Tag Archives: fikih kuliner

Apakah Halal Makan Bekicot? Begini Penjelasan Fatwa MUI


Jakarta

Banyak yang masih bertanya-tanya apakah konsumsi bekicot halal? Karena di beberapa daerah, bekicot menjadi salah satu bahan makanan yang sering diolah dengan rempah-rempah sebagai lauk ataupun sekedar camilan. Begini penjelasan dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, Bekicot adalah sejenis siput darat yang biasanya memakan daun serta batang tanaman yang masih muda. Hewan yang memiliki nama ilmiah Achatina variegata ini kerap dijadikan berbagai olahan makanan, seperti sate, rica-rica, hingga goreng krispi.

Namun sebelum mencicipi olahan dari bekicot, umat Islam sebaiknya memahami terlebih dahulu hukum mengonsumsinya. Kurangnya pengetahuan bisa saja membuat seseorang tanpa sadar mengonsumsi makanan yang dilarang.


Allah SWT berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 157,

اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهٰىهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِهٖ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ مَعَهٗٓۙ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَࣖ

Artinya: “(Yaitu,) orang-orang yang mengikuti Rasul (Muhammad), Nabi yang ummi (tidak pandai baca tulis) yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka. Dia menyuruh mereka pada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, menghalalkan segala yang baik bagi mereka, mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban serta belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan bersamanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang beruntung.”

Selain itu Allah juga memerintahkan umat Islam agar konsumsi makanan yang baik lagi halal. Berikut firman Allah dalam surah Al-Mu’minum ayat 51,

يٰٓاَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبٰتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًاۗ اِنِّيْ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌۗ

Artinya: “Allah berfirman, “Wahai para rasul, makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan beramal salehlah. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Hukum Makan Bekicot Menurut Pandangan Ulama

Pertanyaan tentang apakah bekicot halal atau haram kerap menjadi perbincangan, terutama di kalangan umat Islam. Beberapa ulama dari mazhab-mazhab yang berbeda memiliki pandangan tersendiri mengenai hukum mengonsumsi bekicot, khususnya bekicot darat (Achatina variegata).

Berikut ini penjelasan dari beberapa pendapat ulama yang dijadikan rujukan dalam menentukan hukum bekicot:

1. Pendapat Imam An-Nawawi, Abu Hanifah, dan Ahmad bin Hanbal

Dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, Imam An-Nawawi menegaskan bahwa memakan hewan kecil yang hidup di darat, seperti bekicot, adalah haram. Pandangan ini juga sejalan dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Mereka berargumen berdasarkan firman Allah SWT yang melarang memakan segala sesuatu yang dianggap khobaits (menjijikkan). Termasuk dalam kategori ini adalah hewan-hewan seperti ular, tikus, kalajengking, kecoa, laba-laba, tokek, cacing, dan bekicot.

2. Pendapat Imam Ibn Hazm

Dalam kitab Al-Muhalla, Imam Ibn Hazm menyatakan bahwa bekicot tergolong dalam kelompok hasyarat atau hewan melata kecil, yang umumnya dianggap menjijikkan. Oleh karena itu, menurutnya, bekicot haram untuk dikonsumsi.

Ia menjelaskan bahwa hewan-hewan seperti tokek, kumbang, semut, ulat, lebah, hingga serangga kecil lainnya tidak halal dimakan karena tidak memungkinkan untuk disembelih secara syariat. Dengan demikian, bekicot termasuk hewan yang tidak bisa disembelih sesuai aturan Islam, sehingga kehalalannya tidak terpenuhi.

3. Pendapat Imam Malik

Berbeda dengan ulama lain, Imam Malik menyebutkan dalam kitab Al-Mudawwanah bahwa bekicot halal dimakan, asalkan diambil dalam keadaan hidup. Bekicot tersebut kemudian bisa direbus atau dipanggang seperti halnya belalang.

Namun, jika bekicot ditemukan sudah mati, maka tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi. Pendapat ini membuka ruang perbedaan dalam penetapan hukum, terutama di kalangan mazhab Maliki.

4. Fatwa Majelis Fatwa Palestina

Pada 7 Rajab 1430 H (29 Juni 2009), Majelis Fatwa Palestina mengeluarkan fatwa bahwa bekicot darat (al-halzun al-barri) dihukumi haram oleh mayoritas ulama. Fatwa ini memperkuat pendapat jumhur ulama yang melarang konsumsi hewan melata darat seperti bekicot karena tidak sesuai dengan syarat-syarat kehalalan makanan dalam Islam.

Fatwa MUI Konsumsi Bekicot

Menurut Fatwa MUI Nomor 25 Tahun 2012 tentang Hukum Mengonsumsi Bekicot, seperti dilihat dari situs MUI, Sabtu (12/7/2025), ditetapkan bahwa bekicot adalah salah satu jenis hewan yang masuk dalam kategori hasyarat. Hukum memakan hasyarat adalah haram menurut jumhur ulama (Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, Zhahiriyyah), sedangkan Imam Malik menyatakan kehalalannya jika ada manfaat dan tidak membahayakan.

Selain itu juga disebutkan bahwa hukum memakan bekicot adalah haram, demikian juga membudidayakan dan memanfaatkannya untuk kepentingan konsumsi.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com

Makan Bangkai Haram, Bolehkah Makan Ikan yang Sudah Mati?



Jakarta

Memakan bangkai hukumnya haram. Binatang-binatang darat yang jinak yang halal dimakan, kehalalannya melalui penyembelihan atau pemotongan secara syar’i.

Jika kerbau, sapi atau kambing yang mati tanpa penyembelihan syar’i, hukumnya sebagai bangkai dan haram untuk dimakan. Adapun ikan atau hewan yang hidup di air semata-mata, tidak disyaratkan untuk disembelih, hanya jika ikan itu termasuk ikan besar sunah disembelih.

Menurut penjelasan dalam Taudhihul Adillah 6 Penjelasan tentang Dalil-dalil Muamalah karya KH. M. Syafi’i Hadzami, hal tersebut karena ikan termasuk binatang yang halal bangkainya, seperti halnya juga belalang. Dan Allah telah sembelihkan ikan untuk para hamba-Nya. Maka halallah ikan, walaupun kita jumpai sudah terapung menjadi bangkai.


Dalam sebuah hadits dikatakan,

ثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : أُحِلَّ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ. فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوْتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالصِّحَالُ

(رواه احمد وابن ماجه والدارقطني)

Artinya: Telah bercerita kepada kami Abdurrahman bin Zaid bin Aslâm dari ayahnya dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, Rasûlullah bersabda, “Dihalalkan bagi kamu dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai, ialah ikan dan belalang. Sedangkan dua macam darah yang dimaksud adalah hati dan limpa.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan ad-Dâruqutnî)

Dalam riwayat lain,

عَنْ عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ قَالَ بَلْغَنِي : إِنَّ اللَّهَ ذَبَحَ مَا فِي الْبَحْرِ لِبَنِي آدَمَ (رواه الدار قطني)

Artinya: Dari Amru bin Dînâr, ia berkata, “Sampaikanlah padaku, Sesungguhnya Allah telah sembelihkan apa-apa yang ada di laut untuk anak-anak Adam.” (HR ad-Dâruqutnî)

Menurut al-Bukhârî dari Abû Syuraih, hadits tersebut sebagai mauqûf. Dan diriwayatkan dari Abû Bakar as-Siddiq ia berkata,

الطَّافِي حَلَالٌ

Artinya: “Yang terapung itu halal”

Sehingga hanya ada dua bangkai yang dihalalkan dan boleh dikonsumsi muslim yaitu belalang dan ikan.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com