Tag Archives: fatimah az – zahra

Rasulullah SAW Pernah Larang Ali bin Abi Thalib Poligami, Mengapa Demikian?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW pernah melarang Ali bin Abi Thalib RA untuk melakukan poligami. Sebagaimana diketahui, poligami diperbolehkan dalam Islam selama suami bisa berlaku adil dalam memperlakukan istri-istrinya.

Menurut buku Konsepsi Al-Qur’an, Kajian Tafsir Tematik Atas Sejumlah Persoalan Masyarakat Seri 2 yang disusun Mardan, poligami adalah penggalan kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu poli atau polus yang artinya banyak. Kata kedua adalah gamein atau gamos dengan makna perkawinan sehingga jika digabung berarti perkawinan yang memiliki banyak pasangan.

Poligami dalam Islam dibatasi hanya sampai empat orang. Artinya, seorang lelaki hanya boleh menikahi maksimal empat orang istri.


Terkait poligami turut dijelaskan dalam surah An Nisa ayat 3,

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

Artinya: “Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.”

Cerita Rasulullah SAW Pernah Larang Ali bin Ali Thalib RA Poligami

Mengutip dari buku Amazing Stories Fatimah karya Zakiah Nur Jannah, Ali bin Abi Thalib RA sempat ingin berpoligami dengan putri Abu Jahal. Mendengar itu, Fatimah Az Zahra yang merupakan istri Ali RA mengadukan hal itu kepada ayahnya, Rasulullah SAW.

“Kaummu mengira bahwa engkau tidak ikut marah apabila putrinya marah. Ali ingin menikahi putri Abu Jahal,” kata Fatimah.

Rasulullah SAW lantas berdiri dan berkata sebagaimana disebutkan dalam hadits,

“Sungguh Fatimah adalah bagian dariku. Aku tidak suka apabila ia disakiti. Demi Allah, putri utusan Allah dan putri musuh Allah tidak bisa berkumpul pada satu suami.” (HR Bukhari dan Muslim)

Turut diterangkan melalui buku Pernikahan Menurut Islam tulisan Samsurizal, Rasulullah SAW melarang Ali bin Abi Thalib RA berpoligami karena beliau merupakan wali dari Ali. Sementara itu, wanita yang ingin dinikahi adalah putri dari Abu Jahal.

Sebagaimana diketahui, Abu Jahal adalah tokoh Quraisy yang sangat benci kepada Islam. Perlawanannya terhadap agama Allah SWT sangat keji sehingga dikhawatirkan timbul fitnah serta pengaruh yang buruk.

Dengan begitu, larangan Rasulullah SAW terhadap Ali bin Abi Thalib RA untuk berpoligami bukan karena melanggar ketentuan Allah SWT. Tetapi, hal tersebut dilakukan demi mencegah fitnah yang akan timbul.

Beliau bersabda,

“Sungguh aku tidak mengharamkan yang halal, tapi demi Allah, tidak akan bersatu putri Rasulullah dengan putri dari musuh Allah SWT dalam satu tempat selama-lamanya.”

Karena kecintaan Ali bin Ali Thalib RA yang luar biasa terhadap Fatimah Az Zahra, akhirnya ia memutuskan untuk tidak menikahi putri Abu Jahal. Mendengar itu, Fatimah merasa lega dan keduanya hidup bahagia sepanjang hayat.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata,

“Aku bertanya kepada Rasulullah SAW di antara kami berdua, siapakah yang lebih engkau cintai, aku atau Fatimah?” Rasulullah SAW menjawab, “Fatimah lebih aku cintai daripada kamu, dan kamu lebih mulia bagiku daripada dia.” (Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Musnad Abu Ya’la, dan lain-lain)

Istri Boleh Menolak Poligami Jika Tak Sesuai Syariat

Berdasarkan cerita Rasulullah SAW yang melarang Ali bin Abi Thalib RA untuk poligami, maka dapat diketahui bahwa seorang wanita diperbolehkan menolak niatan suaminya untuk berpoligami apabila hal itu dilakukan tidak sesuai syariat Islam. Sebagai contoh, suami menikahi wanita yang telah memiliki suami juga atau wanita musyrik.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 221,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ ٢٢١

Artinya: “Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Fatimah Az-Zahra, Putri Nabi Muhammad SAW yang Jadi Teladan Para Istri



Jakarta

Fatimah Az-Zahra adalah putri Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah binti Khuwailid r.a. Kepribadiannya menjadi sosok teladan bagi para Istri dan kaum wanita.

Disebutkan dalam buku The Great Sahaba karya Rizem Aizid, Fatimah az-Zahra lahir lima tahun sebelum Rasulullah SAW mendapat wahyu pertama. Fatimah juga menjadi anak kesayangan Rasulullah SAW.

Rasa cinta dan sayang Rasulullah SAW kepada Fatimah Az-Zahra diungkapkan melalui perkataan beliau yang menyatakan bahwa putrinya merupakan bagian dari tubuhnya. Barang siapa yang menyebabkan seorang Fatimah marah, berarti ia telah menyebabkan Rasulullah SAW marah.


Pernikahan Fatimah Az Zahra dengan Ali bin Abi Thalib

Kehidupan Fatimah Az-Zahra r.a. tidak pernah jauh dari Rasulullah SAW, kecuali setelah dirinya dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib r.a. Keduanya dinikahkan pada tahun 2 Hijriah.

