Tag Archives: gus yahya

PBNU Jalin Kolaborasi Strategis dengan Jerman, Perkuat Misi Kemanusiaan Global



Jakarta

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), baru saja bertemu dengan pejabat tinggi Pemerintah Jerman. Pertemuan itu membahas kerjasama di bidang kemanusiaan dunia.

Pejabat yang ditemui oleh Gus Yahya adalah Thomas Rachel. Thomas menjabat sebagai The Federal Government Commissioner for Freedom of Religion or Belief dalam Kabinet Kanselir Friedrich Merz.

Pertemuan berlangsung di Kantor Kementerian Luar Negeri Jerman, Berlin, pada Selasa, 7 Juli 2025, pukul 14.00 waktu setempat. Gus Yahya didampingi oleh Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni dan Penasihat Khusus Urusan Internasional H. Muhammad Kholil dalam kunjungan tersebut.


Kepada Thomas, Gus Yahya memaparkan secara rinci inisiatif Gerakan Global Religion of Twenty (R20). Gagasan ini dibentuk oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan diluncurkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 2022.

Beliau menjelaskan bahwa R20 berupaya menjadikan agama sebagai kekuatan pendorong solusi untuk tantangan global. Bukan justru sebagai sumber konflik.

R20 adalah ikhtiar NU agar agama-agama turut mengambil tanggung jawab dalam merumuskan solusi peradaban, bukan sekadar menjadi bagian dari masalah,” ujar Gus Yahya dalam dalam keterangan persnya.

Selain itu, Gus Yahya juga menyoroti konsensus kebangsaan Indonesia. Meliputi NKRI sebagai bentuk negara, Pancasila sebagai ideologi, UUD 1945 sebagai dasar konstitusi, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai prinsip kebhinekaan-sebagai model inspiratif.

Menurut Gus Yahya, pengalaman Indonesia dalam merawat konsensus dapat menjadi contoh bagi komunitas internasional dalam membangun tatanan dunia yang lebih inklusif dan harmonis.

Inisiatif PBNU mendapat sambutan hangat dari Thomas Rachel. Sebagai tokoh yang dihormati di Jerman dan Eropa, Thomas mengungkapkan kekagumannya terhadap NU, yang ia sebut sebagai organisasi Islam terbesar di dunia yang teguh memperjuangkan toleransi, demokrasi, dan nilai-nilai kemanusiaan.

Mengakhiri pertemuan, kedua belah pihak menegaskan komitmen kuat untuk berkolaborasi dalam proyek-proyek kemanusiaan. Harapan dapat mempererat jejaring global untuk membangun peradaban yang lebih adil dan damai di masa depan.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

PBNU Resmikan Dapur MBG di Cirebon, Targetkan 1.000 Titik di Pesantren NU



Cirebon

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meresmikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Pondok Pesantren Mualimin Mualimat, Babakan Ciwaringin, Cirebon.

Program ini menjadi wujud komitmen PBNU dalam mendukung pemenuhan gizi santri dan pelajar di lingkungan lembaga pendidikan Nahdlatul Ulama.

Dalam rilis yang diterima detikHikmah pada Sabtu (2/7/2025), Peresmian dapur MBG tersebut dihadiri langsung oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), bersama jajaran pengurus PBNU, pimpinan Badan Gizi Nasional (BGN), dan pimpinan 13 pesantren mitra MBG yang turut meresmikan dapurnya pada kesempatan yang sama.


