Tag Archives: durhaka

Apakah Setan dan Jin Sama? Begini Penjelasannya



Jakarta

Setan dan jin adalah makhluk gaib yang tak kasat mata. Keberadaannya disebutkan dalam kitab suci Al-Qur’an.

Menukil dari kitab Taudhihul Adilah 1 susunan KH M Syafi’i Hadzami, setan berasal dari kata syatana yang artinya jauh dari rahmat. Makna dari setan sendiri adalah sifat sehingga tidak memiliki bentuk atau asal tertentu.


Selain itu, setan juga menjadi sebutan bagi bangsa jin atau manusia. Jin yang durhaka disebut dengan setan, begitu pula manusia yang bersifat durhaka berarti memiliki sifat setan. Allah SWT berfirman dalam surah Al An’am ayat 112,

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّا شَيَٰطِينَ ٱلْإِنسِ وَٱلْجِنِّ يُوحِى بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ ٱلْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

Artinya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”

Sementara itu, jin merupakan makhluk yang asalnya dari nyala api. Hal ini tertuang dalam surah Ar Rahman ayat 15,

وَخَلَقَ ٱلْجَآنَّ مِن مَّارِجٍ مِّن نَّارٍ

Artinya: “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”

Merujuk pada sumber yang sama, as-Sayyid Alawi bin Ahmad as-Saggaf melalui kitab Al-Kaukabu Al-Ajuj menjelaskan bahwa jin memiliki dzat yang halus, bisa berubah-ubah bentuk. Terdapat jin yang beriman dan ada juga yang kafir, begitu pula jin yang taat dan yang durhaka.

Menukil dari Al Madkhal ila Dirasah Al Akidah Al Islamiyyah susunan Umar Sulaiman Abdullah Al Asyqar terjemahan Muhammad Misbah, bangsa jin memiliki kesamaan dengan manusia yaitu sama-sama berakal, memiliki pengetahuan dan berkemampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk.

Jin diciptakan untuk menyembah kepada Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam surah Az Zariyat ayat 56,

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Namun, bangsa jin dan manusia memiliki perbedaan yang jauh. Salah satu yang mendasar adalah materi asal kejadiannya. Jin dinamai jin karena keberadaannya tak bisa dilihat oleh pandangan manusia.

Meski demikian, jin mengalami kematian seperti manusia dan makhluk hidup lainnya. Terkait hal ini diterangkan dalam surah Ar Rahman ayat 26-28,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍۖ وَّيَبْقٰى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلٰلِ وَالْاِكْرَامِۚ فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ

Artinya: “Semua yang ada di atasnya (bumi) itu akan binasa. (Akan tetapi,) wajah (zat) Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan (wahai jin dan manusia)?”

Tetapi, pengetahuan terkait batas usia makhluk ghaib berada di luar batas kemampuan manusia. Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Hati-Hati, Ini 4 Dosa Besar yang Mengundang Murka Allah


Jakarta

Dalam Islam, ada beberapa perbuatan yang tergolong dosa besar dan sangat dilarang karena dapat mendatangkan murka Allah SWT. Rasulullah SAW telah menyebutkan dosa-dosa ini dalam berbagai hadis sebagai peringatan bagi umatnya.

Salah satu hadis dari Anas bin Malik RA menyebutkan, “Rasulullah SAW ditanya tentang dosa-dosa besar. Maka beliau menjawab, ‘Berbuat syirik kepada Allah SWT, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa yang diharamkan dan memberi kesaksian palsu’.”

Dari hadis tersebut, para ulama menjelaskan bahwa ada empat dosa yang paling berat. Mari kita pahami lebih dalam mengenai dosa-dosa besar ini.


1. Syirik (Menyekutukan Allah)

Menurut buku Hadits-hadits Tarbiyah karya Wafi Marzuqi Ammar, Rasulullah SAW menempatkan syirik sebagai dosa terbesar pertama. Syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah SWT dengan hal lain.

Syirik terbagi menjadi dua kategori, yaitu syirik besar (akbar) dan syirik kecil (asghar). Pembagian ini dijelaskan dalam buku 101 Dosa-Dosa Besar oleh TB. Asep Subhi dan Ahmad Taufik.

  • Syirik Besar: Perbuatan ini dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam (murtad) dan terancam kekal di neraka. Dosa syirik besar tidak akan diampuni kecuali pelakunya bertobat dengan sungguh-sungguh dan kembali mengimani keesaan Allah.
  • Syirik Kecil: Dosa ini tidak sampai membuat pelakunya murtad, tetapi tetap tergolong perbuatan dosa. Contohnya adalah riya’ (beribadah untuk dipuji) dan bersumpah dengan selain nama Allah. Dosa syirik kecil bisa diampuni, tetapi juga bisa mendatangkan azab.

2. Durhaka kepada Orang Tua

Berbakti kepada kedua orang tua adalah perintah langsung dari Allah SWT. Sebaliknya, durhaka kepada mereka termasuk dosa besar yang dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 36:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnusabil, serta hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.”

Ayat ini menegaskan betapa pentingnya berbuat baik kepada orang tua setelah perintah untuk tidak berbuat syirik, menunjukkan betapa besar posisi mereka dalam Islam.

3. Membunuh Jiwa yang Diharamkan

Membunuh jiwa yang tidak bersalah adalah salah satu dosa besar yang paling membinasakan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ash Shahihain dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Hindarilah tujuh perkara yang membinasakan.” Beliau kemudian menyebutkan, “Membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.”

