Tag Archives: Haid

Apakah Mandi Wajib Haid dan Junub Sama? Begini Penjelasannya


Jakarta

Pertanyaan apakah mandi wajib haid dan junub sama barangkali masih menjadi hal membingungkan di kalangan muslimah. Sebab, hal ini berkaitan dengan niat yang nantinya dilafazkan.

Mandi wajib haid dan junub sama-sama dilakukan untuk menghilangkan hadas besar. Kedua jenis mandi ini memiliki aturan khusus yang harus diikuti untuk membersihkan diri dan memulihkan kesucian sebelum melaksanakan ibadah.

Lantas, apa sebenarnya perbedaan antara mandi wajib haid dan junub? Mari simak artikel berikut untuk memahami lebih dalam mengenai aturan yang membedakannya.


Perbedaan Mandi Wajib Haid dan Junub

Mandi wajib haid adalah mandi wajib yang harus dilakukan seorang muslimah untuk bersuci setelah masa haid atau menstruasi mereka selesai. Dijelaskan dalam buku Fikih Mazhab Syafi’i karya Abu Ahmad Najieh, dalil keharusan mandi wajib karena haid adalah firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ ٢٢٢

Artinya: Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.” Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.

Dikutip dari buku Panduan Muslim Sehari-hari yang disusun oleh M. Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, mandi wajib atau mandi besar adalah mandi yang harus dilakukan saat seseorang mengalami hadas besar. Hal ini bisa terjadi karena berhubungan suami istri, keluarnya sperma akibat mimpi (ihtilam), berhentinya darah haid atau nifas, memeluk agama Islam, atau setelah meninggal dunia.

Sementara itu, perintah untuk mandi wajib junub dalam hadits disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Jika dua khitan telah bertemu (bersetubuh), maka wajib mandi.” (HR Muslim)

Sedangkan menurut buku Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita karya Abdul Syukur Al-Azizi, untuk wanita, mandi wajib dibedakan menjadi mandi wajib haid dan junub. Umumnya, tata cara mandi wajib junub bagi wanita sama dengan pria. Namun, wanita yang mandi wajib junub diperbolehkan untuk menggelung rambutnya. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits ketika Ummu Salamah bertanya.

“Wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang gelungan rambutnya besar. Apakah aku harus membuka gelungan rambutku ketika mandi junub?”

Rasulullah SAW menjawab, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu menyela-nyela kepalamu dengan air sebanyak tiga kali, kemudian guyurlah kepala dan badanmu dengan air, sehingga kamu telah suci.” (HR Muslim)

Dijelaskan dalam Kitab Fikih Sehari-Hari Mazhab Syafi’i karangan A.R Shohibul Ulum, tata cara mandi wajib haid hampir sama seperti mandi wajib junub namun ada beberapa tambahan yang harus diperhatikan seperti berikut:

  • Pertama: Gunakan sabun atau pembersih lain bersama air.
  • Kedua: Lepaskan kepangan rambut agar air mencapai pangkal rambut.
  • Ketiga: Saat mandi setelah haid, disunnahkan menggunakan kapas atau kain untuk membersihkan area keluarnya darah. Setelah mandi, juga disarankan untuk mengusap area tersebut dengan minyak misk atau parfum guna menghilangkan sisa bau darah haid.

Bacaan Niat Mandi Wajib Haid dan Junub

Adapun bacaan niat mandi wajib haid dan junub yang bisa dilafazkan sebelum memulai mandi wajib haid dan junub sebagai berikut,

Niat Mandi Wajib Haid

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الحَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْحَيْضِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari minal haidhi fardhan lillaahi ta’alaa.

Artinya: “”Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar disebabkan haid fardhu karena Allah Ta’ala.”

Niat Mandi Wajib Junub

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari minal jinâbati fardhollillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari janabah, fardu karena Allah Ta’ala.”

Rukun dan Sunnah Mandi Wajib Haid dan Junub

Ada sejumlah rukun dan sunnah mandi wajib yang perlu diperhatikan muslim. Berdasarkan panduan dari buku Tuntunan Lengkap Salat Wajib, Sunah, Doa dan Zikir karya Zakaria R. Rachman dan kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali, berikut di antaranya.

Rukun Mandi Wajib Haid dan Junub

  • Membaca niat.
  • Mengalirkan air ke seluruh tubuh.

Sunnah Mandi Wajib Haid dan Junub

  • Mencuci tangan: Disunnahkan mencuci tangan tiga kali sebelum mandi.
  • Membersihkan najis: Pastikan semua najis yang menempel pada tubuh dibersihkan terlebih dahulu.
  • Berwudhu: Lakukan wudhu seperti wudhu untuk salat sebelum mandi.
  • Menyiram kepala: Siram kepala tiga kali secara merata.
  • Dimulai dari kanan: Mulailah dengan menyiram tubuh bagian kanan tiga kali, diikuti bagian kiri tiga kali.
  • Menggosok tubuh: Gosok seluruh badan agar bersih sempurna, dilakukan sebanyak tiga kali.
  • Menyela rambut dan jenggot: Pastikan air sampai ke seluruh helai rambut dan jenggot.
  • Meratakan air pada lipatan kulit: Air harus mengenai setiap lipatan kulit dan pangkal rambut untuk memastikan kebersihan menyeluruh.Dengan memahami perbedaannya, kita dapat melaksanakan mandi wajib haid dan junub sesuai dengan ketentuan yang telah diajarkan dalam agama Islam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Apakah Wanita Haid Boleh Masuk Masjid?


Jakarta

Masjid tak hanya sebagai tempat salat tapi juga kegiatan keagamaan umat Islam. Salah satu hal yang barangkali menjadi kebingungan para wanita, bolehkah masuk masjid saat kondisi haid?

Dijelaskan dalam buku Fikih Haid karya Muhammad Syakur, haid adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita yang telah berusia 9 tahun. Haid termasuk hadas besar yang harus disucikan sebelum beribadah.

Lantas, bolehkah wanita haid masuk masjid?


Hukum Wanita Haid Masuk Masjid

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh as-Sunnah yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap dkk, memaparkan sejumlah dalil yang berkenaan dengan hukum wanita junub dan haid masuk masjid.

Ditegaskan bahwa perempuan haid dan orang yang junub tidak dibolehkan berdiam di dalam masjid, tetapi dibolehkan baginya jika hanya sebatas melewatinya. Dalil yang dijadikan hujjah adalah firman Allah SWT dalam surah An-Nisa’ ayat 43,

يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ سُكَرَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا …

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian salat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang kalian dalam keadaan junub, kecuali hanya sekadar melewati saja, hingga kalian mandi.”

Adapun dari hadits, larangan wanita haid berdiam di masjid bersandar pada hadits dari Ummu Salamah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW masuk ke halaman masjid (Nabawi) dan bersabda, ‘Sesungguhnya masjid tidak boleh dimasuki oleh orang yang junub dan wanita haid’.” (HR Ibnu Majah dan Thabrani)

Kemudian dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA, dikatakan Rasulullah SAW bersabda, “Alihkan rumah-rumah ini dari masjid! Sebab, aku tidak membenarkan wanita haid dan orang yang junub memasuki masjid.” (HR Abu Dawud)

Ada Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama

Namun, Wa Marzuqi Ammar mengungkapkan dalam buku Fikih Ibadah dari Al-Lu’lu’ wa Al-Marjan Jilid 2 bahwa larangan pada surah An-Nisa’ ayat 43 hanyalah larangan mendekati salat, bukan larangan masuk masjid. Dikatakan, ayat ini sangat jelas melarang orang mengerjakan salat dalam kondisi junub, bukan untuk masuk masjid.

