Tag Archives: hadits

Keutamaan Bekerja dalam Ajaran Islam, Pahalanya Sama Seperti Perang di Jalan Allah



Jakarta

Bekerja dalam perspektif ajaran Islam sangatlah penting dalam keberlanjutan hidup seorang muslim di dunia. Betapa pentingnya bekerja, Allah bahkan menilai bekerja sebagai ibadah. Oleh karena itu, setiap muslim diwajibkan untuk bekerja, mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan untuk dirinya sendiri dan keluarganya.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa bekerja untuk anak dan istrinya melalui jalan yang halal, maka bagi mereka pahala seperti orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR Bukhari).

Pada hakikatnya, bekerja tidak hanya untuk memenuhi tuntutan di dunia, tetapi juga di akhirat. Segala aktivitas di dunia yang positif dan sejalan dengan nilai-nilai keislaman pastinya memiliki nilai tersendiri di mata Allah. Terlebih, semangat untuk mencukupkan nafkah telah dicontohkan oleh para nabi dan rasul.


Anjuran Bekerja dan Mencari Rezeki

Anjuran bekerja dan mencari rezeki telah tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan juga hadits Rasulullah SAW. Salah satunya, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Insyirah ayat 7,

فَإِذَا فَرَغْتَ فَٱنصَبْ

Arab-Latin: Fa iżā faragta fanṣab

Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Ayat tersebut menegaskan tentang keseimbangan urusan dunia dan akhirat, yakni di sela beribadah seorang muslim juga harus tetap bekerja. Di sisi lain, pentingnya bekerja juga disebutkan dalam sebuah hadits yang dikutip dari buku berjudul Kerja Berbuah Surga yang ditulis oleh Arip Purkon.

Dari anas bin Malik RA, dari Muhammad SAW, beliau bersabda: “Seandainya hari kiamat datang di tangan salah seorang dari kalian ada bibit tanaman, jika memungkinkan untuk menanamnya sebelum kiamat itu terjadi maka laksanakanlah (menanam bibit tersebut). (HR Imam Ahmad).

Hadits tersebut menjelaskan tentang pentingnya bekerja, sehingga disebutkan bahwa seandainya besok akan terjadi kiamat maka harus tetap bekerja. Maksud harus tetap bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri selagi masih memiliki kekuatan lahir dan batin.

Apabila seseorang tidak memiliki suatu halangan atau kendala dalam mencari nafkah, sesungguhnya Allah mencintai pekerja dan membenci penganggur.

Dari Ibnu Umar RA, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT mencintai setiap orang beriman yang bekerja (mencari nafkah), yang merupakan ayah dari keluarga (tulang punggung keluarga). Dan (Allah) tidak suka kepada penganggur (tidak bekerja) yang sehat, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.”

Bahkan, Rasulullah juga memberitahu umatnya tentang larangan menjadi penganggur.

Dari Makhul RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Kalian jangan menjadi orang yang suka mencari aib orang lain, orang yang terlalu banyak memuji (penjilat), orang yang suka mencela, dan orang yang seperti mayat (yaitu orang yang menjadikan dirinya seperti mayat yaitu tidak bekerja.”

Bekerja Lebih Baik Daripada Meminta-Minta

Imam an-Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin jilid 1 menyebutkan, dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Sungguh tindakan salah seorang dari kalian yang seikat kayu bakar dan memikulnya di atas punggungnya itu lebih baik baginya, daripada meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolak permintaannya.” (Muttafaq ‘alaih).

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Zakat bab “Menahan Diri dari Meminta-Minta” dan bab “Tafsir: Dan Mereka tidak Meminta kepada Manusia dengan Memaksa” (3/265, 4/260) dan Imam Muslim dalam kitab Zakat bab “Makruhnya Meminta kepada Manusia” dan dalam bab “Jual Beli dan Minuman” (1042).

Adapun dalam riwayat yang lain, Rasulullah mencontohkan Nabi Dawud yang tidak suka makan sesuatu kecuali dari hasil tangannya sendiri dan juga Nabi Zakariya yang seorang tukang kayu, yakni pekerja yang memproduksi barang-barang dari buah tangannya.

قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ

Artinya: Dari Rafi’ bin Khadij RA, ia berkata: Pernah ditanyakan, “Ya Rasulullah, pekerjaan apa yang paling baik?” Beliau menjawab: “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri, dan setiap jual-beli yang baik.” (HR Ahmad bin Hanbal).

Hadits tersebut mengingatkan sekaligus menyadarkan manusia tentang betapa mulianya seorang yang bekerja, karena Allah mengkategorikan seseorang yang bekerja sama saja sedang berjuang di jalan Allah (sabilillah). Hal ini diperkuat dalam hadits berikut.

Dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dia berkata: Nabi Muhammad SAW biasa pergi ke pasar dan membeli kebutuhan keluarganya. Lalu beliau ditanya tentang hal tersebut, maka beliau bersabda: “Jibril AS datang kepadaku dan berkata: Siapa saja yang berusaha (bekerja) untuk keluarganya maka agar mereka terhindar dari (meminta-minta) kepada orang lain, maka dia berada di jalan Allah SWT.”

Itulah beberapa hadits Rasulullah tentang keutamaan bekerja. Hadits-hadits tersebut dapat menjadi pengingat sekaligus penyemangat dalam bekerja. Semoga bermanfaat.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

3 Doa Melepas dan Menggunakan Pakaian, Yuk Amalkan!



Jakarta

Doa melepas pakaian termasuk ke dalam salah satu adab berpakaian dalam Islam. Membaca doa saat hendak mengerjakan aktivitas menjadi hal yang dianjurkan agar kegiatan yang dilakukan diridhai oleh Allah SWT.

