Tag Archives: hadits

Amalan yang Paling Disukai Allah Menurut Hadits


Jakarta

Mengerjakan amal kebaikan sudah semestinya menjadi keseharian seorang muslim. Dari sekian banyak amal yang bisa dilakukan, ada amalan yang paling disukai Allah SWT.

Allah SWT menjanjikan kehidupan yang baik bagi hamba-Nya yang gemar berbuat amal kebajikan, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 97.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ


Artinya: “Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.”

Amalan yang Paling Disukai Allah SWT

Salat Tepat Waktu, Berbakti pada Orang Tua, dan Jihad di Jalan Allah

Menukil kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Abu Aulia dan Abu Syauqina, amalan yang paling disukai Allah SWT ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud RA. Ia berkata,

“Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Apakah amalan yang paling dicintai Allah? Rasulullah SAW bersabda, ‘Salat tepat pada waktunya.’ Aku bertanya, ‘Lalu apa lagi?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Berbakti kepada orang tua, jihad di jalan Allah’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mengutip buku Seni Merawat Cinta bagi Istri karya Riza Risma, mengenai salat tepat waktu, Rasulullah SAW juga bersabda,

“Barang siapa membaguskan wudhu dan salatnya sesuai dengan waktunya, serta menyempurnakan ruku’ dan kekhusyukannya, maka ia berhak mendapat janji dari Allah bahwa Dia akan mengampuninya, dan barang siapa tidak melakukannya maka ia tidak memiliki janji atas Allah. Apabila Allah berkehendak, Dia akan mengampuninya dan jika berkehendak, Dia akan mengazabnya.” (HR Abu Dawud)

Adapun perintah berbakti kepada orang tua dijelaskan dalam Al-Qur’an, salah satunya surah Luqman ayat 14.

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya: “Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.”

Perintah jihad juga terdapat dalam Al-Qur’an, tepatnya surah Al-Hajj ayat 78.

…وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ

Artinya: “Berjuanglah kamu pada (jalan) Allah dengan sebenar-benarnya….”

Menyenangkan Saudara Muslim

Amalan lain yang paling disukai Allah SWT adalah menyenangkan saudara muslim, sebagaimana dijelaskan Muclas Al Farbi dalam buku Hadirkan Rahmat Allah dengan Amalan-amalan Ini yang menukil sebuah riwayat yang disampaikan Ibnul Qayyim. Rasulullah SAW bersabda,

“Amal yang paling disukai Allah ialah kegembiraan yang engkau masukkan dalam hati seorang muslim, menghilangkan kesusahannya, melunasi utangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku untuk suatu hajat lebih aku sukai daripada beriktikaf di masjid ini selama sebulan.”

Amalan yang Dilakukan Terus-menerus

Dalam Al-Qaul Al-Mubin: Fi Ma’rifati Maa Yahummu al-Mushalliin karya Syaikh Abdul Azin bin Nashir al-Musainid yang diterjemahkan Saefuddin Zuhri terdapat hadits yang menyebut Allah SWT menyukai amalan yang dilakukan terus-menerus. Hadits ini diriwayatkan dari Aisyah RA.

Aisyah RA bercerita Rasulullah SAW memiliki selembar tikar yang biasa beliau jadikan bilik pada malam hari. Rasulullah SAW mengerjakan salat padanya. Orang-orang pun mengikuti salat beliau.

Suatu malam, ketika orang-orang kembali untuk mengerjakan salat, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai sekalian manusia, hendaklah kalian mengerjakan amal yang kalian sanggup kerjakan, karena Allah itu tidak pernah bosan sampai kalian yang bosan. Sesungguhnya amalan yang paling disukai Allah itu adalah amalan yang rutin dikerjakan sekalipun sedikit dan kebiasaan keluarga Muhammad apabila mengerjakan suatu amalan mereka mengekalkannya (terus-menerus mengerjakannya).” (HR Muslim)

Ahli hadits Imam An-Nawawi menggarisbawahi ungkapan “Karena sesungguhnya Allah SWT itu tidak akan bosan sampai kalian yang bosan.” Dia berkata, “Para muhaqiq mengatakan, artinya, tidak memperlakukan kamu seperti perlakuan yang bosan sehingga akan memutuskan kalian dari pahala, ganjaran, karunia, dan rahmat-Nya, sampai kalian sendiri menghentikan amal kalian.”

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Anak Kecil yang Meninggal Disebut Jadi Syafaat Orang Tua, Ini Haditsnya



Jakarta

Meninggalnya seorang anak tentu menjadi duka yang mendalam bagi orang tua maupun kerabatnya. Akan tetapi, dalam hadits disebutkan bahwa anak-anak yang meninggal kelak jadi syafaat orang tua.

Anak yang dimaksud dalam hal ini adalah mereka yang belum baligh. Dikatakan, mereka kelak akan membawa orang tuanya masuk surga.

Menukil kitab At-Tadzkirah Jilid 2 karya Imam Syamsuddin Al-Qurthubi yang diterjemahkan oleh Anshori Umar Sitanggal, menurut riwayat Muslim, dari Abu Hassan, ia berkata, “Saya pernah berkata kepada Abu Hurairah RA, ‘Sesungguhnya dua orang anakku telah meninggal dunia. Maka, apa yang bisa Anda ceritakan dari Rasulullah SAW, agar hati kami menjadi tenang atas meninggalnya keluarga kami itu?’