Ulama Hanabilah berpendapat bahwa orang junub diperbolehkan menetap di masjid jika ia sudah berwudhu. Mereka mendasarkan pendapat ini pada riwayat Sa’id bin Manshur dan Al-Atsram dari Atha bin Yasar yang berkata,

“Saya melihat kaum pria dari sahabat Rasulullah sedang duduk di dalam masjid dan mereka dalam keadaan junub. Mereka berwudhu sebagaimana wudhu untuk salat.”

Sebaliknya, menurut H. Hendrik dalam bukunya Problema Haid, wanita haid diperbolehkan untuk masuk masjid, bahkan Masjidil Haram, karena Nabi Muhammad SAW membolehkan Aisyah RA melakukan berbagai hal yang dilakukan orang yang sedang menunaikan ibadah haji, seperti masuk ke masjid, salat di dalamnya, atau melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah. Di antara ibadah yang dilarang oleh Nabi SAW adalah salat dan tawaf, jadi memasuki masjid tidak dilarang.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya (haid) ini adalah perkara yang telah Allah SWT tetapkan bagi para putri Adam. Oleh karena itu, kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang sedang berhaji, selain tawaf di Ka’bah …” (HR Muslim, Abu Daud, Turmudzi, An-Nasa’i, dan Al-Albani)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah RA, “Ambilkan untukku Al-Khumrah (sajadah kecil) di masjid.” Ketika Aisyah menjawab bahwa dia sedang haid, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu tidak berada di tanganmu.” (HR Bukhari, Muslim, Asqalani, Al-Albani, dan Salim bin ‘Abd Al-Hilali).

Rasulullah SAW juga memperbolehkan istrinya, Aisyah RA, untuk mengambil sajadah kecilnya yang tertinggal di dalam masjid. Hadits ini menunjukkan bahwa tidak ada larangan bagi perempuan yang sedang haid untuk memasuki masjid atau berdiam di dalamnya.

Jika benar ada larangan bagi perempuan haid untuk berdiam di dalam masjid, kemungkinan besar Rasulullah SAW telah memberikan peringatan atau pengecualian terhadap perintah yang diberikan kepada Aisyah RA tanpa ada tambahan larangan untuk berdiam di dalam masjid.

Dalam buku Fiqh Yaumiyyah Fii Taharah karya Wahyu Saputra, disimpulkan bahwa terdapat beberapa hukum mengenai perempuan haid memasuki masjid berdasarkan pendapat-pendapat di atas:

  1. Makruh, jika seorang perempuan yang haid tidak takut mengotori masjid. Hukum makruh ini adalah bentuk penghormatan kepada masjid.
  2. Haram, jika seorang perempuan khawatir darahnya menetes ke masjid meskipun sudah menggunakan pembalut. Jika tidak khawatir, hukumnya makruh, kecuali jika perempuan yang haid tersebut memiliki hajat.

Imam Al-Muzani menyebutkan bahwa perempuan musyrik diperbolehkan masuk masjid, padahal mungkin saja dia dalam keadaan haid. Maka, kata dia, perempuan mukmin lebih layak untuk masuk ke dalam masjid walau dalam keadaan haid.

Dalam sumber sebelumnya juga diungkapkan bahwa perempuan haid lebih utama untuk diberi keringanan dibandingkan orang yang junub, karena junub biasanya terjadi atas kehendak manusia, sedangkan haid adalah ketetapan Allah SWT yang tidak dapat dicegah.

Oleh karena itu, perempuan haid lebih utama mendapatkan uzur dibandingkan orang junub, dan diperbolehkan untuk masuk masjid.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Amalan saat Haid agar Doa Dikabulkan dan Tata Caranya


Jakarta

Menjalani masa haid sering kali membatasi beberapa ibadah yang biasanya dilakukan perempuan, seperti salat atau puasa. Namun, jangan khawatir, ada banyak amalan saat haid agar doa dikabulkan yang tetap bisa dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Amalan-amalan ini tak hanya membantu menjaga pahala, tetapi juga memberikan ketenangan dan keberkahan di masa haid. Dengan begitu, meskipun tengah berhalangan, tetap ada cara untuk memohon dan berharap agar doa dikabulkan.

Amalan saat Haid agar Doa Dikabulkan

Dikutip dari buku Perempuan Pilihan Surga (Renungan dan Tuntunan untuk Hidup Lebih Berarti) karya Arum Faiza, selama haid, perempuan tetap bisa mengumpulkan pahala dan memperbesar kemungkinan doa-doa dikabulkan dengan melakukan amalan tertentu. Salah satunya adalah memperbanyak dzikir dan sholawat, yang meskipun dilakukan dalam keadaan tidak suci, tetap bisa menjadi cara efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.


Dzikir, seperti melafalkan Asmaul Husna, kalimat thayyibah, tasbih, dan sejenisnya, selain menenangkan jiwa, juga membantu menambah pahala di sisi Allah SWT.

Selain itu, membaca dzikir dan doa juga menjadi bentuk cinta kepada Rasulullah SAW. Melalui dzikir, seseorang bisa meraih rahmat, pengampunan, dan pahala yang berlipat ganda. Meskipun sedang dalam keadaan haid, membaca dzikir dan doa menjadi amalan yang tidak hanya membawa kebaikan, tetapi juga dapat memperbesar kemungkinan terkabulnya doa.

Ini adalah salah satu cara agar perempuan bisa tetap produktif dalam beribadah meskipun dalam keadaan haid, dan berharap agar doa-doa mereka lebih mudah terkabul.

Tata Cara Membaca Dzikir dan Doa saat Haid agar Doa Dikabulkan

Amalan-amalan saat haid bisa dikerjakan dengan memperhatikan adab dan tata caranya. Menurut buku Keutamaan Doa & Dzikir untuk Hidup Bahagia Sejahtera yang ditulis oleh M. Khalilurrahman Al Mahfani, berikut adalah tata cara membaca dzikir dan doa saat haid agar doa dikabulkan yang dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin:

1. Dilakukan pada waktu yang mulia: Dzikir dan doa sebaiknya dilakukan pada waktu-waktu yang dianggap mustajab, seperti hari Jumat, hari Arafah, bulan Ramadan, atau sepertiga malam terakhir.

2. Dalam keadaan yang khidmat: Meski sedang dalam masa haid, tetap penting melaksanakan doa dalam suasana penuh kekhusyukan, seperti setelah salat fardhu atau ketika sujud.

3. Menghadap kiblat: Saat berdoa, hendaknya menghadap kiblat sebagai bentuk adab dan penghormatan.

4. Dimulai dengan pujian kepada Allah SWT: Dzikir dan doa sebaiknya dimulai dengan memuji Allah SWT, diikuti dengan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, lalu dilanjutkan dengan membaca doa.

5. Membaca syahadat dan memohon ampunan: Penting untuk mengawali dzikir dan doa dengan membaca syahadat dan memohon ampun atas dosa yang telah dilakukan, baik sengaja maupun tidak.

6. Berdoa dengan rendah diri: Hendaknya berdoa dengan penuh harapan, rendah diri, serta menggunakan bahasa yang sederhana dan penuh kelembutan.