Doa melepas pakaian perlu diamalkan oleh umat Islam sebagai bentuk syukur atas nikmat dan rezeki berupa pakaian yang menjadi pelindung tubuh yang diberikan Allah SWT. Dalam surat Al A’raf ayat 26, Allah berfirman:

يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَٰرِى سَوْءَٰتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ


Arab latin: Yā banī ādama qad anzalnā ‘alaikum libāsay yuwārī sau`ātikum warīsyā, wa libāsut-taqwā żālika khaīr, żālika min āyātillāhi la’allahum yażżakkarụn

Artinya: “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat,”

Doa Melepas Pakaian

Terdapat beberapa versi doa melepas pakaian. Apa saja? Berikut pembahasannya sebagaimana dinukil dari buku Tuntunan Doa & Zikir Sehari-hari terbitan Redaksi Qultum Media, Kumpulan Doa Mustajab Sepanjang Hayat oleh Drs Nurdin Hasan M Ag, dan 24 Jam Hidup dengan Doa dan Amal Harian Rasulullah tulisan Abu Bakar bin As-Sina.

1. Doa Melepas Pakaian Versi Pertama

Dari Anas bin Malik, dia berkata Rasulullah bersabda, “Tirai penghalang antara mata jin dan aurat Bani Adam ialah doa yang diucapkan tatkala dia melepas pakaian, doa itu ialah:

بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلَّا هُوَ

Arab latin: Bismillaahil ladzii laa ilaaha illaa huwa

Artinya: “Dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain Dia,”

2. Doa Melepas Pakaian Versi Kedua

Doa Melepas PakaianDoa Melepas Pakaian Versi Kedua

Arab latin: Allahummanza’ annii robqotan nifaaqi wa tsabbitnii ‘alal iimaan

Artinya: “Ya Allah, lepaskanlah dariku ikatan sifat munafik dan tetapkanlah aku pada keimanan,”

Artinya:

3. Doa Melepas Pakaian Versi Ketiga

Doa Melepas PakaianDoa Melepas Pakaian Versi Ketiga

Arab latin: Bismil laahil ladzii laa ilaaha illaa anta

Artinya: Dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain Engkau,” (HR Ibnu Sunni)

Doa Mengenakan Pakaian

اللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَ خَيْرِ مَا هُوَ لَهُ، وَ أَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّهِ وَ شَرِّ مَا هُوَ لَهُ

Arab latin: Allahumma innii as’aluka khairii wa khairi ma huwa lahu, wa a’udzu bika min syarrihi wa khairi ma huwa lahu.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan baju ini dan kebaikan apapun untuknya. Dan aku berlindung dari keburukan baju ini serta keburukan apapun untuknya,”

Manfaat Melafalkan Doa Melepas Pakaian

Menurut buku terbitan Haura Utama yang bertajuk Living Hadis, ada sejumlah manfaat yang diperoleh dari melafalkan doa memakai dan melepas pakaian, antara lain ialah sebagai berikut:

  • Melindungi tubuh ketika aurat terbuka
  • Malu dan hormati selalu malaikat yang bersama kita
  • Melindungi tubuh dari pandangan jin

Rasulullah menjelaskan bagaimana bahayanya ‘ain atau pandangan mata yang dapat menyebabkan kerusakan. Tidak hanya manusia, pandangan jin terhadap aurat manusia juga memiliki dampak buruk.

Selain itu, jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia hanya karena mereka suka terhadap manusia. Ini terjadi karena jin melihat indahnya bentuk tubuh manusia sehingga mereka tertarik.

Demikian pemaparan tentang doa melepas pakaian. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Dzikir yang Ringan di Lisan tapi Beratkan Timbangan Amal



Jakarta

Rasulullah SAW mengajarkan dzikir yang ringan di lisan tapi berat di timbangan amal. Dzikir tersebut terdiri dari dua kalimat saja.

Bacaan dzikir sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW ini termuat dalam Kitab Shahih Bukhari, tepatnya pada hadits yang terakhir. Imam an-Nawawi turut menukil hadits ini dalam Kitab Riyadhus Shalihin dan Kitab Al-Adzkar.

Dari Abu Hurairah RA ia menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,


كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

Artinya: “Ada dua kalimat, yang ringan di lisan tetapi berat dalam timbangan dan dicintai oleh ar-Rahman, ‘Subhanallah wa bi hamdih (Maha Suci Allah dan Segala puji hanya bagi-Nya)’, dan ‘Subhanallahil ‘azhim’ (Maha Suci Allah yang Maha Agung).” (HR Muttafaq ‘Alaih)

Imam an-Nawawi juga menukil sebuah riwayat di dalam Kitab Shahih Muslim yang menyebut bahwa dzikir subhanallah wa bi hamdih adalah dzikir yang paling disukai Allah SWT. Dari Abu Dzar RA, ia menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepadanya,

أَلَا أُخْبِرُكَ بِأَحَبِّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى؟ إِنَّ أَحَبَّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ : سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

Artinya: “Maukah aku ceritakan kepadamu tentang kalam (zikir) yang paling disukai oleh Allah? Sesungguhnya kalam yang paling disukai oleh Allah ialah, ‘Subhanallah wa bi hamdih’ (Maha Suci Allah dengan memuji kepada-Nya).”

