Tag Archives: harta

Sedekah Tidak akan Mengurangi Harta, Ini Dalilnya


Jakarta

Sedekah adalah amalan ringan berpahala besar. Definisi dari sedekah sendiri ialah segala pemberian sesuatu dari seorang muslim kepada yang berhak menerimanya secara ikhlas dan mengharap ridha Allah SWT.

Dalil mengenai sedekah tercantum dalam sejumlah ayat Al-Qur’an, salah satunya surah Al Baqarah ayat 245.

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ


Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

Menurut buku Dikejar Rezeki dari Sedekah oleh Fahrur Muis MAg, dalam hadits riwayat muslim dikatakan bahwa jika seorang muslim tidak mampu bersedekah dengan harta maka ia bisa membaca takbir, tahmid, tasbih, tahlil, dan lain sebagainya.

Hukum bersedekah sangat dianjurkan atau sunnah muakkad. Keutamaan sedekah sendiri sangat banyak.

Para ahli fikih menerangkan sedekah lebih utama jika diberikan secara diam-diam ketimbang terang-terangan. Ini sejalan dengan sebuah hadits yang mana ketika Rasulullah SAW ditanya sedekah apa yang paling utama, beliau menjawab:

“(Sedekah) secara sembunyi-sembunyi kepada orang fakir dan sekemampuan orang yang sedikit harta,” Allah telah memuji orang yang sangat merahasiakan sedekah. Nabi bersabda, “Ketika Allah menciptakan bumi yang membentang, Dia menciptakan gunung dan memancangkan di atasnya sehingga menjadi stabil. Malaikat pun takjub dengan penciptaan gunung. Ia bertanya, “Wahai Rabb, adalah makhluk-Mu yang lebih kuat dari gunung?”, Dia menjawab, “Ya (ada), besi.” Malaikat bertanya lagi, “Wahai Rabb adakah makhluk-Mu yang lebih kuat dari besi?” Dia menjawab, “Ya (ada), api.” Ia bertanya, “Wahai Rabb adakah makhluk-Mu yang lebih kuat dari api?” Dia menjawab, “Ya (ada), angin.” Ia bertanya, “Wahai Rabb adakah makhluk-Mu yang lebih kuat dari angin?”, Dia menjawab, “Ya (ada), yaitu anak Adam yang bersedekah dengan tangan kanannya yang ia sembunyikan dari tangan kirinya,” (HR Tirmidzi)

Dalil Sedekah Tidak Mengurangi Harta

Sedekah tidak akan mengurangi harta seseorang. Hal ini diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:

“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR Muslim)

Harta yang dimiliki seseorang tidak akan berkurang karena sedekah. Justru sebaliknya, harta tersebut akan ditutup dengan pahala dan kian bertambah kelipatannya menjadi banyak. Allah SWT berfirman dalam surah As Saba ayat 39,

قُلْ إِنَّ رَبِّى يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ وَيَقْدِرُ لَهُۥ ۚ وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن شَىْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُۥ ۖ وَهُوَ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ

Artinya: Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.

Bahkan orang yang bersedekah akan dibalas rezekinya hingga 700 kali lipat. Hal ini dikatakan dalam hadits Nabi SAW yang berbunyi,

“Barangsiapa yang menginfakkan kelebihan hartanya di jalan Allah SWT, maka Allah akan melipatgandakannya dengan tujuh ratus (kali lipat). Dan barangsiapa yang berinfaq untuk dirinya dan keluarganya, atau menjenguk orang sakit, atau menyingkirkan duri, maka mendapatkan kebaikan dan kebaikan dengan sepuluh kali lipatnya. Puasa itu tameng selama ia tidak merusaknya. Dan barangsiapa yang Allah uji dengan satu ujian pada fisiknya, maka itu akan menjadi penggugur (dosa-dosanya).” (HR Ahmad)

Karenanya, jangan pernah ragu untuk bersedekah karena Allah SWT akan menggantinya berkali-kali lipat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

10 Contoh Sedekah Nonmateri yang Mudah Dilakukan


Jakarta

Sedekah adalah salah satu amalan yang dianjurkan dikerjakan oleh setiap muslim. Sedekah tak hanya berupa materi, tapi bisa juga nonmateri.

Seorang muslim yang bersedekah akan mendapatkan banyak keutamaan yang mulia. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya sedekah seorang muslim menambah umur, menolak mati dalam keadaan su’ul khatimah, dan dengannya Allah menghilangkan sifat sombong dan angkuh.” (HR Thabrani)

Biasanya, seorang muslim bersedekah dengan mengeluarkan materi atau hartanya. Tetapi sedekah tidak hanya sekedar materi, namun yang bersifat nonmateri juga dapat dijadikan sebagai bahan sedekah.


Dirangkum dari buku Mengapa Sedekahku Tak Dibalas? karya Ahmad Zacky el-Syafa, seorang hamba yang ditakdirkan memiliki kelebihan rezeki dapat bersedekah kapanpun ia mau dengan hartanya tersebut. Sedangkan seorang hamba yang tidak memiliki kelebihan rezeki dapat bersedekah dengan segala sesuatu yang bukan harta. Berikut contoh sedekah non materi.

Contoh Sedekah Nonmateri

Terdapat banyak contoh sedekah nonmateri yang dapat dilakukan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semua perbuatan tersebut akan sah jika dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT. Beberapa contoh sedekah nonmateri seperti yang dirangkum dari sumber sebelumnya dan buku Cantik dengan Sedekah karya Indriya Rusmana Dani dan Muthia Esfand sebagai berikut.

1. Membaca Tasbih, Tahlil, dan Tahmid

Orang yang tidak mampu bersedekah dengan materi dapat menggantinya dengan membaca tasbih, tahlil, dan tahmid. Bahkan, Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk membaca tiga bacaan tersebut. Selain bernilai ibadah kepada Allah SWT, ketiga kalimat itu juga menjadi pemberat amal baik ketika di akhirat kelak.

Rasulullah SAW bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah dan hubungan intim kalian (dengan istri) adalah sedekah.”

Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang diantara kami yang melampiaskan syahwatnya mendapatkan pahala?” Rasulullah SAW menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya kepada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR Muslim)

Pasti setiap orang pernah melihat orang yang salah jalan dan sebagainya. Maka tugas sebagai orang yang beriman adalah membantunya untuk menunjukkan jalan yang benar.