Konon, diceritakan sebelum Ali bin Abi Thalib datang melamar putri Rasulullah SAW, ada dua orang sahabat Nabi yang lebih dulu melamarnya. Kedua sahabat tersebut Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Akan tetapi, lamaran kedua sahabat Rasulullah SAW yang sangat berjasa besar dalam hidup beliau ditolak. Lalu, tibalah Ali bin Abi Thalib datang melamar putri beliau. Tanpa disangka-sangka, Rasulullah SAW langsung menyetujuinya.

Pernikahan Fatimah Az-Zahra dengan Ali bin Abi Thalib berlangsung sejahtera dan bahagia. Selama Fatimah Az-Zahra masih hidup, Ali bin Abi Thalib tidak pernah memadu Fatimah atau menikahi wanita lain.

Kedua pasangan tersebut turut dikaruniai empat orang anak, yaitu dua orang putra dan dua orang putri. Nama kedua putra mereka adalah Hasan dan Husain. Keduanya menjadi cucu yang sangat disayangi Rasulullah SAW. Sedangkan nama kedua putri mereka yaitu Zainab dan Ummu Kultsum.

Fatimah Az-Zahra sebagai Sosok Teladan Para Istri

Sebagai seorang istri dan ibu, sifat dan perilaku Fatimah Az-Zahra patut menjadi teladan para istri. Ibnu Marzuqi Al-Gharani dalam bukunya The Great Mothers menyebutkan, Fatimah merupakan wanita yang sederhana dan bersahaja.

Fatimah tidak pernah mementingkan kecantikan maupun kemegahan, melainkan lebih mementingkan keridhaan Allah SWT. Kehidupan rumah tangga yang sederhana membuatnya merasa cukup dan bahagia.

Sikap qana’ah dalam diri Fatimah juga menjadi suatu hal istimewa bagi anak-anaknya. Ia telah mendidik putranya, Hasan dan Husein, untuk tumbuh menjadi generasi utama yang tidak terlena dengan kemewahan harta.

Kepandaian Fatimah Az-Zahra dalam mengasuh buah hatinya tidak terlepas dari naluri kewanitaannya yang begitu halus. Kebersamaannya bersama ayahanda tercinta, Nabi Muhammad SAW, telah mendidik Fatimah untuk memiliki perasaan yang halus.

Selain itu, Fatimah juga sering memberikan pujian kepada putra-putranya. Hal tersebut dilakukan untuk membentuk kepercayaan diri kedua anaknya.

Wafatnya Fatimah Az Zahra

Sayangnya, kehidupan Fatimah Az Zahra tidak dikaruniai umur yang panjang. Dikisahkan dalam buku Ali bin Abi Thalib Ra oleh Abdul Syukur al-Azizi, setelah wafatnya Rasulullah SAW, Fatimah seperti tak kuasa lagi hidup lama.

Kesedihan selalu muncul setiap kali mendengar adzan, terlebih saat dikumandangkan lafal ‘asyhadu anna muhammadar rasulullah’. Kerinduannya untuk bertemu ayahanda semakin menyesakkan dadanya.

Sampai pada tanggal 3 Ramadan 11 H (632 M) atau beberapa bulan setelah Rasulullah SAW wafat, Fatimah Az-Zahra akhirnya turut memejamkan mata untuk selama-lamanya.

Sebelum wafat, Fatimah berwasiat kepada suaminya dalam usia 28 tahun (ada riwayat lain yang mengatakan usia 27 atau 29 tahun). Ia berwasiat tentang anak-anaknya yang masih kecil dan berwasiat agar dikuburkan secara rahasia.

Fatimah dimakamkan di tengah kegelapan malam secara sembunyi-sembunyi oleh Ali bin Abi Thalib beserta kedua putranya, Hasan dan Husein, serta terdapat beberapa sahabat terdekat. Hingga saat ini, konon keberadaan makamnya masih misterius.

Demikian kisah fatimah Az Zahra putri Nabi Muhammad SAW yang menjadi sosok teladan para Istri. Bagi muslimah yang meneladani dan mencontoh sosok Fatimah, diharapkan dapat menjadi sosok istri dan ibu yang bermartabat di hadapan Allah SWT.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Fatimah az-Zahra dan Batu Penggiling Gandum yang Berputar Sendiri



Jakarta

Allah SWT berkehendak atas segala sesuatu. Termasuk pada batu penggiling gandum milik Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah SAW, yang bisa berputar sendiri untuk menggiling gandum.

Fatimah Az-Zahra merupakan putri kesayangan Rasulullah SAW, namun tak sedikitpun ia dimanjakan dalam hidupnya. Setelah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga, berdua saja dengan sang suami.

Salah satu pekerjaannya adalah menggiling gandum dengan batu yang cukup berat. Pekerjaan ini kadang kala membuat Fatimah kelelahan.


Dikisahkan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW oleh Fuad Abdurahman yang juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, diceritakan bahwa suatu hari Rasulullah SAW berkunjung ke rumah Fatimah Az-Zahra dan melihat sang putri tengah menggiling gandum sambil menangis.

Batu Penggiling Gandum yang Berputar Sendiri

Melihat sang putri kesayangan menangis, Rasulullah heran dan bertanya, “Putriku, mengapa engkau menangis?”