Dalam riwayat lain dikatakan,

سُئِلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْكَلَامِ أَفْضَلُ؟ قَالَ : مَا اصْطَفَى اللَّهُ لِمَلَائِكَتِهِ أَوْ لِعِبَادِهِ : سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

Artinya: “Rasulullah SAW pernah ditanya, ‘Dzikir apakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Dzikir yang dipilihkan oleh Allah buat para malaikat-Nya atau hamba-Nya yaitu Subhanallah wa bi hamdih (Maha Suci Allah dan dengan memuji kepada-Nya).” (HR Muslim dan At-Tirmidzi)

Dalam Shahih Muslim juga terdapat riwayat yang berasal dari Samurah ibnu Jundub RA, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,

أَحَبُّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَرْبَع: سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إلا الله، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، لَا يَضُرُّكَ بِأَيْهِنَّ بَدَأْتَ

Artinya: “Ucapan yang paling disukai Allah ada empat kalimat, yaitu: ‘Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illallah, wallahu akbar’ (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Tidak membahayakanmu dengan yang mana pun di antaranya kamu memulainya)” (HR Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)

Selain itu, ada sebuah hadits yang menyebut tentang bacaan dzikir yang memenuhi timbangan, langit, dan bumi. Dzikir tersebut adalah Alhamdulillah dan Subhanallah wal hamdulillah. Dari Abu Malik Al-Asy’ari RA, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,

الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ الْمِيزَانَ، وَسُبْحانَ والحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَانِ، أَوْ تَمْلأُ مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ الله

Artinya: “Bersuci merupakan sebagian dari iman. Ucapan, ‘Alhamdulillah’ (Segala puji bagi Allah) memenuhi timbangan; dan ucapan ‘Subhanallah wal hamdulillah’ (Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah) keduanya dapat memenuhi timbangan atau kalimat tersebut dapat memenuhi semua yang ada di antara langit dan bumi.” (HR Muslim, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Dzikir yang Pahalanya Setara Memerdekakan 10 Budak



Jakarta

Dzikir merupakan amalan yang memiliki sejumlah keutamaan. Dalam salah satu hadits disebutkan, ada bacaan dzikir yang pahalanya setara memerdekakan sepuluh budak.

Imam an-Nawawi dalam Kitab Al-Adzkar mengatakan, kalimat dzikir yang pahalanya sama dengan memerdekakan 10 orang budak ini diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui Abu Hurairah RA.

Selain setara memerdekakan 10 budak, orang yang membaca dzikir ini akan diampuni dari keburukan dan dijadikan sebagai penangkal godaan setan.


Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَريكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِئَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عِدْلَ عَشْرِ رِقَابِ، وَكُتِبَتْ لَهُ مِئَةُ حَسَنَةٍ، ومحِيَتْ عَنْهُ مِئَةٌ سَيِّئَةٍ، وَكَانَتْ لَهُ حِرْزاً مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ، وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلا رَجُلٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْةٌ. قَالَ: وَمَنْ قَالَ الْيَوْمِ مِئَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Artinya: “Barang siapa mengucapkan kalimat, “Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kekuasaan, bagi-Nya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,” dalam sehari sebanyak seratus kali, maka baginya pahala yang sama dengan memerdekakan sepuluh orang budak. Dan dicatatkan baginya seratus kebaikan, dihapus darinya seratus keburukan, serta kalimat tersebut baginya merupakan penangkal dari godaan setan sepanjang siang hari itu hingga petang harinya. Dan tiada seorang pun melakukan amal yang lebih baik dari apa yang dikerjakannya kecuali hanya seseorang yang melakukan amal lebih banyak darinya. Rasulullah pernah bersabda pula: Barang siapa mengucapkan, “Maha Suci Allah dan dengan memuji kepada-Nya,” dalam sehari sebanyak seratus kali, maka semua dosanya dihapuskan sekalipun banyaknya seperti buih laut.” (HR Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan dalam Kitab Muwatha’)

Bacaan dzikir yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qodir.

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim juga terdapat hadits mengenai keutamaan dzikir tersebut apabila dibaca sepuluh kali, yakni pahalanya setara dengan memerdekakan empat orang budak bani Ismail. Hadits ini berasal dari jalur Abu Ayyub Al-Anshari RA, bahwa Nabi SAW pernah bersabda,

مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ، كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسِ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ

Artinya: “Barang siapa yang mengucapkan kalimat, Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qodir (Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kekuasaan, bagi-Nya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) sebanyak sepuluh kali, maka seakan-akan ia memerdekakan empat orang budak dari keturunan Nabi Ismail AS.” (HR Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidzi)

Kalimat Laa Ilaha Illallah Adalah Dzikir Paling Utama

Dalam sejumlah riwayat dikatakan bahwa kalimat Laa Ilaha Illallah adalah lafaz dzikir yang paling utama. Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah dalam kitabnya meriwayatkannya melalui Jabir ibnu Abdullah RA yang menceritakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّ

Artinya: “Dzikir yang paling utama adalah kalimat Laa Ilaha Illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah).” (Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari menyebut bahwa perumpamaan orang yang berdzikir mengingat Allah SWT dan orang yang tidak berzikir mengingat-Nya seperti orang yang hidup dan orang yang mati.

Dzikir dapat dilakukan kapan pun, baik pada waktu pagi dan petang. Adapun, menurut sebuah hadits, Allah SWT begitu dekat dengan hamba-Nya pada sepertiga malam terakhir.