7. Tidak berputus asa: Dalam berdzikir dan berdoa, diperlukan kesabaran, keyakinan, dan tidak mudah berputus asa.

8. Berdoa untuk orang lain: Setelah berdoa untuk diri sendiri, sebaiknya melanjutkan dengan doa untuk orang lain.

9. Menggunakan tawassul nama-nama Allah SWT: Doa dapat dilakukan dengan menggunakan asmaul husna (nama-nama Allah SWT yang mulia) dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi.

10. Dalam keadaan suci: Meskipun dalam masa haid, penting menjaga kebersihan pakaian dan tubuh ketika berdzikir atau berdoa. Makanan dan minuman yang dikonsumsi pun hendaknya berasal dari sumber yang halal.

Bacaan Dzikir dan Doa Saat Haid agar Doa Dikabulkan

Dzikir dan doa-doa bisa menjadi jalan untuk memperkuat iman dan memperbesar harapan agar doa-doa kita dikabulkan oleh Allah SWT. Berikut adalah bacaan dzikir dan doa saat haid agar doa dikabulkan yang dikutip dari buku Wirid-Wirid Wanita Haid karya Ridhoul Wahidi dan Gianti:

Membaca Dzikir Hauqalah

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ

Latin: Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.

Artinya: “Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah.”

Dzikir ini disebut sebagai harta perbendaharaan surga. Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa barang siapa yang membaca ini, maka Allah SWT akan menyelamatkannya dari segala siksaan.

Membaca Dzikir Sayyidul Istighfar

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ. أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ. أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ. وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ. فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ

Latin: Allâhumma anta rabbî, lâ ilâha illâ anta khalaqtanî. Wa anâ ‘abduka, wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu. A’ûdzu bika min syarri mâ shana’tu. Abû’u laka bini’matika ‘alayya. Wa abû’u bidzanbî. Faghfirlî. Fa innahû lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta.

Artinya: “Hai Tuhanku, Engkau Tuhanku. Tiada Tuhan yang disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakan. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang kuperbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh tiada yang mengampuni dosa selain Engkau.”

Menurut sebuah hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Adabul Mufrad karya Imam Bukhari yang diterjemahkan Abu Ahsan, Sayyidul Istighfar akan membawa seseorang masuk surga.

Diriwayatkan dari Syaddad ibnu Aus, Nabi berkata, ‘Barang siapa membaca doa itu (Sayyidul Istighfar) pada siang hari dengan yakin, lalu dia meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Barang siapa mengucapkan kalimat tersebut pada malam hari dengan yakin, lalu dia meninggal sebelum waktu Subuh (pagi), maka dia termasuk penghuni surga’.”

Membaca Dzikir Tasbih

سُبْحَانَ الله وَالْحَمْدُ لله وَلاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهَ وَاللَّهُ أَكْبَرُ

Latin: Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilahaillahu wallahu akbar.

Artinya: ” Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah, dan tiada Tuhan selain Allah. Allah Mahabesar”

Kalimat tasbih ini sangat ringan diucapkan namun berat di timbangan amal. Dzikir ini memberikan pahala yang besar seperti sebesar gunung dan menjadi pengingat untuk selalu memuji kebesaran Allah SWT.

Membaca Dzikir Tahmid

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Latin: Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin.

Artinya: “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”

Bacaan tahmid merupakan bentuk syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya.

Membaca Dzikir Tahlil

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Latin: Laa ilaaha illallah.

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah.”

Tahlil memiliki keutamaan yang luar biasa, termasuk seperti membebaskan 14 orang dari anak Ismail.

Doa Keluar Rumah

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Latin: Bismillah tawakkaltu ‘ala Allah laa haula wa laa quwwata illa billah.

Artinya: “Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah.”

Doa ini membantu memohon perlindungan Allah SWT ketika akan bepergian, terutama bagi wanita yang sedang haid.

Dzikir Tolak Bala

Ketika sedang ada waktu kosong, wanita haid dapat membaca dzikir ini yang diyakini dapat menghindarkan diri dari mara bahaya yang tidak diinginkan. Dikutip dari buku Doa Harian Pengetuk Pintu Langit yang ditulis oleh Hamdan Hamedan, berikut adalah doa tolak bala:

اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالسُّيُوفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِينَ عَامَّةٌ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Latin: Allaahummadfa’ ‘annal ghalaa-a, wal balaa-a, wal wabaa-a, wal fahsyaa-a, wal munkara, was-suyuufal mukhtalifata, wasy-syadaa-ida, wal mihana maa zhahara minhaa, wa maa baathana min baladinaa haadzaaa khaassatan, wa min buldaanil muslimiina ‘aammatan. Innaka ‘alaa kulli syai’in qadiir.

Artinya: “Ya Allah, hindarkanlah kami dari malapetaka, bala dan bencana, kekejian dan kemungkaran, sengketa yang beraneka, kekejaman dan peperangan, yang tampak dan tersembunyi dalam negara kami khususnya, dan dalam negara kaum muslimin umumnya. Sesungguhnya Engkau Ya Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”

Doa agar Selalu Bersyukur

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Latin: Robbi auzi’ni an asykuro ni’matakallati an’amta ‘alayya wa ‘ala waa lidayya wa an’ a’mala shalihan tar- dhahu wa aslih li fi durriyyati, inni tubtu ilaika wa inni minal muslimin.

Artinya: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid, Muslimah Harus Amalkan!


Jakarta

Saat haid, wanita muslim tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah seperti salat dan puasa. Setelah haid selesai pun, muslimah perlu bersuci dengan melakukan mandi wajib sebelum melaksanakan ibadah tersebut.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda kepada Fatimah binti Abu Hubaysh,

“Apabila mulai datang haid, hendaklah kamu meninggalkan salat. Apabila ia telah berhenti, maka hendaklah kamu mandi dan mengerjakan salat”


Mandi wajib setelah haid memiliki tata cara khusus yang berbeda dengan mandi biasa. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diikuti dalam melakukan mandi wajib setelah haid.

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid

Mengutip buku Fiqih Madrasah Ibtidaiyah yang ditulis oleh Udin Wahyudin, tata cara pelaksanaan mandi wajib setelah haid adalah sebagai berikut.

  1. Membaca Niat
    Niat mandi wajib setelah haid yang dapat diamalkan kaum muslimin adalah sebagai berikut.
    نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى
    Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala
    Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadats besar dari haid karena Allah Ta’ala.”
  2. Membasuh kedua tangan hingga pergelangan tangan
  3. Membasuh kemaluan dengan tangan kiri
  4. Berwudhu sebagaimana hendak salat
  5. Memasukkan jari-jari yang dibasahi air ke pangkal rambut
  6. Menyiram kepala sebanyak tiga kali dilanjutkan dengan mandi seperti biasa

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut.

Dari Aisyah RA, ia berkata “Sesungguhnya Nabi SAW apabila mandi junub, maka beliau memulai dengan mencuci kedua tangan, lalu menuangkan air dengan tangan kanan hingga ke tangan kirinya dan mencuci kemaluannya. Kemudian berwudhu seperti halnya ketika hendak salat. Lalu mengambil air dan menyiramkannya kepada jari jemarinya ke dalam urat rambut hingga bila air terasa membasahi kulit, maka beliau meraupkan kedua telapak tangan lagi, lalu disiramkan ke atas kepalanya sebanyak tiga kali. Setelah itu, beliau menuangkan atau menyiramkan air ke seluruh tubuhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cara mandi wajib bagi perempuan sebenarnya sama dengan cara mandi yang dilakukan laki-laki. Akan tetapi, perempuan tidak wajib menguraikan ikat rambutnya. Hal itu berdasarkan hadits dari Ummu Salamah RA sebagai berikut.

