Tag Archives: hadits shahih

Urutan Penerima Sedekah Menurut Dalil Qur’an dan Hadits, Siapa Saja?


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang paling dianjurkan. Amalan ini dikerjakan dengan menyalurkan bantuan atau hal lain kepada yang membutuhkan. Namun, ada orang-orang yang menjadi prioritas penerima sedekah.

Keutamaan sedekah disebutkan dalam sejumlah hadits. Salah satunya yang berasal dari Abu Umamah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Seseorang masuk surga, lalu dia melihat tulisan di atas pintu surga ‘Satu sedekah dibalas sepuluh kali lipat, dan pinjaman dibalas 18 kali lipat.” (Hadits shahih, termuat dalam As-Silsilah Ash-Shahihah)


Menukil dari buku 100 Kesalahan dalam Sedekah tulisan Reza Pahlevi Dalimuthe, sedekah merupakan harta yang dikeluarkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedekah bukan amalan wajib seperti zakat, melainkan sunnah.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hadid ayat 7,

ا مِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَأَنفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَأَنفَقُوا هُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

Artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang- orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”

Urutan Penerima Sedekah Berdasarkan Dalil

Disebutkan dalam buku Pencegahan Fraud dengan Manajemen Risiko dalam Perspektif Al-Quran yang ditulis Eko Sudarmanto, sedekah lebih utama dilakukan pada keluarga ketimbang orang lain. Imam Baghawi mengatakan bahwa orang yang paling utama menerima sedekah adalah keluarga sebagai bentuk tanggung jawab untuk dinafkahi, seperti istri, anak dan sebagainya.

Terkait urutan penerima sedekah disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 215,

يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”

Berdasarkan ayat di atas, maka urutan penerima sedekah yaitu:

  1. Orang tua
  2. Kerabat
  3. Anak yatim
  4. Orang miskin
  5. Orang yang dalam perjalanan

Sementara itu, Imam Nawawi mengatakan bahwa skala prioritas harus mempertimbangkan kemampuan finansial si penerima. Artinya, keluarga yang termasuk kategori penerima sedekah lebih utama ketimbang orang lain.

Jadi, orang yang lebih utama menerima sedekah adalah sanak keluarga yang termasuk ke dalam golongan fakir, miskin atau memiliki banyak utang.

Kemudian, urutan penerima sedekah lainnya dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW dari Abu Hurairah RA, beliau bersabda,

“Bersedekahlah!” Seseorang menanggapi, ‘Ya Rasulullah, saya memiliki satu dinar (rezeki).’ Rasul berkata, ‘Bersedekahlah untuk dirimu.’ Ia berkata, ‘Saya masih punya sisanya.’ Kata Rasul, ‘Berikan kepada istrimu.’ Ia berkata, ‘Masih ada yang lain.’ Kata Rasul, ‘Berikan kepada anakmu!’ ‘Masih ada yang lain.’ Rasul berkata, ‘Berikan kepada pelayanmu!’ ‘Masih ada yang lain.’ Rasul berkata, ‘Terserah kamu (kamu lebih tahu).” (HR An Nasa’i)

Waktu yang Dianjurkan untuk Bersedekah

Mengutip dari buku Sedekah Bikin Kaya dan Berkah yang disusun Ubaidurrahim El Hamdy, berikut beberapa waktu yang dianjurkan untuk bersedekah.

  • Ketika lapang dan sempit
  • Saat sehat
  • Ketika merasa kikir
  • Ketika takut akan kemiskinan
  • Ketika berharap untuk kaya
  • Pada pagi hari atau subuh
  • Pada hari Jumat
  • Pada bulan Ramadan

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Bulan Rajab: Bulan Haram Penuh Makna


Jakarta

Salat Jumat pekan ini bertepatan dengan 3 Rajab 1446 H. Khatib bisa memanfaatkan momentum ini untuk menyampaikan khutbah Jumat Rajab mengingat banyak keutamaan yang terdapat pada bulan tersebut.

Rajab adalah bulan ke-7 dalam kalender Hijriah. Rajab termasuk bulan haram, bersama Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharram.

Berikut naskah khutbah Jumat bulan Rajab yang dinukil dari buku Kumpulan Khutbah Jum’at dan Hari Raya susunan Dr. Khairul Hamim, MA.


