Tag Archives: hadits

Doa Berbuka Puasa Ramadan Sesuai Sunah, Diamalkan saat Maghrib


Jakarta

Ada doa yang bisa diamalkan ketika hendak berbuka puasa. Doa ini sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW.

Setiap muslim yang berpuasa memiliki kesempatan untuk mendapatkan pahala. Termasuk ketika berbuka puasa. Hal ini seperti yang disebutkan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits.

Diriwayatkan Tirmidzi, dari Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bagi orang yang berpuasa ketika sedang berbuka ada doa yang tak akan tertolak.”


Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda tentang anjuran menyegerakan berbuka puasa. Ketika matahari mulai terbenam yang ditandai datangnya waktu Maghrib, maka bersegeralah menyantap makanan berbuka puasa.

Dari Sahl bin Sa’ad RA, Rasulullah SAW bersabda,

لاَيَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)

Doa Buka Puasa Sesuai Ajaran Rasulullah SAW

Terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan tentang bacaan doa buka puasa. Doa ini sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW ketika beliau berbuka puasa.

Bacaan doa buka puasa ini diucapkan oleh Rasulullah SAW ketika beliau berbuka puasa. Berikut bacaan lengkapnya,

اَللّٰهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ

Arab-latin: Allaahumma lakasumtu wabika aamantu wa’alaa rizqika afthortu birahmatika yaa arhamar-roohimiina.

Artinya: Ya Allah karena-Mu aku berpuasa, dengan-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah dan dengan rezeki-Mu aku berbuka (puasa), dengan rahmat-Mu, Ya Allah yang Tuhan Maha Pengasih.

Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dijelaskan, “(Mereka yang berpuasa) dianjurkan setelah berbuka membaca: ‘Allâhumma laka shumtu, wa ‘alâ rizqika afthartu.’ Pasalnya, Rasulullah SAW mengucapkan doa ini yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.”

Sementara itu, Al Imam Al Baihaqi juga meriwayatkan dalam kitab Sunan Al Kubra, sebuah hadits lain yang memiliki makna yang sama.

أخْبَرَنَا أَبُو عَلى الرُّودْبَارِي أخبرنا أبو بكر بن داسة حدثنا أبو دَاوُدَ حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ حُصَيْنِ عَنْ مُعَادِ بْن زُهْرَةَ : أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبي – صلى الله عليه وسلم كان إذا أفطر قَالَ : « اللهم لك صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

(رواه البيهقي فالسنن الكبرى)

Artinya: Bahwasanya nabi Muhammad SAW itu apabila berbuka puasa membaca “Allahumma laka shumtu…” (Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka). (HR AI Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra)

Terdapat bacaan doa buka puasa dengan lafal berbeda, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Berikut bacaan doanya,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Arab-latin: Dzahabadh dhoma-u wabtalatil uruqu wa tsabatal ajru insyaa-allah.

Artinya: Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah.

Bacaan doa di atas tercantum dalam hadits oleh Al Imam Abu Daud.

حدثنا عبد الله بن مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى أبو مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ أَخبرني الحسين بن وَاقِدٍ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ – يَعْنِي ابن سالم – المقفع – قَالَ رَأيت ابن عمر يقبض على لحيته فيقطع ما زاد على الكف وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – إذا أفطر قَالَ « ذَهَبَ الظما وابْتَلَتِ الْعُرُوقَ وَثَبَتَ الآخِرُ إِنْ شَاءَ اللهُ ». (رواه ابو داود)

Artinya: Marwan bin Salim berkata; Aku melihat Ibnu Umar memegang jenggotnya dan memotong yang melebihi genggaman telapak tangannya dan berkata: Rasulullah SAW itu apabila berbuka puasa mengucapkan “Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah.” (HR Abu Dawud).

Selain berdoa, ketika menyantap hidangan berbuka puasa juga harus tetap menjaga adab. Diriwayatkan Umar bin Abi Salamah, ia menuturkan: “Dahulu aku pernah berada di rumah Rasulullah SAW dan tanganku berkeliaran di atas nampan makanan, maka beliau berkata kepadaku, “Wahai anak! Bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dengan mengambil yang terdekat darimu.” (HR Bukhari & Muslim)

Waktu Tepat Membaca Doa Buka Puasa

Melansir laman Nahdlatul Ulama (NU), terdapat anjuran membaca doa buka puasa yakni saat setelah menyantap menu berbuka puasa. Hal tersebut dijelaskan dalam kitab Hasyiyah I’anah at-Thalibin,

أي عقب ما يحصل به الفطر، لا قبله، ولا عنده (وقوله: عقب الفطر)

Artinya: Maksud dari (membaca doa buka puasa) ‘setelah berbuka’ adalah selesainya berbuka puasa, bukan (dibaca) sebelumnya dan bukan saat berbuka (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, halaman 279).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka waktu terbaik membaca doa buka puasa yakni setelah selesai menikmati hidangan. Meskipun demikian, hendaknya awali dengan membaca doa makan atau membaca basmalah.

Cara Rasulullah SAW Berbuka Puasa

Amirulloh Syarbini & Sumantri Jamhari dalam bukunya yang berjudul Dahsyatnya Puasa Wajib & sunah Rekomendasi Rasulullah, menyebutkan beberapa cara yang dilakukan Rasulullah SAW ketika berbuka puasa.

1. Menyegerakan Berbuka

Dalam hadits riwayat Sahl bin Sa’ad, Rasulullah SAW bersabda,

لا يَزَالُ النَّاسُ بِغَيْرِ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Artinya: “Manusia selalu dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Darami, Malik, Baihaqi, Ahmad & Tirmidzi)

2. Membaca Doa

Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak; 1) orang yang berpuasa hingga ia berbuka, 2) pemimpin yang adil, 3) dan orang yang terdzalimi.” (HR Ibnu Majah, Ahmad & Tirmidzi)

Rasulullah SAW menganjurkan untuk berbuka puasa dengan menyantap kurma, jika tidak ada kurma maka beliau meneguk air putih.

Dalam riwayat Anas bin Malik, ia berkata,

“Rasulullah SAW berbuka dengan beberapa kurma yang masih basah sebelum sholat (Maghrib). Jika tidak ada, beliau berbuka dengan beberapa kurma kering. Jika tidak ada, beliau berbuka dengan meminum air.” (HR Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi & Hakim)

Rasulullah SAW memilih kurma sebagai menu berbuka puasa. Ternyata ada dalil yang menjelaskan hal tersebut.