‘Ya,’ jawab Abu Hurairah RA, ‘Anak-anak kecil, mereka bagaikan jentik-jentik air dalam surga. Salah seorang dari mereka menjemput bapaknya (atau dia katakan: kedua orang tuanya). Maka, anak itu memegang pakaian ayahnya itu (atau ia katakan: tangannya) sebagaimana aku memegang pakaianmu yang bagus ini. Anak itu tidak menghentikan (atau ia berkata: tidak berhenti) sehingga Allah memasukkan dia bersama kedua orang tuanya ke dalam surga’.” (Shahih Muslim)

Terdapat pula hadits yang diriwayatkan dari Abu Dawud Ath-Thayalisi. Ia berkata,

“Telah menceritakan kepada kami, Syu’bah, dari Mu’awiyyah bin Qurrah, dari ayahnya, bahwasanya ada seorang Anshar yang sering datang bolak-balik kepada Rasulullah SAW bersama seorang anaknya. Pada suatu hari, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu mencintainya, hai Fulan?’ Orang itu menjawab, ‘Ya.’

Rasulullah SAW pun berkata, ‘Semoga Allah mencintaimu, sebagaimana kamu mencintainya.’

Pada suatu ketika Rasulullah SAW merasa kehilangan orang tersebut. Beliau pun menanyakan dia. Para sahabat mengabarkan, ‘Ya Rasulullah, anaknya telah meninggal.’

Rasulullah SAW pun bersabda, ‘Tidakkah kamu rela (atau bukankah kamu ridha) bahwa tidak satu pun pintu yang kamu datangi di antara pintu-pintu surga, melainkan anakmu itu akan datang bergegas membukakannya untukmu?’

Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah ini bagi dia sendiri, ataukah bagi kami semua?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Bahkan, untuk kamu semua’.” (Shahih Musnad Ath-Thayalisi)

Dalam Musnad-nya, Abu Dawud Ath-Thayalisi juga mengisahkan hadits yang diceritakan dari Hisyam, dari Qatadah, dari Rasyid, dari Ubadah bin Ash-Shamit, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Para wanita yang (mati pada saat) melahirkan, pada hari kiamat akan ditarik anaknya dengan tali pusatnya menuju ke surga.” (Musnad Ath-Thayalisi)

Anak-anak yang meninggal mendahului orang tuanya kelak membawa syafaat bagi ayahnya untuk masuk dalam surga. Hal ini dikatakan dalam sebuah hadits yang terdapat dalam buku Adab Kehidupan Berumah Tangga Sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah karya Syaikh Khalid Abd Ar-Rahman, Rasulullah SAW bersabda,

“Dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kalian semua ke dalam surga.’ Mereka berkata, ‘Sampai ayah-ayah kami memasukinya.’ Maka dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kalian semua dan ayah-ayah kalian semua’.” (HR An-Nasa’i)

Dikisahkan pula dalam Shahih Muslim dari riwayat Abu Hurairah RA, seorang wanita berkata kepada Rasulullah SAW, “Aku telah memakamkan tiga orang anak.”

Rasulullah SAW pun bersabda, “Engkau telah memelihara diri dengan benteng yang sangat kuat dari neraka.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa meninggal sedangkan ia memiliki tiga orang anak yang meninggal sebelum baligh, maka pasti Allah akan memasukkannya ke dalam surga karena keutamaan rahmat dari-Nya untuk dirinya.”

Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, dan juga dua anak?”

Rasulullah SAW menjawab, “Dan dua anak.” (HR Al-Bukhari dan Ahmad)

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Rasulullah Larang Duduk di Antara Tempat Teduh dan Terik


Jakarta

Terdapat sebuah riwayat yang melarang seorang muslim duduk di antara tempat teduh dan terik matahari. Lantas, mengapa ada larangan tersebut?

Disebutkan dalam kitab At-taujiih wa irsyaadun nafsi minal Qur’aanil karim was-Sunnatin Nabawiyyah karya Musfir bin Said Az-Zahrani yang diterjemahkan Sari Narulita dan Miftahul Jannah, Rasulullah SAW melarang seseorang duduk di antara tempat teduh (bayangan) dan terik panas karena itu tempatnya setan.

Hal tersebut bersandar pada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kamu di bawah sinar matahari lalu kau terkena bayangan hingga sebagian terkena matahari dan sebagiannya di bawah bayangan (tempat teduh), maka hendaknya ia bangun.”


Selain larangan duduk di antara tempat teduh dan terik, terdapat juga sebuah riwayat yang melarang seseorang tidur di kondisi tempat tersebut. Dari Barra’ bin Azib, Rasulullah SAW bersabda,

“Jika kau akan mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah untuk salat, kemudian berbaringlah di sisi kanan dan ucapkanlah, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepada-Mu, dan aku hadapkan wajahku kepada-Mu, dan aku serahkan permasalahan kepada-Mu, dan aku sandarkan punggungku kepada-Mu, takut dan memohon kepada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan tempat mengadu kecuali kepada-Mu. Aku beriman dengan kitab-Mu yang Engkau turunkan, dan nabi-Mu yang Engkau utus, dan jadikanlah mereka kalam terakhirmu, maka jika aku meninggal dari malam-Mu, aku meninggal dengan fitrah’.” (HR Bukhari Muslim)

Diterangkan oleh Jamil bin Habib Al-Luwaihiq dalam bukunya berjudul Tasyabbuh yang Dilarang dalam Fikih Islam, menyikapi larangan tegas tersebut, ulama mazhab Hambali berpendapat bahwa hukumnya makruh.

Pada kitab Mushannaf Ibnu Syaibah, Sa’id bin Al-Musayyab berkata, “Bagian tepi naungan adalah tempat tidur setan.” Lalu, Ibnu Umar juga mengatakan jika duduk di antara tempat teduh dan terik matahari sama dengan menduduki tempat duduk setan.