Adapun 13 pesantren dan yayasan pendidikan mitra MBG yang terlibat dalam peresmian ini antara lain:

  1. Ponpes Mualimin-Mualimat Babakan Ciwaringin, Cirebon
  2. Ponpes Abu Manshur, Cirebon
  3. Ponpes Sirajul Mukhlasin 2 Yajri, Magelang
  4. Ponpes Assalafiyah Mlangi, Yogyakarta
  5. Ponpes Ma’hadul Muta’allimin, Ngawi
  6. Ponpes Darussyifa Yaspida, Sukabumi
  7. Ponpes Duta Aswaja, Kudus
  8. Ponpes Krapyak Yayasan Ali Maksum, Yogyakarta
  9. Yayasan Pendidikan Azzam Abu Haidir Anshor, Labuhan Batu Utara
  10. Yayasan Mukti Khoiriyah, Banyumas
  11. Yayasan Al Musaddadiyah, Garut
  12. Yayasan Al Muhajirin, Purwakarta
  13. Ponpes Putra Putri Marsahaja, Riau

Dalam sambutannya, Gus Yahya menegaskan bahwa inisiatif pembangunan dapur MBG merupakan bentuk konkret dukungan PBNU terhadap program prioritas nasional di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, khususnya dalam mempercepat pemenuhan gizi anak-anak Indonesia.

“Di tahap awal ini, sebanyak 218 yayasan pesantren dan lembaga pendidikan di bawah naungan NU sudah mulai diproses oleh BGN,” ujar Gus Yahya.

Ia juga menambahkan, PBNU menargetkan pembangunan 1.000 dapur MBG yang tersebar di berbagai pesantren dan sekolah/madrasah NU di seluruh Indonesia. Dari sekitar 26 ribu pesantren serta lebih dari 10 ribu sekolah dan madrasah di lingkungan NU, setidaknya 426 pesantren dengan jumlah santri lebih dari 1.000 orang akan menjadi prioritas utama.

“Kami ingin memastikan setiap anak mendapatkan hak dasar atas gizi yang baik. Lewat program ini, kami berharap bisa mencetak generasi yang sehat, cerdas, dan unggul untuk masa depan bangsa,” ungkap Gus Yahya.

Peresmian 13 dapur MBG ini menjadi tonggak penting dalam mempercepat realisasi target 1.000 titik dapur MBG NU di seluruh Indonesia. Lewat inisiatif ini, PBNU ingin berperan aktif dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia sekaligus mendukung visi pemerintah dalam menciptakan generasi emas yang sehat dan kompetitif.

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Ketum PBNU Gus Yahya Minta Maaf Undang Peter Berkowitz Akademisi Pro-Israel



Jakarta

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf memohon maaf telah mengundang Peter Berkowitz, akademisi Pro-Israel ke Indonesia. Pria yang akrab disapa Gus Yahya ini mengaku khilaf menjadikan Peter Berkowitz sebagai salah satu pemateri dalam Akademi Kepemimpinan Nasional yang dilaksanakan PBNU di Jakarta pada 15 Agustus 2025 lalu

Prof Dr Peter Berkowitz merupakan Tad and Dianne Senior Fellows, Hoever Institution, Stanford University, Amerika Serikat. Peter Berkowitz dikenal sebagai akademisi yang cukup vokal membela Israel.

“Saya mohon maaf atas kekhilafan dalam mengundang Dr. Peter Berkowitz tanpa memperhatikan latar belakang zionisnya. Hal ini terjadi semata-mata karena kekurangcermatan saya dalam melakukan seleksi dan mengundang narasumber,” kata Gus Yahya dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Kamis 28 Agustus 2025.


Gus Yahya menegaskan bahwa hingga sekarang sikapnya dan PBNU terkait masalah Palestina tidak pernah berubah.PBNU mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk memiliki negara yang merdeka dan berdaulat.

PBNU juga mengutuk keras agresi brutal tentara Israel ke Gaza. Gus Yahya mengajak semua pihak dan aktor internasional untuk bekerja keras
menghentikan genosida di Gaza dan mengusahakan terciptanya perdamaian.

Berikut ini pernyataan lengkap Ketua Umum PBNU, Gus Yahya

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Menanggapi perbincangan publik mengenai kedatangan Dr. Peter Berkowitz, saya sebagai Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan ini menyatakan:

1. Saya mohon maaf atas kekhilafan dalam mengundang Dr. Peter Berkowitz tanpa memperhatikan latar
belakang zionisnya. Hal ini terjadi semata-mata karena kekurangcermatan saya dalam melakukan
seleksi dan mengundang narasumber.

