Tag Archives: ghibah

Benarkah Ghibah Bisa Menghanguskan Amal Kebaikan?


Jakarta

Ghibah atau bergunjing adalah perbuatan yang harus dihindari muslim. Orang yang melakukan ghibah diibaratkan seperti memakan daging saudaranya sendiri sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Hujurat ayat 12.

Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”

Mengutip dari buku Ghibah: Sumber Segala Keburukan oleh Shakil Ahmad Khan dan Wasim Ahmad, saat ghibah maka orang yang digunjing tidak hadir dan terlibat dalam perbincangan. Karenanya, mereka tidak dapat membela diri.

Selain itu, ghibah bisa berujung fitnah apabila hal yang digunjingi ternyata bukan fakta.

Benarkah Dosa Ghibah Menghanguskan Amal Kebaikan?

Menurut buku Cermin Muslim susunan Muhammad Irfan Helmy, ghibah dapat menghapus pahala ibadah seseorang. Amal kebaikannya hangus terbakar karena perilaku ghibah.

Turut dijelaskan dalam kitab Nashaihul ‘Ibad susunan Syekh Nawawi Al Bantani terjemahan Ach Fairuzzabadi, Rasulullah SAW dalam sebuah hadits menyebut ada empat perangai yang melekat pada manusia yang bisa hilang karena empat perkara lainnya.

“Ada empat permata (perangai yang melekat) pada diri anak Adam yang dapat dihihilangkan dengan empat perkara lainnya (dari sifat tercela), yakni: akal, agama, haya’ (rasa malu), amal saleh. Kemarahan dapat menghilangkan akal (sehat). Hasud (dengki) dapat menghilangkan agama. Tamak dapat menghilangkan haya’ (rasa malu). Ghibah dapat menghilangkan amal saleh.”

Menurut buku Ramadhan Bersama Nabi Tafsir dan Hadis Tematik di Bulan Suci karya Rosidin, ghibah merupakan satu hal yang menyebabkan amal kebaikan manusia tak diterima oleh malaikat penyeleksi pada setiap pintu langit. Oleh karenanya, muslim harus menghindari ghibah agar amal kebaikan yang dilakukannya tidak sia-sia.

Adapun, jika sudah terlanjur menggunjing hendaknya segera bertobat kepada Allah SWT. Lalu, menyebut kebaikan-kebaikan orang yang dighibahkan agar dosa ghibahnya diampuni oleh Sang Khalik.

Disebutkan dalam buku Jangan Baca Buku Ini Jika Belum Siap Masuk Surga susunan Brilly El Rasheed, Al Hasan Al Bashri pernah ditanya mengenai nasib seseorang di akhirat yang berbuat dosa lalu bertaubat dan beristighfar. Beliau berkata,

“Dia akan diampuni, akan tetapi dosanya tidak akan terhapus dari catatannya sampai Allah memperlihatkan kepadanya dosa tersebut. Kemudian Allah bertanya kepadanya tentang dosa yang dia lakukan.” Kemudian Al Hasan menangis dengan terisak-isak, lalu berkata, “Jika kita tidak menangis meskipun karena rasa malu tatkala diperlihatkan dosa-dosa kita pada saat itu, maka sudah sepantasnya kita menangisi diri kita.” (Tafsir Ibnu Rajab Al Hanbali)

Dalil ‘aqlinya, apabila istighfar dan amal-amal penghapus dosa itu menghapus catatan dosa ketika kita masih di dunia, maka buku catatan amal buruk kita di akhirat kelak isinya kosong. Sebaliknya, kalau syirik, hasad, riya’, adu domba, ghibah, celaan dan amalan penghapus pahala lainnya menghapus catatan pahala di dunia, maka buku catatan amal baik di akhirat akan kosong melompong.

Bilal bin sa’ad berkata dalam Jami’ Al-‘Ulum wa Al Hikam,

“Sesungguhnya, Allah akan mengampuni semua dosa, akan tetapi tidak akan menghapusnya dari catatan amal hingga dia dihadapkan kepada pemiliknya di hari kiamat sekalipun dia telah bertobat (darinya).”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Benarkah Dosa Ghibah Tak Bisa Dihapus dengan Cara Apa pun?