Khutbah Jumat Keutamaan Bulan Rajab

الحَمْدُ لِلهِ … الحَمْدُ لِلهِ الَّذِي خَلَقَ الزَمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضٍ الشُّهُورِ وَالأَيَّامِ وَاللَّيَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيهَا الْأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَريكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيَدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ اللهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلادِ.

أَمَّا بَعْدُ فَيَايُّهَا الإِخْوَانِ، أَوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمٌ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيمُ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحُ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puja serta puji syukur kita kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat iman, Islam, dan kesehatan kepada kita semua sehingga kita dapat melaksanakan kewajiban mingguan kita saat ini yakni salat Jumat berjamaah di masjid yang mulia ini.

Kedua kalinya sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan ke junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman dan nabi yang kita harapkan syafaatnya kelak di hari kiamat.

Hadirin Yang Berbahagia…

Alhamdulillah kita sekarang telah memasuki bulan Rajab. Bulan Rajab adalah bulan yang istimewa. Saking istimewanya, dalam kitab I’anatut Thalibin dijelaskan bahwa Rajab merupakan derivasi dari kata tarjib” )الترجيب( yang berarti mengagungkan atau memuliakan. Masyarakat Arab zaman dahulu memuliakan bulan Rajab melebihi bulan lainnya. Rajab biasa juga disebut “Al-Ashabb” )الأصب( yang berarti “yang mengucur” atau “menetes”. Dijuluki demikian karena derasnya tetesan kebaikan pada bulan ini.

Menurut Syekh Abdul Qodir Al Jailani dalam kitab alGhuniyah, kata Rajab yang terdiri dari tiga huruf, yaitu Ra, Jim, dan Ba. Mengandung arti yang sangat dalam: Ranya adalah Rahmatullah (rahmat Allah), Jim adalah Jiidullah (kemurahan Allah), dan Ba adalah Birrullah (kebaikan Allah). Maksudnya, mulai awal hingga akhir bulan Rajab, Allah SWT melimpahkan tiga anugerah kepada hamba-hamba-Nya, yaitu limpahan rahmat, kemudahan, dan kebaikan dari Allah SWT.

Bulan Rajab dikenal juga dengan sebutan “Al-Ashamm” (الاصم) atau “yang tuli”, karena tidak terdengar gemerincing senjata pasukan perang pada zaman dulu. Julukan lain untuk bulan Rajab adalah “Rajam” رال جم) yang berarti “melempar”.

Dinamakan demikian karena musuh dan setan setan pada bulan ini dikutuk dan dilempari sehingga mereka tidak jadi mengganggu dan menyakiti para wali dan orang-orang saleh. Allah memasukkan bulan Rajab sebagai salah satu bulan haram yakni bulan yang dimuliakan sebagaimana firman Allah ver dalam surah at-Taubah 36.

إن عدة الشهورِ عِندَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram.”

Hadirin Yang Berbahagia

Bulan haram adalah empat bulan mulia di luar Ramadan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Keempat bulan tersebut disebut “bulan hurum” )الأشهر الحرم karena: Pada bulan-bulan tersebut umat Islam dilarang mengadakan peperangan, terkecuali musuh yang memulai. Selain itu keharaman melakukan perbuatan-perbuatan kemaksiatan di bulan-bulan tersebut lebih besar dosanya dibandingkan bulan-bulan lain.

Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan tentang empat bulan yang dimuliakan tersebut dengan kalimat berikut:

وَمَعْنَى الْحُرْمِ: أَنَّ الْمَعْصِيَةَ فِيهَا أَشَدُّ عِقَابًا، وَالطَّاعَةَ فِيهَا أَكْثَرُ ثَوَابًا

Artinya: Yang dimaksudkan dengan bulan-bulan yang dimuliakan di sini, sesungguhnya maksiat dalam bulan ini siksanya lebih berat. Jika menjalankan ketaatan, pahalanya dilipatgandakan. (Tafsir Ar- Rani)

