara ilmiah pun, daging babi terbukti mengandung cacing pita dan tidak baik untuk kesehatan.

Lantas, bagaimana cara menyucikan diri jika seseorang terlanjur mengonsumsi makanan haram? Simak penjelasannya.

Cara Menyucikan Mulut setelah Mengonsumsi Makanan Haram dalam Islam

Mengonsumsi makanan haram dalam pembahasan ini adalah jika kejadiannya secara tak sengaja. Menurut penjelasan dalam buku 50 Masalah Agama Bagi Muslim Bali karya Ustaz Drs. H. Bagenda Ali M.M., tidak ada kewajiban khusus bagi seorang muslim yang telah mengonsumsi makanan haram jika ia dalam keadaan tidak tahu. Cukup hanya dengan berkumur dan mencuci mulut dari sisa-sisa makanan haram, serta mencuci tangan.

Jika kejadiannya sudah berlalu lama, tidak ada tindakan bersuci khusus yang perlu dilakukan. Fokusnya adalah hati-hati dan waspada di masa depan agar tidak terulang.

Cendekiawan Muslim Quraish Shihab dalam bukunya M. Quraish Shihab Menjawab Pertanyaan Anak tentang Islam juga mengemukakan bahwa tak ada dosa bagi orang yang tidak sengaja atau tidak tahu jika dirinya telah mengonsumsi makanan haram. Hal yang sama berlaku jika seseorang terpaksa atau dipaksa tanpa pilihan lain, di mana jika menolak dapat membahayakan dirinya.

Namun, ulama fiqih Syafi’iyah, Ibnu Hajar al-Haitami, memiliki pandangan yang berbeda. Beliau menjelaskan bahwa untuk menyucikan mulut setelah memakan makanan haram, contohnya seperti daging babi atau anjing, mulut harus dibasuh tujuh kali, salah satunya dengan campuran debu. Sementara itu, najis di anus dan dubur cukup disucikan dengan beristinja’ seperti biasa.

Dampak Mengonsumsi Makanan Haram dan Pentingnya Tobat

Mengonsumsi makanan haram memiliki konsekuensi serius dalam Islam. Menurut buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII oleh Zainal Muttaqin MA dan Drs. Amir Abyan MA, amalan-amalan seseorang bisa tidak diterima di sisi Allah dan doanya bisa tidak dikabulkan.

Sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim menyatakan:

“Sesungguhnya Allah SWT adalah Zat Yang Mahabaik, tidak mau menerima kecuali yang baik; dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mukmin sesuai dengan yang diperintahkan kepada rasul. Allah Ta’ala berfirman, Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan kerjakanlah yang saleh. Allah SWT berfirman, Wahai orang-orang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu…”

Cara Menyucikan Diri setelah Mengonsumsi Makanan Haram dalam Islam dengan Tobat

Buya Yahya dalam kanal YouTube Al-Bahjah TV menjelaskan cara utama membersihkan diri dari dosa mengonsumsi makanan dan minuman haram adalah dengan bertobat kepada Allah SWT.

Menurut Buya Yahya, keharaman pada makanan dan minuman bersifat maknawi. Artinya, dosa yang terkait dengan tindakan mengonsumsinya akan selesai dan diampuni oleh Allah jika seseorang telah bertobat dengan sungguh-sungguh.

“Allah SWT ampuni. Atau misalnya makan babi, bangkai setelah tobat itu nggak dihitung lagi. Dosanya sudah dihapus, jadi nggak usah gelisah,” tuturnya. detikHikmah telah mendapatkan izin dari Tim Al Bahjah TV untuk mengutip ceramah Buya Yahya dalam channel tersebut.

Syaratnya adalah seseorang tidak mengulangi kesalahan yang sama setelah bertobat. Sebab, Allah SWT Maha Pemaaf dan Maha Pengampun.

Apabila seseorang tidak sengaja mengonsumsi makanan haram dan langsung menyadarinya saat itu juga, tidak wajib memuntahkan makanan atau minuman tersebut.

“Nggak wajib dimuntahkan, karena sudah masuk. Kalau sudah cukup bertobat ya selesai,” imbuhnya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com