Jakarta

Ghibah merupakan perbuatan menggunjing atau membicarakan keburukan orang lain di belakangnya, meskipun hal tersebut benar adanya. Dalam ajaran Islam, ghibah termasuk dosa besar yang sangat dilarang karena menyakiti kehormatan sesama muslim.

Namun, di tengah kesadaran umat terhadap bahaya lisan, muncul pertanyaan yang cukup mengusik hati mengenai benarkah dosa ghibah tidak bisa dihapus dengan cara apa pun? Pertanyaan ini sering timbul karena ghibah bukan hanya merusak hubungan antarindividu, tetapi juga menyangkut hak sesama manusia yang tidak mudah ditebus.

Hukum Ghibah dalam Islam

Dalam buku Panduan Muslim Sehari-hari karya Saiful Hadi El Sutha dan Hamdan Rasyid, dijelaskan bahwa ghibah adalah tindakan membicarakan kekurangan atau aib seseorang saat ia tidak hadir. Meskipun apa yang dibicarakan itu benar, namun jika orang yang bersangkutan mendengarnya, ia pasti akan merasa tidak senang.


Hukum ghibah adalah haram, sebagaimana dijelaskan langsung oleh Allah dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 12,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Selain itu, dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda terkait ghibah:

“Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian Beliau bersabda, “(Ghibah yaitu) kamu membicarakan (menyebut-nyebut) saudaramu atas hal-hal yang tidak disukainya (dibencinya).”

Ditanyakan kepada Rasulullah, “Lalu bagaimana jika apa yang aku bicarakan itu memang benar ada pada diri saudaraku?” Rasulullah SAW berkata, “Jika apa yang kamu bicarakan itu memang ada pada diri saudaramu, maka kamu telah menggunjingnya. Dan jika yang kamu bicarakan itu tidak ada pada diri saudaramu, maka kamu telah berbuat kedustaan (kebohongan) terhadapnya.” (HR Muslim)

Apakah Dosa Ghibah Tidak Bisa Dihapus?

Terkait pertanyaan apakah dosa ghibah tidak bisa dihapus dan cara penebusan dosanya, para ulama memiliki beberapa perbedaan pendapat dalam menyikapinya.

Syaikh Hasan Ayyub dalam As-Suluk Al-Ijtima’i (Fikih Sosial) menjelaskan bahwa ulama memiliki pandangan berbeda. Sebagian ulama berpendapat, pelaku ghibah wajib meminta maaf kepada orang yang telah digunjing. Menurut Imam Al Hasan, cukup memohon ampun kepada Allah SWT, baik untuk diri sendiri maupun orang yang telah digunjingkan.

Adapun pendapat lainnya, yang difatwakan oleh Al Khayyathi dan diperkuat oleh Ibnu Ash Shabbagh serta diikuti banyak ulama termasuk Imam Nawawi, menyebutkan bahwa permintaan maaf hanya wajib jika ghibah tersebut telah sampai kepada orang yang bersangkutan, dan tidak wajib bila belum diketahui oleh yang dighibahi.

Terkait keharusan meminta maaf secara langsung kepada orang yang dighibahi, para ulama juga berbeda pandangan. Namun, Imam Nawawi lebih memilih pendapat yang mengharuskan pelaku ghibah menyampaikan secara rinci apa yang telah dikatakannya kepada pihak yang digunjing.

Hal ini karena keputusan untuk memaafkan sepenuhnya berada di tangan orang yang dighibahi. Artinya, ia tidak memiliki kewajiban untuk memaafkan, apalagi jika ucapan tersebut sangat menyakitkan baginya.

Pada dasarnya, dosa ghibah tetap dapat diampuni, meskipun para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai cara terbaik untuk menebusnya. Bagian terpenting bagi kita sebagai sesama Muslim adalah menjaga lisan dan menghindari perbuatan ghibah agar tidak menyakiti orang lain.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Hadits Larangan Ghibah, Perilaku yang Dilarang dalam Islam



Jakarta

Bergunjing atau ghibah termasuk ke dalam perilaku buruk dan dilarang dalam Islam. Ghibah juga diartikan membicarakan aib orang lain.

