Tag Archives: habib jafar

Niat Baik Tetap Tercatat meski Tak Kesampaian



Jakarta

Niat merupakan perkara yang penting dalam Islam. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menyebut bahwa segala amal bergantung pada niatnya.

Dari Umar bin Khattab ia mendengar Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ


Artinya: Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR Bukhari dan Muslim)

Terkait hadits tersebut, Habib Ja’far menjelaskan, apabila seseorang mengerjakan sesuatu dengan niat ingin mendapat pujian dari orang lain, maka Allah SWT tidak memberikannya pahala. Sebaliknya, apabila niatnya karena Allah SWT, maka Dia menjanjikan pahala berlipat bagi orang tersebut.

“Kalau niatnya lo buat dipuji orang lain, maka Allah gak ngasih pahala buat lo karena niatnya buat orang lain. Ya udah dipuji oleh orang lain enough, cukup, karena niatnya begitu. Tapi kalau niatnya buat Allah, Allah akan janjikan pahala bukan 1 tapi 10 kali lipat, 700 kali lipat, bahkan tidak terbatas,” ujar Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Kamis (30/3/2023).

Habib Ja’far menyandarkan hal itu pada sabda Rasulullah SAW dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

“Barang siapa yang berniat melakukan kebaikan lalu tidak mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat mengerjakan kebaikan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat hingga perlipatan yang banyak.”

Habib Ja’far menjelaskan, jika terdapat kondisi di luar diri seseorang yang membuatnya tidak bisa melakukan apa yang telah diniatkan, Allah SWT akan memberikan satu pahala bagi orang yang sudah berniat tersebut karena rahmat-Nya.

Lantas, bagaimana jika niatnya untuk berbuat buruk? Apakah dosanya juga berkali lipat? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Niat Baik Tetap Tercatat meski Tak Kesampaian tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Jangan Salahkan Keadaan, tapi Diri Kita Sendiri



Jakarta

Tak sedikit dari kita mungkin masih ada yang menyalahkan keadaan ketika hal itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Habib Ja’far, yang seharusnya disalahkan adalah diri kita sendiri.

Hal tersebut diungkapkan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Jumat (31/3/2023). Habib mengawalinya dengan memberikan contoh orang yang berbuat maksiat saat bulan Ramadan menyebut itu bisa terjadi karena godaan setan. Padahal, menurut Habib, argumen tersebut hanyalah alibi.

“Bulan Ramadan argumen pembelaan itu biasanya disebut alibi ya, pembelaan yang mengada-ngada, bukan kebenaran (tapi) itu pembenaran. Itu dikritik oleh Allah melalui Nabi Muhammad yang mengatakan di bulan Ramadan itu salah satu keberkahannya adalah setan diiket,” ujar Habib Ja’far.


“Jadi, kalau di bulan Ramadan lo masih melakukan maksiat berarti bukan karena keadaan, bukan karena diganggu setan, tapi karena emang gua dan lo itu setannya. Itu the real kesurupan tu itu, bulan Ramadan masih maksiat,” imbuhnya.

Habib Ja’far menjelaskan, hal tersebut lantaran terdapat nafsu dalam diri yang tidak bisa kita kontrol. Sebab, kata Habib Ja’far, Allah SWT memberikan kedaulatan kepada setiap manusia untuk memilih keadaannya, yakni bermaksiat atau ibadah.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR Bukhari dan Muslim)

Karena hal itulah, kata Habib Ja’far, kita tidak bisa menyalahkan keadaan. Namun, dalam hal ini, yang bisa disalahkan adalah diri kita sendiri, mengapa bisa terbawa keadaan.

Menurutnya, orang yang bisa mengendalikan keadaan adalah orang yang beruntung. Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Jangan Salahkan Keadaan, tapi Diri Kita Sendiri tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Taat Butuh Kesabaran sampai Terasa Indah



Jakarta

Kesabaran tidak hanya dilakukan ketika seseorang mendapat musibah. Menurut Habib Ja’far, sabar juga dibutuhkan dalam hal ketaatan.

Hal tersebut diungkapkan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Sabtu (1/4/2023). Habib mulanya menjelaskan bahwa kebenaran dan kesabaran merupakan dua hal yang disebut secara bersamaan melalui firman Allah SWT dalam surah Al Asr ayat 3.

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ


Artinya: “kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.”

Habib Ja’far menjelaskan, seseorang butuh kesabaran dalam menjalani ujian kebenaran. Hal ini untuk mengetahui apakah orang tersebut menjalankan kebenaran karena musiman atau memang sudah mencapai titik ikhlas.