Pembunuhan tanpa hak merupakan kejahatan yang sangat berat karena merampas hak hidup yang diberikan oleh Allah SWT. Islam sangat menjunjung tinggi nyawa manusia dan melarang segala bentuk kekerasan yang mengarah pada hilangnya nyawa.

4. Memberikan Kesaksian Palsu

Kesaksian palsu atau tazwir adalah perbuatan dusta dan pemalsuan. Dosa ini dianggap sangat besar karena dapat menimbulkan banyak kezaliman. Kesaksian palsu di hadapan hakim, misalnya, bisa membuat keputusan yang salah, merugikan orang yang tidak bersalah, atau menguntungkan pihak yang jahat.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW menempatkan kesaksian palsu sebagai salah satu dosa besar yang harus dihindari, karena kebohongan ini dapat merusak tatanan sosial dan keadilan.

Dengan memahami keempat dosa besar ini, semoga kita semua dapat menjauhinya dan selalu memohon ampunan kepada Allah SWT. Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Besar dan Sombong



Jakarta

Raja Abraha dari Yaman merasa iri dan ingin memperoleh keuntungan ekonomi dari para peziarah Ka’bah. Raja telah membangun sebuah gereja yang megah dan segala strategi dijalankan agar para peziarah itu pindah berziarah ke tempatnya. Namun, semua cara yang diterapkan tidak berhasil dan ia akhirnya berkeinginan untuk menghancurkan Ka’bah dengan maksud agar mereka ( peziarah ) berpindah ke gerejanya.

Saat kejadian ini merupakan tahun kelahiran Rasulullah SAW. atau perkiraannya 50 hari sebelum Nabi Muhammad SAW. lahir. Masa sebelum Islam datang, banyak peziarah yang mendatangi Ka’bah ( Sebagai pusat pemujaan dari seluruh Jazirah Arab ).

Semua suku bangsa mendirikan patung berhalanya di sana. Mereka menganggap Ka’bah adalah tempat yang suci sehingga datang berbondong-bondong ke sana untuk beribadah.


Kemudian Abraha mulai mempersiapkan penyerangan ke Ka’bah dengan mengumpulkan pasukan gajah. Setelah semua siap maka rombongan Abraha berjalan dari Yaman menuju Mekah. Dalam perjalanan rombongan mengalami perlawanan dari beberapa kabilah, namun tidak begitu berarti. Pasukan mulai mendekati kota Mekah dan memperoleh perlawanan dari yang mempunyai Ka’bah.

Dalam surah al-Fil telah digambarkan kejadian penyerangan pasukan gajah pimpinan Abraha yang gagal dan kocar kacir. Sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Fil ayat 1 yang terjemahannya, “Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?
Ayat ini menggambarkan Wahai Nabi Muhammad atau siapa saja, tidakkah engkau perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah dengan menghancurkan mereka, yaitu tentara Abrahah dari Yaman yang hendak menghancurkan Ka’bah?

Diteruskan dengan ayat 2 yang terjemahannya, “Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?”
Bukankah Allah SWT. telah menjadikan tipu daya dan usaha mereka menghancurkan Ka’bah itu sia-sia, meski mereka datang dengan pasukan yang kuat dan persenjataan yang lengkap? Inilah bukti bahwa pemilik Ka’bah telah bertindak untuk memberi pelajaran bagi Abraha yang sombong. Tahukah bahwa taktik apa pun pasti akan dipatahkan oleh kehendak-Nya.

Ayat ke 3 dengan terjemahannya, “Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong.”
Allah SWT. mempunyai cara untuk menggagalkan tipu daya mereka, dan Dia mengirimkan kepada mereka salah satu makhluk-Nya yang dijadikan bala tentara untuk menghancurkan mereka, yaitu burung yang berbondong-bondong dan tidak terhitung banyaknya. Kekuatan besar itu bisa kalah dengan burung-burung kecil dengan masing-masing membawa batu panas tiga biji ( dibawah oleh kedua kaki dan paruhnya ). Moral cerita dengan bersatu padu untuk bisa mengalahkan kekuatan besar meskipun dengan persenjataan mutakhir. Dilanjutkan ayat berikutnya, “yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar.”
Allah SWT. mengirim burung-burung yang melempari mereka dengan batu yang berasal dari tanah liat yang terbakar.

Kemudian ditutup dengan terakhir yang terjemahannya, “sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).”
Batu-batu yang dijatuhkan oleh burung-burung itu tepat mengenai tentara Abrahah sehingga mereka dijadikan-Nya bergelimpangan tak berdaya dan binasa seperti daun-daun yang dimakan ulat. Itulah balasan bagi orang yang angkuh dan hendak menghancurkan Ka’bah, simbol agama-Nya.

Surah tersebut di atas jadikanlah inspirasi untuk melawan kezaliman meskipun mereka mempunyai kekuatan yang besar. Kezaliman yang diperlihatkan akhir-akhir ini dengan menduduki tanah yang bukan haknya dan terus merongrong tanah-tanah lainnya yang menjadi hak sah rakyat Palestina. Kezaliman terbesar abad ini adalah membumi hanguskan suatu wilayah yang disebut Gaza dan mengusir penghuninya serta membunuh rakyatnya. Kekejaman kemanusiaan ini telah mengetuk hati orang-orang di seluruh belahan dunia. Tidak terkecuali rakyat negara super power ( pendukung aktif Israel ) tidak tinggal diam untuk menyuarakan kepedihan hatinya.