Ibnu Hajar Al Asqalani Rahimahullah, dalam kitab Bulughul Marom Hadits menjelaskan sebuah hadits,

وَعَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ اَلضَّبِّيِّ – رضي الله عنه – عَنِ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ, فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ, فَإِنَّهُ طَهُورٌ – رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ

Artinya: Dari Salman bin ‘Amir Adh Dhobbi radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian berbuka, maka berbukalah dengan tamar (kurma kering). Sebab, kurma mendatangkan berkah. Jika tidak dapati kurma, maka berbukalah dengan air karena air itu menyucikan.

Hadits tersebut mengandung makna bahwa kurma menjadi makanan yang baik untuk berbuka puasa karena buah ini mendatangkan keberkahan. Namun bukan berarti jika buka puasa tanpa kurma tidak akan mendatangkan keberkahan. Allah Maha Tahu.

Selain kurma, Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk berbuka puasa dengan air putih karena air memiliki sifat menyucikan.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri-Keluarga dan Doa Terimanya


Jakarta

Zakat fitrah mengenal istilah muzaki sebagai pemberi zakat dan mustahik pihak penerima zakat. Pada proses akadnya, muzaki akan membaca doa niat zakat fitrah.

Selain itu, perintah berzakat telah ada sejak tahun kedua hijriah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW berikut.

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍ أَوْ عَبْدِ ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ.


Artinya: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadan atas manusia, satu sha dari kurma atau satu sho’ dari gandum atas tiap-tiap orang merdeka atau hamba laki-laki atau hamba perempuan dari kaum muslimin.” (HR Bukhari dan Muslim)

Doa Niat Zakat Fitrah dan Bacaan Doa Menerimanya

Dikutip dari buku Menggapai Surga Dengan Doa: Kumpulan Doa-Doa Dilengkapi Yasin, Tahlil dan Al Asmaul Husna oleh Achmad Munib M.Si, berikut sejumlah bacaan niat zakat fitrah yang bisa diamalkan ketika akad.

  • Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

نَوَيْتُ أَن أُخْرِج زكاة الفِطْرِ عَنْ نَفْسِي فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an nafsii fardhan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardu karena Allah Taʻâlâ.”

  • Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga

نَوَيْتُ أن أخرج زكاة الفِطْرِ عَنِّي وَعَنْ جَمِيعِ مَا يَلْزَمُنِي نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘anni wa ‘an jamii’i ma yalzamunii nafaqaatuhum syar’an fardhan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardu karena Allah Ta’ala.”

  • Niat Zakat Fitrah untuk Istri

نَوَيْتُ أن أخرج زكاة الفطر عَنْ زَوجَتِي فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an zaujatii fardhan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta’ala.”

  • Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki

نَوَيْتُ أن أخرج زكاة الفطر عَنْ ولدي …فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an waladii … (sebutkan nama) fardhan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku…. (sebutkan nama), fardu karena Allah Ta’ala.”

  • Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

نَوَيْتُ أن أخرج زكاة الفطر عَنْ بنتي … فَرْضًا للهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an bintii … (sebutkan nama) fardhan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku…. (sebutkan nama), fardu karena Allah Ta’âlâ.

  • Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

نَوَيْتُ أن أخرج زكاة الفطر عَنْ (…..) فَرْضًا للهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an … (sebutkan nama) fardhan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk … (sebutkan nama spesifik), fardu karena Allah Ta’ala.”

  • Doa saat Menerima Zakat Fitrah

أجرك اللهُ فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَبَارَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُورًا

Arab latin: Aajarakallahu fiimaa a’thaita, wa baaraka fiimaa abqaita wa ja’alahu laka thahuuran

Artinya: “Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, dan semoga Allah memberikan berkah atas harta yang kau simpan dan menjadikannya sebagai pembersih bagimu.”

Dilansir buku Tuntunan Ibadah Ramadan dan Hari Raya karya R. Syamsul B dkk membayar zakat fitrah dianjurkan sesudah masuknya waktu wajibnya, ketika terbenamnya matahari pada malam hari raya Idul Fitri.

Waktu paling afdal untuk membayar zakat fitrah ketika pagi hari raya sebelum berangkat menuju salat Id. Bila menunaikan zakat fitrah setelah salat Id maka hukumnya makruh.

Dasar hukum menetapkan batas zakat fitrah berasal dari hadits nabi Muhammad SAW, “Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar melaksanakan salat Idul Fitri.” (HR Bukhari dan Muslim)

Terdapat juga hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, “Barang siapa yang mengeluarkan zakat sebelum salat Id, maka itu zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang mengeluarkannya sesudah salat Id maka itu termasuk salah satu sedekah dari sedekah biasa.”

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Anjuran Mencari Lailatul Qadar pada Malam ke-27 Ramadan


Jakarta

Lailatul Qadar adalah malam yang istimewa pada bulan puasa karena keutamaan yang terdapat di dalamnya. Sejumlah hadits menyebut Lailatul Qadar terletak pada 10 malam terakhir Ramadan, spesifiknya malam 27.

Hadits yang menyebut Lailatul Qadar terjadi pada malam 27 Ramadan berasal dari riwayat Ubay bin Ka’ab. Dikatakan dalam Shahih Muslim, Zirr bin Hubaisy RA mengatakan pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab, “Saudaramu Ibnu Mas’ud mengatakan, ‘Barang siapa beribadah di malam hari sepanjang tahun, maka dia mendapat Lailatul Qadar’.”

Kata Ubay bin Ka’ab, “Maka, maksud Ibnu Mas’ud adalah agar orang-orang tidak mengandalkan ibadah pada hari-hari tertentu saja. Sebenarnya Ibnu Mas’ud sudah tahu bahwa Lailatul Qadar itu adalah di bulan Ramadan pada 10 malam yang akhir, yaitu pada malam ke-27.” Kemudian Ubay bin Ka’ab bersumpah tanpa kata-kata pengecualian bahwa Lailatul Qadar itu ada pada malam ke-27.