Ternyata, menunjukkan jalan adalah salah satu contoh sedekah nonmateri. Rasulullah SAW bersabda, “Memberikan petunjuk kepada orang yang tersesat adalah sedekah bagimu, menuntun orang yang kurang baik penglihatannya adalah sedekah bagimu.” (HR Tirmidzi)

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda, “Memberi petunjuk kepada seorang tunanetra, memberi isyarat kepada seorang tunarungu, menuntun orang yang meminta petunjuk atas kebutuhannya adalah sedekah.” (HR Ahmad)

3. Mengajarkan Ilmu kepada Muslim Lainnya

Seseorang sudah semestinya mengamalkan (mengajarkan) ilmunya kepada orang lain. Sebab, ilmu yang diajarkan tidak akan pernah berkurang, justru akan semakin bertambah.

Salah satu keutamaan mengajarkan ilmu adalah bernilai sedekah. Selain itu, telah disebutkan dalam sebuah riwayat oleh Sahl bin Anas bin Muadz dari ayahnya, “Barang siapa yang mengajarkan ilmu, maka ia mendapatkan pahala orang yang mengamalkan (ilmunya), tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan tadi.”

4. Membaca Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an, mengkaji, dan mengamalkan kandungannya adalah sedekah. Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa membaca satu huruf dalam Kitab Allah maka ia mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan berlipat sepuluh kali. Aku tidak mengatakan alif lam mim sebagai satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR Tirmidzi)

5. Membaca Sholawat

Sholawat adalah sedekah seorang hamba terhadap dirinya sekaligus doa yang ditujukan kepada Rasulullah SAW. Seseorang yang membaca sholawat akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, “Bersholawatlah kepadaku karena itu menyucikanmu.” (HR Ahmad)

6. Mengerjakan Salat

Salat adalah sedekah seorang hamba terhadap dirinya sendiri. Dengan salat, maka ia mendekatkan diri kepada Allah SWT dan bersyukur dengan segala nikmat yang diberikan kepadanya.

Rasulullah SAW bersabda, “Semua anggota badan kalian hendaklah bersedekah setiap hari, dan setiap salat adalah sedekah baginya.” (HR Abu Daud)

7. Mengerjakan Puasa

Seseorang dapat bersedekah dengan mengerjakan puasa dengan ikhlas. Orang yang berpuasa sebenarnya sedang mengeluarkan zakat badannya sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, “Segala sesuatu ada zakatnya, dan zakat badan adalah puasa.” (HR Ibnu Majah)

8. Bertutur Kata Baik

Bertutur kata baik adalah sedekah yang diberikan untuk orang yang mendengarkannya sekaligus bagi yang mengucapkannya. Sebab, perkataan yang baik akan menyejukkan, menenangkan, dan menyenangkan hati.

Rasulullah SAW bersabda, “Perkataan yang baik adalah sedekah.” (HR Bukhari dan Muslim)

9. Membantu Orang Mukmin

Membantu orang mukmin baik tenaga maupun pemikiran adalah contoh sedekah non materi. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap muslim dapat bersedekah.” Abu Musa berkata, “Bagaimana jika ia tidak memiliki harta?” Rasulullah SAW menjawab, “Hendaklah ia bekerja dengan tangannya, kemudian menafkahkan untuk dirinya dan bersedekahlah.” Abu Musa berkata, “Bagaimana jika ia tidak sanggup bekerja?” Rasulullah SAW menjawab, “Hendaklah ia membantu orang yang sedang membutuhkan dan kesusahan…” (HR Abu Musa)

10. Tersenyum

Tersenyum kepada orang lain juga termasuk sedekah nonmateri, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

تَبَسُّمُكَ في وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

Artinya: “Senyum manismu di hadapan saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Apa Itu Zakat Rikaz? Ini Arti, Kriteria dan Cara Mengalokasikannya


Jakarta

Semangat untuk berbagi dalam diri umat Islam sudah mendarah daging lewat zakat. Ada berbagai jenis zakat yang dikenal dalam Islam, salah satunya zakat rikaz.

Zakat rikaz ditujukan untuk harta atau barang temuan yang tersembunyi. Harta temuan itu harus berupa harta pendaman milik orang jahiliyah. Rikaz sering kali disebut dengan harta karun.

Lalu bagaimana tata cara mengeluarkan zakat rikaz? Simak uraian lengkapnya pada artikel di bawah ini!


Pengertian Zakat Rikaz

Dari segi bahasa, kata rikaz memiliki makna sesuatu yang tersembunyi atau terpendam di dalam tanah. Ada juga yang mengatakan bahwa makna rikaz itu sama dengan makna kanz yaitu, harta yang dipendam oleh manusia di dalam tanah.

Selain makna itu, kata rikaz juga berasal dari kata rikz yang artinya suara yang tersembunyi, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah Maryam ayat 98:

وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُم مِّن قَرْنٍ هَلْ تُحِسُّ مِنْهُم مِّنْ أَحَدٍ أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًۢا

Arab-Latin: Wa kam ahlakna qablahum ming qarn, hal tuhissu min-hum min aḥadin au tasma’u lahum rikza

Artinya: Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorangpun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar?

Mengutip dari buku Zakat Rikaz, Zakat Ma’din dan Zakat Al-Fithr oleh Abdul Bakir, M.Ag., secara istilah, jumhur ulama seperti Mazhab Malikiyah, As-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah mendefinisikan rikaz sebagai harta benda yang dipendam oleh orang-orang jahiliyah (bukan muslim). Menurut Imam Malik dari Mazhab Maliki, barang temuan merujuk pada harta karun yang tersembunyi, asalkan tidak memerlukan modal, pekerjaan berat, atau kesulitan yang timbul.

Mayoritas ulama memutuskan bahwa yang dimaksud dengan rikaz adalah barang-barang berharga yang berasal dari warisan zaman kerajaan-kerajaan di masa lalu yang belum memeluk Islam. Benda itu bisa saja berupa emas, perak atau benda lain yang berharga seperti guci, piring, marmer, logam, permata, berlian, kuningan, tembaga, ukiran, kayu dan lainnya. Semua hal tersebut termasuk dalam kategori harta rikaz yang wajib dizakati.

