Tag Archives: hikmah

Abdullah bin Ubay, Sosok Munafik di Zaman Rasulullah SAW



Jakarta

Abdullah bin Ubay adalah sosok yang secara lisan mengaku beriman kepada Allah SWT, namun sebenarnya ia adalah orang munafik. Abdullah bin Ubay hidup di zaman Rasulullah SAW dan kisahnya menjadi salah satu sebab turunnya ayat dalam Al-Qur’an.

Allah SWT melaknat orang yang berbuat munafik, hal ini tercatat dengan tegas dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Salah satunya dalam surat At Taubah ayat 68 yang berbunyi,

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚوَلَعَنَهُمُ اللّٰهُ ۚوَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيْمٌۙ


Artinya: Allah telah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka. Bagi mereka azab yang kekal.

Rasulullah SAW pun tegas memperingati kaum muslimin untuk menjauhi sifat munafik. Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu yang mengutip sabda Rasulullah SAW,

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

Artinya: “Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: jika diberi amanat, khianat; jika berbicara, dusta; jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; jika berselisih, dia akan berbuat zalim.” (HR Muslim)

Abdullah bin Ubay Sosok Munafik

Banyak riwayat yang menceritakan tentang kisah Abdullah bin Ubay yang dikenal sebagai sosok munafik.

Merangkum buku Kisah Orang-orang Sabar oleh Nasiruddin S.Ag. MM, disebutkan bahwa Abdullah bin Ubay tercatat sebagai gembong munafik generasi pertama. Secara lisan dia memproklamirkan diri sebagai penganut Islam, tapi secara batin ia amat benci dan memusuhi Islam.

Kebencian Abdullah bin Ubay kepada Nabi Muhammad SAW berawal dari faktor dendam.

Sebelum Rasulullah SAW hijrah, suku Khazraj dan Aus sebenarnya telah sepakat menjadikan Abdullah bin Ubay sebagai penguasa Madinah, bahkan telah sempat dipersiapkan mahkota khusus untuk Abdullah bin Ubay.

Namun akhirnya Abdullah bin Ubay tidak dinobatkan menjadi pemimpin Madinah. Harapannya menjadi raja tak jadi kenyataan, bahkan orang-orang meninggalkan serta tak mempedulikannya.

Hal inilah yang kemudian membuat Abdullah bin Ubay merasa dendam. Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai biang keladi keterpurukan nasibnya.

Dendam merasuk dalam hatinya. Berbagai upaya pecah belah dalam Islam telah dilakukan Abdullah bin Ubay, demikian juga dengan berbagai fitnah keji yang ditujukan pada Nabi Muhammad.

Melihat fitnah yang terus menerus dilakukan Abdullah bin Ubay, sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab sempat minta ijin kepada Nabi untuk membunuhnya.

Hal ini kemudian dilarang oleh Rasulullah, “Tak layak melakukan itu, karena orang akan berkata, Muhammad telah membunuh sahabatnya sendiri,” ujar Rasulullah SAW.

Melihat sikap lunak Rasulullah SAW, Abdullah bin Ubay justru semakin gencar membuat kegaduhan.

Pada perang Bani Mustaliq, Abdullah bin Ubay kembali melakukan adu domba. Hampir saja antara kaum Muhajirin dan Anshor muncul saling ketidakpercayaan.

Melihat pengaruh buruk hasil rekayasa Abdullah bin Ubay, dapat dipahami jika sempat muncul isu bahwa Nabi Muhammad SAW akan menghukum mati si munafik ini.

Kabar tersebut akhirnya terdengar oleh anak Abdullah bin Ubay yakni Abdullah bin Abdullah bin Ubay. Anak Abdullah bin Ubay ini tergolong anak yang saleh dan taat beragama. Ia sangat berbeda jauh dengan sang ayah yang munafik.

Abdullah bin Abdullah bin Ubay mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta izin agar diperkenankan membunuh sang ayah.

Kepada Nabi Muhammad SAW ia meminta, “Wahai Rasul, jika diputuskan bahwa ayah saya harus dihukum mati, saya mohon biarlah saya sendiri yang menjalankan eksekusi. Karena bila orang lain yang menjalankan, saya khawatir berdasarkan emosi kesukuan orang Arab dan sentimen keterikatan anak ayah, akan memunculkan dendam di hati. Bila hal itu terjadi, sangat mungkin dapat mendorong saya melakukan balas dendam yang menyebabkan hidup saya menjadi sia-sia.”

