Tag Archives: farid nu

Kapan Waktu Terbaik Memotong Kuku? Ini Penjelasan dan Urutan Lengkapnya


Jakarta

Merawat kebersihan tubuh adalah bagian dari ajaran Islam yang tidak bisa disepelekan. Salah satu caranya adalah dengan rutin memotong kuku. Meski terlihat sederhana, kebiasaan ini termasuk sunnah fitrah yang diajarkan Rasulullah SAW. Bahkan, jauh sebelum dunia medis menyarankan pentingnya kebersihan kuku, Islam sudah lebih dulu menekankannya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 222,

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ


Arab latin: innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn(a).

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Ayat ini menegaskan bahwa menjaga kebersihan adalah bagian dari ibadah yang dicintai oleh Allah, termasuk lewat hal sederhana seperti memotong kuku.

Memotong Kuku dalam Islam

Dalam buku Seri Fikih Kehidupan karya Ahmad Sarwat, Lc., MA, dijelaskan bahwa meskipun kuku bisa tampak bersih secara kasat mata, para ahli kesehatan tetap menyarankan untuk memotongnya secara rutin. Kuku yang panjang mudah menyimpan kotoran dan bisa menjadi tempat tumbuhnya bakteri.

Islam sejak awal telah mengajarkan pentingnya kebersihan lewat sunnah fitrah. Rasulullah SAW bersabda:

“Lima hal yang termasuk fitrah: mencukur bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR. Jama’ah)

Urutan Memotong Kuku yang Dianjurkan

Ternyata, Islam tidak hanya menyarankan untuk memotong kuku, tapi juga mengatur adab dan urutannya. Dalam Syarah Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi yang diterjemahkan oleh Abu Kanzoon Wawan Djunaedi, dijelaskan bahwa cara memotong kuku yang dianjurkan adalah:

  • Dimulai dari tangan kanan: mulai dari jari telunjuk, lalu jari tengah, jari manis, jari kelingking, dan terakhir ibu jari.
  • Lanjut ke tangan kiri: mulai dari jari kelingking hingga ibu jari.
  • Kemudian kaki kanan: dari jari kelingking hingga ibu jari.
  • Terakhir kaki kiri: dari ibu jari hingga jari kelingking.

Urutan ini bukan kewajiban, tapi termasuk dalam sunnah yang dianjurkan.

Kapan Sebaiknya Memotong Kuku?

Lalu, kapan waktu yang tepat untuk memotong kuku? Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah SAW memberi batas waktu agar kuku tidak dibiarkan terlalu panjang:

“Ditetapkan waktu bagi kami dalam memotong kumis, menggunting kuku, mencabut rambut ketiak, dan mencukur rambut kemaluan agar kami tidak membiarkannya lebih dari 40 malam.” (HR. Muslim)

Artinya, idealnya kuku dipotong sebelum mencapai 40 hari. Tidak ada hari khusus yang diwajibkan, namun memotong kuku secara rutin tetap sangat dianjurkan.

Menurut buku Fiqih Praktis Sehari-hari oleh Farid Nu’man, Islam tidak menetapkan hari tertentu untuk memotong kuku. Namun, sebagian ulama, terutama dalam mazhab Syafi’i menyebutkan bahwa memotong kuku pada hari Jumat, Kamis, atau Senin dianggap lebih utama.

Seperti yang ditulis dalam buku Fikih Empat Madzhab Jilid 3 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi:

“Memotong kuku yang panjang pada hari Jumat adalah sunnah bagi yang sedang tidak ihram. Begitu pula hari Kamis dan Senin.”

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Makan Darah dan Jeroan dalam Islam


Jakarta

Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita memperhatikan hukum dari makanan yang hendak dikonsumsi. Sebab, ada beberapa jenis makanan yang kerap kali dinikmati masyarakat umum tetapi dilarang dalam Islam.

