Tag Archives: hanbali

Hukum Sholat Berjamaah di Masjid Bagi Laki-Laki


Jakarta

Sholat berjamaah memiliki keutamaan yang luar biasa dibandingkan sholat sendiri. Umumnya, sholat berjamaah dipimpin oleh seorang imam dan diikuti oleh makmum.

Mengutip dari buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII oleh H Ahmad Ahyar & Ahmad Najibullah, jamaah artinya berkumpul. Dengan begitu, sholat berjamaah dimaknai sebagai sholat yang dikerjakan secara bersama-sama paling sedikit dua orang, seorang menjadi imam dan seorang menjadi makmum.

Dalil terkait sholat berjamaah mengacu pada surah An Nisa ayat 102,


…وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوٓا۟ أَسْلِحَتَهُمْ

Artinya: “Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata mereka…”

Lantas, apa hukum sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki?

Sholat Berjamaah di Masjid bagi Laki-laki Hukumnya Apa?

Wahbah Az Zuhaili melalui Fiqhul Islam wa Adillathuhu terbitan Gema Insani menjelaskan bahwa sholat berjamaah hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan bagi setiap muslim, baik itu laki-laki maupun perempuan.

Selain itu, menurut Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani dalam kitab Shalatul Mu’min mengatakan hukum sholat berjamaah adalah fardhu ain bagi seluruh laki-laki yang telah baligh dan mampu melaksanakannya, baik bermukim dalam sebuah wilayah maupun musafir. Pendapat ini mengacu pada sejumlah dalil Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum sholat berjamaah bagi ulama mazhab. Para ulama salaf beserta ahli fikih menganggap bahwa sholat berjamaah hukumnya wajib.

Sementara itu, mazhab Syafi’i, mazhab Maliki, dan salah satu pandangan dalam Hanbali menyatakan hukumnya adalah fardhu kifayah.

Adapun, pengikut aliran Hanafi dan mayoritas Malikiyah serta banyak ulama Syafi’iyah menyebut hukumnya sunnah muakkad.

Ada juga yang menganggapnya fardhu ain sekaligus syarat sahnya sholat, yaitu pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan sekelompok ulama salaf serta pengikut Imam Ahmad.

Keutamaan Sholat Berjamaah bagi Muslim

Mengutip dari buku Panduan Sholat Rosulullah 2 oleh Imam Abu Wafa, berikut beberapa keutamaan sholat berjamaah bagi muslim.

  1. Pahalanya dilipatgandakan
  2. Didoakan oleh malaikat
  3. Dosanya diampuni
  4. Derajatnya ditinggikan
  5. Setara dengan pahala sholat malam
  6. Mendapat jamuan di surga
  7. Terbebas dari api neraka

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Rasulullah Larang Semir Rambut dengan Warna Hitam, Ini Haditsnya


Jakarta

Islam memperbolehkan menyemir rambut. Namun, ada satu warna yang harus dihindari, yaitu hitam.

Larangan menyemir rambut dengan warna hitam ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan dari Jabir RA sebagaimana dinukil Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin. Larangan ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ : أُتِيَ بِأَبِي قُحَافَةَ وَالِدِ أَبِي بَكْرِ الصِّدِّيقِ مَا ، يَومَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا . فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ : غَيِّرُوا هَذَا وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ . رواه مسلم


Artinya: “Dari Jabir RA, dia berkata: Pada hari penaklukkan Kota Makkah Abu Quhafah dibawa ke hadapan Rasulullah SAW dengan rambut dan jenggotnya yang memutih seperti pohon tsaghamah (pohon yang daun dan buahnya putih). Maka Rasulullah SAW bersabda, “Rubahlah (warna celupan ini) dan jauhilah warna hitam.” (HR Muslim)

Menurut penjelasan dalam kitab Riyadhus Shalihin, hadits larangan menyemir rambut dengan warna hitam tersebut mengandung pelajaran untuk menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam segala aspek sekalipun itu hal remeh.