Lalu aku (Zirr bin Hubaisy RA) katakan, “Atas dasar apa kau katakan itu, hai Abul Mundzir (Ubay bin Ka’ab)?” Jawabnya, “Dengan adanya tanda yang telah diberitahukan kepada kami oleh Rasulullah, bahwa langit pada malam tersebut tampak cerah.” (HR Muslim 3/174)

Ulama Syafi’iyah Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah-nya yang diterjemahkan Abu Aulia dan Abu Syauqina memaparkan sebuah hadits yang berisi anjuran Rasulullah SAW agar mencari Lailatul Qadar pada malam 27 Ramadan. Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا لَيْلَةَ السَّابِعِ وَالْعِشْرِينَ

Artinya: “Siapa saja yang berupaya untuk mendapati Lailatul Qadar, hendaklah ia berupaya untuk mendapatinya pada malam ke-27.” (HR Ahmad dalam Musnad Ahmad)

Ulama hadits Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitab Qiyam ar-Ramadhan yang diterjemahkan Khoeruddin Ulama juga mengatakan Lailatul Qadar terjadi pada malam 27 Ramadan berdasarkan riwayat yang paling kuat.

Para ulama yang meyakini pendapat ini bersandar dengan hadits yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab. Ia berkata,

“Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya Lailatul Qadar itu berada dalam bulan Ramadan. Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui malam ke berapakah dia? Dia adalah malam yang kita diperintahkan untuk menghidupkannya, yaitu malam ke-27. Tandanya, matahari pada pagi harinya tampak putih tak bersinar.”

Hadits tersebut dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih Muslim, Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud, Ahmad dalam Musnad Ahmad, dan At Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi. Adapun, Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

Pendapat Para Sahabat tentang Malam Lailatul Qadar

Imam Baihaqi dalam Kitab Fadha ‘Ilul Quqat yang diterjemahkan Muflih Kamil mengeluarkan riwayat tentang pendapat para sahabat mengenai waktu terjadinya Lailatul Qadar. Ibnu Abbas RA berkata,

“Umar RA memanggil para sahabat Rasulullah SAW dan bertanya kepada mereka tentang malam Lailatul Qadar. Mereka sepakat bahwa Lailatul Qadar itu ada di 10 terakhir Ramadan. Aku berkata kepada Umar, ‘Sungguh aku mengetahui pada malam ke berapa Lailatul Qadar itu.’

Umar berkata, ‘Pada malam ke berapa?’ Aku berkata, ‘Pada tujuh malam pertama atau tujuh malam terakhir dari sepuluh malam terakhir Ramadan.’

Ia berkata, ‘Bagaimana engkau mengetahuinya?’ Aku menjawab, ‘Allah SWT telah menciptakan tujuh lapis langit, tujuh lapis bumi, tujuh tujuh hari, masa berulang tujuh kali, manusia makan dan sujud dengan tujuh anggota tubuh, tawaf tujuh putaran dan jumrah tujuh kali.’ Umar berkata, ‘Sungguh engkau mengetahui apa yang tidak kami ketahui’.”

Pendapat Para Ulama tentang Terjadinya Lailatul Qadar

Para ulama berbeda pendapat terkait waktu terjadinya Lailatul Qadar. Selain pendapat yang menyebut terjadi pada malam 27, sebagian ulama menyebut Lailatul Qadar jatuh pada malam 21, 23, 25, atau 29. Sebab, Rasulullah SAW bersabda,

تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ

Artinya: “Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam Mukhtashar Shahih Muslim yang disusun Al Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-‘Azhimn Al-Mundziri dan diterjemahkan Syinqithi Djamaluddin dan H.M. Mochtar Zoerni, terdapat hadits yang menyebut anjuran Rasulullah SAW agar mencari Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir Ramadan. Diriwayatkan dari Ibn Umar RA, Rasulullah SAW bersabda,

الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ، يَعْنَى لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجْزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبع البواقي

Artinya: “Carilah malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh malam terakhir. Kalau kamu tidak mampu, jangan tertinggal tujuh malam terakhirnya.”

Rasulullah Sempat akan Sampaikan Waktu Lailatul Qadar

Rasulullah SAW mulanya sempat akan memberitahukan kapan terjadinya Lailatul Qadar. Hal ini diceritakan dalam riwayat Abu Sa’id Al Khudri RA yang terdapat dalam Shahih Muslim. Ia berkata, “Rasulullah SAW pernah beriktikaf pada 10 malam pertengahan bulan Ramadan untuk mencari Lailatul Qadar sebelum dijelaskan kepada beliau.”

Kata Abu Sa’id, “Setelah 10 malam pertengahan itu berlalu, Rasulullah SAW memerintahkan untuk dibuatkan bilik, tetapi kemudian dibongkar. Kemudian dijelaskan kepada beliau bahwa malam Lailatul Qadar ada pada 10 malam terakhir di bulan Ramadan, lalu beliau memerintahkan untuk dibuatkan bilik lagi, akan tetapi dibongkar kembali.”

Kemudian beliau keluar menemui orang-orang dan berkata, ‘Saudara-saudara! Sungguh telah dijelaskan kepadaku tentang Lailatul Qadar, dan aku keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang hal itu. Namun datang dua orang yang sama-sama mengaku benar sedangkan mereka ditemani setan. Sehingga Lailatul Qadar terlupakan olehku. Maka carilah Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir di bulan Ramadan, carilah Lailatul Qadar pada malam ke-9, ke-7, dan ke-5 (dalam 10 malam terakhir itu).’

Seseorang berkata, ‘Hai Abu Sa’id! Kamu tentu lebih mengetahui bilangan itu daripada kami.’ Ia menjawab, ‘Tentu kami lebih mengetahui tentang hal itu daripada kalian.’

Orang itu bertanya, ‘Apa yang dimaksud dengan malam ke-9, ke-7, dan ke-5?’ Ia menjawab, ‘Jika malam ke-21 telah lewat, maka yang berikutnya adalah malam ke-22 dan itulah yang dimaksud malam ke-9. Apabila malam ke-23 telah berlalu, maka berikutnya adalah malam ke-7, jika malam ke-25 telah berlalu, maka berikutnya adalah malam ke-5’.” (HR Muslim 3/173)

Wallahu a’lam.

(kri/rah)



Sumber : www.detik.com

Doa Akhir Ramadan Shahih yang Diajarkan Rasulullah SAW


Jakarta

Ada doa akhir Ramadan shahih yang diajarkan Rasulullah SAW menjelang masuknya bulan Syawal. Doa tersebut berisikan permohonan dan pengampunan pada Allah SWT.

Pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan terdapat banyak sekali kemuliaan, sehingga Rasulullah SAW pun menganjurkan kita untuk banyak beribadah dan berdoa.

Dikutip dari buku 100 Hujjah Aswaja Yang Dituduh Bid’ah, Sesat, Syirik dan Kafir oleh Ma’ruf Khozin, keutamaan terbesar bulan Ramadan tidak terdapat di awal-awal bulan Ramadan, namun di akhir. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Aisyah RA yang berbunyi,

“Jika Nabi SAW telah masuk ke 10 terakhir Ramadan maka Nabi mengencangkan ikat sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari)


Selain itu, pada hari-hari terakhir Ramadan, terdapat malam Lailatul Qadar. Malam Lailatul Qadar merupakan malam yang penuh kemuliaan yang selalu dinanti oleh setiap muslim yang beriman.

Bahkan Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk mencarinya pada sepuluh hari terakhir Ramadan. Menurut buku Itikaf Penting dan Perlu karya Ahmad Abdurrazaq Al-Kubaisi, anjuran tersebut disampaikan pada sebuah hadits. Rasulullah SAW bersabda,

“Carilah Lailatul Qadar itu pada tanggal ganjil dari sepuluh terakhir pada bulan Ramadan.” (HR Bukhari)

Setelah sebulan penuh puasa Ramadan dan mendapatkan malam Lailatul Qadar, Rasulullah SAW menganjurkan muslim mengamalkan salam perpisahan dengan bulan Ramadan dengan membaca doa berikut.

Doa Akhir Ramadan Sesuai Sunah dari Rasulullah SAW

Doa akhir Ramadan dapat dibaca seperti yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah RA dari Muhammad al Mustafa,

“Beliau bersabda, ‘Siapa yang membaca doa ini pada hari terakhir Ramadan, ia akan mendapatkan salah satu dari dua kebaikan di antaranya menjumpai Ramadan mendatang atau pengampunan dan rahmat Allah’.”

Berikut bacaan doa akhir Ramadan yang dimaksud hadits tersebut.

اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِنْ صِيَامِنَا إِيَّاهُ، فَإِنْ جَعَلْتَهُ فَاجْع لْنِيْ مَرْحُوْمًا وَ لاَ تَجْعَلْنِيْ مَحْرُوْمًا

Allahuma laa taj’alhu aakhiril’ahdi min shiyaminaa iyyaahu, fain ja’altahu faj’alnii marhuuman walaa taj’alnii mahruuman.

Artinya: Ya Allah, janganlah Kau jadikan puasa ini yang terakhir dalam hidupku. Jika Engkau menjadikan sebaliknya (sebagai puasa terakhir), jadikanlah aku sebagai orang yang Engkau sayangi dan jangan jadikan aku sebagai orang yang Engkau jauhi.

Dinukil dari buku Mafatih Al Jinan Jilid 2 (Kunci-kunci Surga edisi Indonesia) karya Syekh Abbas Al Qummi, terdapat riwayat lain mengenai bacaan doa perpisahan bulan Ramadan yang dapat dibaca di akhir Ramadan.

Sayyid Ibnu Tawis meriwayatkan dari Imam Shadiq bahwa barang siapa yang mengucapkan salam perpisahan dengan bulan Ramadan seraya membaca doa berikut yang artinya, “Ya Allah, janganlah Kau jadikan bulan ini sebagai masa terakhirku untuk berpuasa dalam bulan Ramadan dan aku berlindung kepada-Mu supaya fajar malam ini terbit kecuali Engkau telah mengampuniku.”

Doa tersebut dipanjatkan agar Allah SWT akan mengampuninya sebelum pagi tiba dan ia akan menganugerahkan kepadanya tobat dan kembali ke haribaan-Nya.

Amalan Hari Terakhir Bulan Ramadan

Masih merujuk pada buku yang sama, selain membaca doa di atas, ada beberapa amalan yang dapat dilakukan pada malam akhir Ramadan seperti berikut.

1. Mandi

2. Membaca surah Al-An’am, Al- Kahfi, Yasin dan bacaan “Astagfirullah waatubuilaih” sebanyak 100x

3. Lalu, membaca doa yang dinukil oleh Syekah Kulaini RA dari Imam Ja’far Shadiq berikut bacaan doanya:

اللهُمَّ هَذَا شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أَنزَلْتَ فِيهِ الْقُرْآنَ وَقَدْ تَصَرَّمَ وَأَعُوذُ بِوَجْهِكَ الكَرِيمِ يَا رَبِّ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ مِنْ لَيْلَتِيْ هَذِهِ أَوْ يَتَصَرَّمَشَهْرُرَمَضَانَ وَ لَكَ قِبَلِي تَبِعَةُ أَوْ ذَنْبُ تُرِيدُ أَنْ تُعَذِّبَنِي بِهِ يَوْمَ أَلْقَاكَ

Allahumma hadzaa syahru ramadhaanaladzii anzalta fiihil quraana wa qadtasharrma wa a’udzubiwajhikalkariimi yaa rabbi anyathlu’al fajru min laylatii hadzihi auyatasharrama syahru ramadhan wa laka qibalii tabi’atun aw dzanbun turiidu an tu’adzibanii bihi yauma alqaaka

Artinya: Ya Allah, ini adalah bulan Ramadan yang Engkau telah menurunkan Al-Qur’an di dalamnya dan ia telah berlalu. Aku berlindung kepada Zat-Mu yang Mulia, ya Rabbi supaya fajar malamku ini tidak terbit atau bulan Ramadan ini berlalu sedangkan aku masih memiliki tanggungan untuk-Mu atau dosa yang dengannya Engkau akan menyiksa pada hari aku berjumpa dengan-Mu.”

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Larangan Puasa 1 Syawal, Ini Dalil Hadits dan Alasannya


Jakarta

Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada 1 Syawal adalah satu dari dua hari raya umat Islam. Rasulullah SAW melarang puasa pada hari tersebut.

Larangan puasa 1 Syawal disebutkan dalam sejumlah hadits sebagaimana dikeluarkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya. Salah satunya dari Abu ‘Ubaid. Saat itu, ia mengikuti salat Id bersama Umar bin Khaththab RA lalu dia berkata,

هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْيَوْمُ الْآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ.