أَمْ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ : يَا رَسُلَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشَدُّ ضِفْرَ رَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِلْجَنَابَةِ؟ قَالَ : إِنَّمَا يَكْفِيكَ أَنْ تَحِنِّي عَلَيْهِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍ ثُمَّ تُفِيضِيْ عَلَى سَائِرِ جَسَدِكِ ، فَإِذَا أَنْتِ قَدْ طَهُرْتِ . (رواه احمد ومسلم والترمذي وقال حسن صحیح)

Dari Ummu Salamah RA berkata: Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ikatan rambutku sangat kuat, apakah aku harus menguraikannya jika hendak mandi junub?” Nabi SAW menjawab, “Cukuplah engkau menuangkan air ke atasnya sebanyak tiga kali. Setelah itu hendaklah engkau menyiramkan air ke seluruh tubuhmu. Dengan demikian, berarti engkau telah suci.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi yang mengatakannya hadis hasan sahih)

Dalam buku Haid dan Kesehatan Menurut Ajaran Islam oleh Majelis Ulama Indonesia, disebutkan bahwa seorang perempuan yang mandi wajib setelah haid juga disunahkan agar mengambil sedikit kapas dan benda lainnya. Kemudian kapas tersebut diberi minyak wangi atau kasturi. Setelah itu, kapas tersebut digosokkan pada bekas darah agar tempat tersebut menjadi harum dan hilang dari bau darah.

Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah RA bahwa Asma’ binti Syakal RA, bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang mandi haid, maka beliau bersabda:

“Hendaklah salah seorang dari kamu menyiapkan air dari perasan daun bidara, lalu bersucilah dengannya secara sempurna. Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga sehingga membasahi akar-akar rambut, setelah itu, menuangkan air lalu menyiramkan air ke seluruh tubuhnya. Kemudian hendaklah ia mengambil sepotong kain atau kapas yang telah dibubuhi minyak wangi, lalu bersihkanlah dengannya.”

Maka Asma’ bertanya: “bagaimana wanita membersihkan dengan kapas itu?” beliau bersabda: “Maha Suci Allah. Bersihkanlah dengannya,” jawab Nabi. Aisyah kemudian menjelaskan kepada Asma: “yaitu bersihkanlah bekas darah (vagina) itu dengannya”. (HR. Bukhari Muslim)

Sunah-sunah dalam Mandi Wajib setelah Haid

Perkara-perkara sunah yang dapat menyebabkan mandi wajib menjadi sempurna menurut empat madzhab yang dikutip dari buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu adalah sebagai berikut.

  1. Mendahulukan membasuh kedua tangan, kemaluan, dan membuang najis jika memang ada pada tubuh.
  2. Berwudhu seperti wudhu untuk salat.
  3. Hendaklah meneliti setiap lipatan pada tubuh, dengan cara mengambil air dengan tangan kemudian mengusapkannya ke bagian tubuh yang berlipat seperti ke kedua telinga, lipatan perut, dan dalam pusar.
  4. Menuangkan air ke atas kepala dan menggosokkannya.
  5. Menuangkan air ke seluruh bagian tubuh sebanyak tiga kali, dan memulainya pada bagian tubuh sebelah kanan, kemudian diikuti dengan bagian sebelah kiri.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Dalil tentang Haid, Kenali Arti dan Perbedaannya dengan Istihadhah


Jakarta

Haid merupakan siklus alami yang terjadi pada setiap perempuan. Ketika dalam keadaan haid, seorang muslimah tidak boleh mengerjakan ibadah seperti salat dan puasa.

Setiap muslimah wajib memahami hal-hal yang berkaitan dengan haid. Pahami juga dalilnya sebagai panduan untuk mengerjakan ibadah saat dalam keadaan haid.

Pengertian Haid

Mengutip buku Syarah Kumpulan Hadits Shahih Tentang Wanita: Pustaka Azzam oleh Isham bin Muhammad Asy-Syarif dijelaskan pengertian haid secara etimologis adalah darah yang mengalir. Darah haid tergolong darah normal dan alami.


Darah haid menurut pengertian syariat adalah darah alami yang keluar dari ujung rahim secara sehat tanpa suatu sebab dalam waktu-waktu yang diketahui. Demikian seperti dikutip dari buku Kitab Haid, Nifas dan Istihadhah yang ditulis Sayyid Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir Assegaf, Abdul Majid, Lc.

Secara lebih rinci dijelaskan definisi haid secara syariat, sebagai berikut:

1. Darah haid bersifat alamiah, artinya memang terjadi akibat siklus tabiat dalam tubuh wanita yang keluar dalam keadaan sehat dan baik-baik.

2. Darah haid keluar dari rahim. Maksudnya bagian terjauh rahim (dari farji wanita).

3. Darah haid keluar dalam keadaan sehat dan tidak diakibatkan oleh suatu sebab, berbeda dari darah nifas dan istihadhah.

4. Haid memiliki siklus waktu tertentu. Ada batas waktu minimal dan maksimal bagi haid.

Dalam buku Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabar Al-Jazairi menjelaskan ada tiga macam perempuan yang mengalami keluarnya darah yakni perempuan yang baru mengalami haid, perempuan yang haidnya teratur dan perempuan yang mengalami istihadhah.

Pertama, perempuan yang baru mengalami haid adalah mereka yang baru haid untuk pertama kalinya. Ketika ia melihat darah haid maka ia harus meninggalkan salat, puasa dan hubungan suami istri sampai bersih haid dan suci kembali.

Kedua, perempuan yang haidnya teratur, yaitu memiliki tanggal haid yang diketahui dengan jelas dalam satu bulan. Hukumnya, dia meninggalkan salat, puasa dan hubungan suami istri selama tanggal-tanggal tersebut.

Ketiga, perempuan istihadhah, yaitu perempuan yang tidak henti mengalirkan darah, hukumnya apabila sebelum mengalami istihadhah dia adalah perempuan yang haidnya teratur dan tanggal haidnya diketahui jelas maka dia berhenti salat pada tanggal-tanggal tersebut setiap bulan. Setelah tanggal-tanggal tersebut, dia boleh mandi, salat, puasa dan berhubungan suami istri.

Dalil Tentang Haid Dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits

Ada banyak dalil yang menjelaskan tentang haid pada perempuan. Dalil ini dijelaskan melalui ayat Al-Qur’an dan beberapa hadits Rasulullah SAW.

1. Surat Al-Baqarah Ayat 222

Melalui Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Arab-Latin: Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qul huwa ażan fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi wa lā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn, fa iżā taṭahharna fa`tụhunna min ḥaiṡu amarakumullāh, innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

2. Surat Al-Baqarah Ayat 228

Allah SWT berfirman,

وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Arab-Latin: Wal-muṭallaqātu yatarabbaṣna bi`anfusihinna ṡalāṡata qurū`, wa lā yaḥillu lahunna ay yaktumna mā khalaqallāhu fī ar-ḥāmihinna ing kunna yu`minna billāhi wal-yaumil-ākhir, wa bu’ụlatuhunna aḥaqqu biraddihinna fī żālika in arādū iṣlāḥā, wa lahunna miṡlullażī ‘alaihinna bil-ma’rụfi wa lir-rijāli ‘alaihinna darajah, wallāhu ‘azīzun ḥakīm

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Mengutip buku Tafsir Ayat-Ayat Ahkam karya Syaikh Ahmad Muhammad Al-Hushari dijelaskan lafal quru pada ayat ini artinya haid dan dan suci. Ulama berpendapat, masa iddah perempuan berakhir setelah mengalami tiga kali haid. Mereka mengatakan, “Sehingga suci dari haid yang ketiga dan sudah mandi dari haid yang ketiga.”