Fatimah kemudian menjawab, “Duhai Ayah, aku menangis karena batu penggilingan ini, dan juga karena beratnya pekerjaan rumah,” ujar Fatimah, “Bagaimana jika Ayah meminta kepada Ali untuk memberikanku seorang budak perempuan untuk membantu pekerjaan rumah?”

Rasulullah SAW yang sedari tadi duduk di dekat Fatimah berjalan mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil setangkup gandum dengan tangannya yang penuh berkah, lalu meletakkan gandum itu kembali di penggilingan, seraya membaca Bismillahi rrahmani rrahim. Dengan izin Allah, penggilingan itu berputar sendiri menggiling gandum.

Bahkan, batu itu bertasbih kepada Allah SWT dengan bahasa yang berbeda-beda.

Ketika dirasa sudah selesai menggiling, Rasulullah SAW berkata kepada batu itu, “Diamlah engkau, dengan izin Allah!”

Seketika itu juga batu penggilingan itu tak bergerak. Namun, tak lama kemudian, batu itu berbicara menuliskan dengan bahasa Arab, “Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan benar sebagai nabi dan rasul, sekiranya engkau memerintahkanku untuk menggiling gandum yang ada di Timur dan Barat, niscaya akan kulakukan.”

Batu itu juga membacakan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat At- Tahrim ayat 6,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

“Sungguh aku sangat takut, wahai Rasulullah, aku takut menjadi batu yang masuk neraka,” sambung batu tersebut.

Rasulullah SAW menjawab, “Bergembiralah, karena kau termasuk batu yang akan menjadi bagian istana Fatimah kelak di surga.”

Batu itu merasa gembira mendengarnya dan akhirnya ia diam.

Rasulullah SAW Menghibur Hati Fatimah Az-Zahra

Meskipun batu tersebut bisa saja membantu Fatimah Az-Zahra menggiling gandum, Rasulullah SAW tidak mengizinkannya. Beliau justru menghibur hati sang putri.

Rasulullah SAW berkata kepada putrinya, “Wahai Fatimah, sekiranya Allah berkehendak, niscaya batu ini akan berputar sendiri untukmu. Tetapi, Allah ingin menuliskan kebaikan bagimu, menghapus kejelekanmu, dan mengangkat derajatmu, karena kau menggiling gandum dengan tanganmu sendiri. Putriku, siapa pun wanita yang memasak untuk suami dan anak-anaknya, Allah akan menuliskan baginya dari setiap biji yang dimasaknya satu kebaikan dan menghapus darinya satu keburukan serta mengangkat baginya satu derajat.”

Wallahu alam.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Wirid Fatimah az-Zahra, Hadiah dari Rasulullah SAW saat Putrinya Mengeluh Lelah



Jakarta

Kecintaan Nabi Muhammad SAW terhadap putrinya tidak lantas membuat Beliau memanjakan secara berlebihan. Fatimah Az-Zahra diajari membaca wirid oleh Nabi Muhammad SAW ketika ia mengeluh lelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Fatimah az-Zahra Radhiyallahu Anha, putri tercinta Nabi Muhammad SAW menikah dengan Ali bin Abi Thalib yang juga merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Ketika menikah, keduanya hidup serba sederhana.

Dikutip dari buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW oleh Fuad Abdurahman dikisahkan bahwa ketika menikah, perlengkapan rumah tangga yang dimiliki Fatimah dan Ali hanyalah dua buah batu penumbuk gandum, dua buah tempat air dari kulit kambing, bantal yang terbuat dari ijuk pohon kurma, dan sedikit minyak wangi.


Mereka juga tidak punya pembantu atau pelayan. Fatimah bekerja seorang diri, mengerjakan seluruh pekerjaan rumah hingga kedua tangannya kasar dan melepuh.

Sang suami, Ali ra seringkali membantu pekerjaan istrinya di rumah. Namun tetap saja pekerjaan ini terasa berat.

Fatimah Meminta Pembantu pada Nabi Muhammad SAW

Suatu ketika Rasulullah SAW pulang dari salah satu peperangan dengan membawa tawanan dan harta rampasan perang dalam jumlah cukup banyak. Ali ra kemudian menyarankan kepada istrinya untuk meminta seorang pembantu kepada beliau agar bisa meringankan pekerjaan rumah tangganya. Fatimah pun menyetujuinya.

Putri Rasulullah SAW itu pergi menemui ayahnya. Tiba di hadapan sang ayah, Fatimah ditanya, “Apa keperluanmu, Putriku?”

Fatimah terdiam. la tidak kuasa mengatakan maksud kedatangannya.

la hanya berkata, “Tidak ada, wahai Rasulullah. Aku ke sini hanya untuk menyampaikan salam kepadamu.”

Kemudian Fatimah beranjak pulang ke rumahnya. Saat tiba di rumah, sang suami telah menunggunya dan bertanya, “Bagaimana hasilnya, wahai Istriku?”

“Aku tak kuasa mengatakannya kepada Rasulullah. Aku merasa malu meminta seorang pembantu kepadanya,” Fatimah menjawab pelan.

“Bagaimana kalau kita berdua mendatangi Rasulullah?” saran Ali.

Fatimah ra. menganggukkan kepala, kemudian mereka pergi menghadap Rasulullah SAW untuk menyampaikan keinginan mereka. Namun, tanggapan Rasulullah SAW sungguh di luar perkiraan mereka.

Beliau berkata, “Demi Allah, aku tidak akan memberi kalian, sementara banyak fakir miskin kaum Muslim dengan usus berbelit-belit karena kelaparan.”

