Tag Archives: hadits

Doa Pembuka dan Penutup Acara dari Hadits dan Al-Qur’an



Jakarta

Acara atau majelis dalam Islam adalah ajang bertemunya orang-orang dengan tujuan suatu hal. Sama seperti kita yang harus selalu mengingat dan berdoa kepada Allah SWT dalam melaksanakan segala suatu hal. kita tentunya perlu membaca doa pembuka dan penutup acara.

Mengutip buku Doa Para Nabi dan Rosul oleh Nurul Huda, salah satu bacaan doa pembuka acara dapat diambil dari potongan ayat Al-Qur’an yakni surah Al A’raf ayat 43. Adapun beberapa doa pembuka acara yang dapat diamalkan sama seperti ketika membuka majelis adalah sebagai berikut.

Doa Pembuka Acara

1. Doa Pembuka Majelis

… الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَننَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِهْتَدِى لَوْلَا أَنْ هَدَيْنَا اللَّهُ …


Arab Latin: “Alḥamdu lillāhil-lażī hadānā lihāżā, wa mā kunnā linahtadiya lau lā an hadānallāh”

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.” (QS Al A’raf: 43)

2. Doa Pembuka Majelis Versi Panjang

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . أَمَّا بَعْدُ

Arab Latin: “Innal hamdalillaah, nahmaduhuu, wa nasta’iinuhu, wa nastagh-firuh. Wa na’uudzu billaahi min syuruuri anfusinaa, wa min sayyi-aati a’maalinaa. Man yahdihillaahu falaa mudhilla lah, wa man yudh-lil falaa haadiya lah. Wa asyhadu al-laa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lah, wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh. Ammaa ba’du.”

Artinya: “Segala puji hanya kepada Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barang siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.”

Dijelaskan melalui sebuah hadits bahwa bacaan doa atau pengantar khutbah ini dapat dibaca saat ada hajat, melakukan akad nikah, membuka pengajian/majelis, atau menyampaikan khutbah Jumat. (HR Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majad, dan Nasa’i)

Setelah selesai acara atau majelis, bisa ditutup dengan doa penutup acara agar dimaafkan dari kekhilafan selama acara. Doa tersebut adalah sebagai berikut.

Doa Penutup Acara

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

Arab Latin: “Subhaanakallaahumma wa bi-ḥamdika, asyhadu allaa Ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilayka.”

Artinya: “Mahasuci Engkau, ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (Yang berhak disembah) kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertobat kepada-Mu.”

Penjelasan dari doa penutup majelis ini adalah berdasarkan sebuah hadits dimana Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa yang duduk di suatu majelis dan di dalamnya terdapat banyak perkataan yang hampa dan tidak berguna, kemudian ia membaca doa ini, maka keburukan yang ia lakukan di majelis tersebut diampuni.” (HR Tirmidzi)

Dalam sebuah acara, mungkin ada banyak perkataan, informasi, bahkan perbuatan yang mungkin kurang sesuai dengan kehendak orang lain atau dengan Allah SWT yang mungkin membuat-Nya tidak ridha. Dikutip dari arsip detikcom, ada etika dan tata cara yang perlu diperhatikan ketika sedang berdoa pembuka maupun penutup acara.

Etika dan Tata Cara Berdoa Penutup dan Pembuka Acara

1. Menghadap ke arah kiblat.

2. Mengangkat kedua tangan (sikap berdoa).

3. Memulai doa dengan memuji, mengagungkan asma Allah SWT, dan membaca shalawat atas Nabi.

4. Tadlarru’ (tunduk dan merendahkan diri) dan dengan suara sedang. Hal ini sesuai dengan surah Al A’raf ayat 55 yaitu,

اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَۚ – ٥٥

Artinya: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

5. Menggunakan kalimat yang pasti serta tidak mengandai-andai.

6. Menghindari kalimat yang menimbulkan kecelakaan atau bencana.

7. Mengulangi doa sampai tiga kali.

8. Merangkai kalimat dengan asmaul husna dan kalimat tauhid.

9. Menutup doa dengan sholawat dan tahmid.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Roh Orang Beriman Harum Semerbak saat Meninggal, Ini Haditsnya



Jakarta

Orang beriman yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah akan menunjukkan tanda-tanda tertentu saat Malaikat Maut mengjemputnya. Menurut sebuah hadits, roh orang beriman akan mengeluarkan bau harum semerbak hingga tercium oleh penghuni langit.

Hadits yang menjelaskan hal tersebut diriwayatkan oleh Al-Barra’ bin ‘Azib RA dari Rasulullah SAW. Hadits ini turut dinukil Mahir Ahmad Ash-Shufiy dalam Kitab Al-Maut wa ‘Alam Al-Barzakh dan diterjemahkan oleh Badruddin dkk.

Rasulullah SAW bersabda, “Orang beriman jika menghadapi kematian, malaikat turun kepadanya dengan wajah yang bersinar bagaikan sinar matahari dengan membawa kain kafan surga, mereka duduk di hadapannya hingga Malaikat Maut datang kemudian duduk di bagian kepala.


Ia bertanya, ‘Hai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan dan rahmat Allah.’ Maka Roh keluar dengan mudah dan dipegang oleh Malaikat Maut. Ketika Malaikat Maut telah mengambilnya, mereka segera meletakkan pada kain kafan yang telah disiapkan, ketika roh keluar, bau harum semerbak memenuhi ruangan.

Para malaikat itu terus melintas dengan membawa roh tersebut hingga penghuni langit bertanya, ‘Roh siapa yang baunya harum semerbak ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini roh Fulan bin Fulan’ seraya menyebutkan nama yang paling indah sebagaimana namanya di dunia.

Mereka terus membawa roh yang harum semerbak hingga ke langit dunia dan semua penghuni langit sampai langit yang ketujuh maka Allah berfirman, ‘Tetapkan hamba-Ku itu dalam golongan orang-orang mulia di sisi Allah dan kembalikan ke bumi karena dari tanah Aku ciptakan, ke tanah pula akan dikembalikan, dan dari tanah akan dikeluarkan kembali.’