Kriteria Harta Rikaz

Bukan semua benda berharga yang ditemukan secara tiba-tiba termasuk dalam kategori harta rikaz, kecuali setelah memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan.

1. Harta yang Ditemukan

Rikaz adalah harta yang dimiliki oleh pihak lain yang ditemukan. Baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, baik melalui pengeluaran modal atau tanpa sengaja.

Namun, prinsip utamanya adalah harta tersebut bukanlah pemberian yang diserahkan dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam konteks harta rikaz, tidak terjadi transfer kepemilikan dari satu pihak ke pihak lain.

2. Asalnya Milik Orang Kafir

Para ulama sepakat bahwa harta rikaz pada dasarnya dimiliki oleh orang kafir. Sedangkan harta di masa lalu yang milik umat Islam tidak dapat dikategorikan sebagai harta rikaz.

Harta yang dahulu milik umat Islam, akan menjadi luqathah atau barang temuan, di mana ada ketentuan hukum tersendiri tentang masalah ini dalam syariat Islam. Namun, secara prinsip, tidak ada kewajiban zakat untuk luqathah.

3. Pemiliknya Telah Meninggal

Kriteria berikutnya adalah bahwa pemilik asli harta tersebut sudah meninggal dunia, sehingga hak kepemilikan atas harta tersebut pada dasarnya sudah lenyap dengan kematiannya. Begitu juga dengan ketiadaan ahli warisnya.

4. Ditemukan Bukan di Tanah Pribadi

Syarat terakhir adalah harta itu ditemukan di tanah yang bukan aset milik pribadi seorang Muslim. Misalnya jalanan umum, atau tanah yang tidak bertuan, atau sebuah desa yang telah ditinggalkan. Bila seorang memiliki tanah yang luas dan menemukan harta peninggalan dari zaman dahulu, maka itu bukan harta rikaz dan tidak wajib dikeluarkan zakat.

Mengalokasikan Zakat Rikaz

Menukil buku Ahkam Sulthaniyah karya Imam al-Mawardi, pengalokasian zakat dari harta rikaz tersebut sama dengan pengalokasian zakat wajib. Hal ini berdasarkan sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ

Artinya: “Di dalam harta rikaz (temuan) terdapat (kewajiban zakat) sebesar seperlima (20 persen),” (HR Bukhari dan Ahmad).

Rikaz tidak disyaratkan sampai satu tahun (haul). Namun, jika ditemukan, zakatnya harus segera dibayarkan pada saat itu juga.

Contoh penerapan zakat rikaz dapat diilustrasikan dengan kasus berikut ini. Misalkan, seseorang menemukan harta temuan senilai Rp 2 juta. Maka, dia harus membayar zakat sebesar 20 persen dari jumlah tersebut, yakni sebesar Rp 400 ribu.

Wallahu a’lam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Sedekah, Amalan Sederhana dengan Manfaat Luar Biasa


Jakarta

Sedekah merupakan amalan yang sering digaungkan dalam ajaran Islam. Tak hanya membawa kebaikan bagi penerimanya, tapi juga bagi sang pemberi.

Lebih dari sekadar berbagi harta. Sedekah menumbuhkan rasa peduli dan kasih sayang terhadap sesama.

Sedekah juga memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Sedekah dapat membersihkan hati dari sifat kikir dan tamak, serta menumbuhkan rasa syukur dan empati terhadap orang lain.


Lalu, bagaimana hukum sedekah dalam Islam?

Hukum Sedekah dalam Islam

Dikutip dari buku Sedekah: Hidup Berkah Rezeki Melimpah oleh Candra Himawan dan Neti Suriana, para ahli fikih sepakat bahwa hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah. Jika dilakukan maka seseorang akan mendapat pahala dan jika tidak dilakukan tidak akan mendapat dosa.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 274:

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Terjemahan: “Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”

Selain itu, adakalanya hukum sedekah menjadi haram. Jika seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang akan menerima sedekah tersebut akan menggunakan harta itu untuk kemaksiatan atau hal yang dilarang Allah SWT.

Hukum sedekah juga bisa menjadi wajib apabila seseorang bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam keselamatan jiwanya. Sementara ia memiliki makanan lebih dari yang ia perlukan pada saat itu.

Hukum sedekah juga bisa menjadi wajib ketika seseorang bernazar untuk bersedekah kepada seseorang atau lembaga tertentu.

Sedekah sebaiknya diberikan kepada kerabat atau saudara terdekat sebelum diberikan kepada orang lain. Karena hal itu lebih utama menurut ajaran Islam.

Selanjutnya, sedekah tersebut sebaiknya diberikan kepada orang yang benar-benar membutuhkan uluran tangan atau bantuan dari kita sebagai pemberi sedekah.

Manfaat Sedekah

Sedekah memiliki banyak manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Memberikan sebagian harta untuk membantu mereka yang membutuhkan tidak hanya meringankan beban mereka, tetapi juga membawa kebahagiaan dan keberkahan bagi pemberi sedekah.

Dikutip dari buku Fiqih kelas VIII Madrasah Tsanawiyah oleh M. Aliyul Wafa, Didin Sirojudin, dan Siti Latifatul Maulidiah, berikut ini adalah manfaat sedekah:

  • Menumbuhkan rasa kasih sayang
  • Mempererat hubungan antar sesama
  • Sebagai pelindung dari musibah dan keburukan
  • Sebagai obat dan penyembuh dari penyakit
  • Melunakkah hati yang keras
  • Menambah umur
  • Mencegah wafat su’ul khatimah
  • Menghilangkan sifat berbangga diri dan sombong
  • Menambah keberkahan harta benda
  • Membantu meringankan beban orang lain dan meningkatkan perekonomian masyarakat
  • Sebagai naungan di hari kiamat

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Orang yang Mewakafkan Hartanya Disebut Wakif, Ini Syarat Sahnya


Jakarta

Orang yang mewakafkan hartanya disebut wakif. Pada dasarnya, wakaf merupakan satu dari sejumlah amalan yang pahalanya terus mengalir meski orang tersebut meninggal dunia.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits,

“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, sedekah jariyah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)


Sementara itu, wakif adalah pihak yang melakukan wakaf dengan menyediakan harta benda yang akan dialihkan kepemilikannya untuk kepentingan wakaf. Pengertian ini diterangkan dalam buku Hukum dan Wakaf Dialektika Fikih, Undang-undang, dan Maqashid Syariah susunan Akmal Bashori.