Akan tetapi, Nabi SAW menyebutkan alasan secara tertulis, yaitu ‘merupakan tempat duduk setan’. Yang paling utama adalah mengambil alasan sebagaimana telah ditetapkan oleh penetap syariat itu sendiri.

Munculnya masalah di sini adalah dari aspek penetapan illah-nya oleh Rasulullah SAW ketika melarang bahwa tempat tersebut adalah tempat duduk setan. Apalagi terdapat perintah untuk wajib berdiri tentunya jika tetap duduk maka sebuah hal yang dilarang. Hal ini membuat larangan tersebut kemudian dihukumi haram.

Pendapat Ulama soal Larangan Duduk di Antara Tempat Teduh dan Terik

Masih merujuk sumber yang sama, sebagian ulama memberikan alasan mengapa ada larangan duduk di antara tempat teduh dan terik matahari.

Mereka mengatakan jika seseorang duduk di antara tempat teduh dan terik matahari akan membahayakan badan, karena jika manusia duduk di tempat dengan kondisi tersebut bisa mengacaukan kerja sirkulasi dalam tubuh sebab mengalami dua keadaan yang memberikan pengaruh yang saling bertentangan.

Ketika seseorang duduk di antara tempat teduh dan terik, Rasulullah SAW mengajarkan untuk meletakkan salah satu tangannya di atas tangan lain. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah RA, ia berkata,

“Aku menyaksikan Rasulullah SAW duduk di beranda Ka’bah sebagian tubuhnya di bawah naungan dan sebagian yang lain di bawah panas terik matahari dengan meletakkan salah satu tangannya di atas yang lain.” (HR Al-Baihaqi)

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Doa Setelah Belajar dan Keutamaan Menuntut Ilmu


Jakarta

Dalam Islam, belajar dan menuntut ilmu adalah bagian penting dari kehidupan seorang Muslim. Menimba ilmu adalah salah satu bentuk ikhtiar untuk meningkatkan pengetahuan, baik mengenai urusan dunia maupun akhirat.

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar, umat Muslim dianjurkan untuk berdoa agar ilmu yang telah dipelajari mendapatkan berkah dan manfaat. Doa setelah belajar bukan hanya sebagai penutup, tetapi juga sebagai pengingat bahwa segala sesuatu yang kita pelajari berasal dari Allah SWT.

Dengan memanjatkan doa, kita berharap ilmu yang didapat dapat membawa kebaikan dalam setiap aspek kehidupan.


Doa Setelah Belajar

Mengacu pada buku Kumpulan Doa Mustajab Sepanjang Hayat karya Nurdin Hasan, terdapat beberapa doa setelah belajar yang bisa dipanjatkan oleh Muslim. Doa-doa ini dapat dibacakan sebagai permohonan agar ilmu yang telah dipelajari diberkahi dan bermanfaat.

Berikut ini adalah 5 doa setelah belajar:

1. Doa Setelah Belajar Versi Pertama

اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتَّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

Arab latin: Allahumma arinal haqqa-haqqa warzugnattiba’ah wa arinal batila-batila warzuqajtinabah.

Artinya: “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran sehingga kami dapat selalu mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada kami sesuatu yang salah (batil) sehingga kami dapat selalu menjauhinya.”

2. Doa Setelah Belajar Versi Kedua

اللهُمَّ انْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَعَلَّمْنَا الَّذِي يَنْفَعُنَا وَزِدْنَا عِلْمًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

Arab latin: Allaahumman fa’naa bimaa ‘allamtanaa wa ‘allimnaalladzii yanfa’unaa wazidnaa ‘ilmaan walhamdulillaahi ‘alaa kulli haalin.

Artinya: “Ya Allah, berilah kami kemanfaatan bagi apa yang telah Engkau ajarkan pada kami. Ya Allah ajarkanlah pada kami sesuatu yang bermanfaat bagi kami dan tambahkanlah ilmu pada kami segala puji hanya milik Allah pada setiap saat.”

3. Doa Setelah Belajar Versi Ketiga

اللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَوْدَعْتُكَ مَا عَلَّمْتُهُ فَرْدُدُهُ لِي عِنْدَ حَاجَتِيْ إِلَيْهِ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ

Arab latin: Allaahummainnii istauda’tukamaa ‘allamtuhuu faarduduhu lii ‘indaa haajatii ilaihi yaa rabbal ‘aalamiin.

Artinya: “Ya Allah, aku titipkan kepada-Mu apa yang telah aku pelajari, maka aku mohon kembalikanlah kepadaku ketika aku membutuhkannya, wahai Tuhan semesta alam.”

4. Doa Setelah Belajar Versi Keempat

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Arab latin: Alllaahumma innii as-aluka ‘ilmannaafi’an warizqon toyyiban wa ‘amalan mutaqobbalan.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang tidak tertolak.”

5. Doa Setelah Belajar Versi Kelima

سُبْحَنَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ اسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ الَيْكَ

Arab latin: Subhaanaka allaahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik.

Artinya: “Maha suci Engkau, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”

Belajar dan menuntut ilmu adalah suatu kegiatan yang sangat terpuji dan agama Islam mengajarkan umatnya untuk menuntut ilmu.

Dalam buku 40 Hadits tentang Pendidikan Islam yang disusun oleh Roudlatun Nasikah dan rekan-rekan, disebutkan bahwa terdapat keutamaan bagi seorang Muslim yang menuntut ilmu. Hadits tersebut menjelaskan bahwa seorang Muslim yang mencari ilmu akan memperoleh berbagai keutamaan dan manfaat.