Mereka yang besar dan sombong telah melalaikan kekuasaan Tuhan. Bagi umat muslim kekuasaan Tuhan tiadalah yang bisa menyamai, strategi sejitu apapun akan dikalahkan dengan mudahnya. Ingatlah Abraha dengan pasukan gajah yang gagah perkasa dibuat seperti daun-daun yang dimakan ulat dan beterbangan dibawa angin. Oleh sebab itu, lawanlah dengan do’a kepada-Nya agar melindungi orang-orang Palestina yang berhak atas buminya, lakukan persatuan dengan menyatukan sikap untuk memenuhi kebutuhan hidup agar tidak membeli dari mereka ( semua produk yang terkait ). In-Syaa’Allah kedua langkah akan memberikan spirit kepada para pejuang Palestina dan melemahkan kekuatan ekonomi mereka.

Semua bentuk kesombongan dan kezaliman pasti akan memperoleh ‘hadiah’ dari Allah SWT. yaitu berupa azab. Yang besar yang merasa berkuasa segalanya, maka ingatlah bahwa kekuasaanmu tidaklah seberapa karena engkau tidak mampu menunda/mempercepat apalagi menghindar dari kematian.

Tulisan ini ditutup dengan peringatan Allah SWT. kepada kaum kafir, sebagaimana firman-Nya dalam surah an-Nisa’ ayat 56 yang terjemahannya, “Sesungguhnya orang-orang yang kufur pada ayat-ayat Kami kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain agar mereka merasakan (kepedihan) azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Makna ayat ini : Usai menjelaskan pembangkangan kaum Yahudi, pada ayat ini Allah SWT. lalu menjelaskan adanya kaum selain Yahudi yang juga durhaka. Sungguh, orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, siapa pun mereka, kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka sebagai ganjaran atas kekafiran mereka. Setiap kali kulit mereka sudah terbakar hangus, Kami ganti dengan kulit baru yang lain, agar mereka merasakan azab yang sangat pedih. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Semoga Allah SWT. mengabulkan do’a kaum lemah untuk membantu saudaranya yang tertindas, agar mereka laksana daun kering yang beterbangan setelah dimakan ulat.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

5 Hadits Tentang Durhaka Kepada Orang Tua, Rasulullah Tegaskan Hal Ini



Jakarta

Islam menekankan untuk tidak durhaka kepada orang tua. Sebab, durhaka kepada orang tua merupakan perbuatan yang sangat buruk.

Durhaka kepada orang tua merupakan salah satu di antara dosa-dosa besar. Larangan durhaka kepada orang tua menyertai larangan berbuat syirik kepada Allah SWT.

Merujuk pada buku Keajaiban Doa & Ridho Ibu karya Mutia Mutmainnah, durhaka kepada orang tua disebut juga dengan istilah Uququl Walidain. Durhaka kepada orang tua adalah apa saja yang dapat menyakiti kedua orang tua yang dilakukan oleh anaknya, baik dengan perkataan atau perbuatan.


Terdapat beberapa hadits tentang durhaka kepada orang tua. Berikut hadits tentang durhaka kepada orang tua, perbuatan durhaka, serta akibat durhaka kepada orang tua.

Hadits Durhaka Kepada Orang Tua

Merujuk pada kitab Syarah Bulughul Maram karya Abdullah bin Abdurahman Al Bassam dan Shahih Adabul Mufrad karya Imam Bukhari, berikut beberapa hadits durhaka kepada orang tua:

1. Hadits Bukhari

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian ku beritahu tentang dosa yang paling besar (beliau mengucapkannya tiga kali)?, mereka menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah!’ Beliau bersabda, ‘Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua,’ lalu Nabi duduk dan bersandar kemudian bersabda, ‘Ingatlah juga perkataan palsu.’ Beliau terus mengulangnya sampai kami berkata semoga beliau diam.”

2. Hadits Muttafaq ‘Alaih

Dari Al Mughirah bin Syu’bah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian untuk durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur hidup-hidup anak wanita, tidak melaksanakan kewajiban dan banyak menuntut apa-apa yang tidak menjadi haknya. Sebagaimana Ia pun benci terhadap orang-orang yang terlalu banyak menukil perkataan manusia, banyak bertanya (sedikit beramal) dan menyia-nyiakan harta.”

3. Hadits Abu Bakar

Diriwayatkan dalam Ash-Shahihain dari Abu Bakar RA, bahwa Nabi SAW bersabda,”Maukah kalian kuberi tahu tentang dosa paling besar? Yaitu, syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.”

4. Hadits Muslim

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sungguh rugi, sungguh rugi, dan sungguh rugi! Seorang yang mendapati salah satu dari kedua orang tuanya pada usia lanjut atau kedua-duanya, namun ia tidak masuk surga (lantaran tidak berbakti kepadanya).”

5. Hadits Muslim

Dari Abu At-Thufail, dia berkata, “Ali ditanya apakah Nabi SAW mengkhususkan untuk kalian sesuatu yang tidak dikhususkan untuk semua orang?” Ali menjawab, “Rasulullah tidak mengkhususkan untuk kita sesuatu yang tidak dikhususkan untuk orang lain, kecuali sesuatu yang terdapat dalam sarung pedangku.” Kemudian dia mengeluarkan lembaran darinya, dan tiba-tiba di dalamnya tertulis, “Allah melaknat orang yang menyembelih tanpa menyebut nama Allah, orang yang mencuri tanda-tanda (batasan) tanah, orang yang menyakiti (melaknat) kedua orang tuanya, dan Allah melaknat orang yang melindungi (menolong) pelaku kejahatan.”