Di bulan Rajab ini, kita dianjurkan untuk memperbanyak amal-amal kebaikan dan ketaatan. Salah satunya adalah memperbanyak puasa. Kita disunnahkan untuk memperbanyak puasa di bulan Rajab seperti halnya kita juga disunnahkan untuk memperbanyak puasa di tiga bulan haram yang lain, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Memang tidak ada hadits shahih yang secara khusus menyatakan kesunnahan puasa Rajab. Namun di sisi lain juga tidak ada larangan secara khusus untuk berpuasa pada bulan Rajab. Para ulama mengatakan bahwa dalil-dalil umum mengenai anjuran berpuasa dapat dijadikan dalil atas kesunnahan puasa Rajab Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih Muslim yang berbunyi:

عن عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمِ الْأَنْصَارِي قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولُ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى تَقُولُ لَا يَصُومُ

“Dari Utsman bin Hakim Al-Anshari bahwa ia berkata: Saya bertanya kepada sahabat Sa’id bin Jubair mengenai puasa Rajab dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia pun menjawab: Saya telah mendengar Ibnu Abbas RA berkata: Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa”.

Sidang Jumat yang Dirahmati Allah

Rasulullah sangat menghormati bulan Rajab bahkan ketika bulan Rajab datang beliau berdoa:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلَغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah berkati kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan semoga kami bisa sampai pada Ramadan.” (Imam Ahmad)

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berdoa dengan doa tersebut supaya kita mendapat berkah bulan Rajab dan Sya’ban kemudian dapat bertemu kembali dengan bulan Ramadan. Karena rangkaian ibadah bulan Rajab dan Sya’ban adalah upaya mempersiapkan diri dalam beribadah nantinya di bulan Ramadan. Sebagaimana diilustrasikan oleh Dzun Nân Al- Mishriy yang mengatakan:

رَجَبُ شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَعْبَانُ شَهْرُ السَّقْي، وَرَمَضَانُ شَهْرُ الْحَصَادِ

Artinya: Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan menyiram, sedangkan Ramadan adalah bulan panen pahala.

وَكُلُّ يَحْصُدُ مَا زَرَعَ، فَمَنْ ضَيَّعَ الزِرَاعَةَ نَدِمَ يَوْمَ الْحَصَادِ

Artinya: Setiap orang akan memanen atas apa yang ia tanam. Barang siapa yang tidak merawat tanamannya, ia akan menyesal saat musim panen.

Hadirin yang Dirahmati Allah

Bulan Rajab sebagaimana dikatakan oleh Zunnun Al-Mishri sebagai bulan menanam ini, menekankan kepada kita untuk tidak menanam hal yang buruk yakni menanam keburukan. Minimal, jika kita tidak bisa menanam kebaikan yang besar, paling tidak kita bisa menanam hal yang kecil dan sederhana dengan membantu atau membuat orang lain tersenyum. Jangan sampai kita membuat orang lain terluka hatinya apalagi merugikan dan menyengsarakannya. Mari kita mulai dari bulan Rajab yang mulia ini kita menebar kebaikan dengan membantu sesama, terlebih saat ini di berbagai wilayah di Indonesia sedang dilanda banyak musibah seperti banjir, tanah longsor, gunung meletus, kebakaran, dan lain sebagainya yang membuat masyarakat banyak yang sengsara dan menderita.

Kita jadikan bulan Rajab ini sebagai bulan yang mengingatkan dan mengajari pribadi kita masing-masing untuk senantiasa berbuat baik dan ketaatan serta menjauhi kemaksiatan. Kita berupaya semaksimal mungkin untuk membersihkan diri dari kotoran noda dan dosa. Berhenti untuk saling caci maki, berhenti menyebar kabar bohong, berhenti menyebarkan hoaks, berhenti memfitnah, menggunjing, sarkasme, ujaran kebencian sesama warga negara dan segala bentuk perilaku yang tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim. Karena dosa yang dilakukan pada bulan ini sangat besar dan akan dilipatgandakan. Na’uzubillah summa na uzubillah.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mudah-mudahan di bulan Rajab ini kita senantiasa diberi kekuatan, kemudahan dan kemampuan untuk memperbanyak kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ من الآيات والذكر الحكيم، وتَقَبَلَ اللَّهُ مِنْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ أَقُولُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا، تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إلا الله وأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.