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيْتَانُ فِيجَوْفِ الْمَاءِ

Artinya: Dari Abu Darda’ berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mempermudahnya jalan ke surga. Sungguh, para malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridaan kepada penuntut ilmu Orang yang berilmu akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada di dasar laut’.”

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Doa Penutup Acara Rapat yang Bisa Diamalkan Muslim


Jakarta

Doa penutup acara rapat bisa diamalkan muslim selesai kegiatan. Sebagai umat Islam, sudah sepantasnya kita berdoa kepada Allah SWT sebagaimana tercantum dalam surah Al Gafir ayat 60:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖࣖࣖ ٦٠

Artinya: “Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.”


Menurut buku Keutamaan Doa & Dzikir Untuk Hidup Bahagia Sejahtera oleh M Khalilurrahman Al-Mahfani, secara bahasa doa berasal dari kata “da’aa-yad’uu-du’aa-an” yang maknanya memohon atau meminta. Sementara itu, dari segi istilah doa diartikan permohonan dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT.

Berikut beberapa doa penutup acara rapat yang dapat dibaca muslim sebagaimana dilansir dari berbagai sumber.

Doa Penutup Acara Rapat: Arab, Latin dan Arti

1. Doa Penutup Acara Rapat Versi Pertama

Terdapat berbagai macam doa penutup acara rapat, salah satunya seperti yang dinukil dari buku Kumpulan Doa Sehari-Hari oleh Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبِّي وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Arab latin: Subḥānakallahumma rabbī wa biḥamdika lā ilaha illa anta astagfiruka wa atūbu ilaik.

Artinya: “Maha Suci Engkau, Ya Allah wahai Rabbku, dan dengan memuji-Mu, tiada Ilah selain Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

2. Doa Penutup Acara Rapat Versi Kedua

Selain bacaan di atas, terdapat doa penutup acara versi lainnya seperti tercantum dalam kitab Hisnul Muslim tulisan Syaikh Sa’id bin Wahf Al-Qahthani terjemahan Qosdi Ridlwanullah.

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُوْرُ.

Arab latin: Rabbigfirlī wa tub ‘alayya innaka antat-tawwābul-gafūr

Artinya: “Wahai Tuhanku! Ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat lagi Maha Pengampun.” (HR Tirmidzi no 3/153 dan Ibnu Majah no 2/321)

Masih dari sumber yang sama, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW memanjatkan bacaan di atas sebanyak 100 kali sebelum berdiri meninggalkan suatu majelis.

3. Doa Penutup Acara Rapat Versi Ketiga

Turut disebutkan dalam buku Doa Harian Pengetuk Pintu Langit karya H Hamdan Hamedan terkait doa penutup acara rapat yang disebutkan Ibnu Umar RA riwayat Tirmidzi,

اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

Arab latin: Allahummaqsim lana min khasy-yatik, maa tahulu bainanaa wa baina ma’shiyyatik, wa min thaa’atika maa tuballighuna bihi jannatak wa minal yaqiini ma tuhawwinu bihi ‘alaina mashaaibad dunya.

Allahumma matti’naa bi asmaa’inaa wa abshaarina wa quwwatinaa ma ahyaytana waj’alhul waaritsa minna waj’alhu tsa’ranaa ‘alaa man ‘aadanaa wa laa taj’al mushiibatanaa fii diininaa wa laa taj’alid dunya akbara hamminaa wa laa mablagha ‘ilminaa wa laa tusallith ‘alainaa man laa yarhamunaa.

Artinya: “Ya Allah, anugerahkanlah untuk kami rasa takut kepada-Mu, yang dapat menghalangi antara kami dan perbuatan maksiat kepada-Mu, dan (anugerahkanlah kepada kami) ketaatan kepada-Mu yang akan menyampaikan Kami ke surga-Mu dan (anugerahkanlah pula) keyakinan yang akan menyebabkan ringannya bagi kami segala musibah dunia ini.

Ya Allah, anugerahkanlah kenikmatan kepada kami melalui pendengaran kami, penglihatan kami dan dalam kekuatan kami selama kami masih hidup, dan jadikanlah ia warisan dari kami. Jadikanlah balasan kami atas orang-orang yang menganiaya kami, dan tolonglah kami terhadap orang yang memusuhi kami, dan janganlah Engkau jadikan musibah kami dalam urusan agama kami, dan janganlah Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita terbesar kami dan puncak dari ilmu kami, dan jangan Engkau jadikan orang-orang yang tidak menyayangi kami berkuasa atas kami.” (HR Tirmidzi)

4. Doa Penutup Acara Rapat Versi Keempat

Doa penutup acara rapat selanjutnya diambil dari surah As Saffat ayat 180-182, berikut bacaannya.

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Arab latin: Subhaana rabbikaa rabbil ‘izzati ‘ammaa yashifuun, wa salaamun ‘alal mursaliin, wal hamdulillahi rabbil ‘aalamiin

Artinya: “Maha Suci Tuhanmu, Tuhan pemilik kemuliaan dari apa yang mereka sifatkan. Selamat sejahtera bagi para rasul. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”

Demikian beberapa doa penutup acara rapat yang bisa diamalkan muslim. Semoga bermanfaat.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Tanda-tanda Kiamat Menurut Hadits, Ada yang Sudah Terjadi


Jakarta

Kiamat merupakan peristiwa besar yang menandai berakhirnya seluruh kehidupan di alam semesta. Meskipun waktunya tetap menjadi rahasia Allah SWT, datangnya kiamat merupakan sebuah kepastian.