Dalam buku Panduan Muslim Sehari-hari oleh Saiful Hadi El Sutha dan Hamdan Rasyid, dijelaskan bahwa ghibah adalah membicarakan aib atau kekurangan seseorang ketika orang tersebut tidak ada. Jika orang tersebut mendengar aib atau kekurangannya dibicarakan, pasti ia tidak akan menyukainya. Walaupun kemungkinan aib dan kekurangan tersebut benar adanya.

Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda terkait ghibah:


“Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian Beliau bersabda, “(Ghibah yaitu) kamu membicarakan (menyebut-nyebut) saudaramu atas hal-hal yang tidak disukainya (dibencinya).”

Ditanyakan kepada Rasulullah, “Lalu bagaimana jika apa yang aku bicarakan itu memang benar ada pada diri saudaraku?” Rasulullah SAW berkata, “Jika apa yang kamu bicarakan itu memang ada pada diri saudaramu, maka kamu telah menggunjingnya. Dan jika yang kamu bicarakan itu tidak ada pada diri saudaramu, maka kamu telah berbuat kedustaan (kebohongan) terhadapnya.” (HR Muslim)

Adapun, terkait larangan ghibah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi. “Barang siapa menahan ghibah terhadap saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka kelak pada hari kiamat.” (HR Tirmidzi)

Kemudian, dalam hadits lainnya Nabi SAW juga melarang perilaku ghibah sekaligus menyebut konsekuensi yang akan diganjar pada hari kiamat kelak.

“Barang siapa yang menutup aib saudara muslimnya, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa yang mengumbar aib saudara muslimnya, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya.” (HR Ibnu Majah 2536)

Allah SWT bahkan melarang hamba-Nya untuk bergunjing. Hal ini tertuang dalam surat Al Hujurat ayat 12,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”

Menghindari perilaku ghibah bisa dilakukan dengan berbagai cara. Mengutip buku Akhlak Keagamaan Kelas XII tulisan Rofa’ah, salah satu cara menghindari ghibah ialah dengan berpikir positif.

Pikiran yang negatif akan memicu ghibah. Karenanya, penting untuk selalu berpikir positif antar sesama, baik dalam lingkungan keluarga, teman, dan lain sebagianya.

Selain itu, bergaul dengan orang baik juga dapat menghindari diri dari ghibah. Lingkungan yang baik akan berpengaruh pada sikap dan perilaku.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

4 Golongan yang Dirindukan Surga, Apakah Kamu Salah Satunya?


Jakarta

Menjadi golongan yang dirindukan surga adalah harapan bagi setiap muslim yang ingin mendapatkan tempat mulia di akhirat. Disebutkan dalam sebuah hadits, surga merindukan empat golongan manusia.

Surga disebut-sebut merindukan orang-orang dengan amalan tertentu, yang membuat mereka menjadi golongan istimewa di mata Allah SWT. Lantas, siapa saja yang termasuk dalam empat golongan yang dirindukan surga?

Hadits tentang 4 Golongan yang Dirindukan Surga

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa surga memiliki rasa rindu kepada orang-orang istimewa. Ada empat golongan yang dirindukan surga karena amal dan kebaikan mereka. Berikut adalah haditsnya yang dikutip dari buku Risalah Ramadhan (Risalah dari Perjalanan Malam Ramadhan) tulisan Furqon Al-Kalam.


Rasulullah SAW bersabda,

الْجَنَّةُ مُشْتَاقَةٌ إِلَى أَرْبَعَةِ نَفَرٍ : تَالِي الْقُرْآنِ, وَحَافِظِ النِّسَانِ وَمُطْعِمِ الْجِيْعَانِ، وَصَائِمٍ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ

Artinya: “Surga itu merindukan empat golongan: orang yang membaca Al-Qur’an, orang yang menjaga lisan, orang yang memberi makan orang yang sedang kelaparan, dan orang yang berpuasa pada bulan Ramadan.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Penjelasan Hadits 4 Golongan yang Dirindukan Surga

Hadits tersebut menjelaskan tentang empat golongan yang dirindukan surga dan memberikan penjelasan yang mendalam tentang karakteristik orang-orang yang memperoleh keistimewaan tersebut. Berikut adalah penjelasan dari hadits mengacu pada sumber sebelumnya.