Hukum Menyemir Rambut Selain Warna Hitam

Para ulama berbeda pendapat terkait hukum menyemir rambut selain warna hitam. Dijelaskan dalam At-Tasyabbuh Al-Manhy Anhu fii Al-Fiqhi Al-Islami karya Jamil bin Habil Al-Luwaihiq yang diterjemahkan Asmuni, jumhur ulama dari kalangan mazhab Syafi’i, Hanbali, dan lainnya berpandangan bahwa itu sunnah.

Sementara ulama lain seperti Imam Malik berpendapat mewarnai rambut selain dengan warna hitam hukumnya mubah. Pendapat Imam Malik yang diutarakan dalam Al-Muwaththa ini kemudian menjadi pendapat jamaah dari kalangan ulama.

Terkait warna yang dianjurkan sebagaimana disebutkan dalam hadits adalah warna merah atau kuning. Sebagaimana Abu Umamah RA berkata, “Suatu hari Rasulullah SAW keluar menuju pada syaikh dari kalangan Ashar yang mereka telah memutih jenggotnya. Maka beliau berkata, ‘Wahai sekalian golongan Anshar merahkanlah atau kuningkanlah dan berbedalah dengan ahli kitab’.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya)

Larangan Mencabut Uban

Dalam kitab Riyadhus Shalihin terdapat hadits yang berisi larangan mencabut uban, baik uban pada jenggot, kepala, maupun lainnya. Dikatakan, uban akan menjadi cahaya bagi muslim pada hari kiamat kelak.

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ ، قَالَ : (( لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ ؛ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ )) حَدِيْثٌ حَسَنٌ ، رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ، وَالتَّرْمِذِيُّ، وَالنَّسَائِيُّ بِأَسَانِيْدَ حَسَنَةٍ ، قَالَ التَّرْمِذِيُّ : (( هُوَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) .

Artinya: “Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, dari Nabi SAW beliau bersabda, ‘Janganlah kalian mencabut uban, karena sesungguhnya ia menjadi cahaya bagi orang muslim pada hari kiamat’.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan an-Nasa’i dengan sanad-sanad hasan)

Hadits tersebut dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Iftitah Muhammadiyah: Arab, Latin dan Artinya


Jakarta

Membaca doa iftitah termasuk sunnah dalam sholat, menurut mayoritas ulama mazhab. Bacaan doa iftitah bervariasi.

Doa iftitah dibaca setelah takbiratul ihram tepatnya sebelum membaca surah Al-Fatihah. Dikutip dari buku Ritual Sholat Rasulullah SAW Menurut 4 Mazhab tulisan Isnan Ansory, doa ini juga dikenal dengan nama doa istiftah, doa tsana, atau doa tawajuh.

Para ulama sepakat bahwa membaca bacaan iftitah bukanlah rukun sholat, artinya sholat tetap sah walaupun tanpa membacanya. Namun, ada perbedaan pendapat mengenai kesunahannya.


Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali memandang membaca bacaan iftitah dalam sholat adalah sunnah. Ini berarti meskipun tidak wajib, membaca iftitah dianjurkan untuk menambah kesempurnaan sholat.

Sementara itu, mazhab Maliki berpendapat membaca bacaan iftitah tidak disunnahkan, bahkan mereka menganggapnya makruh atau bid’ah. Alasan di balik pandangan ini adalah kekhawatiran bahwa menambahkan bacaan di luar yang diwajibkan dalam sholat dapat dianggap sebagai kewajiban, sehingga menambah unsur yang bukan bagian asli dari sholat.

Ada banyak bacaan doa iftitah sebagaimana terdapat dalam hadits. Umat Islam Indonesia khususnya warga Muhammadiyah biasa membaca doa iftitah yang bersumber dari hadits Abu Hurairah RA.

Bacaan Iftitah Muhammadiyah Arab, Latin dan Artinya

Berikut bacaan iftitah Muhammadiyah dilansir dari situs resmi Suara Muhammadiyah.