Kepastian datangnya hari kiamat disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Taha ayat 15,

اِنَّ السَّاعَةَ اٰتِيَةٌ اَكَادُ اُخْفِيْهَا لِتُجْزٰى كُلُّ نَفْسٍ ۢ بِمَا تَسْعٰى ۝١٥


Artinya: “Sesungguhnya hari kiamat itu (pasti) akan datang. Aku hampir (benar-benar) menyembunyikannya. (Kedatangannya itu dimaksudkan) agar setiap jiwa dibalas sesuai dengan apa yang telah dia usahakan.”

Sebelum kiamat tiba, ada tanda-tanda yang terjadi di bumi. Tanda-tanda kiamat ini disebutkan dalam hadits. Berikut adalah beberapa hadits tanda kiamat.

Tanda-tanda Kiamat Menurut Hadits

1. Sungai Eufrat Mengering

Dalam kitab Riyadhus Shalihin Imam Nawawi terdapat hadits tanda kiamat pertama, dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Kiamat tidak akan terjadi sehingga Sungai Eufrat (di Irak) menyingkapkan gunung emas, yang manusia berperang memperebutkannya. Dan setiap seratus orang yang berperang, akan terbunuh sembilan puluh sembilan orang. Setiap orang di antara mereka berkata, “Semoga akulah yang selamat.”

Dalam sebuah riwayat yang lain dikatakan, “Hampir-hampir Sungai Eufrat menyingkapkan perbendaharaan emas. Barang siapa mendatanginya, janganlah ia mengambil sesuatu pun darinya!” (HR Bukhari)

2. Kaum Muslimin Memerangi Yahudi

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sehingga kaum muslimin memerangi Yahudi sehingga seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Batu dan pohon berkata, “Hai orang Islam, inilah seorang Yahudi, bersembunyi di belakangku. Kemarilah, bunuhlah ia” Hanya pohon gharqad yang tidak berkata begitu, karena ia termasuk pohon kaum Yahudi.” (HR Bukhari)

3. Banyak Peristiwa Pembunuhan

Mengutip buku Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi susunan Darus Sunnah, hadits tanda kiamat juga diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,

“Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali setelah banyak peristiwa haraj.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah haraj itu?” Beliau menjawab, “Pembunuhan, pembunuhan.” (HR Bukhari)

4. Api Keluar dari Tanah Hijaz

Ibnu Al-Musayyab berkata bahwa Abu Hurairah telah mengabarkan kepadanya, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,

“Hari kiamat tidak akan terjadi hingga api keluar dari tanah Hijaz yang menerangi leher-leher unta di Bushra.”

5. Sepuluh Tanda Kiamat Kubra

Dalam buku Ensiklopedia Akhir Zaman yang disusun oleh Muhammad Ahmad Al-Mubayyadh juga disebutkan mengenai hadits tanda kiamat selanjutnya, dari Hudzaifah bin Asid Al-Ghifaria, ia berkata:

“Nabi melihat ke arah kami ketika kami sedang berbincang-bincang. Beliau bersabda, “Apa yang kalian perbincangkan?” Kami menjawab, “Memperbincangkan kiamat.” Kemudian beliau bersabda,

“Sesungguhnya Hari Kiamat itu tidak akan terjadi sampai kalian melihat sebelumnya sepuluh tanda, lantas beliau menyebutkannya: asap, Dajjal, binatang, terbitnya matahari dari tempat tenggelamnya, turunnya Isa bin Maryam, Ya’juj dan Ma’juj, tiga pembenaman ke dalam bumi: pembenaman di timur, pembenaman di barat, dan pembenaman di jazirah Arab, dan yang terakhir darinya adalah api yang keluar dari Yaman, menggiring sekalian manusia menuju tempat berkumpulnya mereka (mahsyar)” (HR Muslim)

6. Api Menghabiskan Manusia dari Timur ke Barat

Sampai kepada Abdullah bin Salam berita kedatangan Rasulullah SAW ke Madinah, lantas Abdullah mendatangi beliau, lalu dia berkata, “Sesungguhnya aku akan bertanya kepada Anda tentang 3 hal yang tidak mengetahuinya kecuali seorang nabi.”

Dia berkata, “Apakah tanda hari kiamat yang pertama? Apakah makanan pertama yang dimakan oleh penghuni surga? Dari sesuatu apakah seorang anak mengambil kepada bapaknya? Dari sesuatu apakah dia mengambil kepada paman-pamannya dari arah ibu?”

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril memberitahukan kepadaku hal-hal itu baru saja.” Abdullah berkata, “Itulah musuh Yahudi dari kalangan malaikat.” Rasulullah SAW bersabda, “Adapun tanda hari kiamat yang pertama adalah api yang mengumpulkan manusia dari timur menuju barat.” (HR Bukhari)

7. Tanda Kiamat Bagaikan Tali Manik-manik yang Terputus

Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW bersabda, “Tanda-tanda itu bagaikan manik-manik (merjan) yang tersusun rapi dalam tali, jika tali itu diputus maka sebagiannya akan mengikutinya.” (HR Ahmad)

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Musuh Allah pada Hari Kiamat yang Disebutkan dalam Hadits


Jakarta

Sebuah riwayat menyebutkan ada tiga golongan orang yang menjadi musuh Allah SWT pada hari kiamat kelak. Lantas, siapa tiga golongan yang dimaksud tersebut?

Allah SWT memiliki sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah SWT mencintai dan menyayangi seluruh manusia, namun perbuatan buruk dan keji mereka yang membuat-Nya membenci dan akan menjadikan mereka musuh-Nya pada hari kiamat nanti.