Ketika seorang muslim memutuskan untuk menjadi wakif, ada sejumlah kriteria agar syarat sah wakif terpenuhi. Seperti apa? Berikut bahasannya yang dinukil dari buku Peran Badan Wakaf Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa Perwakafan oleh Lamzi Kaidar dkk.

Syarat Sah Orang yang Mewakafkan Hartanya

1. Merdeka

Jika wakaf dilakukan oleh seorang budak atau hamba sahaya, maka tidak sah. Sebab, memberi harta benda wakaf mengakibatkan pengguguran hak milik seorang dengan memberi hak milik itu kepada orang lain.

2. Berakal Sehat

Orang yang tidak waras atau hilang akalnya tidak sah jika menjadi wakif. Sebab, ia tidak dapat melaksanakan akad dalam wakaf serta tindakan lainnya.

3. Baligh

Wakaf dikerjakan oleh muslim yang sudah baligh atau dewasa. Anak kecil tidak diperbolehkan berwakaf karena belum bisa melakukan akad dan mengetahui hak miliknya sehingga tidak sah hukumnya.

4. Tidak Boros atau Lalai

Orang yang tidak dapat mengelola hartanya dianggap tidak mampu melakukan penyerahan hak milik secara sukarela, seperti orang yang berada di bawah pengampuan. Tujuan pengampuan sendiri dimaksudkan untuk menjaga harta wakaf agar tidak dihabiskan secara tidak benar sekaligus menjaga wakif agar tidak membebani orang lain.

Rukun Wakaf dalam Islam

Menukil dari buku Hukum Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya karya Dr Ahmad Mujahidin, setidaknya ada empat rukun wakaf, yaitu:

1. Orang yang Mewakafkan Hartanya (Wakif)

Orang yang mewakafkan hartanya atau wakif harus memenuhi syarat sah seperti yang sudah disebutkan di atas. Selain itu, tak ada paksaan dalam proses mewakafkan dan tidak ada larangan untuk menghibahkan harta tersebut.

2. Harta yang Diwakafkan (Mauquf)

Mauquf dimaknai sebagai harta yang diwakafkan. Harta tersebut harus sah dan halal. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang-barang yang dapat dipindahkan seperti buku, kendaraan, dan sejenisnya, serta barang-barang yang tidak dapat dipindahkan seperti tanah atau rumah.

3. Penerima Wakaf (Mauquf ‘alaih)

Mauquf ‘alaih artinya penerima wakaf perorangan harus disebutkan namanya. Apabila nama penerima tidak disebutkan maka harta wakaf akan diberikan kepada para fakir miskin. Penerima wakaf tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta tersebut, melainkan hanya dapat memanfaatkannya.

4. Sighat

Sighat adalah pernyataan wakaf yang menjadi kewajiban pihak yang mewakafkan. Sejumlah ulama berpendapat sighat dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis oleh pewakaf.

Proses pengikraran wakaf sebaiknya disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Lebih baik lagi jika ada kehadiran notaris dan dokumen wakaf yang juga diresmikan melalui sertifikat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Wakif Adalah Sebutan bagi Orang yang Mewakafkan Hartanya, Apa Syaratnya?


Jakarta

Di tengah hiruk pikuk kehidupan, terkadang kita terpaku pada harta benda yang kita miliki. Namun, tahukah Anda bahwa harta yang dimiliki dapat menjadi bekal untuk meraih kebahagiaan di akhirat? Salah satu caranya adalah dengan melakukan wakaf.

Orang yang mewakafkan hartanya disebut wakif. Dia akan mendapatkan pahala yang terus mengalir selama harta wakaf tersebut masih dimanfaatkan.

Wakaf merupakan ibadah yang mulia, di mana seseorang mewakafkan harta bendanya untuk dimanfaatkan oleh orang lain. Harta yang diwakafkan ini bisa berupa tanah, bangunan, uang, dan lain sebagainya.


Pengertian Wakif

Dikutip dari buku Hukum dan Wakaf Dialektika Fikih, Undang-Undang, dan Maqashid Syariah oleh Akmal Bashori, wakif merupakan pihak yang melakukan wakaf dengan menyediakan harta benda yang akan dialihkan kepemilikannya untuk kepentingan wakaf.

Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 7, wakif dapat berupa perseorangan, organisasi, atau badan hukum.

Perseorangan yaitu orang yang mewakafkan hartanya atas nama pribadinya. Organisasi, yaitu badan hukum yang didirikan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan sosial atau keagamaan, dan memiliki pengurus yang jelas. Badan hukum, yaitu badan yang didirikan berdasarkan undang-undang, dan memiliki hak dan kewajiban seperti orang.

Syarat Wakif

Dilansir dari buku Hukum Wakaf Di Indonesia Dan Proses Penanganan Sengketanya oleh Dr. Ahmad Mujahidin, S.H., M.H., syarat wakif yang berhubungan dengan kecakapan, seorang wakif harus memiliki 5 hal, yaitu:

1. Wakif Harus Orang yang Berakal Sehat

Semua ulama bersepakat bahwa wakif haruslah berakal. Artinya, orang yang tidak berakal maka wakafnya tidak sah, baik pada saat akad maupun kelangsungan pengelolaannya.

Berdasarkan syarat ini, maka wakaf tidak sah dilakukan oleh orang gila. Termasuk dalam kelompok orang tidak berakal ini adalah orang pingsan, orang sedang tidur, dan orang yang pikun.

2. Dewasa

Wakaf yang dilakukan oleh anak kecil yang belum mencapai usia baligh dianggap tidak sah. Sebab, ia tidak bisa membedakan sesuatu sehingga tidak memiliki kelayakan dan kecakapan untuk berbuat berdasarkan kehendaknya sendiri.

Anak kecil yang belum mencapai usia baligh bukan termasuk ke dalam golongan orang yang berhak untuk berderma.

3. Tidak dalam Tanggungan

Hukum asal bagi orang yang berada dalam tanggungan karena boros dan banyak lupa adalah batalnya akad tabarru. Sebab akad tabarru hanya sah jika dilakukan oleh orang dewasa (rusyd). Orang yang berada dalam tanggungan tidak dapat dikatakan rasyid.