Oleh karenanya, penting bagi muslim mengetahui makanan yang halal dan haram. Menukil dari buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII oleh Zainal Muttaqin dan Amir Abyan, makanan haram dapat menyebabkan doa seseorang tak dikabulkan Allah SWT.


Keterangan tersebut bersandar pada riwayat dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda,

“Sesungguhnya Allah SWT adalah Zat Yang Mahabaik, tidak mau menerima kecuali yang baik; dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mukmin sesuai dengan yang diperintahkan kepada rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan kerjakanlah yang saleh.’ Allah SWT berfirman, ‘Wahai orang-orang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu’…” (HR Muslim)

Salah satu makanan yang dilarang dalam Islam adalah darah. Larangan ini dijelaskan dalam surah An Nahl ayat 115.

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Memakan Darah Diharamkan dalam Islam

Terkait diharamkannya darah juga disebutkan dalam surah Al Maidah ayat 3,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحْمُ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلْمُنْخَنِقَةُ وَٱلْمَوْقُوذَةُ وَٱلْمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ

Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala…”

Menukil dari Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur Jilid 1 susunan Prof Dr Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy diharamkannya darah dalam Islam dikarenakan kemudharatannya sebagaimana halnya memakan bangkai binatang. Maksud darah di sini adalah darah hewan yang keluar atau mengali dari tubuh saat proses penyembelihan.

Di Indonesia, terdapat olahan darah hewan yang disebut dengan marus. Makanan ini kerap diolah dan dikonsumsi.

Cara pembuatannya adalah dengan merebus darah hewan hingga mengental dan membeku sampai menyerupai tekstur dan bentuk limpa. Meski berbeda setelah diolah, marus tetaplah darah dan dikategorikan haram dimakan dalam Islam karena dianggap najis.

Islam hanya memperbolehkan dua jenis darah yang dibekukan untuk dikonsumsi, yaitu hati dan limpa. Nabi Muhammad SAW secara khusus menghalalkan konsumsi kedua organ tersebut karena memiliki sifat dan status berbeda dengan darah lain.

Hati dan limpa sudah dari asalnya terbentuk seperti itu, sehingga konsumsi kedua organ itu tak melanggar prinsip syariat. Nabi SAW bersabda,

“Dihalalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah. Bangkai ikan dan belalang. Hati dan limpa.” (HR Baihaqi)

Bagaimana Hukum Memakan Jeroan dalam Islam?

Mengutip buku Fiqih Praktis Sehari-hari yang disusun Farid Nu’man Hasan, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum memakan jeroan. Mayoritas ulama memperbolehkan, sementara Imam Abu Hanifah melarang dengan alasan jeroan termasuk khabaaits atau buruk yang terlarang untuk dimakan.

Namun, pendapat yang kuat adalah boleh makan jeroan karena memang tidak ada dalil tegas yang melarangnya. Justru, terdapat dalil yang memperbolehkannya yaitu hadits sebelumnya terkait kehalalan memakan hati dan limpa yang juga merupakan jeroan.

Adapun, terkait babat, usus, hati, maupun paru-paru, jika sudah dibersihkan dan dimasak hukumnya sama seperti bagian tubuh lain. Imam al-Hathab RA menjelaskan,

“Imam Malik berkata, dalam Al Mudawwanah, ‘Apa-apa yang menempel dengan daging baik berupa lemak, hati, perut (babat), jantung, paru-paru, limpa, ginjal, kerongkongan, biji zakar, betis, kepala, maupun semisalnya hukumnya sama seperti hukum (makan) daging.” (Imam al-Hathab, Mawahib al-Jalil)

Dari penjelasan tersebut, mayoritas ulama memperbolehkan memakan jeroan hewan yang halal untuk dimakan karena sama seperti daging dan tak ada dalil yang melarangnya, kecuali Imam Abu Hanifah yang memakruhkan dengan alasan jeroan itu adalah khabaaits.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com