Beliau SAW menuturkan, “Roh itu dikembalikan pada jasad kemudian datang dua orang malaikat yang menanyakan, ‘Siapa Tuhanmu?’ Ia menjawab, ‘Allah Tuhanku.’ Kedua malaikat bertanya kembali, ‘Apa agamamu?’ Ia menjawab, ‘Islam agamaku.’ Mereka bertanya, ‘Apa status laki-laki ini?’ Ia menjawab, ‘Ia adalah utusan Allah.’ Mereka bertanya, ‘Apa yang diajarkan kepadamu?’ Ia menjawab, ‘Aku membaca kitab Al-Qur’an maka aku percaya dan membenarkan misi dakwahnya.’

Terdengar suara panggilan, ‘Ia membenarkan risalah kekasih-Ku, untuk itu berilah dia alas–samak–pakaian surga, lapangkanlah kuburnya sejauh ia memandang.’ Kemudian datang seorang laki-laki dengan bau harum dan berpakaian putih. Ia berkata, ‘Bergembiralah dengan hari yang dijanjikan.’

Orang itu bertanya, ‘Siapa kamu ini?’ Ia menjawab, ‘Aku ini amal salehmu.’ Mayit itu berkata, ‘Ya Tuhanku, datangkanlah kiamat agar aku dapat kembali kepada keluargaku.’

Sedangkan orang kafir jika menghadapi kematian maka kemudian Malaikat Maut datang dan duduk di bagian kepala. Ia berkata, ‘Hai jiwa yang buruk, keluarlah kamu menuju murka Allah.’

Beliau menuturkan jasad orang tersebut bergetar ketakutan maka Malaikat Maut mulai mengambil roh orang tersebut. Ketika Malaikat Maut mengambil rohnya maka dalam sekejap roh itu telah ditempatkan pada kain yang kotor sehingga bau tidak sedap merebak ke seluruh bumi. Mereka membawa roh tersebut.

Jika mereka yang membawa roh tersebut melintasi sekelompok malaikat, mereka bertanya, ‘Roh jahat siapa ini?’ Malaikat pembawa roh menjawab, ‘Roh Fulan bin Fulan”‘ dengan menyebutkan nama yang paling buruk di dunia. Roh tersebut dibawa hingga ke langit dunia, kemudian minta dibukakan, tetapi tidak mendapatkan izin.

Kemudian Rasulullah SAW membacakan firman Allah, “… tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka dan mereka tidak akan masuk surga, sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum…” (QS Al A’raf: 40) dan “… Barang siapa mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh urung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh…” (QS Al Hajj: 31)

Ketika roh telah dikembalikan dan malaikat datang kepadanya kemudian bertanya, ‘Siapa Tuhanmu?” Ia menjawab, ‘Aku tidak tahu.’ Mereka bertanya, ‘Apa agamamu?’ Mayit itu menjawab, ‘Aku tidak tahu.’ Kedua malaikat tersebut kembali bertanya, ‘Apa tugas laki-laki bagi kamu?’ Ia menjawab, ‘Saya tidak tahu.”

Maka terdengar seruan dari langit agar orang yang mendustakan hamba-Ku itu dijebloskan ke neraka, bukakan pintu neraka supaya ia merasakan panas api neraka dan kuburannya pun menjadi sempit hingga meremukkan tulang belulangnya.

Kemudian datang seorang laki-laki yang sangat buruk rupa dan badannya berbau busuk yang amat menyengat hidung, orang itu berkata, ‘Nikmatilah kejahatan yang kamu lakukan karena pada hari ini merupakan hari sial bagimu maka mayit itu bertanya, ‘Siapa kamu, wajahmu buruk dan datang dengan berita buruk pula.’ Ia menjawab, ‘Aku ini amal jahatmu.’ Maka mayit tersebut berkata, ‘Ya Tuhanku, jangan Engkau datangkan hari kiamat!'” (HR Ahmad)

Imam Muslim dalam Kitab Shahih-nya meriwayatkan hal serupa dari Abu Hurairah RA. Dituturkan, “Jika orang beriman menghadapi kematian, roh tersebut berbau harum semerbak sehingga para penghuni langit berkata, ‘Bau harum semerbak ini datang dari bumi. Semoga rahmat bagimu dan jasad yang kamu bawa.’

Malaikat yang membawa roh tersebut terus berjalan untuk menghadap Allah. Kemudian Allah berfirman, ‘Pergilah bersamanya hingga kiamat datang.’

Jika orang kafir yang menghadapi kematian, roh tersebut berbau busuk yang menyengat hidung sehingga penghuni langit berkata, ‘Bau busuk ini berasal dari bumi.’ Dikatakan pada bangkai busuk itu, ‘Rasakanlah siksaan hingga kiamat datang!'”

Abu Hurairah RA mengatakan, “Rasulullah SAW menutup kembali hidungnya dengan kain tipis tersebut. Beliau melakukan itu seolah-olah beliau mencium bau busuk tersebut agar kain itu dapat menahan bau yang tak sedap itu.”

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Doa Iftitah yang Bisa Diamalkan saat Salat



Jakarta

Doa iftitah adalah doa yang dapat dibaca sebagai pembuka dalam salat. Hukum dari membaca doa iftitah ini adalah sunnah.

Hal ini juga didukung oleh pendapat mayoritas imam besar mazhab dari Hanafi, Syafi’i dan Hambali. Berikut pendapat ketiga mazhab tersebut yang dikutip dari buku Kitab Sholat Empat Mazhab oleh Syeikh Aburrahman Al-Jaziri,

“Membaca doa iftitah tidak disunnahkan bagi makmum, setelah imam memulai bacaan dalam setiap rakaat,” tulis Syeikh Aburrahman Al-Jaziri.