Dalam buku 1100 Hadits Terpilih karya Muhammad Faiz al-Math terdapat sebuah hadits qudsi yang menyebutkan tiga golongan orang yang menjadi musuh Allah SWT pada hari kiamat kelak.


Rasulullah SAW bersabda,

ثَلَاثَةُ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اِسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُوفِهِ أَجْرَهُ. رواه ابن ماجه

Artinya: “Ada tiga golongan orang yang kelak pada hari kiamat akan menjadi musuh-Ku. Barang siapa menjadi musuh-Ku maka Aku memusuhinya. Pertama, seorang yang berjanji setia kepadaku lalu dia ingkar (berkhianat). Kedua, seorang yang menjual orang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan uang harga penjualnya. Ketiga, seorang yang mengkaryakan (memperkerjakan) seorang buruh tapi setelah menyelesaikan pekerjaannya orang tersebut tidak memberinya upah.” (HR Ibnu Majah)

3 Musuh Allah SWT di Hari Kiamat

Dari hadits di atas, disebutkan ada tiga orang yang akan diperlakukan sebagai musuh oleh Allah SWT. Mengutip buku 160 Materi Dakwah Pilihan karya H. Ahmad Yani, berikut ulasan lengkapnya.

1. Orang yang Ingkar Janji

Awalnya, setiap manusia telah berjanji untuk mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya saat masih berada di rahim. Apalagi dia mengaku beriman sudah seharusnya tunduk, maka bila tidak dia ingkar janji dan Allah SWT tidak menyukainya.

Hal ini pula yang menjadi salah satu sifat orang munafik. Rasulullah SAW bersabda,

عَايَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثَ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا تُتُمِنَ خان رواه البخاري و مسلم

Artinya: “Tanda orang munafik ada tiga: apabila berkata dusta, bila berjanji ingkar, bila dipercaya khianat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Allah SWT juga melarang manusia mengingkari janji yang telah dibuat. Sebagaimana dijelaskan dalam surah An-Nahl ayat 91 yang berbunyi,

وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّٰهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ ٩١

Artinya: “Tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji. Janganlah kamu melanggar sumpah(-mu) setelah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

2. Orang yang Melakukan Perdagangan Manusia

Setiap orang punya hak untuk hidup merdeka. Oleh karena itu, tidak dibenarkan bila ada orang yang menjual manusia lalu memakan uangnya.

Mengutip buku Ketahanan Keluarga Dalam Perspektif Islam Pandangan Komisi Pemberdayaan Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia tulisan Amany Lubis dkk, menjelaskan bahwa hukum dasar muamalah perdagangan adalah mubah kecuali yang diharamkan dengan nash atau disebabkan gharâr (penipuan).

Hukum perdagangan manusia ini tentunya haram sebab manusia tidak dapat diperjual-belikan layaknya hewan sebab sejatinya Allah SWT telah memberikan manusia kehormatan yang membedakannya dengan makhluk lainnya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Isra ayat 70,

۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا ࣖ ٧٠

Artinya: “Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”

3. Orang yang Tidak Memberi Upah Pekerja

Ketika mempekerjakan seseorang, maka sudah menjadi kewajiban sebagai untuk membayarkan upah yang telah dijanjikan. Allah SWT membenci orang yang tidak membayar upah pekerja secara layak, karena semestinya upah itu harus segera diberikan. Rasulullah SAW bersabda,

أَعْطُوا الأخير أَجْرَهُ قَبْلَ أَن يحف غرفه رواه أبو رود

Artinya: “Berikanlah kepada buruh upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR Abu Ya’la)

Bahkan bila memberi upah tidak sesuai yang telah dijanjikan, maka hal ini termasuk kezaliman dan dosanya besar. Rasulullah SAW bersabda,

ظلم الأخير أَجْرُهُ مِنَ الْكَبَائِرِ رواه

Artinya: “Menzalimi upah terhadap buruh termasuk dosa besar.”(HR Ahmad)

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Tidak Boleh Potong Kuku sebelum Idul Adha, Ini Haditsnya


Jakarta

Terdapat sebuah riwayat yang menyebutkan muslim tidak boleh potong kuku sebelum Idul Adha. Namun, apa maksud dari larangan tersebut?

Hukum memotong kuku dasarnya sunnah. Hal ini didasarkan dari riwayat hadits yang dikutip dari buku Fakta Ilmiah Amal Sunnah Rekomendasi Nabi karya Haviva AB,

Aisyah RA berkata, “Sepuluh dikira sebagai fitrah (sunnah), yaitu memotong kumis, memelihara jenggot, bersuci, memasukkan air ke dalam hidung, memotong kuku, membasuh sendi-sendi, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu ari-ari, bersuci dengan air (beristinja), dan berkumur.” (HR Muslim)


Memotong kuku dianjurkan bagi laki-laki maupun perempuan. Memotong kuku tujuannya adalah menghilangkan kotoran yang melekat di celah-celah kuku yang memungkinkan juga menghalangi air saat bersuci.

Selain itu, ada juga anjuran untuk memotong kuku pada hari-hari tertentu. Hal ini sesuai dengan hadits, “Barang siapa memotong kuku pada hari Jumat, Allah akan menyembuhkannya dari penyakit dan memberikannya keselamatan.” (HR Ibnu Mas’ud)

Dilansir dari sumber sebelumnya, Syekh Muhammad bin Ismail al-Muqaddam menyebutkan ada riwayat tentang tata cara memotong kuku. Memotong kuku ini bisa dilakukan pada Kamis, Jumat, atau hari lainnya.