Perbuatan Durhaka Kepada Orang Tua

Merujuk pada buku Keajaiban Doa & Ridho Ibu, berikut sebelas perbuatan durhaka kepada orang tua yang menjadi kunci pembuka pintu neraka:

  1. Menyakiti perasaannya
  2. Berkata “Ah” dan mengeraskan surata
  3. Menyakiti fisik
  4. Bakhil (pelit)
  5. Sangat membebani
  6. Berlaku zhalim
  7. Membicarakan keburukan orang tuan (ghibah)
  8. Tidak mengakui orang tua
  9. Tidak peduli dan menjauhi orang tua
  10. Mencaci atau menjadi sebab dicaci orang
  11. Membelakkan mata

Akibat Durhaka Kepada Orang Tua

Seperti yang diketahui, bahwa durhaka kepada orang tua merupakan perbuatan yang sangat buruk dan merupakan kunci pembuka pintu neraka. Merujuk pada buku Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas XI karya Aminudin dan Harjan Syuhada, berikut beberapa akibat yang diperoleh jika durhaka kepada orang tua:

  1. Salatnya tidak diterima di sisi Allah SWT
  2. Dibenci oleh Allah SWT
  3. Diharamkan masuk surga
  4. Segala amal perbuatannya dihapuskan
  5. Dosa-dosanya tidak diampuni
  6. Mendapatkan azab di dunia

(lus/lus)

Sumber : www.detik.com

Image : unsplash.com/ Levi Meir Clancy

Kalimat Tammah, Bacaan Doa dari Malaikat Jibril untuk Usir Jin dan Setan


Jakarta

Muslim meyakini keberadaan jin dan setan yang senang menggoda manusia supaya terjerumus ke dalam keburukan. Tak jarang makhluk halus itu mengganggu dengan menampakkan diri hingga merasuki tubuh agar iman goyah dan muncul rasa takut.

Dalam kondisi tersebut, ada doa yang diajarkan Malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW untuk mengusir jin dan setan pengganggu yaitu kalimat tammah. Dengan membacanya, muslim dapat terhindar dari nafsu dan godaan yang mampu melemahkan iman. Bagaimana bacaannya?

Kalimat Tammah: Arab, Latin, dan Artinya

Mengutip laman NU Online, berikut kalimat tammah yang dapat dibaca untuk mengusir jin dan setan penggoda:


أَعُوذُ بِوَجْهِ اللَّهِ الْكَرِيمِ، وَبِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ الَّتِي لَا يُجَاوِزُهُنَّ بَرٌّ وَلَا فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ، وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيهَا. وَمِنْ شَرِّ مَا ذَرَأَ فِي الْأَرْضِ، وَمِنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَمِنْ شَرِّ فِتَنِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَمِنْ شَرِّ طَوَارِقِ اللَّيْلِ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ إِلَّا طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمَنُ

Arab latin: A’ûdzu biwajhillâhil karîm, wabikalimâtillâhit-tâmmâtil-latî lâ yujâwizuhunnâ barrun wa fâjirun, min syarri mâ yanzilu minas-samâ’i, wa min syarri ma ya’ruju fîhâ, wa min syarri mâ dzara’a fil-ardhi, wamin syarri ma yakhruju minhâ, wa min syarri fitanil-laili wan-nahâri, wamin syarri thawâriqil-laili, wamin syarri kulli thârinin illâ thâriqan yathruqu bi khairin, yâ rahmân.

Artinya: Aku berlindung dengan dzat Allah yang maha mulia, dengan kalimat-kalimat-Nya yang sempurna, yang tidak ada orang baik dan juga orang durhaka yang melampauinya, dari keburukan yang turun dari langit dan keburukan apa pun yang naik ke langit; dari keburukan apa saja yang masuk ke bumi dan keburukan apa saja yang keluar dari bumi; dari keburukan fitnah-fitnah siang dan malam; dari keburukan petaka-petaka malam; dari keburukan setiap petaka yang datang, kecuali petaka yang datang membawa kebaikan, wahai Dzat yang Maha Penyayang.” (HR Malik, Nasa’i, dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud RA)

Peristiwa di Balik Kalimat Tammah

Kalimat tammah diajarkan Malaikat Jibril saat Rasul SAW didatangi jin ifrit yang membawa obor api pada suatu malam. Ada ulama yang berpendapat bahwa Nabi SAW diikuti oleh ifrit pada malam isra, sebagaimana dikutip dari Panduan Praktek Ibadah oleh Yudi Irfan Daniel dan Shabri Shaleh Anwar.

Mengetahui dirinya didatangi jin, Rasulullah SAW kemudian membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Namun ayat yang dibaca beliau tidak mempan dan ifrit justru kian mendekat.

Malaikat Jibril pun berkata kepada beliau, “Maukah ku ajarkan beberapa kalimat yang jika engkau membacanya maka ia (jin) akan jatuh tersungkur dan obornya padam?”

Malaikat Jibril pun mengajarkan kalimat tammah seperti di atas. Setelah Rasul SAW membacanya, jin ifrit lalu tersungkur jatuh dan api obornya lantas mati.