2. Sikap saya dan PBNU dalam masalah Palestina tidak pernah berubah dari dulu hingga sekarang.
PBNU mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk memiliki negara yang merdeka dan berdaulat.

3. Saya dan PBNU mengutuk tindakan-tindakan genocidal yang brutal yang dilakukan oleh pemerintah
Israel di Gaza. PBNU mengajak semua pihak dan aktor internasional untuk bekerja keras
menghentikan genosida di Gaza dan mengusahakan terciptanya perdamaian.

Terima kasih.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

PBNU Ajak Ciptakan Rasa Damai Pascatragedi Driver Ojol



Jakarta

Pengemudi ojek online (ojol) mendapat kekerasan dari oknum polisi saat demonstrasi. Dari dua orang yang dilindas mobil Brimob, satu di antaranya dinyatakan meninggal dunia.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan duka cita atas kejadian tersebut. Salah satunya dari Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.

“Atas nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, atas nama jamiyyah Nahdlatul Ulama, saya menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya saudara Affan Kurniawan dan juga keprihatinan yang mendalam atas keadaan Saudara Muhammad Umar Amarudin sekarang,” ujar Gus Yahya, dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (29/8/2025).


Gus Yahya menegaskan, PBNU mendukung penuh aspirasi masyarakat dan berjanji akan ikut mengupayakan segala harapan tersebut. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat, termasuk mahasiswa, untuk menempuh jalan yang lebih tenang.

“Insyaallah NU akan ikut serta mendukung, mendampingi, dan ikut menyuarakan, mengupayakan apa yang menjadi harapan dan aspirasi dari masyarakat tersebut,” tuturnya.

Gus Yahya berharap pemerintah segera mengambil kebijakan yang tepat agar persoalan ini tidak berlarut. Ia menegaskan, musibah yang terjadi harus ditangani dengan adil dan transparan.

“Saya kira tidak ada lagi jalan untuk tidak menanganinya secara adil dan transparan. Saya yakin sekali sesudah ini akan ada proses yang adil dan transparan untuk menangani musibah yang sudah terjadi,” katanya.

Ia meyakini bahwa aspirasi masyarakat sudah didengar oleh semua pihak yang berwenang. Maka dari itu, ia mengajak semua pihak untuk mencari mekanisme yang lebih konstruktif dan substansial dalam mencapai kebijakan yang diperlukan.

“Mari kita bangun mekanisme yang lebih tenang, mekanisme yang lebih substansial untuk mencari jalan keluar bagi pemenuhan aspirasi-aspirasi tersebut,” tambahnya.

NU Ajak Masyarakat Jaga Persaudaraan

Sementara itu, Rais Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar juga menyampaikan duka cita mendalam atas tragedi yang menimpa Affan Kurniawan. Ia menekankan bahwa penyampaian aspirasi adalah hak konstitusional, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang damai.

“Kami minta aparat untuk senantiasa sabar dan menahan diri, agar tidak terjadi benturan yang dapat merugikan semua pihak,” kata Miftachul Akhyar.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak bertindak anarkis dan menghindari provokasi. Menurutnya, arahan Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus menjadi pedoman bersama untuk menjaga keamanan dan persaudaraan nasional.

“Perbedaan pendapat harus disalurkan dengan cara yang damai dan bermartabat. Jangan sampai aksi menyuarakan aspirasi justru melahirkan korban jiwa dan merugikan bangsa dan negara,” tegasnya.