Dalam pelaksanaannya, doa iftitah dibaca setelah rukun takbiratul ihram dan sebelum membaca ta’awudz dalam setiap salat, baik salat fardhu maupun salat sunnah. Namun, dalam pelaksanaan salat jenazah, doa iftitah tidak dianjurkan untuk dibaca karena salat jenazah dianjurkan untuk dikerjakan secara singkat.

Mengutip buku Menyelami Makna Bacaan Shalat oleh Fajar Kurnianto, untuk bacaan doa iftitah sendiri memiliki beberapa versi. Berikut adalah beberapa versi bacaan yang diambil dari hadits Rasulullah SAW.

4 Versi Pilihan Doa Iftitah dan Artinya

1. Bacaan Doa Iftitah Versi Pertama

للهم باعِدُ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمُشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ. اللهم نَقْنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللهم اغسِلُنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

Arab latin: Allahumma baaid baynii wa bayna khotoyaaya kamaa baa’adta baynal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii min khotoyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas. Allahummagh-silnii min khotoyaaya bil maa-iwats tsalji wal barod.

Artinya: “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari kotoran. Ya Allah, basuhlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, es, dan embun.” (HR Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

2. Bacaan Doa Iftitah Versi Kedua

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَات وانا كنيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَيْنَ. لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Arab latin: Wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samawaati wal ardha haniifam muslimau wamaa ana minal musyrikiina. Inna shalaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillaahirabbil ‘aalamiina. Laa syariikalahu, wabidzalika umirtu wa anaa minal muslimiin.

Artinya: “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang telah memulai penciptaan langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan lurus mengarah kepada Al-Haq, lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri.” (HR Muslim dari Ali bin Abu Thalib)

3. Bacaan Doa Iftitah Versi Ketiga

اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اِهْدِنِى لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِى مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Arab latin: Allahumma robba jibroo-iila wa mii-ka-iila wa isroofiila, faathiros samaawati wal ardhi ‘aliimal ghoibi wasy syahaadah anta tahkumu bayna ibaadika fiimaa kaanuu fiihi yakhtalifuun, ihdinii limakhtulifa fiihi minal haqqi bi-idznik, innaka tahdi man tasyaa-u ilaa shirootim mustaqiim.

Artinya: “Ya Allah, Rabbnya Jibril, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan bumi. Wahai Rabb yang mengetahui yang ghaib dan nyata. Engkau yang menjatuhkan hukum untuk memutuskan apa yang mereka pertentangkan. Tunjukkan lah aku pada kebenaran apa yang dipertentangkan dengan seizin dari-Mu. Sesungguhnya Engkau menunjukkan pada jalan yang lurus bagi orang yang Engkau kehendaki.” (HR Muslim)

4. Bacaan Doa Iftitah Versi Keempat

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ

Arab latin: Allahu akbar kabiiro, allahu akbar kabiiro, allahu akbar kabiiro, walhamdulillahi katsiiro, walhamdulillahi katsiiro, walhamdulillahi katsiiro, wa subhanallahi bukrotaw washilaa, wa subhanallahi bukrotaw washilaa, wa subhanallahi bukrotaw washilla a’udzu billahi minasy syaithooni min nafkhihi, wa naftshihi, wa hamzih.

Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Aku berlindung kepada Allah dari tiupan, bisikan, dan godaan setan.” (HR Abu Daud)

Itulah beberapa bacaan doa iftitah yang bisa kita amalkan ketika salat. Semoga dapat membantu ya, detikers!

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Hadits Ziarah Kubur sebagai Pengingat Mati dan Akhirat



Jakarta

Ziarah kubur telah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia, terutama menjelang Ramadan dan saat Hari Idul Fitri. Di balik ziarah kubur ini, ternyata Rasulullah SAW menyebut ada hikmah yang bisa diambil oleh manusia, apa itu?

Menukil buku Fiqih Doa & Dzikir Jilid 2 susunan Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, terdapat hadits riwayat Buraidah bin Al-Hashib, di mana Rasulullah SAW bersabda:

إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ، فَزُورُوْهَا


Artinya: “Sungguh dahulu aku melarang kamu ziarah kubur, maka ziarahilah ia.” (HR Muslim, Ahmad, Nasa’i & lainnya.)

Dalam riwayat Imam Ahmad ada penambahan bahwa Rasulullah SAW menuturkan:

فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْآخِرَةَ

Artinya: “Sungguh ia mengingatkan kamu akan akhirat.” (HR Ahmad)

Selain itu, dalam hadits lain yang diriwayatkan Muslim, ada yang berbunyi:

فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَزُوْرَ فَلْيَزُرْ، وَلَا تَقُوْلُوْا: هُجْرًا

Artinya: “Barang siapa ingin ziarah maka hendaklah dia ziarah, dan jangan kamu mengucapkan ‘hujran’.” (HR Muslim)

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani melalui Ahkaamul Janaa’iz wa Bid’ihaa mengungkap, tujuan disyariatkannya ziarah kubur sebagaimana memahami hadits di atas. Menurutnya, peziarah bisa mengingat kematian dan orang mati, serta meyakini bahwa ada kehidupan akhirat yang menjadi tempat kembalinya manusia setelah meninggalkan dunia.

Begitu juga yang dikemukakan oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Syarah Riyadhush Shalihin, “Illat atau alasan dalam ziarah kubur adalah untuk mengingat akhirat, melembutkan hati, meneteskan air mata, mengingat kematian, dan memperpendek angan-angan.”

Dalam buku Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq turut berpendapat hikmah ziarah kubur untuk mengingat (kematian) dan mengambil pelajaran. Bila tujuannya benar demikian, menurutnya mengunjungi makam orang kafir juga diperbolehkan.

Adab Ziarah Kubur

Melalui riwayat Buraidah bin Al-Hashib di atas pula, Rasulullah SAW mengajarkan adab berziarah kubur yang baik dan benar.

Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr menyebut kata ‘hujran’ pada hadits tersebut memiliki arti, “Semua yang batil dari perkataan”. Untuk itu, muslim yang berziarah hendaknya tidak berdoa dengan meminta kepada penghuni kubur, memohon pertolongan mereka, tawasul dengan mereka, meminta keberkahan dari mereka, dan selainnya yang termasuk kebatilan serta kesesatan.

Adapun sebaiknya, saat mengunjungi makam, peziarah memohonkan ampunan Allah SWT untuk ahli kubur. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Aisyah RA, beliau menuturkan:

“Sungguh (malaikat) Jibril datang kepadaku dan berkata, ‘Rabbmu memerintahkanmu untuk datang kepada peghuni Baqi, dan memohonkan ampunan untuk mereka’,” Aisyah berkata, “Aku mengatakan, ‘Bagaimana yang aku ucapkan untuk mereka wahai Rasulullah SAW?”

Beliau SAW bersabda:

قُوْلِي: السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُوْنَ

Artinya: “Ucapkanlah; Salam atas penghuni pemukiman yang terdiri dari orang-orang mukmin dan muslim. Semoga Allah merahmati orang-orang terdahulu dari kita dan orang-orang belakangan. Sungguh kami -insya Allah- benar-benar akan menyusul kamu.” (HR Muslim)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

6 Doa agar Diberikan Kesehatan, Amalkan Setiap Hari!



Jakarta

Kesehatan merupakan nikmat yang Allah SWT berikan kepada hamba-hamba-Nya dan tak ternilai harganya. Sebagai bentuk rasa syukur, ada doa yang bisa dipanjatkan.

Nikmat kesehatan adalah anugerah yang tak ternilai, ditunjukkan dari banyaknya orang yang rela mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar untuk kesembuhan penyakitnya.

Namun, terkadang seseorang yang diberi nikmat kesehatan lupa bersyukur atas kesehatannya. Sering kali, umat manusia baru menyadari nikmatnya diberi kesehatan ketika sedang mengalami sakit.


Dalam sebuah hadits turut disebutkan dua kenikmatan yang sering dilalaikan oleh manusia termasuk kesehatan. Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Artinya: “Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR Bukhari no. 5933).

Oleh sebab itu, umat muslim perlu menjaga nikmat kesehatan yang telah dianugerahkan salah satunya dengan berdoa kepada Allah SWT agar diberikan kesehatan dan umur yang panjang agar senantiasa dapat melakukan amal kebaikan.

Berikut ini di antaranya beberapa doa agar diberikan kesehatan yang bisa diamalkan sehari-hari oleh umat muslim sebagaimana dikutip dari buku Kumpulan Doa Mustajab Pembuka Pintu Rezeki dan Kesuksesan oleh Deni Lesmana dan buku Pasti Ada Jalan karya Ibnu Thahir.

Doa agar Diberikan Kesehatan

1. Doa agar Diberi Kesehatan Lahir dan Batin

اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَدَنِي، اَللَّهُمَّ عَافِنِي فِي سَمْعِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَصَرِي، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الكُفْرِ وَالفَقْرِ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ القَبْر لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ

Latin: Allahumma ‘aafinii fii badanii, Allahumma ‘aafinii fii sam’ii. Allahumma ‘aafini fii bashorii. Allahumma innii a’uudzu bika minal kufri wal faqri. Allahumma innii a’udzu bika min ‘adzaabil qobri. Laa ilaaha illaa anta.

Artinya: “Ya Allah, berilah keselamatan pada badanku. Ya Allah, berilah keselamatan pada pendengaranku. Ya Allah, berilah keselamatan pada penglihatanku. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kekafiran. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur. Tidak ada Tuhan yang pantas disembah kecuali Engkau.”

2. Doa agar Diberi Panjang Umur, Kesehatan, dan Kebahagiaaan

اللَّهُمَّ طَوِلْ عُمُوْرَنَا وَصَحِيحُ أَجْسَادَنَا وَنَوْرْ قُلُوْبَنَا وَثَبِّتْ إِيْمَانَنَا وَأَحْسِنْ أَعْمَالَنَا وَوَسِعْ أَرْزَاقَنَا وَإِلَى الْخَيْرَ قَرِبْنَا وَعَنِ الشَّرِ أَبْعِدْنَا وَاقْضِ حَوَائِجَنَا فِي الدِّين وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Latin: Allahumma thowwil ‘umuuronaa, wa shohhih ajsaadanaa, wa nawwir quluubanaa, wa tsabbit iimaananaa, wa ahsin a’maalanaa, wa wassi’ arzaaqonaa, wa ilal khori qorribnaa, wa ‘anisy syarri ab’idnaa, waqdhi hawaa ‘ijanaa fid dun-yaa wal aakhiroh, innaka ‘alaa kulli syai’ing qodiir.

Artinya: “Ya Allah, panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad-jasad kami, sinarilah hati-hati kami, teguhkanlah iman kami, baguskanlah perbuatan kami, lapangkanlah rezeki kami, dekatkanlah kami kepada kebaikan, jauhkanlah kami dari keburukan, dan penuhilah hajat-hajat kami, baik dalam urusan agama, dunia, maupun akhirat. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu.”

3. Doa agar Disembuhkan dari Suatu Penyakit dan Diberi Kesehatan

اللهُم رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ إِشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لأَشِفَاءَ إِلا شِفَاؤُكَ شِفَاءٌ لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Latin: Allahumma robban naasi adzihili ba’sa isyfi antasy syaafii laa syifaa-a illaa syifaa-uka syifaa-an laa yughoodiru saqaman.

Artinya: “Ya Allah, Tuhan yang menguasai manusia, angkatlah penyakit ini. Sembuhkanlah, sebab hanya Engkau Dzat yang bisa menyembuhkan. Tiada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tak lagi dihinggapi penyakit.”