3. Hadits Perbedaan Haid dan Istihadhah

Haid berbeda dengan istihadhah. Seorang yang haid tidak diperbolehkan salat, puasa dan berhubungan suami istri, sementara seorang yang istihadhah tetap diwajibkan salat, puasa dan boleh melakukan hubungan suami istri dalam keadaan tertentu.

Merujuk buku Minhajul Muslim, disebutkan perempuan yang mengalami istihadhah bisa membedakan darah hitam dan darah yang merah (kuning kecoklatan), mereka tidak salat di saat hari-hari darahnya hitam, lalu boleh mandi dan salat seusai mengalirnya darah hitam atau telah berganti kemerahan. Hal ini dengan catatan selama keluarnya darah hitam itu tidak lebih dari 15 hari.

Jika tidak bisa membedakan darahnya, baik darah hitam maupun lainnya, maka dia tidak salat setiap bulan selama masa haid yang paling umum yaitu enam atau tujuh hari, setelah itu mandi dan salat. Berikut beberapa hadits yang mendasarinya:

Aisyah RA berkata, “Suatu ketika, Fatimah binti Abi Hubaisy istihadhah. Rasulullah SAW bersabda, “Sebagaimana yang diketahui, darah haid itu berwarna hitam. Apabila darah itu keluar, maka berhentilah melaksanakan salat. Dan jika yang keluar darah selainnya, maka berwudhu dan salatlah.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)

Dalam hadits Asma bin Umais dari Abu Dawud, “Hendaklah orang yang haid itu duduk di atas bejana yang berisi air. Jika melihat warna kuning di permukaan airnya, maka hendaklah dia mandi untuk salat Dzuhur dan Ashar dengan satu kali mandi. Kemudian mandi satu kali untuk salat Maghrib dan Isya. Mandi untuk salat Subuh satu kali. Dan berwudhulah di antara masing-masing kedua waktu tersebut.”

Dalam hadits lain dari Hammah binti Jahsy berkata, “Saya beristidhah banyak sekali. Lalu saya menemui Nabi SAW untuk meminta nasihat. Beliau bersabda, “Itu adalah gangguan setan. Anggaplah masa haid itu eman atau tujuh hari, lalu mandilah. Apabila telah bersih, maka salatlah dua puluh empat atau dua puluh tiga hari. Lakukanlah puasa dan dirikan salat, karena hal seperti itu adalah cukup bagimu. Lakukanlah setiap bulan sebagaimana yang dilakukan perempuan haid lainnya. Jika kamu mampu mengakhirkan salat Dzuhur dan mempercepat salat Ashar (maka lakukanlah). Kamu mandi ketika telah bersuci, kemudian menjamak salat Zuhur dan Ashar. Kemudian (jika kamu mampu) mengakhirkan salat Maghrib dan mempercepat salat Isya kemudian mandi dan menjamak dua waktu salat tersebut, maka lakukanlah. Kemudian kamu mandi pada waktu Subuh dan lakukan salat Subuh.’ Beliau meneruskan ucapannya, ‘Ini adalah perkara yang paling aku sukai.” (HR Imam lima kecuali an Nasai)

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Membaca Ayat Kursi ketika Haid?


Jakarta

Dalam Islam, wanita haid tidak diperbolehkan melakukan ibadah seperti salat dan puasa. Larangan ini disebutkan dalam sejumlah hadits.

Salah satunya hadits dari Fathimah binti Abu Hubaisy. Ia menghadap Rasulullah SAW dan mengadukan masalah darah. Kemudian, Rasulullah SAW bersabda,

فَإِذَا أَقبَلَتْ حَيضَتُكِ فَدَعِي الصَّلاَةَ، وَإِذَا أَدبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي


Artinya: “Apabila datang masa haidmu, tinggalkanlah salat; dan jika telah berlalu, mandilah kemudian salatlah.” (HR Bukhari)

Selain salat dan puasa, wanita haid juga dilarang membaca Al-Qur’an. Menukil dari kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah oleh Muhammad Jawad Mughniyah terjemahan Masykur dkk, segala yang diharamkan bagi orang junub berlaku bagi wanita haid, salah satunya terkait larangan membaca Al-Qur’an.

Lantas bagaimana dengan hukum membaca Ayat Kursi ketika haid? Seperti diketahui, banyak manfaat yang terkandung dalam Ayat Kursi dan dapat diamalkan oleh muslim dari semua kalangan, termasuk wanita. Bacaan ini tercantum pada surah Al-Baqarah ayat 255.

Hukum Membaca Ayat Kursi ketika Haid

Membaca Ayat Kursi ketika haid sama halnya dengan membaca Al-Qur’an. Diterangkan dalam buku Taudhihul Adillah: Penjelasan tentang Dalil-dalil Thaharah (Bersuci) oleh M SYafi’i Hadzami, para ulama berbeda pendapat mengenai hukum membaca Al-Qur’an bagi wanita haid.

Mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa membaca Al-Qur’an ketika haid hukumnya haram. Sementara itu, ulama Malikiyyah berpandangan hukum membaca Al-Qur’an ketika haid boleh-boleh saja untuk pembacaan sedikit dan riwayat lainnya mengatakan boleh tanpa ada batasan.

Sementara itu, mazhab Syafi’i menjelaskan bahwa hukum membaca Al-Qur’an ketika haid dan junub haram. Ini berlaku untuk bacaan sedikit maupun banyak.

Pengharaman tersebut merujuk pada hadits dari Ibnu Umar RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Janganlah orang yang junub dan jangan pula orang haid membaca sesuatu daripada Al-Qur’an.” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Wanita Haid Boleh Membaca Ayat Kursi tanpa Menyentuh Mushaf

Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al Faifi dalam Al Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq yang diterjemahkan Tirmidzi dkk mengatakan bahwa larangan membaca Al-Qur’an bagi wanita haid dan muslim dalam keadaan junub merujuk pada pembacaan sambil memegang mushaf.

Orang-orang yang hafal Al-Qur’an diperbolehkan dan tidak diharamkan untuk membaca hafalannya tanpa menyentuh mushaf, ini sama halnya dengan wanita-wanita penghafal Al-Qur’an ketika haid. Mereka sah-sah saja membaca Al-Qur’an tanpa memegang mushafnya.

Begitu pula dengan membaca Ayat Kursi ketika haid. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Ayat Kursi merupakan salah satu bacaan Al-Qur’an.

Menurut buku Selalu Ada Jalan: 6 Solusi Hidup Orang Beriman karya Ninih Muthmainnah, wanita haid boleh membaca Al-Qur’an di ponsel dengan aplikasi. Ini mengacu pada pendapat Syaikh Khalid Al-Musyaiqih pada kitab Fiqh An-Nawazil fil ‘Ibadah.

Menurutnya, ponsel dengan aplikasi Al-Qur’an ataupun dalam bentuk soft file tidak dihukumi seperti mushaf Al-Qur’an yang memiliki syarat harus suci ketika menyentuh. Karenanya, wanita haid tetap boleh membaca Al-Qur’an melalui ponsel.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Wanita Mandi Junub Tanpa Membasahi Rambut?


Jakarta

Ketika mandi junub, muslim harus membasuh seluruh bagian tubuh termasuk rambut. Namun, terdapat perbedaan mengenai ketentuan tata cara antara pria dan wanita muslim.