“Kebenaran harus diuji dengan kesabaran untuk mengetahui ia berada dalam kebenaran itu sifatnya musiman atau memang ia ingin berada dalam kebenaran itu karena menganggap itulah yang indah,” ucap Habib Ja’far.

Habib Ja’far lalu menukil perkataan Imam Al Ghazali bahwasanya sabar itu bukan hanya ketika tertimpa musibah, melainkan juga untuk berada dalam ketaatan dan terhindar dari maksiat juga membutuhkan kesabaran.

“Orang kalau diuji dia harus sabar, bukan hanya itu. Tapi ketika orang jauh dari maksiat dia harus sabar. Sabar dari tarikan lagi tentang misalnya enaknya ketika bermaksiat, nikmatnya ketika bermaksiat, dan lain sebagainya,” ujar Habib Ja’far.

“Juga sabar ketika menjalani ketaatan dari misalnya merasa terbebaninya ketika dia menjalani ketaatan, merasa beratnya dia ketika menjalani ketaatan. Dia harus sabar sampai titik di mana dia kemudian nikmat menjalani ketaatan,” imbuhnya.

Ada banyak kisah tentang kesabaran dalam ketaatan yang terjadi kepada para nabi. Mulai dari Nabi Nuh AS yang berdakwah selama 950 tahun, Nabi Yusuf AS yang harus menerima fitnah selama belasan tahun, hingga Nabi Muhammad SAW dengan berbagai ujiannya.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Taat Butuh Kesabaran sampai Terasa Indah tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Tarawih di Masjid Vs di Rumah, Baik Mana?



Jakarta

Salat Tarawih merupakan ibadah sunnah yang dikerjakan pada malam Ramadan. Ibadah ini bisa dilakukan secara berjamaah di masjid atau di rumah. Mana yang lebih baik di antara keduanya?

Menurut Habib Ja’far, hal tersebut tergantung pada kondisi masing-masing. Secara umum, laki-laki lebih baik salat berjamaah di masjid dan perempuan salat di rumah. Hal ini berlaku untuk salat fardhu maupun salat sunnah seperti salat Tarawih.

“Untuk salat sunnah begitu juga bagi laki-laki sebaiknya dilakukan di masjid, tapi bagi perempuan sebaiknya di rumah. Termasuk di dalamnya adalah salat Tarawih,” ujar Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Selasa (4/4/2023).


Habib Ja’far menjelaskan, salat Tarawih lebih baik dikerjakan secara berjamaah di masjid karena termasuk salat sunnah yang disunnahkan untuk berjamaah. Seperti halnya salat Id dan salat istisqa.

Meski demikian, laki-laki tetap boleh salat di rumah jika memang secara kemaslahatan lebih baik dilakukan di rumah. “Contohnya istri kita sedang butuh kita untuk menjadi imam salat karena dia sekaligus mau belajar salat Tarawih dengan baik, mau sekalian lanjut belajar mengkaji al quran dan lain sebagainya,” ujar Habib Ja’far.

Begitu juga dengan perempuan. Jika baginya memang ada kemaslahatan ketika dilakukan di masjid dan telah mendapatkan izin dari walinya, maka baik baginya mengerjakan salat Tarawih berjamaah di masjid.

Namun, jika justru ke masjid menimbulkan mudharat, maka kata Habib, perempuan tetap lebih baik salat Tarawih di rumah.

“Menghindari kemudharatan itu jauh lebih utama daripada mencari kemanfaatan. Begitu dalam filsafat hukum Islam atau ushul fiqih. Hindari dulu mudharatnya jangan sibuk nyari manfaat ” terangnya.

Habib Ja’far kemudian menukil sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW salat Tarawih di masjid hanya dua hari pertama di bulan Ramadan. Selanjutnya beliau memilih salat di rumah. Sebab, beliau khawatir salat Tarawih akan diwajibkan bagi umat Islam.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Tarawih di Masjid Vs di Rumah, Baik Mana? tonton DI SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Rajin Ibadah kok Masalah Datang Bertubi-tubi?



Jakarta

Setiap orang pasti memiliki permasalahan dalam hidupnya, baik itu kecil maupun besar. Terkadang masalah justru datang bertubi-tubi meskipun kita rajin beribadah.

Menurut Habib Ja’far, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan permasalahan tak kunjung usai meskipun kita telah rajin beribadah kepada Allah SWT. Pertama, kata Habib, masalah tersebut adalah cara Allah SWT untuk meningkatkan kualitas hidup kita.