رَبُّنَا اللَّهُ الَّذِي فِي السَّمَاءِ تَبَارَكَ اسْمُكَ أَمْرُكَ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ كَمَا رَحْمَتُكَ فِي السَّمَاءِ أَنْزِلْ رَحْمَةً مِنْ رَحْمَتِكَ وَشِفَاءً مِنْ شِفَائِكَ عَلَى هَذَا الوَجْعِ

Latin: Robbunallahul ladzii fis samaa-i tabaarokasmuka, amruka fis samaa-i wal ardhi kamaa rohmatuka fis samaa-i, angzil rohmatan min rohmatika wa syifaa-an ming syifaa-ika ‘alaa haadzal waj’i.

Artinya: “Ya Allah, Tuhan kami yang (singgasana-Nya) berada di langit! Mahasuci nama-Mu. Perintah-Mu ada di langit dan di bumi. Sebagaimana rahmat-Mu yang ada di langit, turunkanlah rahmat-Mu (ke bumi) dan turunkanlah obat-Mu atas sakit ini.”

4. Doa agar Terhindar dari Penyakit Parah

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ وَالْمُعَافَاةَ الدَّاعِمَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَالفَوْزُ بِاالْجَنَّةِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ

Latin: Allahumma innii a’uudzu bika minash shomami wal bukmi wal junuuni wal judzdzaami wal baroshi wa sayyi’il asqoomi.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tuli, bisu, gila, penyakit kusta, penyakit sopak, dan penyakit-penyakit yang ganas.”

5. Doa agar Sehat dan Selalu Berada dalam Lindungan-Nya

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ وَالْمُعَافَاةَ الدَّاعِمَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَالفَوْزُ بِاالْجَنَّةِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ

Latin: Allahumma inna nas alukal afwa wal afiaya wal mu’aafaatad daa’imata fid dunyaa wal ‘aakhirati wa fauzu bil jannati wannajaati minan naari.

Artinya: “Ya Allah, kami mohon ampunan, kesehatan, dan perlindungan yang terus menerus di dunia dan di akhirat, kemenangan masuk surga, serta keselamatan dari api neraka.”

6. Doa agar Diberi Kesehatan dan Keberkahan Hidup

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَلُكَ سَلاَمَةً فِي الدِّينِ، وَعَافِيَةٌ فِي الْجَسَدِ و زِيَادَةً في العلم، وتركة في الرِّزْقِ، وَتَوْبَةُ قَبْلَ الْمَوْتِ، وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ، وَمَغْفِرَةٌ بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللَّهُمَّ هَوِنْ عَلَيْنَا فِي شَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ.

Latin: Allahumma inna nas’aluka salaamatan fiddini, wa ‘aafiyatan fil jasadi wa ziyaadatan fil ‘ilmi, wa barakatan firrizqi, wa taubatan qablal mauti, wa rahmatan ‘indal mauti, wa maghfiratan ba’dal mauti. Allahumma hawwin ‘alainaa fi sakaraatil mauti wannajaata minannaari wal ‘afwa ‘indalhisaabi.

Artinya: “Ya Allah, kami mohon kepada-Mu keselamatan agama, kesehatan jasmani, bertambah ilmu dan berkah rezeki, dapat bertaubat sebelum mati, mendapat rahmat ketika mati dan mendapatka ampunan setelah mati, ya Allah mudahkanlah kepada kami gelombang sakaratul maut dan selamat dari api neraka dan mendapat maaf ketika dihisab.”

Itulah beberapa doa agar diberikan kesehatan yang bisa diamalkan sehari-hari oleh umat muslim. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Jangan Tinggalkan Salat Witir sebelum Tidur



Jakarta

Rasulullah SAW mewasiatkan kepada sahabatnya untuk mendirikan salat Witir sebelum tidur. Hal ini kemudian menjadi dalil kesunnahan bagi umat Islam.

Hadits tentang wasiat Rasulullah SAW ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. Ia berkata,

أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لا أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ : صَوْمِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ


Artinya: “Kekasihku Rasulullah SAW berpesan kepadaku untuk selalu puasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan dua rakaat Dhuha dan mengerjakan salat Witir sebelum aku tidur.” (Muttafaq ‘Alaih)

Hadits tersebut dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab Tahajud bab Salat Dhuha dan Imam Muslim dalam Kitab Musafir bab Anjuran Salat Dhuha. Imam At-Tirmidzi juga mengeluarkan hadits serupa dalam Sunan at-Tirmidzi.

Imam an-Nawawi menerangkan dalam Kitab Syarah Riyadhus Shalihin sebagaimana disyarah Musthafa Dib al-Bugha dkk, salat Witir sebelum tidur itu disunnahkan bagi orang yang sekiranya tidak bisa bangun di akhir malam. Tetapi, bagi orang yang berkeyakinan bisa bangun di akhir malam maka jauh lebih baik bila mengerjakannya di akhir malam.

Dalam Kitab Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah dijelaskan, mengakhirkan salat Witir merupakan keutamaan dan sesuai dengan haknya. Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW pernah salat Witir pada awal malam, pertengahan dan akhir malam. Witirnya yang terakhir hingga waktu sahur.” (Muttafaq ‘Alaih)

Rasulullah SAW juga bersabda, “Jadikanlah akhir salat kalian pada waktu malam adalah witir (ganjil).” (HR Bukhari dalam Shahih-nya)

Sepertiga malam yang terakhir adalah waktu mustajab. Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Artinya: “Tuhan kami, Maha Berkah dan Maha Tinggilah Dia, yang turun setiap malam ke langit yang terdekat di saat sepertiga malam yang terakhir (dan) berfirman: ‘Adakah seseorang yang menyeru kepada-Ku sehingga Aku dapat mengabulkan doanya, yang memohon kepada-Ku sehingga Aku bisa memberinya, yang mohon ampunan kepada-Ku hingga aku bisa memaafkannya?'” (HR Bukhari dan Muslim)