Miftachul Akhyar meminta seluruh warga NU untuk ikut serta menenangkan situasi dan tidak mudah terprovokasi. “Mari kita jaga persaudaraan, keamanan, dan ketertiban. PBNU mengajak seluruh warga NU untuk menjadi peneduh di tengah masyarakat,” pungkasnya.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Kata Muhammadiyah dan PBNU soal Usulan Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis



Jakarta

Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mengusulkan penggunaan dana zakat untuk melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG). Usulan ini menuai tanggapan dari sejumlah pihak, termasuk ormas Islam.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai usulan dana zakat untuk membiayai program makan bergizi gratis perlu dibicarakan dengan pengelola lembaga zakat, infak, dan sedekah. Pembicaraan ini penting lantaran zakat memiliki unsur syar’i terkait golongan yang berhak menerimanya.

“Sebaiknya dibicarakan dengan Badan Amil Zakat Nasional, kemudian lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh ormas,” kata Haedar di sela-sela forum Tanwir Aisyiah di Hotel Tavia Heritage, Jakarta, Rabu (15/1/2025), dikutip dari CNN Indonesia.


Haedar tidak mempersoalkan adanya usulan tersebut selama untuk kepentingan bangsa dan negara. Namun, kata dia, perlu pembicaraan lebih jauh terkait manajemen dan capaiannya jika usulan itu mau ditindaklanjuti.

“Badan Amil Zakat punya regulasi sendiri untuk dana yang digunakan. Karena menyangkut pertanggungjawaban dana umat. Jadi soal seperti itu tidak cukup dengan gagasan, tapi dibicarakan lewat berbagai pihak yang terkait. Nah itu yang harus dibicarakan,” kata dia.

Tanggapan PBNU

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf turut merespons usulan pendanaan makan bergizi gratis dengan uang zakat. Menurutnya, hal ini perlu kajian lanjut karena penerima zakat sudah ada aturannya dalam syariat.

“Zakat harus dikaji lagi yang nerima siapa dulu nih? Kalau dikhususkan untuk anak-anak miskin itu bisa, kalau umum dan untuk semua orang nah ini untuk zakat ini harus lebih hati-hati,” katanya usai jumpa pers penandatanganan nota kesepahaman pendirian Pusat Komunitas Tangguh dan Kewirausahaan Sosial di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (13/1/2025), dilansir NU Online.

Gus Yahya, sapaannya, memandang pemerintah perlu mengkaji secara serius target penerima manfaat dari lembaga zakat, infak, dan sedekah untuk program makan bergizi gratis.

“Ini harus diterima oleh kelompok-kelompok spesifik yang di dalam wacana MBG sebagai asnaf (penerima zakat) yang menjadi target yang diperbolehkan menerima zakat,” jelasnya.

Selain zakat, Gus Yahya melihat adanya potensi penggunaan infak dan sedekah untuk membiayai program tersebut, mengingat aturan infak dan sedekah lebih longgar ketimbang zakat.

Pihaknya sendiri telah menginstruksikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak, dan Shodaqoh NU (LAZISNU) untuk ikut serta mengembangkan program pemanfaatan dana yang tujuannya kurang lebih seperti makan bergizi gratis.

Terkait kerja sama, Gus Yahya mengaku masih menjalin komunikasi intens dengan pihak penyedia makan bergizi gratis, seperti Badan Gizi Nasional dan pihak pemerintah terkait.

“Nanti ada dua area kerja yang bisa kita tangani, tentu pengadaan makan gratis itu sendiri, artinya masaknya (dan) membaginya kepada siswa dan santri. Dan juga (Penyediaan) mulai dari bahan-bahannya yang melibatkan UKM di lingkungan NU,” terangnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mendorong pendanaan makan bergizi gratis melibatkan masyarakat. Dia mengusulkan menggunakan dana zakat untuk membiayai program tersebut.

“Saya sih melihat ada DNA dari negara kita, DNA dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong royong. Nah, kenapa nggak ini justru kita manfaatkan juga,” Sultan kepada wartawan di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025), dilansir detikNews.