(azn/row)



Sumber : www.detik.com

Kisah Al Qamah, Sahabat yang Saleh Namun Tersiksa Sakaratul Maut Sebab Murka Ibu



Jakarta

Rasulullah SAW memiliki seorang sahabat bernama Al Qamah. Ia dikenal sebagai sosok mukmin beriman dan taat dalam beribadah. Namun menjelang kematiannya, ia justru mengalami sakaratul maut yang cukup menyiksa.

Dikutip dari buku Kisah dan ‘Ibrah oleh Syofyan Hadi digambarkan bahwa Al Qamah adalah seorang yang sangat mulia, taat, rajin beribadah, dan ia bahkan selalu ikut bersama Rasulullah SAW dalam setiap kali peperangan yang beliau pimpin menghadapi kaum musyrik.

Al Qamah memiliki seorang ibu yang sudah tua. Ibunya menjadi wanita yang sangat ia hormati dan sayangi.


Namun sikap Al Qamah berubah saat telah menikah. Ia sangat menyayangi istrinya, sampai-sampai lupa bahwa ada sosok ibu yang harus dilimpahi kasih sayang dan perhatiannya. Apalagi sang ayah telah meninggal dunia.

Al Qamah Duhaka pada Ibunya

Mengutip buku karya Syamsuddin Abu ‘Abdillah Adz-Dzahabi dalam kitab al-Kabair diceritakan Al Qamah kemudian menderita suatu penyakit. Penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan meskipun telah dicoba menggunakan berbagai teknik pengobatan. Lambat laun, sakitnya ini membuat ia sekarat.

Semua orang yang mengenalnya, termasuk Rasulullah SAW berkumpul di rumah Al Qamah dengan tujuan melepas kepergiannya. Semua yang hadir meminta maaf sekaligus memberikan maaf kepadanya.

Kalimat tauhid pun sudah diajarkan kepadanya untuk dibaca, sementara kerabat dan sahabat yang lain membacakan surat Yasin di rumahnya. Namun hari berganti, Al Qamah tak juga menghembuskan napas terakhirnya.

Akhirnya Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya, “Siapa lagi yang belum datang memberikan maaf pada Al Qamah?”

Ternyata yang belum datang memberi maaf kepada Al Qamah adalah ibunya sendiri. Maka Rasulullah SAW mengirim utusan untuk menjemput ibu Al Qamah agar datang ke rumah anaknya yang sedang sekarat dan memberi maaf jika dia pernah berbuat salah.

Dua orang sahabat pergi menemui ibunda Al Qamah dan memberitahukan keadaan anaknya. Ibunya kemudian diminta untuk datang memberikan maaf kepada anaknya. Akan tetapi, ibunya menolak untuk datang dan memberikan maaf.

Pulanglah dua orang sahabat itu menemui Rasulullah SAW dan memberitahukan jawaban ibu Al Qamah.

Rasulullah SAW didampingi beberapa sahabat langsung pergi menemui ibu Al Qamah tersebut. Setelah sampai, Rasulullah SAW mengucapkan salam kepadanya dan mengatakan, bahwa Al Qamah anaknya sudah beberapa hari sekarat. Oleh karena itu, Rasulullah SAW meminta agar ibunya datang dan memberikan maaf kepada anaknya.

Saat sang ibu berhasil dijemput, Rasulullah SAW bertanya, “Apa tingkah Al Qamah yang memberatkan dirinya ini? Jika ada dosa terhadap ibu sendiri, maka perlu dimaafkan.”

Sang ibu lalu menyebut bahwa Al Qamah merupakan anak yang baik dan taat kepada Allah SWT. Ia menceritakan terkait anaknya yang telah berumah tangga dan tidak lagi memperhatikan dirinya.

Al Qamah hendak Dibakar

Murka sang ibulah yang membuat lidah Al Qamah kelu untuk mengucap syahadat. Rasulullah SAW kemudian berseru, “Kalau begitu, ayo para sahabat kumpulkan kayu bakar yang banyak, supaya Al Qamah dibakar saja.”

Mendengarkan kabar bahwa anaknya akan dibakar, menangislah perempuan tua itu dan segeralah dia pergi menemui anaknya, memeluknya dan menangis sambil memberikan maaf atas kesalahan anaknya itu.

Setelah mendapat maaf dari sang ibu, Al Qamah kemudian meninggal dengan tenangnya setelah mengucapakan kalimat syahadat.

Dari kisah Al Qamah, kita dapat mengambil pelajaran berharga. Orang tua tidak meridhai seorang anak, maka Allah SWT pun tidak meridhainya. Betapapun shalih dan banyaknya amalan seseorang, jika hubungan dengan orang tuanya tidak baik, maka sia-sialah kebaikannya yang banyak itu.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pemuda Kaya yang Durhaka pada Ayahnya, Calon Ahli Neraka


Jakarta

Di zaman Rasulullah SAW hidup seorang lelaki yang durhaka kepada ayahnya. Ia memiliki banyak harta dan suka bersedekah kepada banyak orang namun tidak memperdulikan ayahnya.

Berbuat baik kepada sesama adalah perintah bagi seluruh muslim, namun berbuat baik kepada orang tua termasuk sebuah kewajiban. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman melalui surah Al-Luqman ayat 14,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ


Artinya: Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.

Kisah seorang pemuda durhaka yang menjadi ahli neraka ini dikisahkan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah oleh Fuad Abdurahman.

Suatu hari seorang laki-laki tua menemui Rasulullah SAW dan mengadukan perilaku anaknya yang kaya raya tetapi kerap mengabaikannya.