Artinya: “Dua hari ini hari yang dilarang Rasulullah untuk berpuasa, yaitu Hari Raya Idul Fitri setelah kalian berpuasa (Ramadan) dan hari raya lain setelah manasik kalian.”

Dalam redaksi lain dikatakan, Umat salat sebelum khotbah. Kemudian dia berkhotbah di hadapan manusia dengan menyatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya Rasulullah SAW telah melarang kalian berpuasa di dua hari raya ini. Yang pertama hari kalian berbuka (1 Syawal) setelah berpuasa (Ramadan). Sedangkan hari berikutnya adalah hari kalian memakan daging kurban kalian.”

Abu Said Al-Khudri turut meriwayatkan hal serupa. Ia berkata,

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا صَوْمَ فِي يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى.

Artinya: “Rasulullah bersabda, ‘..dan tidak patut berpuasa pada dua hari tertentu, yakni Hari Idul Fitri dan Hari Adha’.”

Larangan puasa 1 Syawal juga disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Umar yang berbunyi,

عَنْ زِيَادِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَقَالَ رَجُلٌ نَذَرَ أَنْ يَصُومَ يَوْمًا قَالَ أَظُنُّهُ قَالَ الاِثْنَيْنِ فَوَافَقَ ذَلِكَ يَوْمَ عِيدٍ فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ أَمَرَ اللَّهُ بِوَفَاءِ النَّذْرِ وَنَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ هَذَا الْيَوْمِ.

Artinya: “Ziyad bin Jubair berkata, ‘Seorang laki-laki datang kepada Ibnu Umar dan mengatakan bahwa dirinya pernah bernazar untuk berpuasa pada suatu hari.’ Ziyad bin Jubair berkata, ‘Aku mengira dia berkata hari Senin, ternyata hari Id.’ Ibnu Umar berkata, ‘Allah memerintahkan untuk menepati nadzar, dan Rasulullah SAW melarang puasa pada hari ini’.”

Hadits-hadits tersebut dihimpun dalam kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan, kitab kumpulan hadits shahih dari kitab Shahih Bukhari dan Muslim.

Dijelaskan dalam Fiqh Puasa Wajib dan Sunnah (Syarh Kitabus Shiyaam min Bulughil Maram) karya Abu Utsman Kharisman, para ulama sepakat puasa pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha itu adalah terlarang. Para ulama menghukumi puasa pada dua hari raya haram, baik itu puasa wajib maupun sunah.

Alasan Larangan Puasa 1 Syawal

Ulama Syafi’iyyah Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah yang diterjemahkan Abu Aulia dan Abu Syauqina menjelaskan, alasan larangan puasa 1 Syawal sebab Hari Raya Idul Fitri adalah hari untuk berbuka setelah sebelumnya berpuasa Ramadan.

Hal itu bersandar pada perkataan Umar RA, “Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari ini (Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha). Sebab, Hari Raya Idul Fitri merupakan hari di mana kalian harus berbuka setelah puasa, sedangkan Hari Raya Idul Adha agar kalian memakan hasil ibadah kurban.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan an-Nasa’i)

Jadwal 1 Syawal 1445 H/2024 M

Pemerintah RI menetapkan 1 Syawal 1445 H/2024 M jatuh pada Rabu, 10 April 2024. Ketetapan ini diputuskan dalam sidang isbat penetapan awal Syawal yang digelar pada Selasa (9/4/2024) kemarin petang.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Hadits Silaturahmi, Tegaskan Pentingnya Berbuat Baik pada Sesama


Jakarta

Silaturahmi menjadi amalan yang berbalas kebaikan. Dalam banyak hadits, Rasulullah SAW bahkan menjelaskan bahwa Allah SWT menjanjikan surga sebagai balasan bagi orang-orang yang menjaga silaturahmi.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman tentang perintah berbuat baik kepada orang lain. Hal ini menjadi bagian penting dari silaturahmi.

Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa’ ayat 36,


وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

Artinya: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”

Dalam buku Qur’anic Healing oleh Ibnu Rusydi al-Maswani, dijelaskan bahwa menjalin silaturahmi merupakan bentuk nyata dari ketakwaan kepada Allah SWT.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya menjaga silaturahmi. “Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi.” (HR Bukhari)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga menyatakan untuk saling berbuat baik pada sesama. Rasulullah SAW bersabda,

“Janganlah kalian saling membenci, janganlah saling mendengki, janganlah kalian saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga malam.” (HR Bukhari)

Hadits tentang Silaturahmi

Ada banyak hadits yang menjelaskan pentingnya menjaga silaturahmi. Manfaatkan momen Idul Fitri sebagai waktu yang tepat untuk saling berkunjung, saling memaafkan dan juga menjaga persaudaraan.

Berikut beberapa hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan pentingnya silaturahmi:

1. Anjuran Silaturahmi

Rasulullah SAW bersabda, “Beribadahlah pada Allah SWT dengan sempurna jangan syirik, dirikanlah salat, tunaikan zakat, dan jalinlah silaturahmi dengan orang tua dan saudara.” (HR Bukhari)

2. Keutamaan Silaturahmi

Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT yang Maha Besar dan Maha Kuasa berfirman: Aku adalah yang Maha Pengasih (Ar-Rahman). Aku membuat ikatan persaudaraan dan memberinya nama dari nama-Ku. Jika siapa saja mempertahankan ikatan silaturahmi, mempertahankan hubungan dengannya. Dan Aku akan memutus hubungan dengan siapa saja yang memutuskan silaturahmi.” (HR Abu Daud)

3. Silaturahmi Membawa Rezeki dan Menghapus Dosa

Rasulullah SAW bersabda, “Ketika tamu datang pada suatu kaum, maka ia datang dengan membawa rezekinya. Ketika ia keluar dari kaum, maka ia keluar dengan membawa pengampunan dosa bagi mereka.” (HR Ad-Dailami)

4. Silaturahmi Membuka Pintu Rezeki

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang senang agar dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (HR Bukhari)

5. Silaturahmi Memperpanjang Umur

Sabda Rasulullah SAW, “Silaturahmi dapat menambah umur, sedangkan sedekah dengan sembunyi-sembunyi dapat meredam murka Allah.” (HR Ath-Thabrani)

6. Silaturahmi Menghapus Dosa

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu saling bersalaman, kecuali keduanya diampuni dosanya sebelum keduanya berpisah.” (HR Abu Dawud)

Demikian beberapa hadits anjuran dan keutamaan silaturahmi. Sebagai muslim yang beriman, sudah sepatutnya menjaga dan mempererat tali silaturahmi.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Minta Kesembuhan Sakit untuk Diri Sendiri Sesuai Sunah


Jakarta

Ajaran Islam mengajarkan sakit kepada hambanya diturunkan untuk memberikan kesempatan bagi mereka menghapus dosa-dosa. Untuk itu, dianjurkan memperbanyak doa dan istigfar ketika sakit.