Mandi junub adalah istilah membersihkan diri dari hadats besar. Menurut kitab Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Khamsah oleh Muhammad Jawad Mughniyah yang diterjemahkan Masykur dkk, setidaknya ada dua perkara yang menyebabkan muslim mandi junub yaitu ketika mengeluarkan air mani dan sehabis bersetubuh.

Perintah mandi junub tercantum dalam surah Al Maidah ayat 6,


…وَإِنْ كُنتُمْ حُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

Artinya: “Jika kamu junub maka mandilah…”

Rukun dari mandi junub adalah niat dan membasuh seluruh anggota tubuh. Diterangkan dalam kitab Fiqih Sunnah oleh Sayyid Sabiq terjemahan Kamaluddin, melewati salah satu rukun mandi junub hukumnya tidak sah.

Pada umumnya tak sedikit wanita muslim yang memiliki rambut panjang. Lalu bolehkah mereka mandi junub tanpa membasahi rambut?

Mandi Junub Tanpa Membasahi Rambut

Merujuk pada rukun mandi junub, membasahi seluruh anggota tubuh hukumnya wajib. Maka, tidak diperbolehkan mandi junub tanpa membasahi rambut yang mana berlaku bagi semua muslim, baik itu wanita maupun pria. Meski demikian, ada ketentuan tersendiri dalam syariat bagi wanita yang rambutnya panjang agar tidak merepotkan ketika membasuh rambutnya.

Menukil dari Tafsir Al-Asas oleh Darwis Abu Ubaidah, para istri Nabi Muhammad SAW memulai mandi junub dengan menyiram kepala bagian kanan. Setelah itu, barulah bagian kiri dan seluruh tubuhnya.

Jika muslimah berambut panjang, memakai konde, sanggul dan semisalnya diperbolehkan menyiram air dengan tiga kali siraman saja ke atas kepalanya tanpa membuka konde atau sanggul tersebut. Ini mengacu pada hadits dari salah satu istri Rasulullah SAW yaitu Ummu Salamah RA yang menceritakan bahwa ia pernah berkata pada Nabi Muhammad SAW,

“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku ini adalah seorang perempuan yang berambut tebal (panjang), apakah aku harus membukanya (konde, sanggul tersebut) untuk mandi janabah?” Rasulullah menjawab, “Tidak. Sesungguhnya cukuplah bagimu menyiram (menumpah)kan air ke atas kepalamu dengan tiga kali siraman (saja). Kemudian guyurlah tubuhmu, maka engkau telah bersih (telah suci).” (HR Muslim)

Turut diterangkan dalam Husnul Uswah Bima Tsabata Minallahi wa Rasulihi fin Niswah karya As-Sayyid Muhammad Shiddiq Khan terbitan Darul Falah, Tsauban RA berkata,

“Aku meminta fatwa kepada Rasulullah SAW tentang mandi junub. Maka beliau menjawab, ‘Untuk laki-laki, hendaklah dia mengguyurkan air ke rambut hingga sampai ke akar-akarnya. Sedangkan wanita tidak harus melakukannya yang seperti itu, dia cukup mengguyurkan air ke kepala dengan tiga kali guyuran’.” (HR Abu Daud)

Senada dengan itu Su’ad Ibrahim Shalih melalui karyanya yang bertajuk Ahkam Ibadat Al-Mar’ah fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah terjemahan Nadirsah Hawari mengatakan bahwa ketentuan tidak wajibnya mengurai rambut bagi wanita walaupun air tidak sampai ke dasar rambut, baik itu pilihan maupun terpaksa dimaksudkan untuk mempermudah. Dari Ubaid bin Umair berkata,

“Aisyah mendengar bahwa Abdullah bin ‘Amru memerintahkan kaum wanita untuk mengurai rambutnya ketika mereka mandi lalu Aisyah berkata, ‘Sungguh aneh jika Ibnu ‘Amru menyuruh para wanita mengurai rambutnya ketika mandi atau menyuruh mereka untuk mencukur rambutnya, padahal saya pernah mandi bersama Rasulullah SAW dari satu bejana. Selama ini, saya tidak pernah lebih dari menyiram kepala saya sebanyak tiga kali’.” (HR Muslim dan Ahmad)

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Penyebab Mandi Junub bagi Perempuan, Catat Hal yang Diharamkan saat Junub


Jakarta

Mandi junub merupakan suatu kewajiban yang dilakukan bagi seorang muslim yang mengalami kondisi-kondisi tertentu. Meskipun secara umum beberapa kondisi laki-laki dan perempuan sama, ada beberapa kondisi khusus yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan.

Selain memiliki persamaan dalam tata cara dan rukun mandi junub antara laki-laki dan perempuan, namun ada beberapa hal tambahan yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan. Berikut adalah beberapa hal yang membedakan dari penyebab mandi junub bagi perempuan.

Penyebab Mandi Junub bagi Perempuan

Merangkum buku Ringkasan Fiqih Mazhab Syafii yang ditulis oleh Musthafa Dib Al-Bugha, dan buku Fiqih Sunnah 1 Sayyid Sabiq, penyebab mandi jubun bagi perempuan umumnya sama seperti penyebab mandi junub bagi laki-laki, namun ada 2 hal yang menambahkannya, yaitu haid dan nifas.


1. Bertemunya Dua Kelamin atau Berhubungan Suami Istri

Mandi junub diwajibkan apabila dua alat kelamin laki-laki dan perempuan telah bertemu, yaitu ketika kepala penis (hasyafah al-dzakar) masuk ke vagina, meskipun tidak masuk seluruhnya, baik mengeluarkan air mani maupun tidak. Kewajiban mandi berlaku juga bagi istri yang dijimak (berhubungan dengan suaminya), baik ia mengeluarkan air mani maupun tidak mengeluarkannya.

Aisyah ra. menuturkan: “Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang seorang laki-laki yang menjimak istrinya, tetapi ia tidak mengeluarkan mani, apakah keduanya wajib mandi? Pada saat itu, ‘Aisyah sedang duduk. Lalu, Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku pun pernah melakukan hal tersebut bersama istriku ini (Aisyah), lalu kami mandi.” (HR. Al-Bukhari)

2. Keluar Air Mani (Cairan Orgasme)

Penyebab mandi junub bagi perempuan selanjutnya adalah air mani (cairan orgasme) yang keluar dari alat kelaminnya yang terlihat secara jelas. Bagi laki-laki, hal tersebut dapat dilihat ketika air mani keluar dari penisnya.

Sedangkan bagi perempuan, hal itu dapat dilihat ketika keadaan duduk jongkok atau saat buang air kecil atau besar. Kewajiban mandi junub juga berlaku jika air mani keluar saat bermimpi ketika tidur. Hal ini sesuai dengan hadis dari Aisyah RA yang menceritakan:

“Suatu ketika Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah RA, datang kepada Rasulullah SAW sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dengan kebenaran, apakah perempuan yang bermimpi diwajibkan mandi?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ya, jika ia melihat air (mani).'” (HR. Al-Bukhari)

Maksud mimpi dalam hadits tersebut adalah mimpi berhubungan dan telah terlihat air mani di bajunya ketika terbangun dari tidur. Diriwayatkan pula dari Aisyah RA yang berkata:

“Rasulullah SAW pernah ditanya tentang laki-laki yang mendapati bajunya basah (dari air mani), tetapi ia tidak ingat telah bermimpi. Beliau menjawab, ‘la wajib mandi.’ Beliau juga ditanya tentang laki-laki yang bermimpi, tetapi tidak mendapati air mani ketika bangun. Beliau menjawab, ‘Ia tidak wajib mandi.’ Ummu Salamah juga bertanya, ‘Bagaimana dengan perempuan yang mengalami hal seperti itu, apakah ia wajib mandi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ya, sesungguhnya perempuan itu sama halnya dengan laki-laki.'” (HR. Abu Dawud)

3. Meninggal Dunia

Meninggal dunia juga merupakan salah satu penyebab mandi junub bagi perempuan, dalil diwajibkannya perempuan mandi karena meninggal dunia adalah hadits dari Ummu ‘Athiyyah Al-Anshari RA yang mengatakan:

“Rasulullah SAW mendatangi kami ketika putrinya meninggal dunia. Lalu beliau berkata, ‘Mandikanlah ia tiga kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Haid

Haid adalah keluarnya darah dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat, yang berbeda dengan melahirkan atau pecahnya selaput darah.