Dari Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Artinya: “Tuhan kami, Maha Berkah dan Maha Tinggilah Dia, yang turun setiap malam ke langit yang terdekat di saat sepertiga malam yang terakhir (dan) berfirman: ‘Adakah seseorang yang menyeru kepada-Ku sehingga Aku dapat mengabulkan doanya, yang memohon kepada-Ku sehingga Aku bisa memberinya, yang mohon ampunan kepada-Ku hingga aku bisa memaafkannya?'” (HR Bukhari dan Muslim)

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Arab, Latin, dan Artinya



Jakarta

Ziarah kubur biasanya dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia kepada orang tua, kerabat, leluhur ataupun orang terdekat. Saat melakukan tradisi ini, sebaiknya kita mengetahui mengenai doa ziarah kubur khususnya kepada orang tua.

Sebagai umat muslim, kita dianjurkan untuk mendoakan orang tua memohon agar mendapat ampunan dan rahmat Allah SWT. Ziarah kubur menjadi salah satu kegiatan yang bisa dijadikan sarana untuk mendoakan sekaligus dianjurkan Rasulullah SAW.

Melalui sebuah riwayat hadits dari Buraidah bin Al-Hashib, ia menyampaikan bahwa Rasulullah SAW bersabda,


كُنْتُ نَهَيْتُكُم عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ، فَزُورُوهَا

Artinya: “Aku (Rasulullah) dahulu pernah melarang kalian berziarah kubur, dan kini berziarahlah.” (HR Muslim, Ahmad, & Nasa’i)

Dari riwayat Buraidah bin Al-Hashib, Rasulullah SAW bersabda:

فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَزُورَ فَلْيَزُرْ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا

Artinya: “Barang siapa ingin ziarah maka hendaklah dia ziarah, dan jangan kamu mengucapkan hujran.” (HR Muslim)

Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dalam buku Fiqih Doa dan Dzikir Jilid 2 menerangkan perkara yang dimaksud hujran adalah ucapan batil. Contoh dari hujran ini adalah seperti berdoa memohon kepada ahli kubur, meminta bantuan dari mereka yang meninggal, tawasul dan minta keberkahan dari mereka. Hal seperti disyariatkan dengan tegas bahwa tidak diperkenankan.

Selanjutnya, berikut ini adalah bacaan doa ziarah kubur orang tua yang dilansir dari arsip detikHikmah. Bacaan-bacaan ini menukil buku Fiqih Doa dan Dzikir Jilid 2, dan Al-Adzkar: Buku Induk Doa Zikir oleh Imam Nawawi, berikut adalah bacaannya.

5 Pilihan Bacaan Doa Ziarah Kubur Orang Tua

1. Doa Ziarah Kubur Orang Tua Versi Pertama

السَّلَامُ علَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ المُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، وإنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بكُمْ لَلَاحِقُونَ

Arab Latin: “Assalaamu ‘ala ahlid diyaari minal mu’miniina wal muslimiin wa yarhamullahu almustaqdimiina minna wal musta’khiriina wa innaa in syaa Allahu bikum lalahiquun”

Artinya: “Salam atas penghuni pemukiman yang terdiri dari orang-orang Mukminin dan Muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang terdahulu dari kita dan orang-orang belakangan. Sungguh kami insya Allah benar-benar akan menyusul kamu.” (HR Muslim, dari Aisyah)

2. Doa Ziarah Kubur Orang Tua Versi Kedua

السَّلَامُ عَلَيْكُم دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِيْنَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ

Arab Latin: “Assalaamu ‘alaikum daara qaumin mu’miniin wa innaa in syaa’allaahu bikum laahiquun”

Artinya: “Semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian, wahai penghuni kuburan dari kaum mukmin, dan insyaAllah kami akan menyusul kalian.” (HR Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, dari Abu Hurairah)

3. Doa Ziarah Kubur Orang Tua Versi Ketiga

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَا أَهْلَ القُبُورِ يَغْفِرُ اللَّهُ لَنَا وَلَكُمْ، أَنْتُمْ سَلَفْنَا وَنَحْنُ بِالْأَثَرِ

Arab Latin :”Assalaamu ‘alaikum yaa ahlal qubuur yaghfirullaahu lanaa wa lakum antum salafnaa wa nahnu bil atsar”

Artinya: “Semoga keselamatan terlimpah kepada kalian, wahai ahli kubur. Semoga Allah SWT mengampuni kami dan kalian, kalian adalah pendahulu kami dan kami akan menyusul kalian.” (HR Tirmidzi, dari Ibnu Abbas)

4. Doa Ziarah Kubur Orang Tua Keempat

السَّلَامُ عليْكم علَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وإنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بكُمْ لَلَاحِقُونَ، أسألُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُم العَافِيَةَ

Arab Latin: “Assalaamu ‘alaikum ‘ala ahlid diyaari minal mu’miniina wal muslimiin wa innaa in syaa Allahu bikum lalahiquun wa asalu Allahu lanaa wa lakumul ‘aafiyah”

Artinya: “Salam atas kamu wahai penghuni pemukiman yang terdiri dari kaum Mukminin dan kaum Muslimin, dan sungguh kami Insya Allah benar-benar akan menyusul kamu. Aku mohon kepada Allah untuk kami dan kamu afiat.” (HR Muslim, dari Buraidah)

5. Doa Ziarah Kubur Orang Tua Versi Kelima

السَّلَامُ عليْكم علَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وإنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بكُمْ لَلَاحِقُونَ أنْتُمْ لَنَا فَرَطٌ، وَنَحْنُ لَكُمْ تَبَعٌ

Arab Latin: “Assalaamu ‘alaikum ‘ala ahlid diyaari minal mu’miniina wal muslimiin wa innaa in syaa Allahu bikum lalahiquun, antum lanaa farathun wa nahnu lakum taba’un”

Artinya: “Salam atas kamu wahai penghuni pemukiman yang terdiri dari kaum Mukminin dan kaum Muslimin, dan sungguh kami Insya Allah benar-benar akan menyusul kamu. Kalian adalah pendahulu kami, dan kami akan mengikuti kalian.” (HR Nasa’i & Ibnu Majah)

Begitulah tulisan kali ini membahas mengenai doa ziarah kubur orang tua. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Malu Sebagian dari Iman, Begini Bunyi Hadits dan Keutamaannya



Jakarta

Dalam Islam, rasa malu termasuk ke dalam sebagian dari iman seseorang. Malu merupakan sifat atau perasaan yang membentengi dalam melakukan tindakan yang dinilai kurang sopan.