Dari Ummul ‘Ala berkata, “Rasulullah SAW mengunjungiku ketika aku sakit, lalu beliau bersabda.

أَبْشِرِى يَا أُمَّ الْعَلَاءِ فَإِنَّ مَرَضَ الْمُسْلِمِ يُذْهِبُ اللَّهُ بِهِ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْهِبُ النَّارُ خَبَثَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ


Artinya: “Bergembiralah wahai Ummul ‘Ala, sesungguhnya sakitnya seorang muslim dijadikan oleh Allah untuk menghilangkan kesalahannya dengannya, sebagaimana api menghilangkan karat emas dan perak.” (HR Abu Dawud)

4 Doa Minta Kesembuhan Sakit untuk Diri Sendiri

1. Doa Minta Kesembuhan Versi Pertama

Dilansir dari buku Doa Menghadapi Musibah oleh Arif Munandar Riswanto, berikut doa meminta kesembuhan yang bisa diamalkan.

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شَافِيَ إلَّا أَنْتَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقْمًا

Allaahumma rabban naasi, adzhibil ba’sa. Isyfi. Antas syaafi. Laa syaafiya illā anta syifaa’an lā yughaadiru saqaman.

Artinya: “Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakit. Sembuhkanlah, Engkaulah penyembuh. Tidak ada penawar selain dari penawar-Mu, penawar yang menghabiskan sakit dan penyakit.”

2. Doa Minta Kesembuhan Versi Kedua

Doa meminta kesembuhan yang dikutip dari buku Doa-Doa Terbaik Sepanjang Masa karya Ustaz Ahmad Zacky El-Syafa sebagai berikut.

بِسْمِ الله، حَسْبِيَ الله تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهُ، اِعْتَصَمْتا بِاللَّه فَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَى الله مَا شَاءَ اللَّهُ لَا حَوْلَ وَلَا قُ وَّةَ إِلَّا بِاللَّه الْعَلِيُّ الْعَظِيمِ

Bismillaahi hasbiyallaahi tawakkaltu ‘alallaahi i’tashamtu billaahi fawwadltu amri ilallaahi maa syaa-allahu laa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aiyyil ‘adziimi

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, Allah-lah Zat Yang mencukupiku. Aku berserah diri kepada Allah. Aku memohon perlindungan kepada Allah. Tiada daya dan upaya hanyalah kepada Allah Zat Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.”

3. Doa Minta Kesembuhan Versi Ketiga

Dari buku Al Adzkar Doa dan Dzikir dalam Al-Qur’an dan Sunnah karya Imam Nawawi, doa meminta kesembuhan dapat diamalkan dengan menggunakan debu. Berikut doanya:

بِسْمِ اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا يُشْفَى سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا

Bismillahi turbatu ardhinaa biriiqati ba’dhinaa yusyfa saqiimunaa bi idzni rabbinaa

Artinya: “Dengan nama Allah, debu tanah kami dengan ludah di antara kami, orang-orang yang menderita sakit di antara kami menjadi sembuh dengan izin Tuhan kami.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, & Hakim)

4. Doa Minta Kesembuhan Versi Keempat

Riwayat dari Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Sayyidah Aisyah RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW membaca Al-Mu’awwidzat bagi sebagian anggota keluarganya dan mengusap dengan tangan kanannya seraya berkata. Berikut bacaan doanya:

للَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أذهبْ البَاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شَافِي إِلَّا أَنتَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Allahumma rabban naasi adzhibil ba’sisyfi antasy syaafi laa syaafiya illa anta syifaa’an laa yughaadiru saqama

Artinya: “Ya Allah, Tuhan yang memelihara dan menguasai manusia, hapuskanlah penyakit dan penderitaan ini. Sembuhkanlah karena Engkaulah yang Maha Menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan-Mu. Kesembuhan yang tidak menimbulkan efek samping.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, & Abdurrazaq)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kumpulan Hadits tentang Puasa Syawal, Amalan Sunnah yang Dianjurkan Nabi SAW


Jakarta

Hadits tentang puasa Syawal menjelaskan terkait keutamaan amalan tersebut. Pada dasarnya, bulan Syawal memiliki sejumlah keutamaan jika diisi berbagai amalan sunnah.

Meski dinamakan puasa Syawal, amalan ini tidak dikerjakan pada permulaan Syawal atau 1 Syawal. Sebab, permulaan Syawal bertepatan dengan Idul Fitri yang mana haram hukumnya apabila seorang muslim melaksanakan puasa di hari tersebut.

Dari Abu Sa’id Al Khudri RA, ia berkata:


“Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR Muslim)

Hadits tentang Puasa Syawal

1. Hadits Ketentuan Puasa Syawal

Ketentuan tentang puasa Syawal sebanyak enam hari, didasarkan pada hadits Rasulullah SAW berikut,

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka baginya (ganjaran) puasa selama setahun penuh.” (HR Muslim)

Mengutip buku Yang Harus diketahui dari Puasa Syawal oleh Ahmad Zarkasih, Lc. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut memiliki sanad yang mencapai derajat shahih. Adapun banyaknya pahala yang diterima atau dihasilkan oleh umat Muslim yang menjalankan puasa Syawal merupakan anugerah Allah SWT untuk umat Nabi Muhammad.