Mendengar permintaan dari anak saleh itu, Rasulullah SAW tersenyum sembari menjawab, “Tak ada niat saya seperti itu. Saya akan berlaku lunak kepadanya.”

Artinya, Rasulullah SAW sama sekali tidak berniat untuk membunuh Abdullah bin Ubay meskipun Beliau tahu orang ini tergolong munafik. Sikap agung tadi ternyata menumbuhkan simpati atas keluhuran budi Nabi Muhammad SAW.

Sebaliknya, pada saat yang sama, celaan, cemoohan, dan cercaan makin gencar menimpa Abdullah bin Ubay, tokoh munafik kelas wahid ini.

Ia menjadi sedemikian hina di mata umat Islam, sehingga tak seorang pun peduli kepadanya. Sehubungan dengan fakta ini, akhirnya Rasulullah SAW bicara kepada sahabatnya, Umar ibn Khattab,
“Kamu pernah minta izin kepada ku untuk membunuhnya. Orang yang paling terpukul bila kala itu ia dibunuh, bahkan mungkin membelanya, pada hari ini justru telah menghinanya. Bahkan, bila Aku memberi perintah agar mereka membunuh ibn Ubay, niscaya mereka akan membunuh sekarang juga.”

Sifat Munafik Tercatat dalam Al-Qur’an

Golongan orang-orang munafik akan selalu ada di setiap zaman. Allah SWT telah mengingatkan umat Islam untuk menjauhi sifat munafik.

Ajaran Islam mengecam keras sifat munafik tersebut. Salah satunya yang termaktub dalam surah At Taubah ayat 68,

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚوَلَعَنَهُمُ اللّٰهُ ۚوَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيْمٌۙ

Artinya: Allah telah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka. Bagi mereka azab yang kekal.

Dalam buku Tokoh Yang Diabadikan Al-Qur’an 4 oleh Abdurrahman Umairah, dijelaskan orang munafik memiliki beberapa sifat dan tanda yang menunjukkan kemunafikannya, menjelaskan dirinya, mengarahkan pada hakikatnya, dan menjelaskannya.

Allah SWT berfirman dalam surat Muhammad ayat 30

وَلَوْ نَشَآءُ لَأَرَيْنَٰكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُم بِسِيمَٰهُمْ ۚ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِى لَحْنِ ٱلْقَوْلِ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَٰلَكُمْ

Artinya: Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu.

Orang munafik adalah pengecut, karena itu dia menampakkan sesuatu dan menyembunyikan hal lain. Mereka mengaku puas dan menerima, tetapi menyembunyikan penolakan dan bantahan.

Orang munafik juga termasuk penipu. Menipu merupakan salah satu sifat mereka dan tanda yang membedakan mereka dari yang lain. Orang munafik mengira dirinya pandai dan cerdas, padahal dia hanya memiliki kemampuan untuk menipu dan mengacaukan manusia.

Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 9, Allah SWT berfirman,

يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Artinya: Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengemis Buta Yahudi yang Rindukan Rasulullah SAW



Jakarta

Rasulullah SAW terkenal dengan pribadinya yang ramah dan akhlaknya yang mulia. Hal ini bahkan dibuktikan dari sebuah kisah mengenai sang rasul dengan pengemis buta.

Mengutip buku Jubah Kanjeng Nabi: Kisah Menakjubkan Para Ulama yang Berjumpa Nabi oleh A Yusrianto Elga dan Nor Fadhilah, dahulu ada seorang pengemis buta di sudut pasar Madinah. Pengemis Yahudi tersebut kerap kali mengatakan hal-hal buruk mengenai Rasulullah SAW.

Dirinya bahkan merasa jijik sekaligus muak jika mendengar nama Nabi Muhammad SAW. Sampai-sampai, pengemis buta itu menuduh sang rasul sebagai tukang sihir dan pembohong besar.


Mendengar dan menyaksikan hal itu, Rasulullah SAW sama sekali tidak benci kepada si pengemis. Beliau malah meluangkan waktu untuk menyuapi makanan kepada pengemis buta itu.

Si pengemis sama sekali tidak tahu bahwa yang menyuapinya ialah Nabi Muhammad SAW. Setiap hari, sang rasul melakukan kebiasaan itu.

Usai wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi yang menyuapi makanan kepada di pengemis. Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq baru menggantikannya bebetapa waktu setelahnya berkat informasi dari istri Nabi Muhammad SAW, Aisyah RA.