Laki-laki tua tersebut menuturkan, “Wahai Rasulullah, anakku berbuat baik kepada semua orang dan mau membantu mereka, tetapi ia tidak mau membantuku sebagai orangtuanya. Bahkan, ia mengusirku dari rumahnya.”

Mendengar laporan orangtua itu, Rasulullah SAW segera mengutus seorang sahabat untuk menemui anak itu dan menasihatinya agar mau menerima dan mengurus ayahnya. Namun, pemuda itu berbohong dengan mengatakan, “Aku tidak punya cukup harta untuk mengurusi ayahku.”

Ia mengatakan hal tersebut hanya sebagai alasan, padahal pemuda ini memiliki banyak harta dan stok makanan berlimpah.

Rasulullah SAW berkata, “Aku tahu, kau punya gudang gandum dan kurma. Kau juga memiliki simpanan uang yang sangat banyak.”

Pemuda itu tetap mengelak, “Wahai Rasulullah, siapa pun yang mengatakan hal itu kepadamu pasti telah berdusta.”

Pesan Rasulullah SAW pada Pemuda Durhaka

Rasulullah SAW telah berusaha menasehati pemuda itu namun tak membuahkan hasil. Pemuda tersebut tetap bersikukuh tak mau berbuat baik pada ayahnya.

Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Berdiri dan pergilah dari hadapanku. Ingatlah! Tak lama lagi kau akan menyesal dan di saat itu datang, penyesalanmu itu tak lagi berguna.”

Untuk ayah dari pemuda tersebut Rasulullah SAW menyediakan tempat tinggal dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari baitulmal.

Mengetahui sang ayah tak lagi mengganggu, pemuda durhaka tersebut lantas merasa senang dan bebas karena tidak lagi mendapat rengekan dari ayahnya.

Balasan bagi Anak Durhaka

Tak lama waktu berlalu, tiba saat untuk menjual kurma dan gandum. Namun nasib sial menghampiri pemuda tersebut, seluruh bahan makanan yang disimpan di gudang ludes dimakan hama.

Pemuda itu membuka gudang tempat penyimpanan kurma miliknya. Namun, ia terkejut saat mendapati semua kurma di dalam gudangnya telah habis dimakan ulat. Tak ada yang tersisa sedikit pun kecuali biji-biji kurma yang tidak lagi laku dijual.

Kemudian, ia bergegas pergi menuju gudang tempat penyimpanan gandumnya. Lagi-lagi ia kaget dan marah melihat gandum di dalam gudangnya diserang serangga. Hewan kecil itu memakan seluruh gandum hingga yang tersisa hanya batangnya.

Tentu saja hal ini membuat pemuda tersebut mengalami kerugian yang besar dalam waktu sekejap.

Meskipun telah mendapatkan musibah yang besar, pemuda ini tak juga menyadari kesalahannya. Ia tak kunjung meminta maaf kepada sang ayah.

Beberapa hari setelah musibah itu, ia jatuh sakit. Dan ketika ia hendak mengambil uang yang selama ini disimpannya untuk berobat, lagi-lagi ia terkejut karena semua uangnya telah berubah menjadi lempengan tembikar tak berharga.

Semua teman dan kerabat menjauhi pemuda ini karena penyakit yang dideritanya. Semakin hari keadaannya semakin memprihatinkan.

Suatu hari Rasulullah SAW berjalan bersama beberapa sahabat. Beliau melihat pemuda itu duduk di pinggir gang dengan kondisi yang sangat mengenaskan.

Beliau menoleh kepada sahabatnya dan berkata, “Hai orang-orang yang durhaka kepada ayah dan ibunya, ambillah pelajaran dari orang ini. Alih-alih mendapatkan kedudukan mulia di surga, itulah yang ia dapatkan. la merasa mampu membeli surga dengan harta dan kedudukannya. Ketahuilah! Sebentar lagi pemuda ini akan meninggal dunia dan masuk Neraka Jahanam.”

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata: “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, ‘Ya Rasulullah siapakah orang yang paling berhak aku layani (patuhi)?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ayahmu.” (HR Bukhari & Muslim)

Berbuat baik kepada orangtua adalah ciri orang beriman, siapapun yang beriman kepada Allah SWT hendaknya ia memuliakan orangtuanya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Sosok Anak Nabi yang Masuk Neraka karena Tak Hiraukan Ayahnya


Jakarta

Tak semua anak nabi berada dalam jalan yang benar mengikuti jejak sang ayah. Ada yang ingkar dan menolak dakwah ayahnya hingga akhirnya masuk neraka.

Salah satu anak nabi yang masuk neraka adalah Kan’an. Ia adalah anak Nabi Nuh AS. Meskipun ayahnya adalah seorang Nabi yang diutus untuk menyelamatkan umatnya, anak Nabi Nuh AS memilih jalan yang berbeda.

Dalam momen penting saat bahtera Nuh sedang disiapkan, anaknya menolak untuk naik, sehingga ia tenggelam bersama kaum yang ingkar dan dikisahkan masuk neraka sebagai balasan atas keingkarannya.


Kisah anak Nabi Nuh AS ini diabadikan dalam Al-Qur’an. Berikut kisah selengkapnya.

Kisah Kan’an Putra Nabi Nuh AS

Dikutip dari buku Memang Untuk Dibaca: 100 Kisah Islami Inspiratif Pembangun Jiwa tulisan Rian Hidayat, anak Nabi Nuh AS yang bernama Kan’an berbeda dengan saudara-saudaranya yang beriman, seperti Sam, Ham, dan Yafits. Kan’an memilih jalan yang berbeda yakni jalan kekafiran.