Maka dari itu, sebagai akad tabarru, wakaf hanya sah jika dilakukan dalam keadaan sadar dan berdasarkan keinginan seseorang. Sehingga orang yang berada dalam tanggungan tidak sah melakukan wakaf.

Sebab, tujuan dari tanggungan tersebut adalah untuk mencegahnya mengeluarkan harta secara berlebihan yang dapat menyebabkan utang atau membahayakan dirinya.

4. Kemauan sendiri

Yang dimaksud dengan kemauan sendiri adalah bukan atas tekanan atau paksaan dari pihak mana pun. Seluruh ulama sepakat bahwa wakaf yang dilakukan oleh orang yang dipaksa adalah tidak sah.

sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah ra dari Abu Dzar al-Ghiffary, Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya, Allah telah mengampuni dari umatku karena kekeliruan, lupa dan apa yang dipaksakan kepadanya. (HR. Ibn Majah)

5. Merdeka

Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) adalah tidak sah karena wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan hak milik itu kepada orang lain. Sedangkan hamba sahaya tidak pernah mempunyai hak milik dirinya dan apa yang dimilikinya adalah kepunyaan tuannya.

Wallahu ‘alam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Ini Batas Waktu Sedekah Subuh, Saat Malaikat Turun Ke Bumi


Jakarta

Sedekah subuh adalah sedekah yang diamalkan pada pagi hari setelah salat subuh. Waktu subuh menjadi salah satu waktu terbaik untuk sedekah.

Sedekah sendiri merupakan wujud rasa syukur seorang muslim atas rezeki yang terima dari Allah SWT. Sedekah subuh tergolong ke dalam amalan yang istimewa.

Keistimewaan sedekah subuh disebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ النَّبِىَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Artinya:
“Dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda: ‘Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua Malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; ‘Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya’, sedangkan yang satunya lagi berkata; ‘Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil)'”. (HR Bukhari dan Muslim)

Batas Waktu Sedekah Subuh

Dalam buku Bahagia Tanpa Jeda oleh Nurhasanah Leubu, batas waktu sedekah subuh yaitu ketika fajar terbit (sama seperti salat subuh).

Lalu, bolehkah sedekah subuh terlambat? Hitungan kasar waktu subuh dan awal Matahari terbit sangat dekat, yakni kurang lebih selama 1 jam.

Oleh karena itu, sebaiknya sedekah subuh diberikan usai melaksanakan salat Subuh.

Di sisi lain, sejatinya sedekah bisa diamalkan kapan saja. Tapi paling diutamakan ketika waktu subuh.

Manfaat Sedekah Subuh

Berikut adalah beberapa keutamaan dari sedekah subuh:

1. Di Doakan Malaikat dan Membuat Doa Cepat Terkabul

Menukil buku Saat Jalur Langit Diusahakan Allah Mudahkan Segalanya oleh Salwa Shalihah, keutamaan sedekah subuh yaitu didoakan oleh para malaikat.

Sedekah bisa digunakan sebagai ikhtiar tolak balak daripada sekadar doa. Sedekah subuh juga membuat doa yang dipanjatkan lebih cepat terkabul.

Pasalnya, subuh termasuk ke dalam waktu terbaik sehingga doa yang dipanjatkan kaum muslimin akan bisa Allah SWT kabulkan.

2. Dijauhi dari Api Neraka

Melakukan sedekah subuh akan mendapat naungan saat akhirat kelak. Mereka yang rajin bersedekah akan dijauhi dari api neraka, sebagaimana hadits berikut:

“Jauhilah api neraka, walau hanya bersedekah sebiji kurma. Jika kamu tidak punya, maka bisa dengan kalimat thayyibah,” (HR Bukhari)

Niat Sedekah Subuh

Mengutip buku Ajaibnya Bangun Pagi, Subuh, Dhuha & Mengaji di Pagi Hari koleh Muhammad Ainur Rasyid, berikut adalah bacaan niat dan doa sedekah subuh:

نَوَيْتُ التَّقَرُّبَ اِلَى اللهِ تَعَالَى وَاتِّقَاءَ غَضَبِ الرَّبِّ جل جلاله وَاتِّقَاءَ نَارِ جَهَنَّمَ وّالتَّرَحُّمَ عَلَى الاخْوَانِ وَصِلَةَ الرَّحِمِ وَمُعَاوَنَةَ الضُّعَفَاءِ وَمُتَابَعَةَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَاِدْخَالَ السُّرُوْرِ عَلَى اْلاِخْوَانِ وَدَفْعِ البَلاَءِ عَنْهُ وَعَنْ سَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلاِنْفاَقَ مِمَّا رَزَقَهُ الله وَقَهْرَ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ

Arab latin: Nawaitut taqoruba ilallahi ta’ala wattiqoaa ghadlabir rabbi jalla jalaluhu wattiqoa nari jahannama wattarakhkhuma ‘ala ikhwani wa shilatur rahimi wa mu’awanatadh dlu’afai wa mutaba’atan nabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallama wa idkholas sururi ‘alal ikhwani wa daf’il balai ‘anhu wa ‘an sairil muslimina wal infaqo mimma razaqohullahu wa qohran nafsi wasy syaithoni.

Artinya: “Aku niat (bersedekah) untuk mendekatkan diri kepada Allah, menghindari murka Tuhan, menghindari api neraka jahannam, berbelas kasih kepada saudara dan menyambung silaturahmi, membantu orang-orang yang lemah, mengikuti Rasulullah SAW, memasukkan kebahagiaan pada saudara, menolak turunnya dari mereka dan semua kaum muslimin, menafkahkan rezeki yang diberikan oleh Allah, dan untuk mengalahkan nafsu dan setan,”

Berikut bacaan doa setelah sedekah subuh:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Rabbana taqabbal minna innaka antas sami’ul alim.

Artinya: “Ya Tuhan kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,”

Kita bisa mengawali hari dengan sedekah seusai salat subuh. Semoga dengan demikian Allah SWT memberikan perlindungan dan senantiasa mengabulkan doa kita. Amin.

(khq/fds)



Sumber : www.detik.com

Keunggulan, Legalitas, dan Praktiknya di Indonesia



Jakarta

Sebagai seorang muslim, pasti sahabat sudah sangat familiar dengan istilah wakaf bukan? Selain wakaf secara tunai, barang, dan aset, di Indonesia terdapat pula wakaf saham.