Syaikh Muhammad Hassan melalui buku Hak-hak yang Wajib Anda Ketahui dalam Islam mengemukakan bahwa rasa malu sudah dititahkan oleh Allah SWT kepada seseorang. Sebagai contoh, malunya lelaki atau perempuan ketika membuka aurat di depan banyak orang.

Hal tersebut menjadi rasa malu yang sifatnya naluriah. Bahkan, malu merupakan rasa yang dimiliki oleh Nabi Adam dan Siti Hawa usai memakan buah dari pohon terlarang di surga, Allah berfirman dalam surat Thaha ayat 121:


فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْءَٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن وَرَقِ ٱلْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰٓ ءَادَمُ رَبَّهُۥ فَغَوَىٰ

Arab latin: Fa akalā min-hā fa badat lahumā sau`ātuhumā wa ṭafiqā yakhṣifāni ‘alaihimā miw waraqil jannah, wa ‘aṣā ādamu rabbahụ fa gawā

Artinya: “Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia,”

Hadits Malu Sebagian dari Iman

Dikatakan dalam buku Pendidikan Akhlak Berbasis Hadits Arba’in An Nawawiyah karya Dr Saifudin Amin MA rasa malu menjadi sesuatu yang mendorong manusia untuk meninggalkan hal-hal buruk. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari, Nabi SAW bersabda:

“Iman mempunyai enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu merupakan salah satu cabang Iman,” (HR. Imam Al Bukhari No 9).

Dalam hadits lainnya, Rasulullah mengatakan bahwa rasa malu dan iman sangat erat kaitannya. Diriwayatkan oleh Al Hakim, berikut bunyi haditsnya

“Iman dan malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan kondisi. Apabila rasa malu sudah tidak ada, maka iman pun sirna,” (HR Al Hakim).

Selain itu, pemilik sifat malu akan terhindar dari maksiat. Ini sesuai dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar RA, dia berkata:

“Ada salah seorang sahabat RA yang mengecam saudaranya dalam masalah malu dan ia berkata kepadanya: Sungguh, malu telah merugikanmu. Kemudian Rasulullah bersabda:

“Biarkan dia, karena malu termasuk iman,” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, dan Ibnu Hiban).

3 Jenis Malu dalam Islam

Mengutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMP/Mts Kelas IX susunan Aris Abi Syaifullah dkk malu dalam Islam terbagi menjadi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Malu Terhadap Allah SWT

Rasa malu kepada Allah SWT akan mendorong seseorang untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Rasulullah bersabda,

“Malulah kalian kepada Allah dengan sungguh-sungguh rasa malu, yaitu dengan menjaga kepala dan isinya; perut dan makanannya; meninggalkan kesenangan dunia; dan mengingat mati,”

2. Malu Terhadap Manusia

Saat seseorang memiliki sifat malu kepada manusia, maka ia akan menjaga pandangan dan tidak memiliki keberanian untuk melakukan dosa di hadapan orang lain.

3. Malu Terhadap Diri Sendiri

Yang terakhir adalah malu terhadap diri sendiri. Orang dengan sifat seperti ini tidak akan sanggup melakukan perbuatan dosa meskipun sedang sendirian.

Keutamaan Rasa Malu

Merujuk pada buku Hak-hak yang Wajib Anda Ketahui dalam Islam, terdapat sejumlah keutamaan yang terkandung dari rasa malu. Yang pertama, rasa malu merupakan sebagian dari iman sebagaimana mengacu pada hadits yang telah dijelaskan sebelumnya.

Kedua, rasa malu termasuk ke dalam pakaian paling indah dan perhiasan paling bagus yang dikenakan oleh seseorang, baik itu laki-laki maupun pria. Asalkan, rasa malu tersebut merupakan jalan yang dapat mengantarkan kepada setiap kebenaran, bukan sebaliknya.

Terakhir, rasa malu tergolong ke dalam akhlak Islam. Nabi SAW bahkan menempatkan rasa malu pada tingkatan tertinggi dalam akhlak-akhlak Islam, ini dijelaskan dalam Shahih Sunan Ibn Majah hadits Zaid bin Thalhah RA, Rasulullah bersabda,

“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak-akhlak, dan akhlak-akhlak Islam adalah rasa malu,”

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Mencium Hajar Aswad Bisa Hapuskan Dosa, Ini Haditsnya



Jakarta

Hajar Aswad adalah batu mulia yang terdapat pada salah satu sudut Ka’bah. Menurut sebuah hadits, mencium Hajar Aswad bisa menghapuskan dosa.

Dalam Shahih Bukhari pada Kitab ke-25, Kitab Haji bab ke-50, bab keterangan tentang Hajar Aswad, terdapat sebuah hadits yang berisi kesunnahan mencium Hajar Aswad. Dikatakan,

. حَدِيثُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ جَاءَ إِلَى الْحَجَرِ الأَسْوَدِ فَقَبَّلَهُ فَقَالَ: إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلا أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلَكَ مَا قبلتك أخرجه البخاري في


Artinya: Umar RA ketika mencium Hajar Aswad berkata: “Sungguh aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tidak membahayakan dan tidak berguna. Andaikan aku tidak melihat Nabi SAW menciummu, maka kau tidak akan menciummu.”