Jumlah Rakaat Salat Witir

Salat Witir dapat dikerjakan minimal 1 rakaat. Hal ini turut dijelaskan melalui hadits yang termuat dalam Kitab Sunan an-Nasa’i. Amr bin Utsman dan Muhammad bin Shadaqah mengabarkan bahwa Muhammad bin Harb mengatakan dari Zubaidi dari Zuhri dari Salim dari bapaknya dari Nabi SAW yang bersabda,

“Salat malam itu ada dua rakaat-dua rakaat. Jika kamu khawatir akan segera Subuh, maka kerjakanlah salat Witir satu rakaat.” (Muttafaq ‘Alaih)

Rasulullah SAW melarang mengerjakan dua kali salat Witir dalam satu malam. Larangan ini disebutkan dalam Kitab Sunan at-Tirmidzi melalui riwayat Qais bin Thalq yang berkata,

“Ayahku (Thalq bin Ali) mengunjungi kami pada bulan Ramadan dan dia bersama kami sampai sore. Pada hari itu dia salat malam bersama kami kemudian berangkat ke masjid dan salat bersama para sahabatnya. Ketika tersisa salat Witir saja ia memerintahkan seseorang untuk maju sambil berkata kepadanya, ‘Salatlah Witir bersama mereka karena saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada dua salat Witir dalam satu malam.'”

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa untuk Orang Sakit bagi Perempuan dan Laki-laki Sesuai Sunnah



Jakarta

Mengunjungi dan mendoakan orang yang sedang sakit adalah bentuk kepedulian muslim terhadap saudaranya. Adapun doa untuk orang sakit baik perempuan dan laki-laki dijelaskan dalam tulisan berikut.

Dikutip dari buku Fiqih Ibadah bagi Orang Sakit dan Bepergian karya Enang Hidayat, menjenguk dan mendoakan orang sakit merupakan hak sesama muslim. Rasulullah SAW bersabda,

“Hak muslim atas muslim lainnya terdapat lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang bersin.” (HR Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah)


Adapun keutamaan dari mengunjungi orang sakit diambil dari sebuah hadits Rasulullah SAW adalah sebagai berikut,

. قَالَ: إِذا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ مَشَى فِي خِرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ عُدْوَةً صَليَّ عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَقَّ يُفْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ.

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang berkunjung kepada saudaranya yang muslim (yang sedang menderita sakit), maka seakan-akan dia berjalan-jalan di Surga hingga duduk. Apabila sudah duduk, maka dituruni rahmat dengan deras. Apabila dia berkunjung di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendoakan-nya agar mendapat rahmat hingga sore hari. Apabila dia berkunjung di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendoakannya agar diberi rahmat hingga pagi hari.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Doa untuk Orang Sakit bagi Perempuan dan Laki-laki

Mengutip buku Al-Adzkar atau Kitab Induk Doa dan Dzikir karya Imam Nawawi, disebutkan beberapa doa yang dibaca oleh Rasulullah SAW. Salah satunya berbunyi sebagai berikut.

اللَّهُمَّ رَبِّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ اشْفِ ، أَنْتَ الشَّافِيْ لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاء لَا يُغَادِرُ سَقَماً

Arab latin: “Allaahuma rabbin naas, adzhibil ba’sasyfii, antasy syaafi laa syifaa-a illaa syifaa-uka syifaa-an laa yughaadiru saqamaa,”

Artinya: “Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit ini, sembuhkanlah. Engkaulah Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan selain kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.”

Bacaan doa untuk orang sakit lainnya,

اللَّهُمَّ اشْفِ عَبْدَكَ يَنْكَأُ لَكَ عَدُوّاً أَوْ يَمْشِيْ لَكَ إِلَى صَلَاةٍ

Arab latin: “Allaahummasy fii ‘abdaka yanka-u laka ‘aduwwan au yamsyii laka ilaa shalaatin”

Artinya: “Ya Allah, sembuhkanlah hamba-Mu ini, sehingga dia bisa menyembuhkan musuh untuk-Mu atau dapat berjalan untuk menunaikan salat.”

Selanjutnya, ketika sedang menjenguk orang yang sakit kemungkinan kita pernah mendengar kata syafakallah dan syafakillah. Dua kata ini terkait dengan doa untuk orang sakit baik perempuan dan laki-laki.

Mengutip dari Menulis Buku, Alternatif bagi Guru karya Ardhi Aditya, syafakallah dan syafakillah adalah ucapan doa bagi orang yang sakit. Arti dari kedua kalimat tersebut adalah semoga Allah menyembuhkanmu.

Jika yang sakit adalah seorang laki-laki, maka doa yang diucapkan adalah syafakallah. Sedangkan jika yang sakit adalah perempuan, maka ucapan yang tepat adalah syafakillah.

Namun, akan berbeda jika orang yang sedang sakit sedang tidak ada di hadapan kita atau seseorang tersebut berposisi sebagai orang ketiga, maka doa yang dapat diucapkan adalah syafahullah bagi laki-laki dan syafahallah bagi perempuan. Arti dari keduanya tetap sama yakni semoga Allah menyembuhkannya.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Keutamaan Menutup Aib Orang Lain dan Larangan Menyebarkannya



Jakarta

Islam melarang para pemeluknya menyebarkan aib orang lain tanpa adanya darurat. Menurut sebuah hadits, Allah SWT akan memberikan balasan dengan menutupi aib saat hari kiamat bagi orang yang menutup aib sesamanya.

Hal tersebut dijelaskan dalam Kitab Syarh Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi dengan bersandar pada riwayat Abu Hurairah RA. Ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

لا يَستُرُ عبدٌ عبدًا في الدنيا إلا سَتَره الله يوم القيامة


Artinya: “Tiada seorang hamba pun yang menutupi cela seorang hamba yang lainnya di dunia, melainkan ia akan ditutupi celanya oleh Allah pada hari kiamat.” (HR Muslim dalam Shahih-nya)

Imam an-Nawawi menjelaskan, balasan tersebut sejenis dengan perbuatan, yakni Allah SWT menutup aibnya bisa jadi dengan menghapus dosanya sehingga ia tidak ditanya atau Allah SWT bertanya kepadanya tentang dosanya tanpa memperlihatkan dosa kepada orang lain, lalu memaafkannya.