Meski demikian, disebutnya, batasan waktu memotong kuku dengan hari tertentu tidak dijelaskan dalam hadits yang shahih. Namun, para ulama menganjurkan memotong kuku bersamaan pada Jumat.

Bila memotong itu hukumnya sunnah, lantas mengapa terdapat larangan memotong kuku sebelum Idul Adha?

Mengapa Tidak Boleh Potong Kuku sebelum Idul Adha?

Larangan memotong kuku sebelum Idul Adha didasarkan pada sebuah riwayat dari Ummu Salamah RA, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا دَخَلَ العَشْرُ وَاَرَادَ اَحَدُكُمْ أنْ يُضَعِيفَ يَأخُذُ مِنْ شَعَرِهِ وَلَا مِنْ أَظافِرِهِ حَتَّى يُضَ فلا

Artinya: “Jika telah masuk hari ke-10 dalam bulan Dzulhijjah dan salah seorang dari kamu hendak berkurban, janganlah dia memotong rambut atau kuku sebelum selesai menyembelih.” (HR Muslim)

Mengutip buku Cara Berkurban karya Abdul Muta’al Al-Jabry, menjelaskan adanya perbedaan pendapat terhadap larangan potong kuku sebelum Idul Adha.

Menurut sebagian ulama Hanafiah, juga Ibnu Mundzir dari Ahmad, Ishak, dan Sa’id bin Musayyab, larangan memotong rambut dan kuku dalam hadits tersebut mengandung arti pengharaman. Sementara itu, mazhab Maliki dan Syafi’ berpendapat larangan tersebut sebagai makruh.

Jika larangan diartikan sebagai pengharaman, hal itu bertentangan dengan hadits dari Aisyah RA yang mengatakan:

كنت افْتَرُ فَلَائِدَ هَذِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يُقَلِّدُهَا بِيَدِهِ، ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا ، وَلَا يُحَرِّمُ عَلَيْهِ شَيْءٍ أَحَلَّهُ اللَّهُ حَتَّى يَنْحَرَ الهدي

Artinya: “Aku menuntun tali hadyu (sembelihan) Rasulullah SAW, lalu beliau mengalungkan di tangannya dan mengirim hadyu itu dengannya. Beliau tidak mengharamkan atas sesuatu yang dihalalkan oleh Allah sehingga hadyu itu disembelih.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua hadits tersebut sama-sama bersanad shahih. Untuk itu, diperlukan jama’ atau sinkronisasi hukum karena tidak boleh ada dua hukum syariat yang saling bertentangan. Menurut syariat, kedudukan hadits yang berupa perkataan Rasulullah SAW lebih kuat daripada hadits yang merupakan fi’il (perbuatan) beliau.

Dengan demikian, dalam masalah ini, hadits Ummu Salamah harus diprioritaskan karena merupakan perkataan langsung Rasulullah SAW. Hadits Aisyah RA hanya menerangkan perbuatan Rasulullah SAW sehingga hadits tersebut wajib ditakwilkan. Untuk itu, afdalnya muslim untuk mematuhi larangan tersebut.

Lebih lanjut, Ammi Nur Baits dalam buku Panduan Qurban dari A sampai Z: Mengupas Tuntas Seputar Fiqh Qurban menyebutkan larangan potong kuku hanya berlaku untuk kepala keluarga (shahibul kurban) dan tidak berlaku bagi anggota keluarganya. Sebab, hadits larangan tersebut ditujukan kepada orang yang hendak berkurban.

Nabi SAW sering berkurban untuk dirinya dan keluarganya. Meski demikian, belum ditemukan riwayat bahwa Rasulullah SAW melarang anggota keluarganya untuk memotong kuku atau rambutnya. (Syarhul Mumti’ 7/529)

Bagaimana jika Melanggar Larangan Potong Kuku?

Masih merujuk sumber yang sama, Syekh Abdul Aziz Ibn Baz dalam kitab Fatawa Islamiyah mengatakan, “Siapa yang memotong rambut atau kukunya, setelah masuk bulan Dzulhijjah, karena lupa atau tidak tahu hukumnya, sementara dia hendak berkurban maka tidak ada kewajiban apapun untuk menebusnya. Karena Allah SWT melepaskan beban bagi hamba-Nya yang tidak sengaja atau lupa.”

Bila kondisinya memang mengharuskan seseorang untuk memotong kukunya (kondisi darurat) maka tidak masalah dilakukan. Hal yang dasar dalam kaidah Islam adalah sesuatu yang darurat membuat hal yang terlarang menjadi boleh sampai kondisi daruratnya hilang.

Sementara itu, orang yang melakukannya dengan sengaja maka dia harus bertobat kepada Allah SWT, tetapi tidak ada kewajiban membayar kafarat.

Wallahu a’lam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Ipar Adalah Maut Disebut dalam Hadits Nabi, Begini Bunyinya


Jakarta

Baru-baru ini, film Ipar Adalah Maut ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia. Menariknya, judul dari film itu ternyata disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW.

Pada dasarnya, Islam memberi batas-batas tertentu bagi individu dalam berhubungan khususnya bagi mereka yang sudah menikah. Ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kecemburuan bagi pihak suami maupun istri.

Mengutip buku Wanita-wanita dalam Al-Qur’an susunan Abdurrahman Umairah, Islam memberi aturan dalam masalah cemburu. Dalam kaitannya, istri tidak diperbolehkan membawa seseorang masuk ke rumahnya, baik itu wanita maupun pria, hubungan dekat maupun jauh kecuali atas izin sang suami. Sebab, suami dianggap lebih paham dengan kemaslahatan rumah tangganya.