Ibnu Abbas RA juga meriwayatkan bahwa Nabi SAW juga pernah menyentuh Hajar Aswad dengan tongkat. Kala itu, Nabi SAW sedang tawaf ketika Haji Wada’ sambil mengendarai unta. Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-25, Kitab Haji bab ke-58, bab menyentuh rukn (Hajar Aswad) dengan tongkat.

Kedua hadits tersebut turut dihimpun Muhammad Fu’ad Abdul Baqi dalam Kitab Al-Lu’Lu wal Marjan, sebuah kitab yang memuat hadits shahih Bukhari dan Muslim disertai ringkasan musthalah hadits.

Ada hadits lain yang menyebut bahwa mengusap Hajar Aswad dapat menghapus dosa. Dalam redaksi lain dikatakan termasuk menciumnya.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Ubaid bin Umari, dari ayahnya, ia berkata, “Sesungguhnya Ibnu Umar pernah berebut berdesak-desakan untuk mendekati dua rukun (Hajar Aswad dan Rukun Yamani). Sebelumnya, aku tidak pernah melihat seorang pun sahabat Rasulullah SAW yang berdesakan seperti itu. Lantas aku berucap, ‘Wahai Abdurrahman, mengapa engkau mendekati dua rukun dengan berdesak-desakan seperti itu? Tidak pernah kulihat seorang pun sahabat Rasulullah SAW yang seperti itu.’

Dia menjawab, “Aku melakukannya karena mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya mengusap Hajar Aswad dan Rukun Yamani bisa menghapus dosa.’ Aku juga mendengar beliau bersabda, ‘Orang yang melakukan tawaf di Baitullah selama satu minggu dan menyempurnakannya, pahalanya sama seperti membebaskan hamba sahaya.’

Aku mendengar beliau bersabda, ‘Tidaklah ia menginjakkan satu kaki dan mengangkat yang lainnya, kecuali Allah akan menghapus dosanya dan menetapkan kebaikan kepada dirinya.'”

Hadits tersebut termuat dalam Sunan at-Tirmidzi, Kitab Haji, Bab Mencium Dua Rukun dan At-Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan. Hadits ini juga terdapat dalam Sunan an-Nasa’i, Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, dan Musnad Ahmad.

Adapun, dalam riwayat an-Nasa’i dikatakan dengan redaksi berikut, “Menyentuh Hajar Aswad dan Rukun Yamani dapat menghapus dosa.”

Said Muhammad Bakdasy dalam Fadhlu Hajar Aswad wa Maqam Ibrahim mengatakan bahwa Hajar Aswad akan memberikan kesaksian pada hari kiamat kelak. Hal ini bersandar pada riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Hajar Aswad memiliki lidah dan bibir yang dapat memberikan kesaksian terhadap orang yang mencium atau menyentuhnya pada hari kiamat dengan jujur.” (Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, Sunan Ibnu Majah, al-Mustadrak al-Hakim, dan Musnad Imam Ahmad. Imam an-Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa Al-Baihaqi meriwayatkan hadits ini dengan sanad yang shahih)

Menurut riwayat Ibnu Abbas RA yang lainnya, Hajar Aswad disebut berasal dari surga. Batu ini awalnya berwarna putih, kemudian berubah menjadi hitam akibat dosa orang-orang musyrik. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

“Hajar Aswad merupakan batu yakut berwarna putih dari surga. Berubah menjadi hitam akibat dosa orang-orang musyrik. Akan dibangkitkan dengan ukuran seperti Gunung Uhud pada hari kiamat serta akan menjadi saksi bagi orang yang menyentuh dan menciumnya dari penduduk bumi.” (Shahih Ibnu Khuzaimah, Sunan At-Tirmidzi, dan Sunan ad-Darimi. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan)

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Perumpamaan Ahli Ilmu dengan Ahli Ibadah Menurut Hadits Nabi



Jakarta

Ahli ilmu dan ahli ibadah memiliki keutamaan masing-masing. Rasulullah SAW pun menggambarkan kedudukan keduanya melalui sebuah perumpamaan yang diambil dari benda-benda langit.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda,

“Keutamaan ahli ilmu dibanding ahli ibadah sama seperti keutamaan bulan pada malam purnama dibanding bintang-bintang lainnya.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya dari Abu Darda)


Dalam redaksi lain dikatakan, “Sesungguhnya keutamaan seorang alim (ulama) dibandingkan seorang ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang.”

Menurut Prima Ibnu Firdaus al-Mirluny dalam buku Seri Syarah Hadits Nabi: Keutamaan Menuntut Ilmu, hadits tersebut mengandung maksud bahwa keutamaan orang yang ahli ilmu kemudian mengamalkan ilmunya itu jauh di atas keutamaan ahli ibadah yang bukan ahli ilmu.

Ia menjelaskan, Rasulullah SAW memberikan perumpamaan bagi ahli ilmu bagaikan bulan karena cahaya bulan menerangi penjuru bumi dan meluas ke seluruh arah sehingga manusia dapat mengambil manfaat dari cahaya tersebut.

Sedangkan ahli ibadah yang diibaratkan bintang-bintang di langit, ini didasarkan karena cahaya bintang tidak melewati dirinya sendiri atau hanya menjangkau sesuatu yang dekat darinya.