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Setiap umatku dimaafkan, kecuali orang-orang yang menampak-nampakkan kejahatannya sendiri. Di antara perbuatan menampakkan keburukan sendiri adalah melakukan suatu perbuatan di waktu malam, kemudian di pagi harinya Allah telah menutupi keburukannya itu, namun ia berkata, ‘Hai fulan, aku tadi malam berbuat demikian dan demikian.’ Di malam harinya Allah telah menutupi celanya, namun di pagi harinya ia membuka tabir Allah padanya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Imam Bukhari mengeluarkan hadits tersebut dalam Kitab Adab bab Mukmin Menutup Aib Sendiri dan Imam Muslim mengeluarkannya dalam Kitab Zuhud bab Larangan bagi Seseorang untuk Merobek Tabir Dirinya.

Anjuran untuk menutup orang lain dan keutamaannya juga disebutkan dalam riwayat lain yang termuat dalam Shahih Muslim. Dari Abdullah bin Umar RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Ia tidak boleh menzaliminya dan membiarkannya celaka. Siapa yang menanggung kebutuhan saudaranya, Allah menanggung kebutuhannya. Siapa yang meringankan kesulitan seorang muslim, Allah memudahkan baginya satu kesulitan pada hari kiamat. Siapa yang menutupi aib seorang muslim, Allah menutupi aibnya pada hari kiamat.”

Pentingnya Tutupi Aib Orang Lain

Syaikh Abu Abdurrahman Ridha dalam Adabus Salaf fi At-Ta’amul ma’a An-Nas menjelaskan, menyebarkan berita buruk tentang orang-orang beriman sama artinya dengan menyakiti dan mencederai hati mereka, menyingkap cacat, dan aib mereka.

Ia menukil pernyataan Ibnul Jauzi yang termuat dalam Kitab Adz-Dzail ala Thabaqah Al-Hanabilah yang mengatakan pernah mendengar Ibnu Hurairah berkata kepada sebagian dai untuk bersungguh-sungguh menutupi aib orang yang bermaksiat.

“Bersungguh-sungguhlah menutupi aib orang yang bermaksiat, karena menampakkan maksiat mereka di hadapan publik adalah cacat dan dosa bagi kaum muslimin. Sedangkan hal yang paling diutamakan adalah menutupi kekurangan-kekurangan itu.”

Disebutkan dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, Salamah berkata bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang menutup aib seorang mukmin, seolah dia menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup.” (HR Ath-Thabrani)

Dalam hal ini, Imam an-Nawawi Rahimahullah mengatakan bahwa hadits tersebut mengandung sejumlah fadhilah atau keutamaan, yakni menolong orang muslim, menghilangkan kesusahan, serta menutupi aibnya.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Larangan Mencela Jenazah dan Ungkit Keburukannya



Jakarta

Mencela jenazah merupakan perkara yang dilarang dalam Islam. Termasuk, mengungkit-ungkit keburukannya semasa hidup di dunia.

Larangan mencela jenazah dan mengungkit-ungkit keburukannya disebutkan dalam sebuah hadits yang termaktub dalam Kitab Bulughul Maram. Dari Aisyah RA, ia mengatakan, Rasulullah SAW telah bersabda,

لاَ تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ، فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا


Artinya: “Janganlah kamu mencela orang-orang yang telah meninggal, karena sesungguhnya mereka telah sampai pada balasan terhadap apa yang telah mereka lakukan.” (HR Bukhari)

Imam an-Nawawi dalam Kitab Al-Adzkar mengatakan bahwa hadits tersebut shahih dan turut dikeluarkan oleh At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ahmad, dan Al-Baihaqi. Imam an-Nawawi mengatakan lebih lanjut, haram hukumnya mencela jenazah muslim yang tidak nyata kefasikannya.

Adapun, terkait jenazah orang kafir dan umat Islam yang nyata kefasikannya terdapat perbedaan di kalangan ulama salaf dalam menghukuminya. Menurut Imam an-Nawawi, pendapat yang paling kuat dan lebih bisa dipertahankan adalah boleh menyebut keburukan-keburukan jenazah orang-orang kafir.

Sedangkan, jenazah umat Islam yang secara nyata memperlihatkan kefasikannya atau bid’ah dan sejenisnya, maka boleh juga membicarakan keburukan-keburukannya jika memang ada kepentingan dan manfaat seperti untuk memberikan peringatan dan supaya tidak mengikuti jejaknya. Akan tetapi, jika tidak ada kepentingan dan manfaatnya, tidak diperbolehkan.

Kebolehan mencela jenazah orang kafir ini turut dikatakan Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah. Ia berhujjah dengan firman Allah SWT dalam surah Al Maidah ayat 78, “Orang-orang kafir dari bani Israil telah dilaknat…”

Kemudian melalui surah Hud ayat 18 yang berbunyi,

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًاۗ اُولٰۤىِٕكَ يُعْرَضُوْنَ عَلٰى رَبِّهِمْ وَيَقُوْلُ الْاَشْهَادُ هٰٓؤُلَاۤءِ الَّذِيْنَ كَذَبُوْا عَلٰى رَبِّهِمْۚ اَلَا لَعْنَةُ اللّٰهِ عَلَى الظّٰلِمِيْنَ ۙ

Artinya: “Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada tuhan mereka dan para saksi akan berkata, “Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap tuhan mereka.” Ketahuilah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang-orang zalim.”

Anjuran Membicarakan Kebaikan Jenazah

Dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan At-Tirmidzi terdapat sebuah hadits yang menyebut anjuran membicarakan kebaikan jenazah dan menyembunyikan keburukannya. Hadits ini diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Hendaklah kalian memperbincangkan kebaikan-kebaikan jenazah kalian dan menyembunyikan keburukan-keburukan mereka.”