Wakaf saham mungkin belum begitu familiar dibandingkan jenis wakaf lainnya. Namun, di Indonesia wakaf saham mulai menjadi topik yang terus digaungkan literasinya. Adapun di luar negeri seperti Turki, wakaf dengan model seperti ini sudah banyak diketahui dan dipraktikkan oleh umat Islam di sana.

Untuk mengetahui lebih jelas, mari kita bahas satu persatu mulai dari wakaf secara umum.


Pengertian Wakaf Secara Umum

Wakaf pada dasarnya adalah bentuk dari sedekah jariyah, yaitu memberikan sebagian harta yang kita miliki untuk digunakan bagi kepentingan umat atau kemaslahatan umat. Ibadah wakaf menjadi hal yang istimewa karena dijelaskan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW,

“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputus lah amal perbuatannya, kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim, Abu Daud, dan Nasai).

Adapun yang membedakan wakaf dengan sedekah lainnya adalah nilainya yang tidak boleh berkurang dan tidak boleh juga diwariskan. Harta yang sudah diserahkan untuk wakaf akan dikelola oleh nadzir wakaf. Nadzir wakaf akan menjaga, merawat, bahkan mengembangkan harta wakaf tersebut agar berkembang dan manfaatnya lebih banyak lagi.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Rasulullah SAW ketika memberikan arahan kepada Umar bin Khattab. Beliau bersabda “Tahanlah barang pokoknya dan sedekahkan hasilnya”.

Sehingga, bisa kita pahami bahwa prinsip wakaf adalah prinsip keabadian (ta’bidul ashli) dan prinsip kemanfaatan (tasbilul manfaah). Untuk itu, nadzir wakaf haruslah lembaga yang dipercaya, legal secara hukum, dan benar-benar memahami seluk beluk tentang syariat Islam.

Lebih baik lagi jika nadzir wakaf (orang-orang dalam lembaga wakaf) tersebut memiliki kemampuan untuk mengelola aset ekonomi dan mengembangkannya supaya tetap terjaga pokoknya dan menghasilkan surplus yang akan disalurkan kepada penerima manfaat (mauquf alaih).

Seputar Wakaf Saham

Untuk bisa berwakaf kita harus memiliki harta atau aset yang bisa diwakafkan. Misalnya uang tunai, rumah, lahan, tempat atau fasilitas umum, dan lainnya. Saham adalah salah satu hal yang bisa menjadi aset wakaf dengan jenis objek wakaf berupa aset tidak bergerak.

Secara mekanisme, pelaksanaan wakaf saham sama seperti objek wakaf lainnya. Perbedaannya hanya pada jenis objeknya saja yang berupa saham. Wakif bisa mewakafkan seluruh harta, namun tetap mempertahankan pokoknya sebagian dari wakaf. Pemanfaatannya akan disesuaikan dengan akad wakaf.

Undang-Undang Wakaf Saham di Indonesia

Di Indonesia sendiri, peraturan mengenai wakaf sudah diatur dalam PP No.42 Tahun 2006, tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Sedangkan dalam Peraturan Menteri No. 73 Tahun 2013 juga sudah disebutkan tentang cara perwakafan benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang. Begitupun mengenai wakaf uang sudah disebutkan dalam Fatwa MUI.

Wakaf saham sudah diakui di Indonesia dan objek wakaf saham tersebut terdiri dari:

  1. Saham Syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI);
  2. Keuntungan investasi saham syariah (capital gain & dividen) dari investor saham.

Pada model yang pertama, sumber wakaf berasal dari saham syariah yang dibeli investor syariah, bukan dari keuntungan. Saham syariah yang akan diwakafkan kemudian disetor ke lembaga pengelola investasi.

Sedangkan, keuntungan yang berasal dari pengelolaan saham syariah tersebut akan disetor ke lembaga pengelola wakaf oleh pengelola investasi. Saham syariah yang sudah diwakafkan tidak bisa diubah oleh pengelola wakaf tanpa seizin pemberi wakaf dan disebutkan dalam perjanjian wakaf.

Sementara pada model yang kedua, wakaf bersumber dari keuntungan investor saham syariah. Model wakaf ini akan melibatkan AB-SOTS (Anggota Bursa Syariah Online Trading System) sebagai institusi yang melakukan pemotongan keuntungan.

Nantinya keuntungan ini akan disetor kepada lembaga pengelola wakaf. Lalu, pengelola wakaf akan mengkonversi keuntungan tersebut menjadi aset produktif seperti masjid, sekolah, lahan produktif,dan lain sebagainya.

Skema Wakaf Saham di Indonesia

Metode wakaf saham yang berkembang di Indonesia saat ini sangat memungkinkan untuk semua orang menjadi investor saham dan mewakafkan sahamnya. Model ini diklaim oleh beberapa ahli sebagai yang pertama di dunia karena bisa melibatkan semua orang, bukan hanya perusahaan saja.

Karena setiap orang bisa menjadi investor wakaf saham, investor ini kemudian disebut sebagai wakif (yang mewakafkan sahamnya). Untuk bisa berwakaf, maka harus ada akta ikrar atau akad atau pernyataan. Jenis akadnya adalah wakalah dan dikeluarkan oleh nadzir wakaf.

adv dompet dhuafa

Berdasarkan IDX 6th Indonesia Sharia Economic Festival tahun 2019, Indonesia sudah memiliki skema dan cara lengkap investasi syariah dalam bentuk wakaf saham. Di Pasar Saham Indonesia, saham harus berpindah melalui anggota bursa.

Hal itu harus dilakukan melalui perusahaan efek dan broker saham. Untuk itu, investor yang ingin mewakafkan sahamnya harus memiliki akun di perusahaan efek. Hal yang sama juga berlaku pada nadzir yang akan mengelola wakaf saham tersebut.

Broker saham berfungsi sebagai pihak yang mewakili nadzir untuk menerima wakaf saham dan mewakili investor untuk menyerahkan wakaf saham tersebut. Transaksi yang terjadi adalah investor bertemu dengan nadzir, namun diwakili oleh broker.