“Seperti itulah ibadah seorang ahli ibadah, yang mana ibadah tersebut hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, dan orang di sekitarnya,” jelas Ibnu Firdaus dalam bukunya.

Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dalam Kitab adz-Dzikru wa ad-Du`a` fi Dhau`il Kitab wa as-Sunnah menyebut bahwa perumpamaan antara ahli ilmu dan ahli ibadah dalam hadits tersebut mengandung rahasia yang sangat unik seperti ditegaskan oleh banyak ulama.

Salah satunya Imam Ibnu Rajab rahimahullah. Ia mengatakan, rahasia dalam hal ini–Allah Mahatahu–adalah bahwa cahaya bintang-bintang itu hanya menyinari dirinya, sedangkan bulan pada malam purnama menerangi semua penduduk bumi.

“Rasulullah menggunakan kata kawakib (atas semua planet), bukan nujum (atas semua bintang), karena kawakib adalah bintang yang berjalan dan tidak bisa dijadikan petunjuk. Ia sama kedudukannya dengan ahli ibadah yang manfaatnya terbatas pada dirinya sendiri,” jelas Ibnu Rajab dalam Syarh Hadits Abu Dzar fii Thalabil Ilmi.

Para ulama menyimpulkan, hadits tersebut menunjukkan bahwa keutamaan ilmu lebih tinggi dari ibadah. Dalam Musnad Al-Bazzar, Al-Mustadrak Al-Hakim dan lainnya, dari Sa’id bin Abu Waqqash RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda,

“Keutamaan ilmu itu lebih aku cintai daripada keutamaan ibadah. Dan sebaik-baik keagamaan kalian adalah wara.”

Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr menjelaskan lebih lanjut, di antara perkara yang menunjukkan keutamaan ilmu atas seluruh amalan sunnah serta hal-hal yang disukai yang terdapat zikir di dalamnya, bahwa ilmu mengumpulkan semua keutamaan amal-amal yang terpencar.

Telah banyak atsar-atsar yang menyebutkan tentang keutamaan ilmu. Ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Tidak ada sesuatu dimaksudkan untuk Allah SWT yang lebih utama daripada menuntut ilmu. Tidak ada ilmu dituntut dalam suatu masa yang lebih utama daripada hari ini.”

Adapun, Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Orang yang berilmu lebih baik daripada orang yang zuhud terhadap dunia, dan orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, dia menebar hikmah Allah, jika diterima niscaya dia memuji Allah, dan jika ditolak niscaya dia memuji Allah.”

Perumpamaan keutamaan ahli ilmu dengan ahli ibadah juga disebutkan dalam riwayat dengan redaksi berikut,

“Kelebihan ahli ilmu (‘alim) terhadap ahli ibadah (‘abid) adalah seperti kelebihanku terhadap orang yang paling rendah di antara kamu sekalian.”

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Hadits Sholat Tepat Waktu sebagai Amalan yang Dicintai Allah SWT



Jakarta

Sholat fardhu lima waktu dikerjakan pada waktu-yang ditetapkan Allah SWT. Untuk itu, ada sejumlah riwayat yang menekankan tentang pentingnya mengamalkan sholat lima waktu.

Dikutip dari buku Waktu Shalat karya Ahmad Sarwat, Lc, MA, sholat dianggap tidak sah bila dikerjakan di luar waktu yang ditetapkan. Sholat dikerjakan telat atau terlalu cepat dengan sengaja tanpa unsur syar’i.

Perintah melaksanakan sholat tepat waktu termaktub dalam firman Allah surah An Nisa ayat 103 yang berbunyi,


فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

Hadits tentang Sholat Tepat Waktu

1. Hadits Pertama

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ

Artinya: “Siapa saja yang menjaga sholat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari kiamat. Sedangkan, siapa saja yang tidak menjaga sholat, dia tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada hari kiamat nanti, dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR Ahmad)

2. Hadits Kedua

Dari Abdullah bin Mas’ud RA,

سَأَلْتُ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إلَى اللَّهِ ؟ قَالَ : الصَّلاةُ عَلَى وَقْتِهَا . قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ : بِرُّ الْوَالِدَيْنِ , قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ : الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ , قَالَ : حَدَّثَنِي بِهِنَّ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي

Artinya: “Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Amalan apakah yang paling dicintai Allâh?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku (Abdullah bin Mas’ud) mengatakan, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Berbakti kepada dua orang tua.” Aku bertanya lagi, ‘Lalu apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allâh.” (HR Bukhari)

Keutamaan sholat tepat waktu turut dijelaskan Khalifah Usman bin Affan. Dikutip dari buku Belajar dari Ustadz Yusuf Mansur penulis Anwar Sani, Tarmizi As-Shiddiq, dan Ahmad Jameel menjelaskan sembilan keutamaan sholat tepat waktu. Berikut keutamaan sholat tepat waktu:

  • Dicintai Allah SWT
  • Badannya senantiasa sehat
  • Dijaga oleh malaikat
  • Diturunkan berkah untuk rumahnya
  • Mukanya akan keliahtan tanda orang yang shaleh
  • Allah akan melembutkan hatinya
  • Dapat melalui jembatan Shiratal Mustaqim layaknya seperti kilat
  • Akan diselamatkan dari api neraka
  • Allah menempatkannya ke dalam golongan orang-orang yang tidak takut dan bersedih

Melansir dari buku Fikih Empat Madzhab Jilid 1 karya Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, sholat fardhu terdiri dari waktu Zuhur (tengah hari) dan menjadi sholat pertama yang dilakukan rasul, waktu Ashar (sore hari), waktu Maghrib (saat tenggelamnya matahari), waktu Isya (malam hari), dan waktu Subuh (pagi hari).