Rasulullah SAW Mengajari Wirid pada Fatimah az-Zahra

Malam hari itu, Rasulullah SAW mendatangi Fatimah dan Ali. Keduanya sudah berbaring di tempat tidur dan bersiap untuk istirahat.

Mereka bangkit menyambut kedatangan ayahanda yang mulia. Namun, beliau berujar lembut, “Tetaplah di tempat kalian!”

Rasulullah SAW kemudian bersabda,

أَلَا أُعَلِّمُكُمَا خَيْرًا مِمَّا سَأَلْتُمَا إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا أَنْ تُكَبِّرَا اللَّهَ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ وَتُسَبِّحَاهُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَتَحْمَدَاهُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَهْوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ

Artinya: “Maukah kalian berdua aku ajarkan sesuatu yg lebih baik daripada apa yg kalian minta? Apabila kalian berbaring hendak tidur, maka bacalah takbir tiga puluh empat kali, tasbih tiga puluh tiga kali, dan tahmid tiga puluh tiga kali. Sesungguhnya yang demikian itu lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu”. (HR. Muslim)

“Sejak malam itu,” Ali menuturkan, “Aku tidak pernah meninggalkan wiridan yang diajarkan Rasulullah.

Amalan ini juga dapat diamalkan oleh seluruh umat muslim. Wirid ini bisa menjadi obat kala lelah bekerja, sesungguhnya Allah SWT meridhoi orang-orang yang bekerja dalam mencari rezeki halal.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah Putri Rasulullah



Jakarta

Pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah berlangsung pada bulan Dzulhijjah tahun kedua Hijriyah. Kisah cinta keduanya hingga kini dikenang dan menjadi inspirasi banyak orang.

Sosok Ali bin Abi Thalib merupakan salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Ia juga termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun, yaitu orang-orang yang pertama kali memeluk Islam.

Ketika berusia 6 tahun, Ali pernah menjadi anak asuh Rasulullah SAW dan Siti Khadijah. Beliau bersama sang istri membimbing Ali di rumahnya dan mengasuhnya dengan penuh kasih layaknya anak sendiri.


Perasaan Terpendam Ali terhadap Fatimah

Dikisahkan dalam buku Perempuan-Perempuan Surga oleh Imron Mustofa, tatkala Fatimah lahir, Ali bin Abi Thalib menghabiskan masa kanak-kanaknya bersama putri Rasulullah SAW dan Siti Khadijah di rumah yang menjadi tempat tinggalnya.

Ali bin Abi Thalib telah mengetahui kemuliaan Fatimah sejak kecil. Ia sering memperhatikan Fatimah hingga diam-diam mengaguminya. Meskipun demikian, Ali bin Abi Thalib tetap berusaha menjaga hati dan pandangannya. Bahkan, Fatimah pun tidak tahu bahwa Ali menyimpan rasa yang luar biasa untuknya.

Ketika keduanya beranjak dewasa, Ali bin Abi Thalib berniat menghadap Rasulullah SAW untuk melamar sang putri yang selama ini dikaguminya. Akan tetapi, terbesit sedikit keraguan di dalam hatinya sebab menyadari ia hanyalah pemuda miskin dan tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada Fatimah.

Di tengah kembimbangannya, terdengar kabar bahwa Abu Bakar RA sudah lebih dulu mengajukan lamaran kepada Rasulullah SAW untuk Fatimah. Kemudian disusul dengan Umar bin Khattab RA yang juga datang untuk melamar putri beliau.

Sungguh berat perasaannya mengetahui Abu Bakar dan Umar yang terlihat lebih pantas mendampingi Fatimah. Namun, sungguh tidak ada yang mengetahui rencana Allah SWT.Di tengah perasaannya yang sempat layu, tak disangka lamaran Abu Bakar dan Umar bin Khattab ditolak secara halus oleh Rasulullah SAW.

Di tengah kegalauannya, salah seorang teman Ali dari kalangan Anshar berkata, “Mengapa kamu tak mencoba melamar Fatimah? Aku punya firasat, kamulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.”

Ali bin Abi Thalib menyadari, secara ekonomi tidak ada yang menjanjikan pada dirinya. Ia hanya memiliki satu set baju besi beserta persediaan tepung untuk makanannya. Namun, ia ingin mencoba menjemput cintanya kepada Fatimah.

Lamaran Ali kepada Fatimah Putri Rasulullah

Melansir dari buku Ali bin Abi Thalib RA karya Abdul Syukur al-Azizi, Ali bin Abi Thalib akhirnya memberanikan diri menghadap Rasulullah SAW dan menyampaikan keinginannya untuk menikahi Fatimah RA.

Setibanya di rumah Rasulullah SAW, Ali duduk di samping beliau dan tertunduk diam. Nabi SAW lalu bertanya, “Wahai putra Abu Thalib, apa yang kamu inginkan?”

Dengan suara bergetar dan tubuh berkeringat, Ali menjawabnya, “Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah.”

Setelah mengatakan perasaannya, seluruh beban yang selama ini menghimpit perasaannya terasa lega. Rasulullah SAW tidak terkejut mendengar pernyataan Ali, sebab beliau mengetahui Ali mencintai putrinya.