“Contoh, bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program makan bergizi gratis ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir kenapa nggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh,” katanya.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Gus Yahya dan Peradaban Tunggal



Jakarta

Menulis Gus Yahya, Ketua Umum PBNU, tidak sulit. Memahami visinya tentang Nahdlatul Ulama (NU), tidak susah. Tidak rumit menjelaskan hasratnya soal bangun peradaban masa depan. Tidak sukar menerima caranya memaknai nilai Islam Aswaja An Nahdliyah. Sangat mudah memahami gagasan dia dalam menjaga NKRI. Dan, tidak sulit menerimanya sebagai sosok gigih penganjur hidup harmonis.

Kenapa ? Sebab, dengan cara dia berekspresi saja, kita sudah dibantu memahami cara hidup di dunia yang kian menyempit ini. Dunia nir sekat. Dunia yang lepas dari terminologi ruang dan waktu. Dunia di mana nilai luhur kemanusiaan mengalami “cross content” dalam semua keyakinan. Dunia di mana agama saling sapa dan saling isi dalam praktek dan amaliyah. Agama yang menjelma faktor kebahagiaan bersama. Agama yang mengglobal.

Visi Gus Yahya


Beginilah visi Gus Yahya…
Ia melihat gerak dunia mengarah pada satu wujud kampung raksasa. Tak ada lagi satu orang atau satu kelompok bisa mengasingkan diri dari yang lain. Setiap orang harus bersinggungan dan tinggal bersama di atas bumi yang kecil. Tidak lagi mungkin suatu peradaban tumbuh terpisah dari peradaban lain. Kini masyarakat dunia bergerak massif, tanpa bisa dibendung, mengarah pada terwujudnya satu peradaban tunggal.

Peradaban yang saling bercampur satu sama lain. Dalam keadaan seperti ini, maka isu tentang perbedaan jadi semakin krusial. Dulu orang bisa dengan mudah memelihara identitas sendiri walaupun berbeda dari yang lain, tanpa saling mengganggu. Mereka memang menciptakan ruang yang memungkinkan setiap kelompok hidup dan tumbuh terpisah dari yang lain. Itu dulu. Dulu sekali !

Dulu di Inggris tidak terbayangkan ada etnis “asing” jadi wali kota apalagi perdana menteri. Tiba-tiba, dalam dua dasawarsa terakhir, London memiliki wali kota dari etnis Pakistan dan Inggris punya perdana menteri keturunan India. Bagaimana mungkin semua terjadi ? Karena dunia saat ini cenderung mengarah pada satu kampung besar. Satu peradaban tunggal yang saling bercampur. Dan, isu perbedaan pun menjelma sesuatu yang krusial.

Orang yang dulu bisa nyaman memelihara cirinya sendiri tanpa terganggu dan memisahkan diri dari yang lain, sekarang tidak lagi. Orang yang dulu biasanya saling berpisah, kini harus bertemu. Dipaksa harus terlibat dalam urusan peradaban bersama ; dalam keadaan saling berbeda. Peradaban yang “dihidupi” bersama ini, butuh unsur-unsur yang dapat memelihara harmoni di tengah perbedaan azali.

Satu abad kemarin…
Jika satu kelompok aspirasi sosial politik tertentu bertemu kelompok lain, yang terjadi adalah konflik. Dalam kasus tertentu, berujung konfrontasi dan perang. Ketika globalisasi mulai berkembang, terbentuklah aliansi antara satu kelompok kepentingan dengan kelompok lain. Lahir persekutuan militer besar yang meniscayakan benturan di antara konsolidasi kekuatan militer internasional. Pecah Perang Dunia II.

Itu terjadi satu abad kemarin…

Pasca PD II, ada kesadaran di kalangan masyarakat internasional untuk menginisiasi satu tatanan baru. Tatanan yang bisa memaksa semua orang meski berbeda, untuk mengembangkan hasrat hidup berdampingan secara damai. Meski akhirnya lahir Piagam PBB pada tahun 1945, tapi sejarah mencatat ; bahwa konsesus internasional itu tidak serta merta membuat dunia jadi aman damai tanpa konflik.