At-Tirmidzi menganggap hadits tersebut dhaif, sementara Ibnu Hibban menilainya shahih.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Anas RA terkait orang yang memuji kebaikan jenazah dan mencelanya. Anas RA menceritakan, suatu ketika, para sahabat melintasi jenazah dan mereka memuji segala kebaikan (yang pernah) ia lakukan (selama masih hidup).

Mendengar hal tersebut, Rasulullah SAW lantas bersabda, “Kamu harus (melakukan itu)”

Kemudian mereka melewati jenazah yang lain dan meriwayatkan mencela perbuatan yang pernah dilakukan selama masih hidup. Mendengar hal itu, Rasulullah SAW bersabda, “Harus”

Lantas Umar bertanya kepada beliau, “Apa yang engkau maksud dengan harus?”

Rasulullah SAW menjawab,

“Jenazah ini kalian puji atas kebaikan yang pernah ia lakukan, maka ia berhak masuk ke dalam surga. Dan jenazah ini lagi kalian cela atas keburukannya, maka ia pantas masuk ke dalam neraka. Kalian adalah saksi-saksi Allah SWT yang berada di muka bumi.” (HR Bukhari dalam Kitab al-Janaiz bab Thanau an-Nas aa al-Mayyiti dan Muslim dalam Kitab Al-Janaiz bab Fi man Yutsna ‘alaihi Khairan aw Syarran mi al-Mauta)

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Hadits Penghuni Surga Tidak Butuh Tidur, Kenapa?



Jakarta

Para penghuni surga disebut sudah tidak lagi membutuhkan aktivitas tidur. Sebab tidur dikatakan dalam sabda Rasulullah SAW sebagai kata lain dari mati.

Mengutip lbnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam buku Tamasya ke Surga, hadits tersebut bersumber dari Jabir bin Abdullah RA yang mengutip perkataan Rasulullah SAW. Beliau bersabda,

النوم أخو الموت، ولا ينام أهل الجنة


Artinya: “Tidur adalah saudara kandung kematian. Di surga, penghuni surga tidak tidur.”

Hadits di atas termaktub dalam Silsilat al Hadits ash Shahihah oleh Syeikh Nashiruddin al Albani. Menurutnya, hadits tersebut sudah banyak diriwayatkan oleh banyak kitab hadits dan menyebutnya sebagai hadits yang shahih setelah menghimpun jalur riwayat hadits tersebut.

“Singkat kata, hadits ini adalah shahih dari salah satu jalur melalui Jabir,” demikian penjelasan Syeikh Nashiruddin yang diterjemahkan Prof. Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar dalam buku Surga dan Neraka.

Dalam redaksi lain, salah satu riwayat hadits menyebutkan hal serupa. Berikut bunyi haditsnya, “Ditanyakan kepada Rasulullah SAW, ‘Apakah penghuni surga tidur di surga?’ Sabda Rasulullah SAW, ‘Tidur adalah saudara kandung kematian. Di surga, para penghuni surga tidak tidur.'” (HR Thabrani)

Syaikh Mahmud Al-Mishri dalam kitab terbitan Dar At Taqwa li An Nasyr wa At Tauzi hendak menjelaskan alasan mengapa para penghuni surga tidak lagi membutuhkan tidur seperti di dunia. Menurutnya, hal itu menjadi salah satu bentuk kesempurnaan rahmat Allah SWT.

“Surga adalah tempat kenikmatan dan tidur adalah mengurangi kenikmatan ahli surga dari rahmat Allah. Bahkan mereka merasakan kenikmatan demi kenikmatan, keindahan demi keindahan. Kita memohon kepada Allah agar Dia menganugerahkan karunia-Nya kepada kita,” jelasnya yang diterjemahkan Ghilmanul Wasath, Abdurrahman Kasdi, dan Umma Farida dalam buku Tamasya ke Negeri Akhirat.

Senada dengan itu, Syaikh Muhammad Al-Utsaimin dalam Syarah Kitab Tauhid Jilid II menafsirkan, penghuni surga tidak lagi tidur karena kenikmatan yang dimiliki mereka. Ditambah lagi, tidur termasuk bagian dari perkara yang sia-sia dan disebut kematian kecil.

“Tidur di surga adalah menghilangkan waktu tanpa kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan. Karena kesenengan di dalamnya abadi. Karena tidur adalah kematian kecil. Surga tidak ada kematian di dalamnya,” terang Syeikh Muhammad.

Keterangan ini dikuatkan dengan firman-Nya dalam surah Fathir ayat 34-35. Ayat tersebut menjelaskan bahwa penghuni surga tidak pernah tidur sama sekali karena tidak merasakan lelah setelah sibuk beraktivitas seharian. Allah SWT berfirman,

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْٓ اَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَۗ اِنَّ رَبَّنَا لَغَفُوْرٌ شَكُوْرٌۙ
الَّذِيْٓ اَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهٖۚ لَا يَمَسُّنَا فِيْهَا نَصَبٌ وَّلَا يَمَسُّنَا فِيْهَا لُغُوْبٌ
ۨ
Artinya: Mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Dia) yang menempatkan kami di tempat yang kekal (surga) dengan karunia-Nya. Di dalamnya kami tidak lelah dan lesu.”

Hal ini juga pernah diceritakan Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya. Dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata bahwa seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW,

“Sesungguhnya tidur merupakan sesuatu yang Allah jadikan mata kita tenang di dunia, apakah di surga ada tidur?”

Rasulullah SAW bersabda, “Tidur adalah teman kematian dan di surga tidak ada kematian.”

Orang itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apa istirahat mereka?”

Beliau bersabda, “Sesungguhnya, di surga tidak ada keletihan. Semua hal adalah istirahat. Lantas Allah SWT menurunkan surah Fathir ayat 35.” (HR Al Baihaqi)

Wallahu’alam.

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com