Sebagai anak Nabi, keputusan Kan’an untuk kafir tentu menjadi perhatian, namun Al-Qur’an dengan jelas menggambarkan bahwa setiap manusia dewasa bertanggung jawab atas pilihan keimanannya sendiri. Nabi Nuh AS, meskipun seorang Nabi, tidak dapat memaksakan hidayah kepada anaknya. Kan’an memilih untuk mengingkari ajaran yang dibawa ayahnya, dan sebagai akibatnya, ia termasuk golongan yang akan mendapatkan azab Allah SWT.

Saat perintah Allah SWT datang untuk membangun bahtera guna menyelamatkan kaum beriman dari banjir besar yang akan menjadi azab bagi kaum kafir, Nabi Nuh AS dengan taat melaksanakan perintah itu. Bahtera besar tersebut siap menampung siapa pun yang beriman kepada Allah SWT dan mengikuti ajaran Nabi Nuh AS.

Namun, di saat genting, ketika air banjir mulai meninggi, Kan’an tetap dalam kekafirannya. Ia memilih untuk tidak menaati perintah Allah SWT dan ajakan ayahnya, Nabi Nuh AS, dan justru berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dengan mendaki gunung yang tinggi. Ia yakin bahwa gunung tersebut akan melindunginya dari banjir besar yang datang.

Namun, seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 42-45, usaha Kan’an sia-sia. Ketika Nabi Nuh AS melihat anaknya berada di tempat yang jauh dari bahtera, beliau memanggil dengan penuh kasih, mengajak Kan’an untuk naik ke bahtera bersama kaum beriman.

Nabi Nuh AS memohon dengan mengatakan, “Hai anakku, naiklah bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang yang kafir.” Akan tetapi, dengan penuh kesombongan, Kan’an menjawab bahwa ia akan berlindung di gunung yang tinggi, yang menurutnya akan menyelamatkannya dari air bah.

Nabi Nuh AS menegaskan bahwa tak ada yang dapat menyelamatkan dari azab Allah SWT, kecuali rahmat-Nya. Pada akhirnya, gelombang besar air banjir menghantam Kan’an, menenggelamkannya bersama kaum kafir lainnya yang menolak ajaran Allah SWT. Dengan ini, Kan’an menjadi salah satu yang mendapatkan azab dari Allah SWT karena kekafirannya, meskipun ia adalah anak seorang nabi.

Setelah Kan’an tenggelam, Nabi Nuh AS merasa sangat sedih. Beliau berdoa kepada Allah SWT dan menyebut Kan’an sebagai bagian dari keluarganya. Dalam doanya, Nabi Nuh AS berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah benar, dan Engkau adalah Hakim yang paling adil.”

Larangan Durhaka kepada Orang Tua

Kisah durhaka kepada orang tua, seperti yang terlihat pada cerita Kan’an, adalah pelajaran berharga yang mengingatkan muslim akan pentingnya menghormati dan mematuhi orang tua. Dalam kisah ini, Kan’an, putra Nabi Nuh AS, dengan tegas menolak ajaran yang disampaikan ayahnya untuk beriman kepada Allah SWT. Sikap pembangkangannya ini membawa konsekuensi berat, ia akhirnya tenggelam dalam banjir besar sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT.

Larangan durhaka kepada orang tua sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Dikutip dari buku Aqidah Akhlaq yang ditulis oleh Ahmad Kusaeri, orang tua memiliki tugas mulia dalam membimbing anak-anak mereka ke jalan yang benar, dengan penuh cinta dan kesabaran.

Setiap orang tua pasti berharap anaknya menjadi pribadi yang saleh, berbakti, dan membawa kebaikan. Oleh karena itu, penting bagi seorang anak untuk mendengarkan nasihat dan arahan orang tuanya, karena nasihat tersebut diberikan untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat.

Anak yang durhaka pada orang tua, sebagaimana digambarkan dalam kisah Kan’an, akan ditinggalkan dan tidak akan diselamatkan dari kecelakaan hidup. Allah SWT memperingatkan bahwa pembangkangan seperti ini membawa dampak buruk, bukan hanya bagi si anak, tetapi juga bagi keluarga dan lingkungannya.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Kan’an, Putra Nabi Nuh AS yang Durhaka dan Pura-pura Beriman



Jakarta

Kan’an adalah salah putra dari Nabi Nuh AS. Ia merupakan anak yang durhaka dan menyembunyikan kebencian terhadap sang ayah dengan berpura-pura beriman.

Menukil dari buku Menengok Kisah 25 Nabi & Rasul karya Ustaz Fatih, Nuh AS memiliki empat orang putra. Putra pertamanya bernama Kan’an, putra kedua bernama Yafith, ketiga bernama Sam dan keempat bernama Ham.

Suatu hari, Nabi Nuh AS memerintahkan kaumnya untuk naik ke bahtera. Ia juga membawa hewan-hewan naik ke bahtera tersebut agar selamat dari azab yang Allah SWT ditimpakan.


Kala itu, Allah SWT mengazab kaum Nabi Nuh AS yaitu bani Rasib seperti dijelaskan dalam Qashash al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid. Mereka memperlakukan Nuh AS dengan kasar dan menyekutukan sang Khalik hingga akhirnya Allah SWT menurunkan banjir bandang yang luar biasa dahsyatnya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 14-15,

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ ١٤
فَاَنْجَيْنٰهُ وَاَصْحٰبَ السَّفِيْنَةِ وَجَعَلْنٰهَآ اٰيَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ١٥

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim. Maka, Kami selamatkan Nuh dan para penumpang bahtera serta Kami jadikannya sebagai pelajaran bagi alam semesta.”