Sebagai ayah yang bijaksana, Rasulullah SAW menanyakan dahulu kepada putri tercinta atas ketersediaannya menerima lamaran tersebut. Setelah Fatimah menyetujui lamaran Ali, Rasulullah SAW bertanya, “Wahai Ali, apakah kamu memiliki sesuatu yang bisa dijadikan mas kawin?”

Kala itu, Ali bin Abi Thalib merasa malu karena dirinya tidak memiliki apapun. Terlebih sejak kecil ia dihidupi oleh Rasulullah SAW.

Ali kemudian menjawab, “Demi Allah, Anda sendiri mengetahui keadaanku. Tidak ada sesuatu tentang diriku yang tidak Anda ketahui. Aku tidak memiliki apapun selain sebuah baju besi, sebilah pedang, dan seekor unta.”

Mendengar jawaban Ali, Rasulullah SAW berkata, “Tentang pedangmu, kamu tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah SWT, dan untamu kamu perlukan untuk mengambil air bagi keluargamu serta untuk perjalanan jauh.

Karena itu, aku akan menikahkan kamu dengan mas kawin sebuah baju besi. Wahai Ali, kamu wajib bergembira karena Allah SWT sebenarnya sudah lebih dulu menikahkan kamu di langit sebelum aku menikahkanmu di bumi ini.”

Pernikahan Ali dan Fatimah dengan Mahar Baju Besi

Pada akhirnya, Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fatimah berbekal baju besi yang dijualnya seharga 400 dirham. Ia menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW sebagai mahar pernikahannya.

Setelah itu, Rasulullah SAW membagi uang tersebut menjadi tiga bagian. Satu bagian untuk kebutuhan rumah tangga, satu bagian untuk wewangian, dan satu bagian lagi dikembalikan kepada Ali untuk membiayai jamuan makan bagi para tamu yang menghadiri pernikahan.

Nabi SAW menikahkan putrinya dengan Ali bin Abi Thalib seraya membacakan ijab kabul, “Wahai Ali, sesungguhnya Allah telah memerintahkan aku menikahimu dengan Fatimah. Sungguh, aku telah menikahkanmu dengannya dengan mas kawin 400 dirham.”

Lantas Ali menjawabnya, “Aku ridha dan puas hati, wahai Rasulullah.”

Selesai mengucapkan akad, Ali bin Abi Thalib langsung sujud syukur kepada Allah SWT. Pernikahannya dengan Fatimah melahirkan dua orang putra dan dua orang putri. Kedua putranya bernama Hasan dan Husein, sementara kedua putrinya bernama Zainab dan Ummu Kultsum.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Saat Fatimah Meminta Pembantu pada Rasulullah, Apa Responsnya?


Jakarta

Fatimah Az-zahra RA adalah salah seorang putri Nabi Muhammad SAW yang menikah dengan seorang sahabat ayahnya sendiri, yaitu Ali bin Abi Thalib RA. Fatimah RA juga merupakan seorang ibu yang mengurus seluruh pekerjaan rumah tangganya sendiri.

Suatu ketika, Fatimah RA pernah meminta pembantu kepada ayahnya karena kelelahan bekerja. Bagaimana respons Rasulullah SAW?

Saat Fatimah RA Meminta Pembantu pada Rasulullah SAW

Dikutip dari buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW yang ditulis oleh Fuad, Fatimah RA dan suaminya Ali bin Thalib hidup dalam kesederhanaan.


Sepasang suami istri ini hanya memiliki dua buah batu penggiling gandum yang digunakan untuk menumbuk gandum. Di dalam rumahnya pula hanya memiliki dua buah wadah air yang terbuat dari kulit kambing, minyak wangi yang tidak banyak, serta bantal berbahan ijuk pohon kurma.

Mereka tidak memiliki pembantu untuk membantu pekerjaan rumah tangga Fatimah RA. Walaupun Ali RA kerap kali membantu mengerjakan pekerjaan rumah Fatimah RA, ia tetap saja masih merasa kelelahan bahkan membuat kedua tangannya menjadi kasar dan melepuh akibat menggiling gandum.

Ali bin Abi Thalib pun mengusulkan kepada istrinya untuk meminta seorang pembantu kepada ayahnya, Nabi Muhammad SAW, agar pekerjaan rumahnya menjadi ringan. Fatimah RA lantas mengunjungi Rasulullah SAW. Saat itu Rasulullah SAW pulang dari sebuah perang dan beliau mendapat banyak harta rampasan perang.

Fatimah RA lantas ditanya oleh ayahnya, “Apa keperluanmu, Putriku?” Namun Fatimah tetap diam dan tidak kuasa untuk mengatakan maksud kedatangannya.

Lantas Fatimah RA berkata, “Tidak ada, wahai Rasulullah. Aku ke sini hanya menyampaikan salam kepadamu,” lalu ia kembali ke rumahnya.

Setibanya di rumah, suaminya sudah menunggunya dan kabar tentang usulannya tadi. Namun, Fatimah RA hanya bisa menjawab bahwa dirinya malu untuk meminta pembantu kepada Rasulullah SAW sehingga tidak mengatakannya.

Keduanya lantas memutuskan untuk mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta pembantu tersebut. Fatimah RA masih tidak berani berkata pada Rasulullah SAW hingga suaminya yang mengambil alih.

Ali RA berkata, “Aku akan memberi tahu kamu, Rasulullah. Ia (Fatimah RA) memutar kincir angin hingga membekas pada tangannya. Ia menuangkan air dengan geriba hingga membekas di dada atasnya,”

“Ketika para pembantu datang, aku menyuruhnya untuk mendatangimu dan meminta pembantu yang akan membantu pekerjaannya dan menjaganya dari beratnya pekerjaan yang dilakukannya.”