Menurut pendapat mayoritas ulama, haid dimulai jika seorang wanita telah memasuki umur sembilan tahun. Jika seorang wanita melihat darah keluar sebelum usia sembilan tahun, darah tersebut bukanlah darah haid, tapi darah penyakit.

Darah haid pun bisa keluar sepanjang umur, tidak ada dasar yang menyatakan bahwa haid berakhir pada usia tertentu. Jadi, jika seorang wanita yang sudah tua dan melihat adanya darah yang keluar dari kemaluannya, maka darah tersebut adalah darah haid.

Berdasarkan hadits dari Aisyah RA, ia menceritakan:

“Sesungguhnya Rasulullah SAW berkata kepada Fathimah binti Abî Hubaisy RA, ‘Apabila masa haidmu datang, tinggalkan salat. Apabila masa haidmu berakhir, mandilah dan salat.” (HR. Al-Bukhari)

Warna darah yang dinyatakan sebagai darah haid adalah sebagai berikut:

  1. Hitam. Ini berdasarkan hadits dari Fathimah binti Abu Hubaisy, bahwasanya ia sering mengeluarkan darah. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Jika darah yang keluar adalah haid, maka warnanya adalah hitam yang dapat dikenali. Jika terdapat darah yang berwarna seperti itu, maka berhentilah mengerjakan salat! Jika berwarna lain, hendaknya tetap wudhu dan melaksanakan, karena ia hanyalah darah penyakit” (HR. Abu Daud, Nasai, Ibnu Hibban dan Daraguthni)
  2. Kemerahan, yang merupakan warna asli darah.
  3. Kekuningan, ini biasanya dapat dilihat kaum perempuan seperti nanah, tapi lebih kental dan agak menguning.
  4. Keruh, yaitu berwarna antara putih dengan hitam seperti air yang kotor. Hal ini berdasarkan hadits Algamah bin Abu Algamah dari ibunya, Marjanah, yang dulunya seorang hamba sahaya lantas dibebaskan oleh Aisyah RA. Ia berkata bahwa beberapa wanita mengirimkan suatu wadah yang di dalamnya terdapat kapas yang berwarna kekuningan bekas terkena darah haid. Mereka bertanya tentang kewajiban shalat, lalu Aisyah menjawab, “Jangan tergesa-gesa (mengerjakan shalat) sampai kalian melihat warna kapas itu putih.” (HR. Malik dan Muhammad bin Al-Hasan)

5. Nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah ia melahirkan, hal ini juga berlaku jika ia keguguran. Jika seorang wanita melahirkan dan darah yang keluar setelah melahirkan terhenti, atau tidak mengeluarkan darah lagi, maka masa nifasnya telah berakhir dan ia wajib mengerjakan salat, puasa, dan ibadah yang lain.

Sementara itu, batas maksimal nifas adalah empat puluh hari. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Salamah RA, ia berkata, “Pada masa Rasulullah, ada seorang wanita yang sedang nifas dan ia tidak melakukan (ibadah) apapun selama empat puluh hari.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Tirmidzi menambahkan, “Para sahabat Rasulullah SAW, tabiin, dan generasi berikutnya sepakat bahwa wanita yang sedang nifas meninggalkan salat selama empat puluh hari, kecuali apabila ia sudah suci sebelum habis masa tersebut, maka mereka diwajibkan mandi dan mengerjakan salat. Jika darah tetap keluar setelah empat puluh hari, mayoritas ulama berpendapat, ia tidak dibolehkan meninggalkan salat setelah lewat empat puluh hari.”

6 Perkara yang Diharamkan ketika Haid dan Nifas

Haid dan nifas adalah dua alasan utama yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan. Oleh karena itu, sebelum perempuan mandi junub, ada perkara-perkara yang haram dilakukan oleh perempuan dalam masa haid dan nifasnya.

Berikut adalah di antara hal-hal tersebut yang dikutip dari buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu Wahbah Az-Zuhaili.

1. Salat

Wanita yang sedang haid dan nifas diharamkan melakukan salat. Hal ini berdasarkan hadits dari Fatimah binti Abi Hubaisy, “Apabila engkau didatangi haid, hendaklah engkau tinggalkan salat.”

Begitu pun menurut ijma ulama, kewajiban salat wanita yang haid dan nifas menjadi gugur dan ia tidak perlu mengqadanya.

Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah ra., ia berkata “Semasa kami sedang haid, kami disuruh oleh Rasulullah SAW supaya mengqada’ puasa dan kami tidak disuruh supaya mengqada’ salat.”

2. Puasa

Wanita yang haid atau nifas diharamkan pula untuk berpuasa, karena datangnya haid tersebut akan menghalangi sahnya puasa. Tetapi, mereka tetap wajib mengqadanya ketika telah mandi junub.

Seperti hadits yang telah dipaparkan sebelumnya, wanita yang sedang haid dan nifas hendaklah mengqada’ puasa mereka, tetapi tidak perlu mengqada’ salatnya.

Dalam riwayat lain, dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan kepada wanita-wanita, “Bukankah saksi perempuan sama dengan separuh saksi lelaki?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW berkata, “ltu karena kekurangan akalnya. Bukankah apabila dia haid dia tidak salat dan tidak berpuasa?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW berkata, “ltu adalah karena kurangnya agama.” (HR. Bukhari)

3. Thawaf

Dalam menjalankan thawaf, seseorang memerlukan thaharah atau dalam keadaan suci. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid tidak sah melakukan thawaf.

Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah ra., “Apabila kamu didatangi haid, lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang mengerjakan haji. Tetapi, kamu tidak boleh thawaf di Ka’bah kecuali setelah kamu bersuci.” (Muttafaq ‘Alaih)

4. Memegang, Membawa, Membaca Al-Qur’an

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Seorang yang haid dan orang yang berjunub janganlah membaca apa pun dari Al-Qur’an.”

Dijelaskan pula bahwa orang yang berjunub, haid, atau nifas tidak makruh melihat Al-Qur’an, menulis Al-Qur’an dan nama Allah SWT di atas uang (uang perak), mihrab masjid, dinding, dan di atas hamparan.

Sementara itu, makruh hukumnya jika membaca Al-Qur’an di tempat mandi, bilik air, dan di tempat pembuangan sampah. Namun, tidak dimakruhkan menulis satu ayat di atas lembaran kertas. Dengan syarat, lembaran itu terpisah dengan penulis, kecuali jika dia menyentuhnya dengan tangannya.

5. Masuk, Duduk, dan l’tikaf di dalam Masjid

Larangan ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Aku tidak menghalalkan bagi orang haid atau junub memasuki masjid.”