Hal ini sudah menjadi regulasi tersendiri di Indonesia. Apabila wakaf saham yang dikelola oleh nadzir sudah besar, maka nadzir bisa membentuk pengelola investasi dan harus memenuhi syarat khusus. Hasil dari pengelolaan itu akan disalurkan penerima manfaat atau menjadi program produktif yang maslahat untuk umat. Sehingga, aset tidak akan hilang, malah akan berkembang, dan bentuknya tetap saham.

Wakaf Saham dalam Syariat Islam

Dalam sebuah kolom syariah yang disampaikan Ustadz Oni Sahroni, wakaf saham diperbolehkan dalam Islam, dengan syarat bahwa saham yang diwakafkan adalah Saham Syariah. Kesimpulan mengenai hukum wakaf saham ini juga menjadi keputusan Standar Syariah Internasional AAOIFI.

Saat ini pilihan Saham Syariah pun semakin beragam. Data dari IDX menunjukkan dari sisi transaksi, per 9 September 2024 secara year-to-date, rata-rata harian volume transaksi dari saham yang masuk ke dalam Indeks Saham Syariah Indonesia adalah sebesar 76%. Dari total volume transaksi di BEI, rata-rata harian nilai transaksi dari saham syariah adalah sebesar 58% dari total nilai transaksi di BEI.

Rata-rata harian frekuensi transaksi dari saham syariah adalah sebesar 71%, sementara kapitalisasi pasar dari saham yang masuk ke dalam Indeks Saham Syariah Indonesia mencapai 54% dari total kapitalisasi pasar seluruh memiliki pertumbuhan yang sangat signifikan.

Jumlah investor Saham Syariah dalam lima tahun terakhir, sejak tahun 2018, telah meningkat 240%. Dari yang sebelumnya berjumlah 44.536 investor, menjadi 151.560 investor pada Juli 2024.

Meningkatnya angka saham syariah ini menjadi pendorong untuk menumbuhkan tingkat wakaf saham di kalangan masyarakat. Berikut adalah beberapa aturan syariah mengenai wakaf saham.

1. Saham Syariah

Syarat pertama dalam berwakaf saham adalah saham syariah. Saham Syariah dibuktikan dengan kepemilikan atas suatu perusahaan yang jenis usaha, produk, dan akadnya sesuai dengan syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa (saham preferen atau golden stocks atau golden shares).

Jenis saham yang halal telah diatur dalam Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2002 tentang Pasar Modal dan pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal dan Standar Syariah Internasional.

Saham sendiri ditegaskan tidak bertentangan dengan prinsip syariah karena saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal dari investor kepada perusahaan. Kemudian investor akan mendapatkan bagi hasil atau dividen. Tentu saja, Islam tidak melarang model seperti ini, karena sama dengan kegiatan musyarakah atau syirkah.

Saat ini Dompet Dhuafa berkolaborasi dengan beberapa Sekuritas untuk penerimaan wakaf saham, salah satunya adalah PT Phillip Sekuritas Indonesia dan PT Panin Sekuritas.

2. Jelas Secara Objek dan Nilainya

Sebelum diwakafkan, maka saham harus jelas objek dan nilainya. Misalnya saja kejelasan tentang berapa lembar saham, nilai, dan termasuk apakah yang diwakafkan tersebut sahamnya atau hanya manfaat dari sahamnya.

3. Wakaf Adalah Milik Mustahik

Sejak harta diwakafkan, maka ia adalah milik mustahik atau penerima manfaat. Nantinya dikuasakan kepada nazir untuk dikelola sehingga hasilnya lebih bermanfaat dan produktif dalam artian yang luas.

Itulah beberapa penjelasan dari wakaf saham dan penerapannya di Indonesia. Selain program wakaf saham, berbagai inovasi kebermanfaatan telah Dompet Dhuafa wujudkan melalui portofolio wakaf seperti Rumah Sakit, sekolah, masjid, greenhouse produktif, serta fasilitas umum lainnya.

Untuk berwakaf melalui Dompet Dhuafa yang memiliki berbagai program produktif, berbagai program wakaf produktif ini bisa dicek melalui https://digital.dompetdhuafa.org/wakaf.

(Content Promotion/Dompet Dhuafa)



Sumber : www.detik.com

Nisab Zakat Pertanian dan Cara Menghitungnya


Jakarta

Zakat pertanian adalah salah satu jenis zakat mal yang wajib ditunaikan saat panen apabila telah mencapai nisab. Besaran nisab zakat pertanian diatur dalam Peraturan Menteri Agama.

Menurut Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif, nisab adalah batasan minimal harta yang wajib dikenakan zakat.

Nisab ini berbeda-beda tergantung sumber zakat, seperti zakat pertanian, zakat binatang ternak, zakat emas dan perak, serta zakat barang perniagaan. Tiap kategori memiliki batasan yang telah ditentukan sebagai acuan kewajiban zakat.


Besaran Nisab Zakat Pertanian

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama 52/2014, nisab zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan senilai 653 kg gabah. Adapun, kadar zakat pertanian sebesar 10 persen jika tadah hujan atau 5 persen jika menggunakan irigasi dan perawatan lainnya.

Apabila hasil panen melebihi nisab, zakat yang harus dibayar sebesar 10 persen jika tadah hujan atau 5 persen jika menggunakan irigasi dan perawatan lainnya. Menurut ketentuan ini, zakat pertanian, termasuk perkebunan dan kehutanan, ditunaikan pada saat panen dan dibayarkan melalui amil zakat resmi.

Menurut penjelasan dalam buku Panduan Terlengkap Ibadah Muslim Sehari-hari tulisan Muhammad Habibillah, hasil pertanian memuat biji-bijian dan buah-buahan. Hasil pertanian tersebut harus memenuhi syarat bisa dimakan, disimpan, ditakar, serta tahan lama. Contoh hasil pertanian yang termasuk dalam zakat ini adalah padi, jagung, dan gandum, yang biasa ditakar dalam kondisi kering.

Cara Menghitung Nisab Zakat Pertanian

Dilansir dari situs Baznas, untuk menghitung nisab zakat pertanian dapat mengikuti peraturan Menteri Agama No. 52 Tahun 2014 sebelumnya yang menjelaskan bahwa nisab untuk zakat pertanian adalah 653 kilogram gabah. Angka ini setara dengan 5 wasaq, di mana 1 wasaq bernilai 60 sha, dan 1 sha setara dengan 2,176 kg, sehingga totalnya menjadi 653 kg.