Sampai hari ini, konflik di antara aspirasi politik dan ekonomi yang berbeda-beda masih muncul. Ada sejumlah kawasan yang masih bergolak karena konflik antarkepentingan. Menjadi tanggung jawab semua, untuk memikirkan bagaimana masyarakat manusia di masa depan, agar sungguh-sungguh mampu dapat mengembangkan kehidupan yang harmonis di antara perbedaan-perbedaan yang ada.

Jika tidak, maka konflik antarperbedaan itu akan berujung pada kehancuran umat manusia. Jika konflik itu dibiarkan dan potensi konflik diperbolehkan berkembang menjadi konflik-konflik yang aktual, maka tidak akan ada masa depan bagi dunia selain kehancuran bersama. Tak akan ada pemenang, yang ada adalah kekalahan untuk semua. Kekalahan yang akan bermuara para kehancuran semua.

Visi Gus Dur

Dalam konteks ini, Gus Yahya ingat pesan gurunya, Gus Dur. Presiden RI ke-4 itu mengingatkan ; “tidak ada cara lebih baik untuk membantu Islam selain dengan menolong kemanusiaan seluruhnya”. Jika setiap muslim hanya “terobsesi” memenangkan agamanya, lalu mengabaikan apalagi menganggap yang lain sebagai rintangan, maka Islam tidak akan benar-benar mencapai kemaslahatan ‘ammah.

Dalam konteks kawasan, Indonesia sebagai pemegang presidensi ASEAN, telah mengumumkan proposal agenda besar ; Asean sebagai pusat pertumbuhan/epicentrum of growth. Memang pendekatannya agak “economic heavy”. Namun dari sisi lain, Gus Yahya lewat Nahdlatul Ulama (NU), mengajak para agamawan kawasan untuk berpikir tentang skenario-skenario, mungkin bukan yang terbaik, tapi yang dapat menemukan akar konflik-konflik laten di kawasan.

Dan di antara potensi yang bisa menjadi hambatan bagi agenda membangun “epicentrum of growth” itu adalah potensi konflik. Sebab, di samping menjadi satu kawasan dengan potensi ekonomi besar, Asean juga merupakan kawasan dengan heterogenitas luar biasa. ASEAN diisi oleh masyarakat yang sangat beragam. Jumlah muslim bisa yang terbesar di Indonesia tapi jadi minoritas di negara Asean tertentu. Begitu juga dengan penganut agama lain.

Demikian pula di kawasan Indo Pasific. Jumlah muslim yang terbesar di Indonesia, justeru minoritas di India. Padahal skala minoritas di India, bisa menjadi angka amat besar di negara dan kawasan lain. Kalau di Indonesia terdapat sekitar 250 juta populasi muslim, maka di India sekitar 200 juta. Diprediksi, tahun 2050, populasi Muslim di India akan lebih banyak daripada di Indonesia dan jadi minoritas di tengah penduduk India yang melampaui angka 1,5 miliar.

Sementara dalam konteks Indo Pasific–kawasan Samudera Hindia dan sekitar Samudera Pasifik (mulai India sampai dengan Filiphina sampai dengan Australia), populasi penganut Buddha, lebih dominan. Diperkirakan terdapat sekitar 43 persen penduduk Pasifik beragama Buddha. Lebih banyak dari populasi muslim, satu angka di bawahnya : 42 persen. “Ini data yang saya sendiri belum lama dapat. Selebihnya ini yang lain-lain. Kristen dan lain-lain,” ujar Gus Yahya.

Diingatkan Gus Yahya, ketika berpikir tentang agenda ekonomi dan strategi untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi, dalam realitasnya akan terdapat variabel lain yang campur aduk. Termasuk variabel-variabel berupa perbedaan budaya dan agama. Maka ketika berpikir tentang strategi untuk membangun epicentrum pertumbuhan, pengaruh luasannya akan berimbas ke seluruh kawasan Indo-Pasifik.