أَمَّا بَعْدُ فَيا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَلَنَى بِمَلَا نِكَتِهِ بِقُدُسِهِ وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَاتِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِينَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِي التَّابِعِينَ

لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الراحمين

اللهمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللَّهُمَّ أَعِزِ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ وَأَذِلَّ الشرك والمشركين وانصر وانصر منْ نَصَرَ الَّذِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِينَ وَ دَمَرْ أَعْدَائِكَ أَعْدَاءَ الدَيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا البَلاء وَالْوَبَاءَ وَالزَّلازِلَ وَالْمِحْنَ وَسُوْء الفتن والمحن، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطْنَ، عَنْ بَلَدِنَا انْدُونِيْسِيًّا خَاصَّةً وَسَائِرِ البُلْدَانِ المُسْلِمِينَ عَامَّةً يَا رَبِّ الْعَالَمِينَ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الخَاسِرِينَ.

ربنا آتنا في الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِبْنَاءِ ذِي الْقُرْبِي وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Hadits Surga di Telapak Kaki Ibu dalam Islam, Ini Penjelasannya


Jakarta

Ada salah satu bunyi hadits yang mungkin dekat dengan keseharian masyarakat muslim Indonesia dan mungkin kerap diperbincangkan dalam konteks pembahasan keluarga. Isi hadits tersebut tentang surga di bawah telapak kaki ibu.

Diketahui, hadits tersebut merupakan potongan hadits yang diriwayatkan dari An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad. Berikut bunyi hadits yang bersanad shahih oleh Al-Hakim berikut,

عن معاوية بن جاهمة السلمي، أن جاهمة رضي الله عنه جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله أردت أن أغزو وقد جئت أستشيرك . فقال : هل لك من أم؟ قال نعم. قال : فالزمها فإن الجنة تحت رجليها


Artinya: Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami, ia datang menemui Rasulullah SAW. la berkata, “Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang dan saya sekarang memohon nasihat kepadamu?” Rasulullah SAW lalu bersabda, “Kamu masih punya ibu?” Mu’awiyah menjawab, “Ya, masih. Rasulullah SAW bersabda, “Berbaktilah kepada ibumu (lebih dahulu) karena sungguh ada surga di bawah kedua kakinya!”

Arti Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

Terdapat berbagai hikmah yang dapat dipahami dan dipelajari dari hadits di atas. Menurut penjelasan Ronny Strada dalam buku Mencari Surga di Telapak Kaki Ibu karya Abdul Wahid, makna dari mencari surga di telapak kaki ibu adalah sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua, terutama ibu.

Surga yang dimaksud di sini tidak hanya merujuk kepada surga akhirat semata. Sebaliknya, ini merujuk kepada upaya untuk mendapatkan ridha, kasih sayang, cinta, dan keikhlasan dari ibu.

Dengan berbakti kepada ibu, kita berharap agar Allah SWT memberikan petunjuk dan pengampunan-Nya kepada kita. Dengan demikian, di masa depan kita akan mendapatkan perlindungan dalam menjalankan semua perintah-Nya dan diberikan kekuatan untuk menjauhi segala larangan-Nya.

Di dalam teks juga dijelaskan bahwa surga di bawah telapak kaki ibu merupakan kiasan yang menunjukkan bahwa sebagai anak, kita wajib untuk patuh dan berbakti kepada ibu. Cara berbakti kepada ibu adalah dengan menghormati, menghargai, dan memberikan prioritas pada kepentingannya.

Surga di bawah telapak kaki ibu adalah lambang dari ketaatan dan pengabdian kepada ibu. Sebab itulah, pengabdian tersebut menjadi jalan bagi kita untuk mencapai surga.

Beberapa Cara Mendapatkan Surga di Telapak Kaki Ibu

Dikutip dari sumber yang sama, ada beberapa cara agar kita dapat meraih surga di telapak kaki ibu. Berikut ini adalah caranya.

1. Memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada ibu, seperti membantu dalam tugas-tugas rumah tangga atau memberikan hadiah yang berarti, sebagai tanda penghargaan dan kebaikan terhadap ibu.

2. Menggunakan bahasa yang sopan dan menghormati ketika berkomunikasi dengan ibu, dengan menghindari ucapan yang kasar atau menyakitkan hati, sehingga mencerminkan rasa hormat dan perhatian kepada ibu.

3. Mendoakan ibu dengan ikhlas dan memohon doanya, mengungkapkan harapan baik dan kebaikan untuk ibu serta memohon berkah Allah agar ibu senantiasa diberikan kesehatan, kebahagiaan, dan keselamatan.