2. Hadits Keutamaan Puasa Syawal

Hadits lainnya juga menjelaskan keutamaan puasa Syawal dalam redaksi berbeda,

“Barang siapa yang berpuasa satu bulan Ramadhan, ditambah enam hari (Syawal) setelah Idul Fitri, pahala puasanya seperti pahala puasa satu tahun. Dan siapa yang mengerjakan satu amalan kebaikan, baginya sepuluh kebaikan.” (HR Ibnu Majah)

3. Hadits Anjuran Puasa Syawal

Selain hadits-hadits sebelumnya, ada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan nada serupa,

“Seperti diceritakan dari Muhammad bin Ibrahim, Usamah bin Zaid terbiasa puasa di bulan-bulan suci. Rasulullah SAW kemudian berkata, “Puasalah di Bulan Syawal.” Lalu dia melaksanakan puasa tersebut hingga akhir hayat. (HR Sunan Ibnu Majah)

4. Hadits Waktu Pelaksanaan Puasa Syawal

Berdasarkan buku Rumedia-The Tausiyah tulisan David Alvitri, Salah satu hukum berpuasa Syawal adalah dilaksanakan mulai sejak tanggal dua Syawal. Hal ini seperti dalam hadits yang disebutkan oleh Abu Sa’id al-Khudri:

“Nabi Muhammad SAW melarang berpuasa pada dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. (Maksudnya tanggal satu Syawal dan sepuluh Dzulhijjah).” (HR Muslim)

Haruskah Puasa Syawal Dilaksanakan Berturut-turut Selama 6 Hari?

Menurut buku Daqu Method dalam Tinjauan Pendidikan Islam oleh Tarmizi As Shidiq, Imam Syafi’i dan Imam An-Nawawi berpendapat puasa Syawal lebih dianjurkan untuk diamalkan selama enam hari secara berurutan mulai dari awal bulan, yaitu 2-7 Syawal.

Hal senada diyakini oleh mazhab Hambali dalam buku Dialog Lintas Mazhab Fiqh Ibadah dan Muamalah karya Asmaji Muchtar. Dikatakan, lebih utama puasa enam hari di bulan Syawal tanpa terputus.

Meski demikian, dijelaskan melalui buku Dalam Naungan Bulan Penuh Kemuliaan: Fikih Ramadan 4 Mazhab tulisan Gus Arifin, ulama mazhab Syafi’i menyebut puasa Syawal yang diamalkan secara dipisah atau dilakukan pada akhir Syawal juga tetap memiliki keutamaan dalam pengamalannya.

Wallahu’alam bishawab.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kumpulan Hadits tentang Bersyukur, Pahami agar Tidak Takabur


Jakarta

Bersyukur kepada Allah SWT sudah semestinya dilakukan oleh kaum muslimin. Ungkapan syukur dapat menjauhkan seseorang dari sifat takabur.

Terkait bersyukur diterangkan dalam sejumlah ayat Al-Qur’an, salah satunya surah Ibrahim ayat 7.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧


Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”

Mengutip buku Syukur Pintu Menuju Bahagia oleh Kartini Hilmatunnida, syukur berasal dari kata syakara-yaskuru-syukran yang artinya pujian karena mendapatkan sesuatu. Bersyukur dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan berzikir dan mengingat nama Allah yang agung.

Para nabi dan rasul telah memberikan teladan mengenai sifat-sifat syukur yang mereka miliki, salah satunya Nabi Nuh AS. Disebutkan dalam Kitab Qashash Al-Anbiyaa oleh Imam Ibnu Katsir, terdapat riwayat yang menyebut bahwa Nabi Nuh AS selalu mengucapkan rasa syukurnya kepada Allah atas makanan, minuman, pakaian, dan segala hal terkait dirinya.

Kumpulan Hadits tentang Bersyukur

1. Hadits tentang Bersyukur Versi Pertama

Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Tidaklah Allah menganugerahkan nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengetahui nikmat tersebut berasal dari Allah, melainkan Allah menulis syukur untuknya sebelum ia mensyukuri nikmat tersebut. Tidaklah seorang hamba berbuat dosa kemudian ia menyesalinya, melainkan Allah menulis ampunan baginya sebelum ia meminta ampunan kepada-Nya.” (HR Al Hakim)

2. Hadits tentang Bersyukur Versi Kedua

Al-Kharaithi dalam Fadhilatusy Syukr meriwayatkan hadits dari Abu Amr Asy-Syaibani bahwa Musa AS berkata,

“Tuhanku, jika aku salat, maka karena-Mu. Jika aku bersedekah, maka karena-Mu. Jika aku menyampaikan risalah-Mu, maka karena-Mu. Oleh karena itu, bagaimana cara aku bersyukur kepada-Mu?” Allah berfirman, “Engkau sekarang telah bersyukur kepada-Ku.”

3. Hadits tentang Bersyukur Versi Ketiga

Dari Anas bin Malik RA, dari Nabi SAW yang bersabda,

“Tidaklah Allah memberikan nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengatakan, ‘Alhamdulillah’ melainkan apa yang ia berikan itu lebih baik daripada yang ia ambil.” (HR Ibnu Majah)

Dalam riwayat lain, Bakr bin Abdullah berkata, “Seorang hamba tidak mengucapkan ‘Alhamdulillah’ sekali, melainkan ia wajib mendapatkan nikmat dengan ucapannya, ‘Alhamdulillah.’ Apa balasan perkataannya tersebut? Balasannya ialah ia bisa mengucap ‘Alhamdulillah’ kemudian datanglah nikmat yang lain. Nikmat-nikmat Allah tidak pernah habis.” (HR Ibnu Abu Ad-Dunya dalam Asy-Syukr)

4. Hadits tentang Bersyukur Versi Keempat

Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mukmin sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR Muslim)

Itulah sejumlah hadits tentang bersyukur yang dapat direnungkan oleh kaum muslimin. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa setelah Baca Yasin untuk Hajat agar Terkabul


Jakarta

Membaca surah Yasin dapat memberikan kemudahan dalam meraih hajat atau keinginan. Setelah membaca surah Yasin, muslim dianjurkan untuk membaca doa yang berisi permohonan ampunan dan keselamatan.

Dijelaskan dalam buku 5 Amalan Penyuci Hati karya Ali Akbar Bin Aqil dan Abdullah Chris, ada sebuah riwayat yang menyebutkan jika membaca surah Yasin dapat mengabulkan segala hajat.