Kan’an enggan ikut dengan sang ayah meski Nabi Nuh AS sudah memintanya. Ini diceritakan dalam firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 42-43,

وَهِىَ تَجْرِى بِهِمْ فِى مَوْجٍ كَٱلْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبْنَهُۥ وَكَانَ فِى مَعْزِلٍ يَٰبُنَىَّ ٱرْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلْكَٰفِرِينَ قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ

Artinya: “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir,”

Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!”

Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.”

Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud: 42-43)

Dikisahkan dalam buku Insan Pilihan Tuhan tulisan M Arief Hakim, Kan’an tidak mendengar sang ayah dan mendaki ke atas gunung untuk menyelamatkan diri tanpa rasa takut. Air terus mengejarnya sampai ke puncak gunung.

Putra Nuh AS berpikir dia akan selamat namun nyatanya air bah menelan Kan’an dan ia tenggelam dalam pusaran air yang dahsyat bersama kaum Nuh AS yang zalim. Dalam keadaan seperti itu, Nabi Nuh AS memohon kepada Allah SWT agar putranya diselamatkan seperti disebutkan pada surah Hud ayat 45,

وَنَادَىٰ نُوحٌ رَّبَّهُۥ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ٱبْنِى مِنْ أَهْلِى وَإِنَّ وَعْدَكَ ٱلْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ ٱلْحَٰكِمِينَ

Artinya: “Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.”

Lalu, Allah SWT menjawab dalam firman-Nya pada surah Hud ayat 46,

قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ ۖ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۖ إِنِّىٓ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ ٱلْجَٰهِلِينَ

Artinya: “Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.”

Kisah Kan’an, putra Nabi Nuh AS, yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah SWT semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ingkar. Naudzubillah min dzalik.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Pahala Istri Merawat Suami yang Sedang Sakit dalam Islam


Jakarta

Kesetiaan seorang istri dapat diukur dari seberapa ikhlas ia merawat suami ketika dalam keadaan sakit. Kepedulian istri yang menemani kesembuhan suami merupakan bentuk penghormatan dan kasih sayang.

Sedangkan ketidakpedulian seorang istri ketika suaminya sakit itu merupakan bentuk kedurhakaan. Istri yang durhaka terhadap suami yang sedang sakit akan mendapatkan laknat dari Allah SWT.

Masykur Arif Rahman dalam buku Istri yang Paling Dibenci Allah Sejak Malam Pertama mengutip perkataan Anas bin Malik yang mengatakan, “Beberapa sahabat Rasulullah SAW berkata kepadanya, ‘Wahai Rasulullah, hewan ternak ini tak berakal, tetapi sujud kepada tuannya. Kami adalah makhluk berakal maka sepatutnya kami pun bersujud kepada Tuan.’


Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak patut seseorang sujud kepada orang lain. Sekiranya seseorang boleh sujud kepada orang lain, tentu akan aku suruh seorang istri sujud kepada suaminya karena besarnya hak suami atas istrinya. Sekiranya suami menderita luka dari ujung kaki sampai ujung kepalanya, berbau busuk dan nanah meleleh pada tubuhnya, kemudian istrinya datang kepadanya sampai menjilatinya sampai kering maka bukti seperti itu belum dapat dikatakan menunaikan hak suaminya (sepenuhnya).” (HR. Ahmad dan Nasa’i).

Dari penjelasan hadits tersebut, kepatuhan seorang istri belum sempurna meskipun sudah melakukan yang terbaik untuk suaminya ketika dalam keadaan sakit. Apalagi sang istri tidak peduli terhadap suaminya ketika sakit. Maka, sangat pantas seorang istri yang tidak peduli diganjar dengan siksaan yang amat pedih di akhirat kelak.

Tapi bagaimana jika istri yang sakit?

Dalam buku Pedoman Ilahiah dalam Berumah Tangga yang ditulis Muhammad Albahi, dkk mengatakan bahwa ketika istri sakit, seorang suami harus merawatnya dengan kasih sayang dan tidak memaksanya mengurus rumah tangga.

Pernah Utsman bin Affan menjaga istrinya sakit, yaitu putri Rasulullah SAW, Nabi melarangnya ikut perang Badar:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ إِنَّمَا : إنما تغيب عثمان عن عن بدر فإنه كَانَتْ تَحْتَهُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ مَرِيضَةً
فَقَالَ لَهُ النَّبي صلّى اللهُ عليهِ وسلَّم إن لك أجر رجل ممن شهد بدرا . وسهمه

Artinya: Dari Ibnu ‘Umar berkata ia; Sesungguhnya Utsman tidak ikut serta dalam Perang Badar karena dia sedang menunggui putri Rasulullah SAW yang sedang sakit. Nabi berkata kepadanya, ‘kamu tetap mendapatkan pahala seperti orang yang ikut terlibat dalam perang Badar dan panahnya (HR. Bukari).

Suami yang merawat istri ketika sakit sama dengan keutamaan orang yang ikut Perang Badar. Hal itu juga berlaku ketika istri sedang hamil atau melahirkan seorang suami sebaiknya mengerjakan pekerjaan rumah, itu adalah suatu kemuliaan dan bentuk kasih sayang.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com