Terutama variabel heterogenitas masyarakat ASEAN dan Indo-Pasifik yang berpotensi mendorong terjadinya konflik-konflik sehingga bisa menghambat agenda epicentrum of growth. Dari kawasan ini NU mencoba menawarkan satu sumbangan yang mungkin berguna bagi pergulatan ASEAN dalam membangun epicentrum of growth, dengan memperhatikan dan berpikir tentang variabel di luar variabel ekonomi.

Visi Asoka

Dalam balutan heteroginitasnya, masyarakat kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik memiliki warisan dan peradaban yang beririsan. Mereka mengadopsi satu karakter, satu warna budaya yang sama. Ini semua bermula dari abad ke-3 SM. Alkisah, di India, bertahta seorang raja besar bernama Asoka. Setelah separuh masa kekuasaan dihabiskan dalam perang dan pembantaian yang luar biasa, Asoka berbalik menjadi raja yang mempromosikan toleransi dan harmoni.

Hebatnya, kampanye untuk toleransi dan harmoni itu, dilakukan Asoka dalam skala yang luar biasa luas dengan pengerahan kapasitas besar-besaran sehingga mencapai ke ujung-ujung Indo-Pasifik. Salah satunya tercatat hingga Nusantara. Dan salah satunya melahirkan kerajaan besar, yakni Sriwijaya di Palembang. Palembang menjadi salah satu basis dan aktor peradaban yang sangat kuat dari kampanye toleransi dan harmoni produk Raja Asoka.

Ketika memperingati Harlah NU ke-99, Gus Yahya sengaja memilih Palembang. Salah satu alasannya ; Palembang pewaris dari Sriwijaya. Sriwijaya ini adalah bagian peradaban paling kuat dalam sejarah Nusantara dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi dan harmoni. Sriwijaya berhasil mempersatukan sebagian besar Nuantara dan ini merupakan inisiatif berskala peradaban yang dilakukan di kawasan negara kepulauan ini.

Kejayaan itu bertahan selama 7 abad ; dari abad ke-7 sampai abad ke-14. Dan, mewariskan nilai-nilai budaya dan peradaban secara sangat dalam di tengah masyarakat. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, adalah nilai-nilai adiluhung yang diadopsi Majapahit dari warisan Sriwijaya. Majapahit adalah kerajaan besar di Nusantara yang mengalami kontroversi perbedaan agama, khususnya di lingkungan kekuasaan.

Sejarah mencatat, di lingkaran terdalam keluarga keraton, di samping memeluk agama Buddha, sebagian yang lain memeluk agama Hindu. Perbedaan anutan keyakinan itu dapat diselesaikan, begitu Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma, dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”, tidak ada kebenaran yang terbelah, dan jika sudah “benar” maka ia pasti satu. Jika masih terbelah, berarti belum satu.

“Kita bisa melihat display tampilan dari satu peradaban besar yang pasti akan berguna, apabila kita kapitalisasi sebagai satu strategi untuk membangun kawasan ASEAN Indo-Pasifik ini. Karena dalam catatan sejarah masyarakat di kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik, dulu pernah mengalami satu kesatuan peradaban yang dibangun di atas basis nilai-nilai toleransi dan harmoni dulunya,” ajak Gus Yahya.

Visi Asean

Untuk memetakan potensi yang bisa mendorong lahirnya harmoni di kawasan Asean, maka perlu dilakukan identifikasi nilai-nilai yang dipegang bersama. Walaupun, misalnya yang satu muslim, satu Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, tapi di antara yang berbeda ini ada nilai-nilai yang disetuju semua kelomlok. Misalnya terkait nilai-nilai tentang kasih sayang, keadilan dan nilai tentang ikatan keluarga.