Meski demikian, hal ini dibolehkan jika ia yakin tidak akan mengotori masjid. Karena, hukum mengotori masjid dengan najis atau kotoran lainnya seperti darah haid dan nifas adalah haram.

Sebagaimana Aisyah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Ambilkan aku sajadah (tikar) dari masjid. Maka aku menjawab, ‘Aku sekarang sedang haid.’ Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Sesungguhnya haidmu tidak terletak di tanganmu.'”

6. Bersetubuh Meskipun dengan Penghalang

Pendapat ini telah disepakati oleh seluruh ulama. Menurut jumhur ulama selain ulama Hambali, bersetubuh pada bagian tubuh yang berada di antara pusar dan lutut juga dilarang. Larangan ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ ۝٢٢٢

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.” Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Adapun “bermain-main” di selain tempat itu adalah dibolehkan. Oleh karena itu, boleh mencium, mendekap, menyentuh, dan lain-lain di tempat selain bagian antara pusar dan lutut.

Dalam riwayat lain, hadits dari Masruq bin Aida’, ia mengatakan, “Aku bertanya kepada Aisyah RA, ‘Apakah yang boleh dilakukan oleh lelaki terhadap istrinya yang sedang haid?’ Dia menjawab,’Semua perkara kecuali kemaluan!'” (HR. Bukhari)

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Doa dan Niat Mandi Wajib setelah Haid Lengkap dengan Tata Caranya


Jakarta

Doa dan niat mandi wajib setelah haid dapat diamalkan oleh muslimah. Pada dasarnya, niat termasuk rukun yang harus dipenuhi agar mandi junub sah.

Menukil dari Ahkam Ibadat Al-Mar’ah fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah oleh Su’ad Ibrahim Shalih yang diterjemahkan Nadirsah Hawari, Islam mensyariatkan wanita muslim untuk mandi wajib jika sudah selesai masa haidnya. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ


Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Selain itu, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW turut menerangkan terkait kewajiban mandi wajib setelah haid. Beliau bersabda,

“Apabila kamu datang haid hendaklah kamu meninggalkan salat. Apabila darah haid berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan salat.” (HR Bukhari)

Niat Mandi Wajib setelah Haid

Mengutip dari buku Fiqh Ibadah oleh Zaenal Abidin, berikut bacaan niat mandi wajib setelah haid bagi muslimah.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala

Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadats besar dari haid karena Allah Ta’ala.”

Doa Mandi Wajib setelah Haid

Setelah mandi wajib haid, muslimah bisa melanjutkannya dengan berdoa. Mengutip buku Praktik Mandi Janabah Rasulullah Menurut Empat Madzhab yang ditulis Isnan Anshory, berikut bacaan doa setelah mandi wajib:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Arab latin: Asyhadu an laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluhu, allahumma-jalni minattawwabina, waj-alni minal-mutathahirrina

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri.”

Langkah-langkah Mandi Wajib setelah Haid

Mengacu pada sumber yang sama, ada sejumlah tata cara yang perlu dipahami muslim ketika melakukan mandi wajib. Berikut langkah-langkahnya,

  1. Berwudhu seperti akan salat
  2. Membaca niat mandi wajib setelah haid
  3. Tuangkan air dari ujung kepala sampai ujung kaki sambil dibasuh, ini dilakukan sebanyak tiga kali
  4. Guyur anggota tubuh bagian kanan dan kiri, masing-masing tiga kali
  5. Gosoklah seluruh anggota tubuh
  6. Sela bagian dalam rambut
  7. Perempuan yang berambut panjang tidak wajib membuka ikatan rambut, namun akar rambut harus basah dan terkena air
  8. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar daerah lipatan tubuh
  9. Lanjutkan mandi seperti biasa
  10. Jika sudah selesai, bilas sampai bersih
  11. Baca doa setelah mandi wajib

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Niat dan Doa Mandi Wajib setelah Haid dengan Tata Caranya


Jakarta

Haid adalah siklus alami yang dialami oleh perempuan. Selama masa haid, perempuan tidak diperbolehkan melakukan ibadah-ibadah tertentu yang mensyaratkan kesucian, seperti salat, puasa, atau menyentuh mushaf Al-Qur’an.

Begitu selesai, seorang perempuan harus melaksanakan mandi wajib setelah haid sebagai bentuk penyucian diri agar dapat kembali menjalankan ibadah dengan sempurna.

Melalui mandi wajib, muslimah tidak hanya membersihkan tubuhnya secara fisik, tetapi juga mengembalikan kesucian rohani yang menjadi syarat dalam melaksanakan ibadah-ibadah. Tata cara mandi wajib diawali dengan niat dan diakhiri doa. Berikut penjelasan selengkapnya.


Bacaan Niat Mandi Wajib setelah Haid

Dijelaskan dalam buku Pengantar Ushul Fiqih dan Qawa’idul Fiqhiyyah karya Rosidin, tujuan utama niat adalah untuk membedakan ibadah dari adat kebiasaan serta membedakan tingkatan setiap ibadah. Berikut bacaan niat mandi wajib.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْحَيْضِ لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin haidhi lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar yang disebabkan haid karena Allah Ta’ala.”

Tata Cara Mandi Wajib Setelah Haid

Tata cara mendi wajib setelah haid sama seperti mandi wajib pada umumnya. Berikut tata cara lengkap mandi wajib setelah haid yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW, seperti dirangkum dari buku Tuntunan Lengkap Sholat Wajib, Sunah, Doa, dan Zikir karya Zakaria R. Rachman:

  1. Mandi wajib setelah haid dimulai dengan niat tulus untuk mengangkat hadas besar.
  2. Langkah pertama adalah membasuh kedua tangan sebanyak tiga kali.
  3. Selanjutnya, bersihkan area kemaluan menggunakan tangan kiri. Setelah itu, tangan kiri dianjurkan untuk dibersihkan kembali.
  4. Sebelum mengguyur tubuh, disunnahkan untuk berwudhu seperti hendak melaksanakan sholat.
  5. Siramkan air ke kepala sebanyak tiga kali dan pastikan seluruh bagian kepala, termasuk kulit kepala basah terkena air.
  6. Pastikan air terkena mencapai pangkal rambut, terutama bagi yang memiliki rambut panjang.
  7. Siramkan air ke seluruh tubuh, mulai dari bagian kanan, diikuti bagian kiri, hingga semua anggota tubuh basah merata.
  8. Terakhir, cuci kedua kaki sebanyak tiga kali, dimulai dengan kaki kanan kemudian kaki kiri.
  9. Rasulullah SAW memberikan teladan untuk tidak boros menggunakan air. Beliau hanya menggunakan satu sha’ air, yang setara dengan sekitar tiga liter, saat mandi wajib. Dari Anas RA, “Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dengan satu sha’ (±3 liter) sampai lima mud dan wudhu dengan satu mud (±3% liter).” (HR Bukhari dan Muslim)

Bacaan Doa Mandi Wajib setelah Haid

Fatkhur Rahman menjelaskan dalam bukunya Pintar Ibadah bahwa bacaan doa setelah mandi wajib setelah haid pada dasarnya sama dengan doa setelah wudhu. Berikut adalah bacaan doa setelah mandi wajib setelah haid yang dikutip dari buku Malaikat Pun Mengamini: Kumpulan Doa Penggapai Rida Ilahi karya Hamdan Hamedan:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Asyhadu allaa llaaha illallaah wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu. Allaahummaj’alnii minat-tawwabiina, waj’alnii minal- muta-thahiriina.

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (Yang berhak disembah) melainkan Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang (yang senang) bersuci.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com