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا ، كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ ، وَالثَّلْجِ ، وَالبَرَدِ

Arab latin: Allahumma baaid baynii wa bayna khotoyaaya kamaa baa’adta baynal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii min khotoyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas. Allahummagh-silnii min khotoyaaya bil maa-iwats tsalji wal barod.

Artinya: “Wahai Allah jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana engkau jauhkan antara timur dan barat, ya Allah bersihkanlah aku dari kesalahan sebagaimana bersihnya baju putih dari kotoran, ya Allah basuhlah kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan air dingin.”

Bacaan Iftitah Versi Lain

Selain bacaan tersebut, berikut sejumlah bacaan iftitah yang pernah digunakan oleh sahabat Nabi Muhammad SAW.

1. Bacaan Iftitah dari Hadits Ali bin Abi Thalib RA

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ.

اللهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي، وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ بَ إِلَّا إِلَّا أَنْتَ، أَنْتَ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Arab latin: Wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas-samaawaati wal-ardha haniifan, wa maa ana minal-musyrikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil-‘aalamiin, laa syariika lahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal-muslimiin.

Allahumma anta al-malik, laa ilaaha illa anta, anta rabbii wa ana ‘abduka, dhalamtu nafsii, wa’taraftu bidzanbii faghfirlii dzunuubii jamii’an, innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illaa anta. Wahdinii li-ahsanal-akhlāqi laa yahdii li-ahsanihaa illaa anta, wasrif ‘annii sayyi’ahaa laa yashrifu ‘annii sayyi’ahaa illaa anta.
Labbayka wa sa’dayka wal-khayru kulluhu biyadayka wasy-syarru laisa ilayka, ana bika wa ilayka, tabaarakta wa ta’aalayta, astaghfiruka wa atuubu ilayka.

Artinya: “Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri sedangkan aku bukan bagian dari orang musyrik. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Tiada sekutu baginya dan dengan itulah aku diperintahkan. Dan aku termasuk bagian dari orang-orang muslim.

Artinya: Ya Allah, Engkau adalah Raja, tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Engkaulah Rabbku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku, dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku seluruhnya, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukilah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Dan palingkan/ jauhkanlah aku dari kejelekan akhlak dan tidak ada yang dapat menjauhkanku dari kejelekan akhlak kecuali Engkau. Labbaika (aku terus-menerus menegakkan ketaatan kepada-Mu) dan sa’daik (terus bersiap menerima perintah-Mu dan terus mengikuti agama-Mu yang Engkau ridhai). Kebaikan itu seluruhnya berada pada kedua tangan- Mu, dan kejelekan itu tidak disandarkan kepada-Mu. Aku berlindung, bersandar kepada-Mu dan Aku memohon taufik pada-Mu. Mahasuci Engkau lagi Mahatinggi. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

2. Bacaan Iftitah dari Hadits Umar bin Khattab RA 1

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، تَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهُ غَيْرُكَ.

Arab latin: Subhaanaka allaahumma wa bihamdika, tabaarakasmuka, wa ta’aalaa jadduka, wa laa ilaaha ghayruka.

Artinya: “Maha suci Engkau ya Allah, aku memuji-Mu, Maha berkah Nama-Mu. Maha tinggi kekayaan dan kebesaran-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau.”

3. Bacaan Iftitah dari Hadits Umar bin Khattab RA 2

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا.

Arab latin: Allaahu akbaru kabiiraa, walhamdu lillaahi katsiiraa, wa subhaanallaahi bukratan wa ashiilaa.

Artinya: “Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Mahasuci Allah pada waktu pagi dan petang.”

4. Bacaan Iftitah dari Hadits Ja’far bin Abdillah

إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ. اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَعْمَالِ وَأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَقِنِي سَيِّئَ الْأَعْمَالِ وَسَيِّئَ الْأَخْلَاقِ لَا يَقِي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ.