“Kadang Allah kasih masalah untuk menyadarkan kita dari kesalahan kita justru atau meningkatkan kualitas kita agar lebih tinggi lagi dalam kebahagiaannya di dunia atau dalam keselamatannya di akhirat. Maka, Allah kasih masalah sebagai apa? Sebagai ujian,” ujar Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Sabtu (8/4/2023).


Habib Ja’far menjelaskan, datangnya permasalahan yang tak kunjung usai tersebut bisa jadi adalah bentuk kecintaan Allah SWT kepada hamba-Nya. Contohnya adalah Nabi Muhammad SAW yang mendapatkan berbagai ujian ketika menyebarkan Islam, sebab beliau adalah nabi paling dicintai Allah SWT di antara para nabi dan rasul lainnya.

“Oleh karena itu, masalah itu bisa jadi benar, dia tidak salah, untuk membenarkan kita dari kesalahan atau untuk meningkatkan kualitas kebenaran kita menjadi lebih baik,” jelas Habib Ja’far.

Kemungkinan kedua, masalah yang datang bertubi-tubi padahal kita rajin beribadah terjadi karena kita menganggap ibadah itu sebatas hubungan kita kepada Allah SWT (hablumminallah). Padahal, hubungan antar sesama manusia (habluminannas) atau yang sering disebut usaha kita juga termasuk ibadah.

Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 105,

وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”

Sehingga, kata Habib Ja’far, bisa jadi masalah tidak kunjung selesai karena pola pikir kita tentang ibadah itu sempit, seolah-olah hanya berupa ritual kepada Allah SWT seperti salat, puasa, zakat, dan lain sebagainya.

Ketiga, permasalahan merupakan cara Allah SWT untuk menguatkan mental, fisik, dan segala sesuatu dari kita. Mengapa demikian? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Rajin Ibadah kok Masalah Datang Bertubi-tubi? tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Suka Umbar Aib Orang Efeknya Berat di Akhirat



Jakarta

Membicarakan aib orang lain tak hanya berdampak buruk bagi kehidupan dunia. Tapi, balasan kelak di akhirat jauh lebih berat karena orang tersebut harus menebus dosanya dengan pahala yang ia kumpulkan.

Hal tersebut diungkapkan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Senin (17/4/2023). Habib menjelaskan, orang yang membicarakan aib orang lain ibarat memakan daging saudaranya sendiri.

Sebagaimana Allah SWT berfirman,


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ١٢

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al Hujurat: 12)

Habib Ja’far menjelaskan, ada sejumlah hal yang membuat seseorang lebih mudah membicarakan aib orang lain ketimbang aibnya sendiri. Pertama, karena ada masalah pada kemanusiaan kita yang mana kita tidak bisa memahami perintah Allah SWT dalam surah Al Hujurat ayat 12 tersebut.

“Karenanya kita dijelaskan dalam ayat itu bahwa kalau lu nggak bisa memahami perintah Allah agar jangan gibahin orang lain, paling nggak lu bayangin bahwa gibahin orang lain itu seperti makan daging saudara lu sendiri. Pertama itu daging orang lain, yang kedua orang lain itu saudara lu sendiri,” ujar Habib Ja’far.

“Jadi, lu nggak jijik dan lu tega. Artinya ada masalah pada kemanusiaan kita kalau kita suka bergunjing atau bergosip baik secara langsung di tongkrongan ataupun secara tidak langsung di media sosial,” tambahnya.

Habib Ja’far menukil pendapat Imam Al Ghazali bahwasanya memikirkan aib orang lain di pikiran dan hati saja sudah termasuk suatu kekotoran bagi pikiran dan hati kita. Apalagi sampai membicarakannya bahkan melakukan tindakan-tindakan lantaran kita tidak suka terhadap pencapaian orang lain.

Selain itu, ditinjau dari sisi psikologis, kata Habib Ja’far, hal yang membuat seseorang suka membicarakan aib orang lain adalah karena dirinya sendiri memiliki aib yang mungkin lebih besar. Sehingga hal itu dilakukan untuk menutupi aibnya.

Lebih lanjut Habib Ja’far menjelaskan, kelak di akhirat orang tersebut harus menebus dosa membicarakan aib orang lain dengan semua pahala yang telah ia kumpulkan di dunia. Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Suka Umbar Aib Orang Efeknya Berat di Akhirat tonton DI SINI.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Perbanyak Niat Baik saat Ramadan



Jakarta

Niat merupakan salah satu perbuatan yang dinilai penting dalam ajaran Islam. Setiap niat baik akan mendapat keutamaan dan balasan kebaikan pula.