Zakat pertanian dikeluarkan saat panen dan jika hasil panen melebihi nisab tersebut. Jika petani menggunakan metode pengairan alami, zakat yang dikeluarkan sebesar 10 persen dari hasil panen, namun jika menggunakan metode irigasi dan biaya perawatan, zakat yang dikeluarkan adalah 5 persen. Misalnya, jika petani menghasilkan 1 ton gabah menggunakan irigasi, zakat yang wajib dibayarkan adalah 50 kg gabah (5 persen dari 1 ton).

Jika petani menghasilkan 10 ton gabah dengan biaya produksi Rp 15.000.000 dan harga gabah adalah Rp 5.000 per kilogram, total pendapatannya menjadi Rp 50.000.000. Dengan persentase zakat sebesar 5 persen, maka zakat yang harus dibayarkan adalah 500 kg gabah.

Syarat Orang yang Mengeluarkan Zakat Pertanian

Orang yang akan mengeluarkan zakat atau disebut muzakki harus memenuhi beberapa persyaratan. Dikutip dari buku Fikih Zakat, Sedekah, dan Wakaf yang disusun oleh Qodariah Barkah dkk, berikut penjelasannya:

1. Islam: Zakat pertanian wajib bagi Umat Islam.

2. Merdeka: Orang yang merdeka, bukan budak.

3. Kepemilikan: Hasil pertanian harus dimiliki oleh pengelola atau pemilik sawah, bukan buruh yang menggarap.

4. Nisab: Zakat wajib dikeluarkan jika hasil mencapai ambang batas nisab.

5. Jenis tanaman: Hanya tanaman yang dapat berkembang biak atau dibudidayakan yang terkena zakat.

6. Usaha manusia: Tanaman hasil usaha, bukan yang tumbuh liar.

Semua syarat ini memastikan zakat dikeluarkan sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam ajaran Islam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Sedekah Tidak Mengurangi Harta, Dijelaskan dalam Hadits Rasulullah SAW


Jakarta

Sedekah adalah amalan sunnah yang diperintahkan langsung oleh Allah SWT. Sedekah tidak mengurangi harta dan justru Allah SWT akan memberikan rezeki berlipat bagi orang yang gemar bersedekah.

Terkait penegasan sedekah tidak mengurangi harta, Rasulullah SAW menjelaskannya dalam beberapa hadits.

Merangkum buku Sedekah Mahabisnis dengan Allah karya Amirulloh Syarbini, kata sedekah berasal dari bahasa Arab ash-shadaqah. Asal kata ini adalah ash-shiddiq yang berarti benar, karena sedekah menunjukkan kebenaran iman kepada Allah SWT.


Al-Jurjani mengatakan, sedekah adalah pemberian yang diberikan untuk mengharapkan pahala Allah. Sementara Al-Raghib Al-Asfahani mengatakan, “Sedekah adalah harta yang dikeluarkan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti zakat. Bedanya, sedekah untuk kategori sunnah dan zakat kategorinya wajib.”

Imam An-Nawawi menuturkan, “Dinamakan sedekah karena ia menunjukkan kebenaran imannya secara lahir dan batin. Karenanya, sedekah adalah pembenaran dan kebenaran iman.”

Perintah zakat termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 261,

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Kemudian dijelaskan juga dalam surah Ali ‘Imran ayat 92,

لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.

Sedekah Tidak Mengurangi Harta

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa sedekah tidak mengurangi harta. Hal ini dijelaskan dalam beberapa hadits.

1. Sedekah Tidak Mengurangi Harta

Rasulullah SAW bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ، إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ

Artinya: “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR Muslim)

Mengutip buku Sedekah Investasi Anti Rugi karya Budi Handrianto, hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah SAW setelah mengatakan ‘sedekah tidak mengurangi harta’, beliau SAW tidak mengatakan selanjutnya ‘tapi justru menambah hartanya.’ Namun, makna tersebut sudah terkandung di dalam kalimat ‘menambah kemuliaan’.

Imam an-Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 1 mengatakan, hadits ini menegaskan sedekah tidak mengurangi harta, karena Allah memberkahinya dan mengganti yang telah dikeluarkan. Atau pahala sedekah di akhirat itu menutupi kekurangannya.

Makna lain yang terkandung dalam hadits ini adalah barang siapa dikenal memiliki sifat pemaaf dan lapang dada, maka ia menjadi besar di hati manusia. Atau, pahalanya di akhirat membuatnya semakin tinggi kedudukannya. Demikian pula, orang yang tawadhu itu diangkat kedudukannya di hati manusia di dunia atau diangkat kedudukannya di akhirat.

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara yang aku bersumpah untuknya, dan aku sampaikan kepada kalian sebuah pesan, maka jagalah pesan tersebut. (Pertama) harta seseorang tidak berkurang karena disedekahkan. (Kedua) seorang hamba tidak dizalimi lalu ia bersabar terhadapnya, kecuali Allah menambahkan kemuliaan kepadanya. (Ketiga) seorang hamba tidak membuka pintu permintaan, kecuali Allah membuka untuknya pintu kemiskinan atau kalimat serupa.” (HR Tirmidzi)

2. Jangan Menghitung Sedekah

Rasulullah SAW bersabda, “Infakkanlah (sebanyak mungkin), jangan menghitungnya, (jika menghitungnya) maka Allah akan memberimu dengan hitung-hitungan. Dan ketika kamu menyimpan hartamu (enggan bersedekah) maka Allah akan menyimpan pemberiannya (sedikit memberi). Belanjakanlah hartamu semampumu.” (HR Muttafaq alaih)

3. Harta Sedekah akan Abadi

Dari Abdullah bin asy-Syukhair dan Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Anak Adam berkata, ‘Hartaku, hartaku’. Tidak ada bagimu dari hartamu, kecuali harta yang telah kamu makan, maka kamu telah melenyapkannya. Atau harta yang telah kamu gunakan maka kamu telah merusaknya. Atau harta yang kamu sedekahkan maka kamu telah melestarikannya.” (HR Muslim)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang meninggal dunia maka pahala amalnya akan terputus, kecuali tiga hal, yaitu (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat dan (3) anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim)

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com