Arab latin: Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil-‘aalamiin, laa syariika lahu, wa bidzaalika umirtu wa ana minal-muslimiin.

Allahumma ihdinii li-ahsanil-a’maali wa ahsanil-akhlaaqi, laa yahdii li-ahsanihaa illaa anta, waqinii sayyi’al-a’maali wa sayyi’al-akhlaaqi, laa yaqiinii sayyi’ahaa illaa anta.

Artinya: “Sesungguhnya sholatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.

Ya Allah, tunjukilah aku kepada amalan yang terbaik dan akhlak yang terbaik, tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepada amalan dan akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Jagalah aku dari amal yang buruk dan akhlak yang jelek, tidak ada yang dapat menjaga dari amal dan akhlak yang buruk kecuali Engkau.”

5. Bacaan Iftitah dari Hadits Anas bin Malik RA

الْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ

Arab latin: Alhamdulillaahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiih.

Artinya: “Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, yang baik, lagi diberkahi di dalamnya.”

6. Bacaan Iftitah dari Hadits Ibnu Abbas RA

اللهمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ فَيَّامُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ. أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ

. اللهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَأَخَرْتُ، وَأَسْرَرْتُ وَأَعْلَنْتُ، أَنْتَ إِلهِي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.

Arab latin: Allahumma lakal-hamdu anta nuurus-samaawaati wal-ardhi wa lakal-hamdu anta qayyimus-samaawaati wal-ardhi wa lakal-hamdu anta rabbus-samaawaati wal-ardhi wa man fiihinna. Antal-haqqu, wa wa’duka al-haqqu, wa qawluka al-haqqu, wa liqaa’uka haqqun, wal-jannatu haqqun, wan-naaru haqqun, was-saa’atu haqqun.

Allahumma laka aslamtu, wa bika aamantu, wa ‘alayka tawakkaltu, wa ilayka anabtu, wa bika khaasumtu, wa ilayka haakamtu, faghfir lii maa qaddamtu wa maa akhkhartu wa maa asrartu wa maa a’lantu, anta ilaahii laa ilaaha illaa anta.

Artinya: “Ya Allah, hanya milik-Mu lah segala pujian, Engkau adalah pemberi cahaya langit-langit dan bumi. Hanya milik-Mu lah segala pujian, Engkau-lah pemelihara langit-langit dan bumi. Hanya milik-Mu lah segala pujian, Engkau-lah yang terus menerus mengurusi langit-langit dan bumi beserta makhluk yang ada di dalamnya. Engkau adalah al-Haq (Dzat yang pasti wujudnya), janji-Mu benar, ucapan-Mu benar, perjumpaan dengan-Mu benar, surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya, dan hari kebangkitan itu benar (akan terjadi).

Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah diri, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakkal, hanya kepada-Mu aku kembali, dan demi-Mu aku berdebat (terhadap para pengingkarmu), hanya kepada-Mu aku berhukum. Maka ampunilah dosa-dosa yang telah kuperbuat dan yang belakangan kuperbuat, ampunilah apa yang aku rahasiakan dan apa yang kutampakkan. Engkaulah Tuhanku, tiada tuhan selain Engkau.”

Cara Membaca Doa Iftitah

Bacaan iftitah dalam sholat dibaca di awal sebagai bagian dari permulaan ibadah. Untuk memberikan penjelasan yang lebih mendetail, berikut ini langkah-langkah awal dalam tata cara sholat berdasarkan panduan dari buku Risalah Tuntunan Sholat Lengkap karya Moh. Rifai:

1. Berdiri tegak menghadap kiblat dengan posisi yang benar.

2. Angkat kedua tangan sambil mengucapkan takbir.

3. Lanjutkan dengan membaca bacaan iftitah.

4. Setelah itu, baca surah Al-Fatihah dan teruskan dengan rukun-rukun sholat selanjutnya seperti biasa.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com