Sebaliknya, Rasulullah SAW justru memberi solusi dari kelelahan Fatimah RA setelah melakukan pekerjaan, terutama pekerjaan rumah yang melelahkan seharian. Dikutip dari Husnul bima Tsabala min Allah wa Rasulibi fin Niswab karya Muhammad Shidiq Hasan Khan, Rasulullah SAW menganjurkan Fatimah RA untuk membaca tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 34 kali sebelum tidur sebagai obat lelah ketika ditimpa pekerjaan yang banyak.

Keterangan ini bersumber dari salah satu hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu A’bud. Diterjemahkan oleh Muhammad Arifin dalam buku Ensiklopedia Hadits Sahih Kumpulan Hadis tentang Wanita, berikut bunyi haditsnya,

فَقَالَ : اتَّقِى اللَّهَ يَا فَاطِمَةً ، وَأَدِّي فَرِيضَةَ رَبِّكَ ، وَاعْمَلَي عَمَل أَهْلكَ ، فَإِذَا أَخَذْت مَضْحَعَكَ : فَسَبِّحى ثَلاثًا وَثَلاثِينَ ، وَاحْمَدَي ثَلَاثًا وَثَلاثِينَ، وَكَبْرِي أَرْبَعًا وَثَلاثِينَ ، فَتِلْكَ مِائَةٌ فَهِيَ خَيْرٌ لَكَ مِنْ خَادِم. قَالَتْ : رَضِيتُ عَنِ اللهِ عَزَّ وَجَلٌ وَعَنْ رَسُولِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم. أخرجه الخمسة إلا (النسائي)

Artinya: Mendengar itu, Rasulullah SAW berkata, “Bertakwalah kepada Allah, Fatimah. Tunaikanlah kewajiban Tuhanmu dan laksanakanlah pekerjaan keluargamu. Jika engkau hendak berangkat ke pembaringan, berdoalah dengan membaca tasbih sebanyak 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 34 kali. Semuanya berjumlah 100. Itu semua lebih baik bagimu daripada pembantu rumah tangga.’ Fatimah berkata, Aku rela (rida) atas apa yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya.’ Fatimah tidak dibantu oleh pembantu.” (HR Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Sejak saat itu, Ali bin Abi Thalib dan Fatimah RA tidak pernah meninggalkan sunnah yang diberikan oleh Rasulullah SAW tersebut.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Fatimah Az Zahra yang Tak Lama setelah Rasulullah


Jakarta

Fatimah Az Zahra adalah seorang wanita mulia yang memiliki julukan ratu wanita surga karena keutamaan akhlaknya. Putri Rasulullah SAW ini wafat pada usia yang cukup muda, yakni 27 tahun.

Kecintaannya pada Rasulullah SAW membuatnya sangat terpukul ketika beliau wafat. Ia bahkan ingin segera menyusul beliau untuk berhadapan dengan Allah SWT. Bagaimana kisah wafatnya Fatimah Az Zahra?

Sosok Fatimah Az Zahra

Fatimah Az Zahra binti Muhammad RA adalah putri Rasulullah SAW yang keempat dengan pernikahan beliau dengan Khadijah binti Khuwailid. Fatimah RA lahir di Ummul Qura (Makkah) pada hari Jumat, 20 Jumadi al-Tsani.


Ia bahkan dipersunting oleh salah satu sahabat nabi, Ali bin Abi Thalib. Pernikahan keduanya pun dikaruniai empat orang anak, dua anak laki-laki dan dua anak perempuan.

Kedua anak laki-laki Fatimah Az Zahra bernama Hasan dan Husain, sedangkan anak perempuan Fatimah RA dan Ali RA bernama Zainab dan Ummu Kultsum.

Fatimah Az Zahra RA adalah anak yang paling disayangi oleh Rasulullah SAW. Beliau bahkan pernah berkata, “Fatimah adalah bagian dari tubuhku. Barangsiapa menyusahkannya, berarti ia menyusahkanku,” seperti yang dikutip dari buku 99 Kisah Menakjubkan Sahabat Nabi oleh Tethy Ezokanzo.

Menurut Abdus Sattar Asy-Syaikh dalam buku Fatimah Az-Zahra: Penghulu Wanita Surga, Rasulullah SAW bahkan menyatakan bahwa Fatimah RA adalah sebaik-baik wanita di antara semua wanita di dunia.

Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik wanita seluruh alam adalah Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, dan Asiyah istri Firaun.” (HR Muslim)

Kisah Wafatnya Fatimah Az Zahra

Usai Rasulullah SAW wafat, Fatimah RA merasa sedih yang sangat mendalam. Ia bahkan juga merasa bahwa hari-harinya di dunia hanya tinggal sebentar.

Menurut keterangan hadits, Fatimah RA adalah keluarga pertama Rasulullah SAW yang meninggal setelah beliau sendiri. Dari Urwah, dari Aisyah RA, ia berkata, “Fatimah wafat enam bulan sesudah wafatnya Rasulullah.”

Menurut buku Taman-Taman Cinta Sang Nabi: Kisah-Kisah Kekasih Hati Nabi Muhammad SAW yang Penuh Hikmah dan Kesejukan oleh Prof. Dr. Abdurrahman Umairah, sebelum wafatnya, Fatimah RA menderita sakit keras.