Perintah untuk melaksanakan sholat fardhu ini termaktub dalam surah Al-Isra ayat 78 yang berbunyi,

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Artinya: “Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula sholat) Subuh. Sesungguhnya sholat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”

Rasulullah SAW juga pernah menyebutkan bahwa melaksanakan sholat fardhu lima waktu diibaratkan sebagai pencuci dosa manusia. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا »

Artinya: “Jika seandainya ada aliran sungai mengetuk pintu kalian untuk mencuci rumah kalian lima kali dalam sehari, apakah mungkin masih ada kotoran yang tersisa?” Para sahabat menjawab, “Tidak mungkin ada kotoran yang tersisa.” Lalu Nabi bersabda, “Begitu juga halnya dengan sholat lima waktu, Allah akan menghapus dosa kalian dengan sholat-sholat tersebut,” (HR Al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Doa Haji Mabrur dalam Arab, Latin, dan Artinya



Jakarta

Haji mabrur artinya haji yang diterima oleh Allah SWT atau maqbul. Dalam pelaksanaannya, ada doa haji mabrur yang dapat kita amalkan.

Alasan mengapa perlu haji yang dilakukan adalah ibadah haji mabrur adalah balasan yang akan diterima pelakunya adalah surga. Hal ini termasuk dalam keutamaan yang dijanjikan dan disabdakan oleh Rasulullah SAW seperti dalam hadits berikut ini.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةُ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْجُ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءُ إِلَّا الْجَنَّةُ.


Artinya: “Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu menyampaikan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Dari umrah ke umrah itu penghapus dosa di antara keduanya, dan haji mabrur tiada balasan yang sesuai kecuali surga.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dijelaskan juga dalam sebuah hadits yaitu sebagai berikut,

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : هَذَا البَيْتُ دِعَامَةُ الإِسْلَامِ فَمَنْ خَرَجَ يَؤُمُ هَذَا الْبَيْتَ مِنْ حَاجَ أَوْ مُعْتَمِرٍ كَانَ مَضْمُونًا عَلَى اللهِ إِنْ قَبَّضَهُ يُدْخِلُهُ الجَنَّةَ، وَإِنْ رَدَّهُ رَدَّهُ بِأَجْرٍ وَغَنِيمَةِ

Artinya: Jabir Radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Rumah ini (Baitullah) adalah tiang Islam. Barang siapa yang berangkat menuju rumah ini untuk melakukan haji atau umrah, maka telah dijamin oleh Allah; jika meninggal akan dimasukkan ke dalam surga, dan jika pulang (ke rumah asal) akan memperoleh pahala yang melimpah.” (HR Ibnu Juraij)

Doa Haji Mabrur

Adapun setelah melaksanakan ibadah haji, kita dapat mengucapkan doa agar haji yang telah terlaksana akan mabrur atau diterima oleh Allah SWT. Berikut ini adalah doa haji mabrur dalam Arab, latin, dan artinya.

اللهم اجْعَلْ حَجَّنَا حَجًّا مَبْرُوْرًا، وَعُمْرَةَنَا عُمْرَةً مَبْرُوْرًا، وَسَعْيَنَا سَعْيًا مَشْكُوْرًا، وَذَنْبَنَا ذَنْبًا مَغْفُوْرًا، وَعَمَلَنَا عَمَلًا صَالِحًا مَقْبُوْلًا، وَتِجَارَةَنَا تِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ، يَا عَالِمَ مَا فِى الصُّدُوْرِ أَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ.

Arab Latin: “Allahummaj’al hajjana hajjan mabruura, wa ‘umratan ‘umratan mabruura wasa’yanaa sa’yan masykuuraa wa dzanban dzanban maghfuura wa ‘amalanaa ‘amalan shaalihan maqbuulaa wa tijaaratan lan tabuura yaa ‘aalima maa fish shudur akhrijnaa minadh dhulumaati ilan nuur.”

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah haji kami haji yang mabrur (baik dan diterima), umrah kami umrah yang mabrur, sa’i kami sa’i yang disyukuri, dosa kami dosa yang diampuni, amal kami amal shaleh yang diterima dan perdagangan kami perdagangan yang tidak merugi, wahai Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang ada dalam dada, keluarkanlah kami dari kedzaliman menuju cahaya (keimanan).”

Adapun selain berdoa, tentunya terdapat langkah-langkah atau cara agar bisa mencapai haji mabrur. Dikutip dari buku Bimbingan Lengkap Haji dan Umrah oleh M. Syukron Maksum, sebagai tamu Allah SWT saat haji jika kita tanpa celah sedikitpun maka Allah akan memberikan ampunan untuk kita. Hal ini sesuai dengan sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji tanpa mengucap dan berbuat cabul, dan tanpa melanggar ketentuan, maka keadaannya dari segi dosa akan kembali seperti keadaan pada hari saat dia dilahirkan ibunya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dijelaskan dalam buku tersebut bahwasanya jika suatu ibadah dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah yang ditetapkan syariat baik syarat dan rukunnya, diiringi dengan keikhlasan dan mengharap keridhaan Allah, niscaya ibadah tersebut akan berdampak positif.

Begitulah sekilas pembahasan kali ini mengenai doa haji mabrur sekaligus dengan pengertian dan pembahasannya. Semoga tulisan kali ini dapat bermanfaat dan kita diberikan kesempatan untuk menunaikan haji mabrur. Aamiin yaa Rabbalalamiin.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com