Hal ini disampaikan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Kamis (14/3/2024). Habib Ja’far menyebutkan hadits tentang niat yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ


Artinya: “Sesungguhnya, segala perbuatan itu tergantung pada niatnya.”

“Setiap perbuatan memiliki pondasi niat, niat itu sangat menentukan. Niat itu dinaungi di bawah cintanya Allah yang Maha Cinta,” kata Habib Ja’far.

Niat bukanlah sebuah perkataan semata, niat harus dimulai dari dalam hati dan sesegera mungkin diusahakan untuk diwujudkan. Setiap niat baik akan mendapatkan keutamaan, ketika niat tersebut dilaksanakan maka keutamaan yang didapat bisa berkali lipat.

“Kalau punya niat baik tapi tidak dilaksanakan karena satu dan lain hal maka Allah memberikan satu kebaikan sempurna seolah kamu telah melakukan kebaikan dan ketika Lo punya niat baik dan melakukannya maka Allah mencatat 10 sampai 700 kali lipat. Sementara kalau punya niat buruk dan melakukannya maka Allah akan mencatat sebagai satu keburukan. Niat buruk tidak dilipatgandakan,” jelas Habib Ja’far.

Habib Ja’far mengingatkan tentang satu hal terkait niat. Meskipun langsung dicatat sebagai kebaikan, tidak boleh niat diucapkan secara sembarangan.

“Jangan salah, bahwa niat bukan sekedar komitmen dalam hati. Dia harus betul-betul diwujudkan. Ketika sudah niat, harus melakukan berbagai upaya yang mampu Lo lakuin untuk mengimplementasikan niat tersebut. Jangan sampai niat doang lalu berhenti.” jelasnya.

Di Ramadan ini terdapat malam Lailatul Qadar, dimana malam tersebut dituliskannya takdir manusia. Lantas apa hubungannya antara niat dan malam Lailatul Qadar di bulan Ramadan?

Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom akan menjelaskan hal tersebut.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Pentingnya Sebuah Niat bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan tiap menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kemuliaan Istighfar di Bulan Ramadan



Jakarta

Banyak keutamaan yang bisa diraih umat Islam dengan mengucapkan kalimat istighfar. Kalimat Astaghfirullah ini menjadi tanda syukur sekaligus permohonan ampunan atas dosa dan khilaf yang pernah dilakukan.

Kalimat istighfar dianjurkan untuk diperbanyak selama Ramadan, karena bulan ini adalah bulan ampunan. Hal ini dijelaskan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Jumat (15/3/2024).

Habib Ja’far menjelaskan salah satu sebutan bulan Ramadan adalah Syahrul Maghfirah yang artinya adalah bulan ampunan.


“Allah tahu sekali bahwa kita tidak ada yang bisa terlepas dari khilaf dan salah ataupun dosa, kecuali Nabi Muhammad karena dia adalah rasul yang suci dari segala salah atau khilaf dan dosa,” ujar Habib Ja’far.

Lebih lanjut, Habib Ja’far menegaskan bahwa Ramadan menjadi momen untuk meminta dan memohon ampunan dengan memperbanyak istighfar.

“Di antara ciri manusia adalah pernah salah, pernah khilaf pernah dosa, maka diciptakanlah bulan Ramadan sebagai momentum untuk kita memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa yang kita lakukan,” sambungnya.

Memperbanyak istighfar saat Ramadan merupakan amalan yang mulia, meskipun sebenarnya istighfar bisa dikerjakan kapan pun. Istighfar menjadi salah satu upaya untuk bertobat dan memohon ampun kepada Allah SWT.

“Istighfar adalah pintu untuk kita agar menjadi pribadi yang baik setelah terjebak dalam dosa dan maksiat,” tegas Habib Ja’far.

Dalam kesempatan ini juga Habib Ja’far menyebutkan bahwa Rasulullah SAW senantiasa memperbanyak istighfar saat Ramadan. Bersumber dari hadits riwayat, Rasulullah SAW mengucap istighfar 70-100 kali dalam sehari.

“Rasulullah saja yang kita tahu suci dari dosa, sehari minimal istighfar 70-100 kali. Istighfar menjadi bentuk syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT dan sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT.”

Kapan istighfar bisa diamalkan dan bagaimana mengamalkannya sepenuh hati? Semua akan dibahas dan dijelaskan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Kemuliaan Istighfar di Bulan Ramadan bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan tiap menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Orang-orang yang Dirindukan Allah SWT



Jakarta

Allah SWT memiliki sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dengan sifat ini, Allah SWT selalu mencurahkan cinta dan sayang kepada hamba-Nya.

Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Rabu (20/3/2024), menjelaskan tentang tanda-tanda orang yang selalu dirindukan Allah SWT.

“Kita menyembah Tuhan yaitu Allah SWT yang salah satu sifatnya yaitu Maha Cinta bahkan itu menjadi sifat utama Allah. Ar Rahman, Ar Rahim artinya Maha Pengasih, Maha Penyayang. Kita selalu menyebutnya dalam segala hal,” kata Habib Ja’far.


Sifat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang ini menjadikan kita sebagai hamba yang beruntung. Setiap nikmat yang diberikan Allah SWT semua berdasarkan cinta kasihnya.

“Karena Dia Maha Cinta maka setiap ketetapan-Nya berbasis pada cinta, tidak ada kebencian sedikit pun. Bahkan hadits Rasulullah SAW mengatakan ‘Sesungguhnya cinta-Ku pada mu lebih besar dari murka-Ku kepadamu atas dosa-dosa yang kau lakukan kepada-Ku,” lanjut Habib Ja’far.

Habib Ja’far menambahkan, Allah SWT juga senantiasa rindu kepada hamba-Nya.

Lebih lanjut, Habib Ja’far menjelaskan ciri dan tanda orang-orang yang dirindukan Allah SWT.

Ketika Allah SWT rindu maka Dia akan memberikan ujian kepada hamba-Nya seperti rasa sakit, terlilit utang, terkena bencana, orang tua meninggal, istri sakit dan lain sebagainya. Tujuan dari ujian ini agar kita semakin dekat kepada Allah SWT.

Ciri lainnya ketika Allah SWT rindu yakni dengan membangunkan kita di tengah malam. “Allah bangunkan kita tengah malam, tanpa ada alarm, tanpa ada yang mengganggu. Kita ke kamar mandi, lalu wudhu, salat tahajud. Ini terjadi karena Allah SWT rindu,” ujar Habib Ja’far.

Masih banyak lagi peristiwa yang menjadi tanda bahwa Allah SWT rindu dengan kita dan ingin hamba-Nya memohon kepada Dia. Apa saja tanda lainnya?

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Orang-orang yang Dirindukan Allah SWT bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Rendah Hati Tak Jatuhkan Reputasi



Jakarta

Rendah hati adalah lawan dari kata sombong. Setiap muslim yang beriman wajib memiliki sifat rendah hati.

Rendah hati tidak membuat seseorang terlihat lemah, bahkan Allah SWT justru melaknat orang-orang yang tinggi hati atau sombong.

Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Kamis (21/3/2024), menegaskan pentingnya memiliki sifat rendah hati.


“Kita diwajibkan dalam Islam untuk rendah hati. Jangan pernah rendah diri karena kita hamba dari Allah SWT Yang Maha Segalanya,” kata Habib Ja’far.

Dalam Al-Qur’an surah At Tin ayat 4, Allah SWT berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Habib Ja’far menegaskan bahwa ayat ini sebagai bukti bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia dalam keadaan paling baik.

“Jadi jangan percaya kalau ada orang bilang ‘eh kamu itu kurang, kamu itu ini, kamu itu begitu,’ jangan percaya, karena Tuhanmu yang menciptakanmu itu bilang, kamu itu keren,” jelas Habib Ja’far.

Lebih lanjut, Habib Ja’far juga mengingatkan untuk menjadi hamba yang tidak rendah diri.

“Jangan pernah rendah diri, karena rendah diri itu dosa. Karena tandanya kamu tidak menghargai dan mensyukuri nikmat yang Allah SWT berikan kepadamu sebagai ciptaan-Nya yang terbaik,” ujarnya.

Seorang yang memiliki sifat rendah hati bukan berarti dirinya menjatuhkan diri dan menjatuhkan reputasi serta gengsinya. Siapa pun yang rendah hatinya maka akan Allah SWT angkat dirinya dan siapa yang tinggi hatinya maka Allah SWT akan rendahkan dirinya.

Untuk memiliki sifat rendah hati, Muslimin diajarkan untuk konsisten melakukan ibadah yang melatih agar hati senantiasa merendah.

“Ibadah-ibadah yang kita lakukan itu salah satunya untuk membuat kita rendah hati, contohnya salat. Salat itu treatment untuk menjauhkan kita dari kemungkaran termasuk tinggi hati,” jelas Habib Ja’far.

Selain salat, masih banyak ibadah dan amalan lain yang melatih kita untuk menjadi orang yang rendah hati. Apa saja ibadahnya dan apakah puasa termasuk salah satunya?

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Rendah Hati Tak Jatuhkan Reputasi bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com