Selanjutnya, mengidentifikasi nilai- nilai yang harus dikembangkan agar jadi pendorong untuk tidak lagi berkonflik satu sama lain. Jika dianggap urgen, maka perlu rekontekstualisasi nilai-nilai tersebut dengan mengadaptasi, serta membuat penyesuaian terhadap nilai-nilai yang lama yang sekian lama mendorong konflik. Ini hal-hal yang merupakan ilustrasi dari kemauan dan kemungkinan.

Ini bisa dilakukan, untuk membuat penyesuaian dalam tataran nilai-nilai, agar semua umat manusia bisa hidup berdampingan secara damai. Membangun konsolidasi untuk harmoni di tengah perbedaan, sudah dilakukan. Selanjutnya, melakukan kapitalisasi untuk mencapai dan membangun strategi yang lebih kuat ke depan. Nilai-nilai ini adalah alat mengonsolidasikan satu basis konstituensi masyarakat di ASEAN dan Indo-Pasifik. (*)

Ishaq Zubaedi Raqib*
Jurnalis Senior
Ketua LTN — Lembaga Infokom dan Publikasi PBNU

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Pemerintah dan DPR Harus Meringankan Jamaah



Jakarta

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menanggapi usulan biaya haji 2024 yang tengah ramai dibahas, khususnya dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Haji DPR. Sebagai organisasi Islam dengan basis massa terbesar di Indonesia, NU memiliki perhatian besar terhadap kebijakan haji.

Gus Yahya menjelaskan salah satu faktor utama yang mempengaruhi biaya haji adalah nilai tukar mata uang. Sebab, seluruh kegiatan ibadah haji berlangsung di Arab Saudi dan menggunakan mata uang riyal. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap riyal menjadi aspek yang sangat menentukan besaran biaya yang harus ditanggung jemaah.

“Kalau dilihat dari harga-harga di sana, menurut teman-teman yang terlibat dalam pengelolaan haji, sebenarnya perubahan harga di Arab Saudi itu tidak terlalu signifikan. Harga-harga di sana relatif stabil. Masalahnya ada pada nilai tukar rupiah terhadap riyal yang berubah-ubah,” ujar Gus Yahya saat jumpa pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2025).


“Jadi, biaya dalam rupiah naik bukan karena harga di Arab Saudi, tetapi karena fluktuasi nilai tukar,” papar Gus Yahya.

Ia menekankan persoalan ini bukan sekadar soal efisiensi manajemen dalam pengelolaan haji, tetapi juga terkait dengan kinerja ekonomi nasional secara lebih luas. Stabilitas nilai tukar, kata Gus Yahya, mencerminkan kondisi perekonomian secara keseluruhan yang berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan jemaah haji. Pihaknya berharap pemerintah dan DPR bisa menetapkan biaya yang meringankan jemaah.

“Kita harus memahami bahwa ini bukan hanya soal manajemen yang efisien, tetapi juga kinerja ekonomi nasional. Pemerintah dan DPR perlu bekerja sama untuk menetapkan biaya haji yang paling meringankan bagi jamaah, sejalan dengan situasi ekonomi yang ada,” tambahnya.

Gus Yahya juga menyampaikan keyakinannya bahwa pemerintah bersama DPR akan berupaya sebaik mungkin dalam menentukan besaran biaya haji. Baginya, yang terpenting adalah memastikan kebijakan tersebut dapat memberikan keringanan bagi jemaah, mengingat ibadah haji adalah kewajiban bagi umat Islam yang mampu secara finansial.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI mengusulkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 93.389.684,99 atau sekitar Rp 93,3 juta.

Usulan ini merujuk pada nilai tukar Dolar Amerika sebesar Rp 16.000 dan Riyal Arab Saudi sebesar Rp 4.266,67. Sementara itu, besaran yang dibayarkan oleh jemaah haji 2025 atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) mencapai Rp 65,3 juta.

Biaya yang harus dibayar jemaah mengalami kenaikan hampir Rp 10 juta dari tahun sebelumnya. Pada 2024, Bipih rata-rata Rp 56,04 juta.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com