Sakit yang dideritanya semakin parah sehingga ia mengadu kepada Asma’ binti Amis, selaku pelayannya, tentang sakit yang menjangkiti tubuhnya. Fatimah RA pun berkata,

“Dapatkah engkau menutupiku dengan sesuatu?” Fatimah RA juga menambahkan, “Aku melihat orang-orang Habsyi itu selalu membuat tempat tidur bagi para wanita dan menutupinya dengan keranda.”

Kemudian Asma’ menyuruh seseorang untuk membuatkan keranda tersebut, ketika Asma’ menoleh, Fatimah RA berkata,

“Wahai pelayanku, siapkanlah air untuk mandi,”

Setelah itu Asma’ benar-benar menyiapkan air untuk mandi Fatimah RA.

Ia lalu berkata kepada Asma’, “Ambilkanlah pakaian baruku,”

Setelah pakaian itu diberikan kepadanya, Fatimah RA kembali berkata, “Wahai pelayanku, aku akan dipanggil saat ini, dan aku sudah mandi, maka jangan sampai ada seorang pun yang membuka bahuku.”

Setelah itu, Fatimah RA pun dipanggil oleh Allah SWT. Wafatnya bertepatan pada malam Selasa bulan Ramadan tahun 11 Hijriah.

Umat Islam berbondong ke Masjid Nabawi untuk menyalatkan Fatimah RA yang dipimpin oleh suaminya, Ali RA. Salat jenazah gelombang kedua dipimpin pamannya Abbas bin Abdul Muthalib RA. Jenazah Fatimah lalu dibawa ke Makam Baqi, dimakamkan bersebelahan dengan saudaranya, Zainab RA, Ruqayyah RA, dan Ummu Kultsum RA.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kelahiran Fatimah Az Zahra yang Didampingi Malaikat dan Bidadari Surga


Jakarta

Fatimah Az Zahra RA anak dari Nabi Muhammad SAW dan Khadijah RA. Ketika masih di dalam kandungan, Fatimah sudah berperan sangat besar untuk menenangkan hati ibunya, Khadijah RA dari segala kesedihan yang menerpa. Seperti apa kisahnya?

Disebutkan dalam buku Murthadha Muthahhari Fathimah Azzahra Wanita Teladan Sepanjang Masa karya Ibrahim Amini, Imam Ja’far Ash-Shadiq pernah berkata,

“Sesungguhnya ketika Khadijah menikah dengan Rasulullah SAW, ia diejek oleh wanita-wanita Makkah. Mereka tidak mau masuk ke tempatnya, tidak mengucapkan salam kepadanya, dan tidak membiarkan seorang wanita pun masuk ke tempatnya, sehingga Khadijah menjadi risau karenanya. Ia berduka dan bersedih hati jika Rasulullah keluar rumah. Maka ketika ia mengandung Fatimah, bayi dalam kandungannya itu menjadi temannya.”


Begitulah peran Fatimah RA yang sudah membawa kebahagiaan bahkan ketika masih di dalam kandungan. Khadijah RA ibunya pun juga sering mengajaknya berbincang. Bahkan sampai Rasulullah SAW bertanya kepada istrinya itu.

“Wahai Khadijah, siapa yang berbicara denganmu itu?

“Janin yang berada dalam perutku. Ia berbicara kepadaku dan menyenangkanku.” Jawab Khadijah RA.

“Malaikat Jibril memberi kabar gembira bahwa bayi itu perempuan. Ia orang yang suci dan diberkahi. Allah akan menjadikan keturunanku darinya dan Ia akan menjadikan dari keturunannya para imam umat, yang Ia jadikan mereka itu sebagai khalifah-Nya di bumi-Nya setelah terputus wahyu-Nya.”

Mendengar kabar dari Rasulullah SAW ini, Khadijah RA pun diselimuti dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Hatinya penuh dengan kesenangan dan suka cita. Sehingga ia menjadi lebih mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.

Kisah Kelahiran Fatimah Az Zahra

Waktu demi waktu berlalu. Perut Khadijah RA yang mengandung janin itu juga Nampak begitu besar. Membuatnya yakin sebentar lagi adalah saat di mana bayi itu akan lahir.

Khadijah RA meminta salah satu pelayannya untuk datang ke tempat wanita-wanita Quraisy dan Bani Hasyim agar mereka datang dan membantu persalinannya, sebagaimana yang biasa mereka lakukan pada wanita-wanita lain.

Tapi bukannya datang untuk menolong, mereka malah memberi pesan lewat pelayan tadi dengan perkataan yang menyedihkan hati. Mereka berkata,

“Kamu telah membantah kami dan tidak mau mendengar omongan kami. Kamu telah menikah dengan Muhammad, anak yatim Abu Thalib, seorang yang miskin dan tak punya harta. Maka kami tak akan datang dan kami tak akan mengurus urusanmu, apa saja.”

Tentu saja Khadijah RA menjadi sedih dengan perkataan dan perlakuan mereka itu.

Namun, di saat dirinya dilanda kesedihan dan duka, turunlah wanita-wanita dari surga dan para malaikat dari langit ke rumahnya. Khadijah RA merasa takut. Lalu salah seorang dari mereka berkata,

“Jangan sedih, wahai Khadijah. Kami diutus Tuhanmu kepadamu, dan kami adalah saudara-saudaramu.”