1. Orang yang Membaca Al-Qur’an dengan Tekun (Taalil Qur’an)

Salah satu golongan yang dirindukan surga adalah mereka yang senantiasa mentilawahkan Al-Qur’an dengan tekun. Tidak hanya membaca, namun juga memahami dan mengamalkan ajaran di dalamnya. Pada hadits tersebut menggunakan kata talil Qur’an, yang berarti lebih dari sekadar pembaca biasa. Orang yang masuk golongan ini adalah mereka yang melibatkan hati dan pikiran dalam setiap tilawahnya, menjadikan Al-Qur’an pedoman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga surga pun merindukan mereka.

Membaca Al-Qur’an adalah salah satu amalan yang memiliki banyak keutamaan dan alasan mengapa umat Islam harus melakukannya. Berikut adalah beberapa alasan pentingnya membaca Al-Qur’an seperti dikutip dari buku Jika Surga Neraka (tak Pernah) Ada tulisan Wawan Susetya:

  • Petunjuk hidup. Al-Qur’an adalah kalimat Allah SWT yang terakhir, menjadi pedoman dan tuntunan bagi umat manusia.
  • Relevan sepanjang masa. Ajaran Al-Qur’an tidak akan bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan.
  • Mudah dipahami. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa yang mudah dimengerti.

2. Orang yang Menjaga Lisan (Wa Haafidzii Lisan)

Orang yang menjaga ucapannya agar tidak berkata kasar, mencaci, atau menghina termasuk salah satu golongan yang dirindukan surga. Allah SWT mengaruniakan manusia dengan kemampuan berbicara, dan itu adalah nikmat besar yang harus dijaga dengan baik. Dalam surah Al-Mu’minun ayat 3, disebutkan bahwa orang yang menjauhkan diri dari perkataan yang sia-sia dan tidak berguna adalah salah satu syarat untuk masuk Surga Firdaus.

وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ ۙ

Artinya: “Orang-orang yang meninggalkan (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna,”

Mengontrol lisan memiliki makna yang dalam karena seseorang yang tidak mampu menjaga ucapannya bisa terjebak dalam perbuatan dosa seperti dusta, ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), atau hasud (dengki). Pepatah “diam itu emas” menegaskan betapa pentingnya berbicara hanya untuk kebaikan.

Jika tidak mampu menjaga ucapan, seseorang bisa jatuh ke dalam sikap buruk yang merusak hati dan amalan, sehingga menjauhkan mereka dari rahmat Allah SWT dan surga.

3. Orang yang Memberi Makan Mereka yang Kelaparan (Wa Muth’mimul Jii’an)

Mereka yang senantiasa berbagi makanan kepada orang yang kelaparan termasuk dalam golongan yang dirindukan surga. Amal ini jika dilakukan dengan penuh keikhlasan semata-mata karena Allah SWT, dijanjikan akan dibalas dengan pahala yang melimpah di akhirat. Bahkan, memberi makanan kepada mereka yang berbuka puasa memiliki pahala setara dengan orang yang menjalankan puasa tersebut.

Islam sangat menganjurkan umatnya untuk peduli terhadap mereka yang kelaparan dan kurang mampu, karena perhatian ini menjadi salah satu ibadah yang mendatangkan pahala besar. Di akhirat kelak, mereka yang menjalankan amal ini dengan penuh keikhlasan akan mendapat tempat istimewa di sisi Allah SWT, yakni surga.

4. Orang yang Puasa Ramadan Penuh Keimanan (Wa Shooimiina Fi Syahri Ramadhan)

Terakhir, golongan yang dirindukan surga adalah orang-orang yang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan. Ramadan adalah bulan yang istimewa, seluruh kebaikan terkumpul, doa dikabulkan, dan dosa diampuni.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa jika umatnya mengetahui keutamaan Ramadan, mereka akan berharap sepanjang tahun adalah bulan Ramadan, “Kalau sekiranya umatku mengetahui apa-apa (kebaikan) di dalam bulan Ramadan, niscaya mereka menginginkan agar sepanjang tahun bulan Ramadan.”

Ketaatan dan keikhlasan dalam menjalani puasa selama bulan Ramadan membuat surga merindukan mereka, karena di bulan ini kebaikan, pengampunan, dan rahmat Allah SWT begitu melimpah. Doa yang dipanjatkan akan dikabulkan, dosa yang dilakukan akan diampuni, dan ketaatan kepada Allah SWT bisa diterima.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com