Dari Atha’ bin Abi Rabbah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,


مَنْ قَرَأَ يَسَ فِي صَدْرِ النَّهَارِ قُضِيَتْ حَوَاجُهُ

Artinya: “Siapa yang membaca surah Yasin pada awal pagi, seluruh hajatnya akan dikabulkan oleh Allah.” (HR Darimi)

Dalam riwayat yang lain dari Abdullah bin Abbas RA yang berkata, “Siapa yang membaca surah Yasin pada waktu pagi maka Allah memberinya kemudahan pada hari itu hingga sore harinya. Siapa yang membacanya di awal malam, maka Allah memberinya kemudahan sepanjang malam itu sampai pagi hari.” (HR Darimi)

Agar amalan lebih sempurna dan mendapat keutamaan, para ulama menganjurkan untuk mengamalkan doa setelah membaca surah Yasin. Doa ini berisikan permohonan ampun dan keselamatan serta pujian kepada Allah SWT.

Diambil dari buku Doa dan Zikir Makbul karya Abu Hurairah Abdul Salam, berikut bacaan doa setelah membaca surah Yasin.

Doa setelah Membaca Surah Yasin untuk Hajat

اللّٰهُمَّ اِنّٓا نَسْتَحْفِظُكَ وَ نَسْتَوْدِعُكَ اَدْيَانَنَا وَاَنْفُسَنَا وَاَهْلَنَا وَاَوْلَادَنَا وَاَمْوَالَنَا وَكُلِّ شَيْءٍ اَعْطَيْتَنَا. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ فِى كَنَفِكَ وَاَمَانِكَ وَجِوَارِكَ وَعِيَاذِكَ مِن كُلِّ شَيْطَانٍ مَرِيدٍ وَجَبَّارٍ عَنِيدٍ وَذِى عَيْنٍ وَذِى بَغْيٍ وَمِنْ شَرِّ كُلِّ ذِى شَرٍّ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. اَللّٰهُمَّ جَمِّلْنَا بِالْعَافِيَةِ وَالسَّلَامَةِ وَحَقِّقنَا بِالتَّقْوٰى وَالْاِسْتِقَامَةِ وَاَعِذْناَ مِنْ مُوجِبَاتِ النَّدَامَةِ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِاَوْلَادِنَا وَمَشَايِخِنَا وَلِاِخْوَانِنَا ِفِى الدِّينِ وَلِاَصْحَابِنَا وَاَحْبَابِنَا وَلِمَنْ اَحَبَّنَا فِيكَ وَلِمَنْ اَحْسَنَ اِلَيْنَا وَ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ يَارَبَّ العَالَمِيْنَ. وَصَلِّ اَللّٰهُمَّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. وَارْزُقْنَا كَمَالَ الْمُتَابَعَةِ لَهُ وَظَاهِرًا وَبَاطِنًا فِي عَافِيَةٍ وَسَلَامَةٍ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Allahumma inna nastahfidzhuka wa nastaudi’uka diinana wa anfusanaa wa ahlanaa wa aulaadanaa wa amwaalanaa wa kulla syai’in a’thaitanaa. Allahummaj’alnaa wa iyyaa hum fii kanafika wa amaanika wa jiwaarika wa ‘iyaadzika min kulli syaithaanim mariid wa jabbaarin’ aniid wa dzii ‘ainin wa dzii baghyin wa min syarri kulli dzii syarrin innaka ‘alaa kulli syai’in qadiir. Allahumma jamilnaa bil’aafiyati was salaaati wa haqqiqnaa bit taqwaa wal istiqaamati wa a’idznaa min muujibaatin nadaamati innaka samii’ud du’aa’i. Allahummaghfirlanaa wa li waalidiina wa li aulaadinaa wa li masyaa-yikhinaa wa li ikhwaaniaa fiddiini wa li ashhaabinaa wa ahbaabinaa wa liman ahabbanaa fiika wa liman ahsana ilainaa wa lil mukminiina wal mukminaati wal musliminiina wal muslimaati ya rabbal ‘aalamiin. Wasalallahumma ala abdika warasulika saiyadinaa wamaulanaa muhammadin wa ala lihi wasabihi wasallam. war zuqna kamalal mutaba’ati lahu dhohiron wa bathinan fi ‘afiyatin wa salamatin birohmatika ya arhamar rohimina.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya kami mohon pemeliharaan-Mu dan kami menyerahkan kepada-Mu agama kami, diri kami, keluarga kami, anak-anak kami, harta-harta kami dan segala yang telah Engkau berikan kepada kami. Ya Allah, jadikanlah kami dan juga mereka berada di dalam pemeliharaan-Mu, keamanan-Mu dan perlindungan-Mu dari setiap gangguan syetan pendurhaka, orang-orang takabur yang keras kepala, orang yang mempunyai pandangan jahat, kedhaliman dan dari pada kejahatan setiap orang yang mempunyai kejahatan. Sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, perindahkanlah kami dengan keselamatan dan kesejahteraan. Karuniakanlah kepada kami ketakwaan dan istiqomah. Lindungilah kami dari perkara-perkara yang menyebabkan kami mendapat penyesalan. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar sesuatu doa. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, kedua orang tua kami, anak-anak kami, guru-guru kami, saudara-saudara seagama kami, sahabat-sahabat karib kami, orang-orang yang mencintai kami karena Engkau, orang-orang yang pernah berbuat baik kepada kami, dari kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, wahai Tuhan yang mengatur alam semesta. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan keselamatan kepada hamba-Mu dan utusan-Mu, junjungan kami dan tuan kami Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para sahabatnya. Karuniakanlah kepada kami kesempurnaan mengikuti ajarannya, secara dhahir dan batin dalam kesejahteraan dan keselamatan dengan kasih sayang-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih sebaik-baik yang mengasihi.”

Gus Dewa menjelaskan dalam buku Menjawab Membahas Permasalahan-Permasalahan Fikih, Keimanan, dan Kehidupan, ada cara membaca surah Yasin menurut sebagian ulama.

  • Lafaz يسٓ (Yaasin) diulang 7 kali.
  • Ayat di bawah ini diulangi 14 kali:

ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (żālika taqdīrul-‘azīzil-‘alīmi)

  • Ayat di bawah ini diulangi 16 kali:

سَلَامُ قَوْلًا مِنْ رَبِّ رَّحِيْمِ (Salāmun qaulam mir rabbir raḥīmin)

  • Ayat di bawah ini diulangi 4 kali:

أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلَىٰ (Awa laisal-lażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa biqādirin ‘alā ay yakhluqa miṡlahum balā)

Masih merujuk sumber yang sama, dijelaskan barang siapa yang membaca surah Yasin dengan cara tersebut sebanyak 7 kali, maka segala hajatnya akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Wallahu a’lam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com