Sama halnya dengan suami. Nabi Muhammad SAW melarang para suami berduaan dan menemui wanita yang bukan mahramnya, termasuk ipar sebagaimana disebutkan dalam haditsnya.

Bunyi Hadits Ipar Adalah Maut

Berikut bunyi hadits yang menyatakan ipar adalah maut seperti dinukil dari buku Fiqih Perempuan Kontemporer susunan Farid Nu’man.

Dari Uqbah bin Amir, ia berkata Rasulullah SAW bersabda:

“Hindarkanlah diri kalian masuk menemui wanita (non mahram).” Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapat engkau tentang ipar?” Beliau bersabda, “Ipar itu maut (berdua dengannya lebih mengkhawatirkan, bagaikan bertemu dengan kematian).” (HR Bukhari)

Makna Hadits Ipar Adalah Maut

Masih dari sumber yang sama, dikatakan dalam al-Mausu’ah al-Fiqhyyah al-Kuwaitiyah mengenai hadits di atas bahwa perkataan ipar itu maut merupakan penguatan larangan karena Nabi Muhammad SAW paham bahwa orang yang bertanya menghendaki keringanan dari tindakan berduaan dengan iparnya tanpa ditemani mahram.

Hadits tersebut menunjukkan bahwa keharaman berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram meskipun ia adalah saudara ipar sendiri. Dari Imam Abu al-Abbas al-Qurthubi mengatakan,

“(Ipar) diserupai dengan maut (kematian) dalam hal keburukan dan kerusakannya, yakni hal itu adalah sesuatu yang haram, dan keharamannya sudah diketahui.” (Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari)

Diterangkan dalam buku Kepribadian Wanita Muslimah oleh Muhammad Ali al-Hasyimi, saudara ipar dianggap setara dengan maut karena kekejian lebih banyak datang dari mereka daripada yang lain. Penyebabnya karena sebagai saudara ipar, mereka bisa bebas keluar masuk rumah saudaranya.

Kata “maut” dalam hadits itu digunakan sebagai penekanan atau peringatan keras bahwa berkhalwat dengan saudara ipar akan mendatangkan kerusakan dan kebinasaan. Naudzubillah min dzalik.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Keutamaan Meninggal saat Haji Menurut Sabda Rasulullah


Jakarta

Kematian merupakan hal yang tak terhindarkan dari semua manusia. Kematian dapat datang kapan saja, bahkan ketika seseorang tengah melaksanakan haji. Namun, ternyata terdapat keutamaan bagi orang yang meninggal saat haji.

Haji sendiri merupakan salah satu rukun Islam. Menunaikan haji menjadi impian seluruh umat Islam. Haji, terutama haji yang mabrur, termasuk dalam jihad di jalan Allah SWT. Hal ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan Aisyah RA.

Ia berkata, “Wahai Rasulullah, kami memandang jihad adalah amalan yang paling afdal. Apakah berarti kami harus berjihad?” Rasulullah SAW pun bersabda, “Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur.” (HR Bukhari)


Haji hukumnya wajib bagi umat Islam yang mampu, baik dari segi fisik maupun finansial. Kewajiban haji dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 97. Allah SWT berfirman,

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: “Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.”

Keutamaan Meninggal saat Haji

1. Mendapat Pahala Haji hingga Hari Kiamat

Umat Islam yang meninggal ketika haji akan mendapat pahala haji hingga hari kiamat. Dinukil dari buku Ringkasan Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali, hal ini bersandar pada sabda Rasulullah SAW,

“Barang siapa keluar dari rumahnya untuk menunaikan ibadah haji atau umrah, lalu ia meninggal dunia, niscaya ia sudah mendapatkan pahala orang yang menunaikan keduanya (ibadah haji dan umrah), hingga hari kiamat.” (Hadits ini terdapat dalam kitab al-Mughni an Hamli al-Asfar karya al-Hafizh al-Iraqi)

2. Dibangkitkan dalam Keadaan Mengucap Talbiyah

Mengutip buku 200 Amal Saleh Berpahala Dahsyat karya Abdillah F. Hasan, hal ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas RA. Ia berkata,

“Tatkala seseorang sedang wukuf bersama Rasulullah SAW di Padang Arafah, tiba-tiba ia jatuh dari binatang (unta) yang dikendarainya hingga lehernya patah. Rasulullah SAW pun bersabda,

‘Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara. Kafanilah dia dengan dua helai (kain) ihramnya dan jangan kalian menutup kepalanya serta jangan pula kalian beri wangi-wangian padanya. Sesungguhnya ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan mengucap talbiyah.'”

3 Masuk Surga Tanpa Hisab

Umat Islam yang meninggal ketika haji akan masuk surga tanpa perlu dihisab. Dijelaskan dalam kitab Asrar al-Haj karya Imam al-Ghazali yang diterjemahkan Mujiburrahman, hal ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan al-Uqaili, Ibnu Adi, dan Abu Nu’aim. Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa meninggal dengan cara ini dalam keadaan sedang beribadah haji dan umrah, maka amalnya tidak dipertunjukkan dan tidak pula dihisab. Lalu dikatakan padanya, ‘Masuklah ke surga.'” (HR ad-Daruquthni dan al-Baihaqi)

Masih dalam kitab yang sama, Imam al-Ghazali menukil hadits yang dikeluarkan al-Baihaqi dalam as-Sunan dari Salman, “Barang siapa meninggal di salah satu dari dua Tanah Suci, maka berhak baginya syafaatku dan pada hari kiamat kelak dia termasuk orang-orang yang aman sentosa.” (HR al-Baihaqi)

Imam al-Baihaqi mengatakan hadits tersebut dhaif. Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com