Si pengemis lalu bertanya setelah Abu Bakar sampai di sana,

“Siapa engkau?”

Abu Bakar lalu menjawab, “Aku orang yang biasa,”

Pengemis itu tidak percaya, ia lalu membalas perkataan Abu Bakar.

“Apabila orang yang biasa mendatangiku datang, ia selalu menyuapiku. Ia juga menghaluskan makanan tersebut dan barulah diberikan kepadaku,” ujarnya.

Ucapan si pengemis membuat Abu Bakar tersedu seraya berkata, “Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku merupakan salah satu sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia merupakan Nabi Muhammad, Rasulullah SAW,”

Pengemis buta yang mendengar Abu bakar langsung menangis, dirinya tak menyangka bahwa orang yang selama ini ia hina dan caci maki ternyata adalah orang yang menyuapinya makanan setiap hari.

“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan tiap pagi, ia begitu mulia,” kata pengemis tersebut.

Setelah kejadian itu, pengemis buta tersebut lalu masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat di depan Abu Bakar.

Kisah tersebut menjadi bukti bahwa Rasulullah SAW selalu bersikap ramah, meski dengan orang yang menentangnya. Dia tidak dendam, marah, apalagi membenci. Sebaliknya, Nabi Muhammad SAW malah menyayanginya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Hud AS dan Kaum Ad yang Diazab Allah SWT



Jakarta

Nabi Hud AS adalah salah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui kaum muslimin. Beliau diutus untuk mengajak kaum Ad yang mana merupakan penyembah berhala.

Kaum Ad diceritakan sebagai kelompok yang musyrik dan ingkar kepada Allah SWT. Mereka bahkan menyembah tiga berhala yang dinamai Shamda, Shamud dan Hira.

Dikisahkan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri, kaum Ad diberikan kekayaan yang melimpah. Hal ini dibuktikan dengan tanah yang subur, sumber-sumber air yang mengalir dari berbagai penjuru dan memudahkan mereka bercocok tanam, hingga tempat tinggal yang dikelilingi kebun bunga.


Sayangnya, mereka tidak pernah bersyukur atas segala nikmat yang Allah SWT berikan. Tingginya ilmu pengetahuan yang mereka miliki justru membuat mereka tidak percaya akan keberadaan Allah SWT.

Karenanya, Nabi Hud AS diutus untuk mengajak kaum Ad ke jalan yang benar. Beliau berdakwah tanpa lelah dan menyeru kepada kaum Ad untuk berhenti menyembah berhala yang merupakan warisan nenek moyang mereka.

Meski demikian, alih-alih mempercayai dakwah Hud AS, kaum Ad justru menuduh sang nabi dengan banyak alasan. Mereka bahkan tak segan melontarkan ejekan hingga hinaan kepada Nabi Hud AS.

Hud AS lantas meminta Allah SWT untuk menimpakan azab kepada kaum Ad yang enggan beriman kepada-Nya. Sebelum azab itu turun, Nabi Hud AS kembali memperingati kaumnya namun mereka tidak menggubris perkataan Hud AS.

Tak sampai di situ, kaum Ad bahkan meminta pertolongan dan perlindungan kepada berhala-berhala yang mereka sembah. Azab kaum Ad ditandai dengan adanya kekeringan dan kemarau panjang selama tiga tahun yang membuat menderita, kemudian mereka memohon turunnya hujan.

Mereka awalnya gembira karena mengira hujan akan turun dengan timbulnya awan hitam yang nantinya membasahi ladang mereka. Hud AS lalu kembali memperingati kalau awan hitam itu bukan awan rahmat, melainkan membawa kehancuran. Terkait hal ini, Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahqaf ayat 24:

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُّسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا۟ هَٰذَا عَارِضٌ مُّمْطِرُنَا ۚ بَلْ هُوَ مَا ٱسْتَعْجَلْتُم بِهِۦ ۖ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya: “Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih..”

Lalu, ada seorang dari mereka yang menyaksikan azab apa yang terkandung di dalam awan hitam itu. Ia menjerit dan pingsan sesudah melihatnya.

Kala itu, Allah SWT menimpakan azab kepada kaum Ad selama tujuh malam delapan hari berturut-turut. Peristiwa tersebut berlangsung hingga seluruh kaum Ad yang enggan beriman kepada Allah SWT binasa.

Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa pusaran angin itu sama sekali tidak terasa bagi Nabi Hud AS dan pengikutnya yang beriman kepada Allah SWT. Angin itu terasa seperti angin segar yang nyaman dan menyentuh kulit.