4. Memberikan semangat dan penghargaan yang besar kepada ibu, dengan kata-kata pujian, ungkapan terima kasih, dan memberikan dukungan moral yang kuat, sebagai bentuk penghormatan atas peran dan dedikasi ibu dalam hidup kita.

Berbakti kepada orang tua dikenal dengan istilah birrul walidain. Perkara ini bahkan diterangkan dalam firman-Nya surah Al Isra ayat 23 dan 24.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah menyebut bahwa orang tua adalah pintu surga paling pertengahan. Beliau bersabda, “Orang tua merupakan pintu surga paling pertengahan, jika engkau mampu maka tetapilah atau jagalah pintu tersebut.” (HR Ahmad)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Malam Hari yang Menjamin Orang Masuk Surga


Jakarta

Ada satu doa yang apabila dibaca pada malam hari dan keesokan harinya orang itu meninggal maka dia masuk surga. Doa ini terdapat dalam riwayat shahih.

Riwayat ini dipaparkan Imam Bukhari dalam kitab Shahih Adabul Mufrad yang diterjemahkan Abu Ahsan. Diriwayatkan dari Syaddad ibnu Aus, dari Nabi SAW bersabda,

سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُوْلَ : اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ، وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ،


قَالَ : مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Artinya: “Sayyidul Istighfar adalah seseorang yang mengucapkan ‘Allahumma anta rabbii laa ilaaha ilia anta, khalaqtanii wa ana abduka, wa ana ala ahdika wa wa’dika mastatha’tu, wa a’udzu min syarri maa shana tu, abuu’u laka bi ni’matika, wa abuu’u laka bi dzanbii, faghfirli, fa innahu laa yaghfirudz-dzunuba illa anta.’

Nabi berkata, ‘Barang siapa membaca doa itu pada siang hari dengan yakin, lalu dia meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Barang siapa mengucapkan kalimat tersebut pada malam hari dengan yakin, lalu dia meninggal sebelum waktu Subuh (pagi), maka dia termasuk penghuni surga’.”

Doa tersebut dikenal dengan Sayyidul Istighfar. Bacaan Sayyidul Istighfar berisi tobat seorang hamba. Berikut artinya,

“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Engkau, Engkau menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku senantiasa menepati janji-Mu selama aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan saya yang jelek, aku mengakui kepada-Mu nikmat-Mu, dan aku mengakui dosaku kepada-Mu maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.”

Doa yang memiliki keutamaan menjamin pembacanya masuk surga ini shahih. Hal ini terdapat dalam Ash-Shahihah Bukhari, kitab Ad Da’awah, bab Ma Yaqulu Idza Ashbah.

Rasulullah Tobat 100 Kali Sehari

Dalam kitab tersebut, Imam Bukhari juga mengeluarkan sejumlah hadits shahih tentang tobat yang dilakukan Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Ibnu Umar,

إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ فِي الْمَجْلِسِ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَبِّ اغْفِرْ لي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ مِائَةَ مَرَّةٍ

Artinya: “Sesungguhnya kami pernah menghitung majelis untuk Nabi SAW, ‘Rabbighfirlii, watub ‘alayya, innaka antat tawwabur rahiim.’ (Ya Allah, ampunilah aku, terimalah tobatku, karena sesungguhnya Engkau Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang) seratus kali.”

Hadits tersebut juga terdapat dalam kitab Sunan. Abu Daud mengeluarkannya dalam Al Witri bab Istighfar dan At-Tirmidzi dalam Ad Da’awah.

Sa’id bin Abi Burdah turut meriwayatkan hadits serupa dari bapaknya dari kakeknya yang mengatakan, “Kami kedatangan Rasulullah ketika kami sedang duduk-duduk. Beliau langsung bersabda, ‘Aku tidak pernah bangun pagi kecuali aku beristighfar seratus kali’.” (HR Muslim, As-Suyuthi)

Dalam riwayat Aisyah RA, Rasulullah SAW membaca, “Allahummaghfirlii watub ‘alayya, innaka antat tawwaabur rahiim,” setelah salat Duha. Beliau mengucapkannya hingga 100 kali.

Wallahu a’lam.

(kri/rah)



Sumber : www.detik.com