Atas pertolongan Allah SWT dan utusan-Nya yang menemani persalinan Khadijah RA, akhirnya bayi perempuan itu pun lahir dengan selamat. Saat keluar, ia diselimuti oleh cahaya yang amat terang. Tak ada satu tempat pun di bumi, di sebelah timur maupun barat, melainkan bersinar dengan cahaya itu.

Bayi perempuan itu pun diberi nama Fatimah Az Zahra oleh kedua orang tuanya. Sungguh, Allah SWT Maha Kuasa, Maha Besar.

Disebutkan dalam sejarah Islam, mayoritas ulama sepakat Fatimah RA dilahirkan pada hari Jumat, 20 Jumadil Akhir, tahun kelima setelah kenabian.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Gambaran Kisah dan Kasih Sayang Rasulullah SAW pada Cucunya



Jakarta

Kasih sayang Rasulullah SAW kepada cucunya bisa menjadi panutan bagi umat Islam. Dalam beberapa kisah digambarkan betapa lemah lembutnya sikap Rasulullah SAW.

Kelembutan sikap Rasulullah SAW itu terlihat saat beliau berinteraksi dengan cucunya, Hasan dan Husein. Mereka adalah cucu Nabi SAW dari putrinya Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib RA.

Mengutip buku Kisah Cinta Fathimah Az-Zahra’: Sungguh Suci Sungguh Lembut Hati karya Azizah Hefni, digambarkan Fatimah dan Ali mendidik putra dan putri mereka dengan penuh kesabaran dan sikap yang lemah lembut.


Dalam pengasuhan Hasan dan Husein, Rasulullah SAW juga sering ikut memberikan pendidikan akhlak yang baik. Beliau bahkan masih sempat
menengok cucu-cucunya, bermain-main dengan mereka, menemani bercerita atau memberikan ilmu-ilmu baru.

Pernah suatu kali, Rasulullah SAW mencemaskan keadaan cucu-cucunya. Ketika Rasulullah SAW mendatangi rumah Fatimah untuk bertemu dengan cucu-cucunya, mereka sedang tidak ada di rumah. Rasulullah SAW pun merasa cemas.

Beliau bertanya pada Fatimah, “Di mana cucuku?” “Mereka dibawa Ali,” jawab Fatimah.

Rasulullah SAW kemudian melihat Hasan dan Husein sedang bermain di tempat minum, dan pada keduanya terdapat sisa kurma. Maka, Rasulullah pun berkata, “Wahai Ali, sebaiknya kamu suruh pulang kedua cucuku sebelum hari panas.” (HR Hakim)

Rasulullah SAW begitu mencintai dan sayang kepada cucunya. Beliau selalu memperhatikan tumbuh kembang mereka.

Saat mereka berbuat salah, Rasulullah SAW mengingatkan mereka dengan cara lemah lembut. Rasulullah SAW menganggap anak-anak sebagai sosok yang harus dihargai meskipun sebenarnya mereka belum mengerti.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kebohongan itu tidak pantas dilakukan dengan sungguh-sungguh ataupun main-main. Dan seorang ayah berjanji kepada anaknya, kemudian janji itu tidak dipenuhi.” (HR Al-Hakim)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, ‘Kemarilah! Ambillah ini!’ Tetapi ia tidak memberikannya (walaupun anak tersebut sudah mendatanginya), maka itu termasuk perbuatan dusta.” (HR Ahmad)

Rasulullah SAW juga menganjurkan pada para orang tua untuk menunjukkan kasih sayang dengan mencium anak-anak.

Dalam sebuah hadits disebutkan, suatu hari, datang seorang Arab kepada Nabi SAW, lalu ia berkata,

“Apakah kalian mencium anak laki-laki?” Lalu orang Arab tersebut menjawab, “Kami tidak mencium mereka.” Maka Nabi SAW berkata, “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rahmat/sayang dari hatimu.” (HR Bukhari)

Dalam hadits lain juga disebutkan, Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro bin Haabis At-Tamim yang sedang duduk. Maka Al-Aqro’ berkata,

“Aku memiliki sepuluh orang anak. Tidak seorang pun dari mereka yang pernah kucium.” Maka Rasulullah SAW melihat kepada Al-Aqro dan berkata,

“Kalau Allah tidak memberikanmu perasaan kasih sayang, apa yang dapat diperbuat-Nya untuk kamu? Barang siapa yang tidak mempunyai kasih sayang kepada orang lain, dia tidak akan mendapat kasih sayang dari Allah.” (HR Bukhari)

Dalam riwayat dikisahkan bahwa Rasulullah SAW juga tidak segan menggendong anak dan cucu beliau. Hal itu sebagaimana dikisahkan oleh Abdullah bin Ja’far RA, ia berkata, “Rasulullah menjemput kami (Ja’far dan Hasan atau Husain) ketika pulang. Kemudian, beliau menggendong salah satu dari kami di punggung, sedangkan yang lain beliau gendong di dada sampai kami memasuki Madinah.” (HR Muslim)

Hikmah yang dapat diteladani dari beberapa riwayat yang telah disebutkan itu adalah mengajak bermain atau bercanda dengan anak-anak tidak akan mengurangi wibawa sebagai orang tua. Bahkan, seorang manusia agung seperti Rasulullah SAW pun tidak merasa malu bermain dan bercanda dengan cucu-cucu beliau di depan orang banyak.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com