Wallahu’alam bishawab.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Sosok Utsman bin Affan yang Dermawan, Rela Sumbang Sepertiga Biaya Perang Tabuk



Jakarta

Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Beliau dikenal sebagai sosok yang kaya raya dan dermawan.

Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya yang berjudul Biografi Utsman bin Affan menjelaskan silsilah Utsman bin Affan. Namanya adalah Utsman bin Afan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdi Manaf.

Sang ibu bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushay. Nama ibu Arwa (nenek Utsman bin Affan dari jalur ibu) adalah Ummu Hukaim Al-Baidha’ binti Abdul Muththalib, saudara perempuan sekandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah Rasulullah.


Utsman bin Affan lahir pada 12 Dzulhijjah 35 sebelum Hijriah dari pasangan Affan bin Abi Al-Ash dan Arwa binti Kuraiz. Beliau lahir dari keluarga yang kaya dan terpandang.

Selama memeluk agama Islam, Utsman bin Affan memiliki banyak peran, terutama dari harta dan kekayaan yang dimilikinya. Sebagai sosok yang dermawan, ia bahkan pernah membiayai Perang Tabuk.

Dalam Sirah Nabawiyah susunan Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dikisahkan bahwa umat Islam akan berperang kala itu, namun ada kendala di keuangan karena dalam keadaan paceklik. Nabi SAW lalu bersabda,

“Barangsiapa yang mendanai pasukan ‘Usrah, maka surga untuknya.”

Mendengar hal tersebut, Utsman bin Affan lalu menyumbangkan hartanya. Tak tanggung-tanggung, sumbangannya itu mencakup 300 ekor unta, 50 ekor kuda, dan uang yang berjumlah 1000 dinar.

Melihat itu, Nabi SAW bersabda:

“Setelah hari ini, apa yang dilakukan Utsman tidak akan membuatnya menjadi melarat.” (HR Tirmidzi & Ahmad)

Mengutip Al-Akhbar oleh Ir Tebyan A’maari Machali MM, nilai yang Utsman sumbangkan untuk Perang Tabuk sama seperti sepertiga biaya perang. Selain itu, ketika masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bahkan memberi gandum yang diangkut 1000 unta untuk membantu masyarakat miskin yang menderita di musim kering.

Kemudian, kedermawanan Utsman bin Affan juga dibuktikan ketika kaum muslimin berhijrah dari Mekkah menuju Madinah. Saat itu, mereka kekurangan air dan hanya satu orang yang memiliki sumur yang mana seorang Yahudi.

Orang Yahudi itu menjual air kepada masyarakat dengan harga yang sangat tinggi. Hal ini membuat kaum muslimin resah.

Nabi Muhammad SAW lalu menyeru kepada sahabat untuk menyelesaikan hal tersebut dan dijanjikan minuman di surga. Seperti biasa, mendengar itu maka Utsman langsung menemui pemilik sumur dan membelinya.

Ketika membeli sumur, Utsman bernegoisasi dengan orang Yahudi tersebut dengan harga 12.000 dirham. Syaratnya, kepemilikan sumur secara bergantian. Satu hari milik Utsman dan hari berikutnya milik orang Yahudi.

Setelah sepakat, Utsman menyerukan kepada kaum muslimin untuk mengambil air sumur sebanyak mungkin ketika sumur itu dimiliki Utsman. Pada hari berikutnya di mana bagian orang Yahudi, tidak ada satu pun orang yang membeli air di sumur itu.

Akhirnya, orang Yahudi itu merasa dirugikan dan menawarkan kepemilikan sumur secara keseluruhan untuk Utsman. Mendengar itu, Utsman setuju dan membayarkan lagi sebesar 8000 dirham.

Ketika sudah sepenuhnya dimiliki oleh Utsman, maka sumur tersebut diwakafkan untuk kepentingan umat Islam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Badar, Salah Satu Pertempuran Besar dalam Sejarah Islam



Jakarta

Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriah. Pertempuran ini disebut terbesar yang pertama dalam sejarah Islam.

Kala itu, jumlah pasukan kaum muslimin dan kafir Quraisy tidak seimbang. Penyebab meletusnya sendiri ialah karena perseteruan umat Islam dengan kaum Quraisy yang musyrik, seperti dijelaskan dalam Kitab As-Sirah an-Nabawiyah tulisan Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi.

Kaum Quraisy kerap kali berupaya memerangi Islam. Mereka menghalangi jalan Allah SWT dan membuat berbagai kesulitan terhadap kaum muslimin.


Saat Perang Badar, pasukan muslimin berjumlah 313 orang, sementara tentara Quraisy mencapai 1.000 orang lebih.

Mengutip Ar-Rahiq al-Makhtum-Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Perang Badar terjadi saat pasukan Madinah menghadang kafilah dagang Quraisy yang pulang dari Syam menuju Makkah.

Kafilah dagang Quraisy itu membawa harta kekayaan penduduk Makkah yang jumlahnya melimpah, yaitu sebanyak 1.000 unta membawa harta benda yang nilainya tidak kurang dari 5.000 dinar emas. Hal ini jadi kesempatan emas bagi pasukan Madinah untuk melancarkan pukulan yang telak bagi orang-orang kafir Quraisy. Ini menjadi serangan dalam bidang politik, ekonomi, dan militer.

Karenanya, Nabi Muhammad SAW mengumumkan kepada orang-orang muslim seraya mengatakan,

“Ini adalah kafilah dagang Quraisy yang membawa harta benda mereka. Hadanglah kafilah itu, semoga Allah SWT memberikan barang rampasan itu kepada kalian.”

Akhirnya, hal tersebut menyebabkan Perang Badar pecah. Tanpa rasa takut, Nabi Muhammad SAW dan pasukannya berangkat dari Madinah menuju medan pertempuran.

Dengan taktik dan siasat dari Rasulullah SAW pasukan Islam sampai terlebih dahulu ke mata air Badar. Hal ini menjadi taktik dan siasat bagi pasukan muslim supaya mereka memiliki cadangan air di tengah lembah gurun Badar.

Hingga akhirnya peperangan pun dimulai. Orang pertama yang menjadi korban ialah Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi ia adalah seorang laki-laki yang kasar dan buruk akhlaknya.

Ia keluar barisan dan mengancam pasukan muslim, ia datang untuk merebut mata air dan mengambil air minum. Namun kedatangannya langsung disambut oleh Hamzah bin Abdul Muthalib.

Setelah saling berhadapan Hamzah langsung menebas kaki Al-Aswad di bagian betis hingga putus, ia pun lalu merangkak dan tercebur ke dalamnya. Tetapi secepat kilat Hamzah berhasil menyerangnya dan membuatnya meninggal dunia.

Setelah itu, perang pun pecah dan orang Quraisy kehilangan 3 orang penunggang kuda yang merupakan komando pasukan mereka. Hal itu, membuat pasukan Quraisy murka dan menyerang pasukan muslim dengan membabi buta.

Di sisi lain, Rasulullah SAW berdoa kepada Allah SWT dan memohon kemenangan, hingga akhirnya Rasulullah SAW dilanda rasa kantuk. Dalam riwayat Muhammad bin Ishaq disebutkan: “Rasulullah SAW bersabda, “Bergembiralah wahai Abu Bakar. Telah datang pertolongan Allah SWT kepadamu. Inilah Jibril yang datang sambil memegang tali kekang kuda yang ditungganginya di atas gulungan-gulungan debu.”

Orang-orang muslim pun bertempur dengan bantuan para malaikat. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Sa’d dari Ikrimah, dia berkata, “Pada saat itu ada kepala orang musyrik yang terkulai, tanpa diketahui siapa yang telah membabatnya. Ada pula tangan yang putus, tanpa diketahui siapa yang membabatnya.” Hingga akhirnya pasukan muslim pun menang dan orang Quraisy mundur dari pertempuran.

Saking pentingnya Perang Badar Allah SWT bahkan menamai hari berlangsungnya pertempuran itu dengan Yaum al-Furqan. Maknanya sendiri ialah hari perbedaan. Kala itu, Allah SWT ingin membedakan antara yang hak dan batil.

Peperangan hebat itu berlangsung selama dua jam. Pasukan muslim berhasil menghancurkan garis pertahanan tentara Quraisy yang menyebabkan mereka mundur secara berurutan.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Zuhudnya Imam an-Nawawi sampai Enggan Menikah


Jakarta

Para ulama terdahulu yang karya-karyanya masih hidup sampai hari ini banyak yang menjalani kehidupannya dengan zuhud. Tak terkecuali Imam an-Nawawi.

Menurut buku Min A’lam As-Salaf karya Syaikh Ahmad Farid yang diterjemahkan Masturi Irham dan Asmu’i Taman, kehidupan Imam an-Nawawi dipenuhi dengan wira’i (menjaga dari perkara yang haram), zuhud, kesungguhan mencari ilmu, amal saleh, nahi munkar, cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Biografi Singkat Imam An-Nawawi

Imam an-Nawawi lahir pada 631 H di Nawa, sebuah daerah yang masih bagian Damaskus. Ia memiliki nama lengkap Yahya bin Syaraf bin Muri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam Al-Hizam Al-Haurani Ad-Dimasyqi Asy- Syafi’i.


Imam an-Nawawi kerap dipanggil Abu Zakariya karena namanya Yahya. Ini merupakan tradisi orang Arab ketika memanggil orang yang memiliki nama Yahya dengan maksud meniru Yahya nabi Allah SWT dan ayahnya, Zakariya.

Sementara itu, dalam Syarah Riyadhus Shalihin yang ditulis Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dan diterjemahkan M. Abdul Ghoffar dkk dikatakan, Imam an-Nawawi mendapat panggilan Abu Zakariya karena ia tidak menikah dan termasuk ulama yang membujang hingga akhir hayatnya.

Imam an-Nawawi memiliki gelar Muhyiddin. Namun, dirinya tidak suka dengan gelar ini karena sikap dan rasa tawadhu’nya kepada Allah SWT yang amat besar.

Kisah Zuhud Imam An-Nawawi

Masih diambil dari sumber yang sama, Imam An-Nawawi adalah orang yang sangat zuhud terhadap perkara dunia yang tidak penting.

Zuhud sendiri diartikan sebagai tindakan meninggalkan sesuatu karena tidak butuh dan menganggap remeh terhadap sesuatu tersebut namun senang atau melakukan sesuatu yang lebih baik dari yang ditinggalkannya itu.

Imam An-Nawawi bukan orang yang mudah tergiur dengan dunia beserta perhiasannya yang fana. Sikap zuhud Imam an-Nawawi tercermin dalam kesehariannya. Ia rela makan, minum, dan memiliki pakaian yang sedikit.

Imam An-Nawawi biasanya memakan roti Al-Ka’k dan buah zaitun hauran yang dikirim ayahnya karena ia tidak memiliki waktu untuk memasak atau makan. Hanya makanan-makanan ini saja yang ia makan sehari-hari.

Imam An-Nawawi tidak serakah bahkan sangat sederhana dalam berpakaian. Ia rela memakai pakaian yang ditambal dan menempati asrama yang disediakan untuk para siswa.

Di dalam kamarnya pun dipenuhi dengan kitab-kitab. Apabila ada tamu yang hendak mengunjunginya, ia harus menumpuk kitab-kitab itu agar para tamu bisa memiliki ruang untuk masuk.

Kezuhudan Imam an-Nawawi terhadap dunia juga tampak dari sikapnya yang lain. Ia tidak memasuki kamar mandi umum yang di dalamnya terdapat pemanas air dan tidak memakan buah-buahan karena menjalani wira’i.

Zuhud Imam An-Nawawi sampai pada tahapan tidak punya waktu untuk menikah dengan wanita yang cantik atau memiliki budak perempuan. Ia menggunakan seluruh hidupnya semata-mata untuk nasihat, mendalami ilmu, mengajar, mengarang, ibadah, zuhud, terutama zuhud dari nafsu.

Imam An-Nawawi telah menempatkan dirinya pada posisi yang berbahaya ketika ia menasihati pemerintah kala itu. Ia mengirim surat kepada Ibnu An-Najjar dengan mengatakan, “Alhamdulillah, aku termasuk orang yang suka meninggal dalam keadaan taat kepada Allah SWT.”

Al-Yunini mengatakan, “Perkara yang menyebabkan ia berada di barisan terdepan dari para ulama adalah banyaknya zuhud, taat agama, dan wira’inya di dunia.”

Imam an-Nawawi wafat pada 24 Rajab 676 H dan dimakamkan di kampung halamannya, Nawa. Ia meninggalkan karya-karya menjadi rujukan umat Islam hingga kini.

Beberapa karya Imam an-Nawawi antara lain Syarhu Shahiih Muslim, al-Adzkaar, al-Arba’uun an-Nawawiyyah, al-Isyaaraat ilaa Bayaanil Asmaa’ al-Mubhamaat, at-Taqriib, Irsyaadu Thullaabil Haqaa’iq ilaa Ma’rifati Sunani Khairil Khalaa’iq, Syarhu Shahiih al-Bukhari, Syarhu Sunan Abi Dawud, dan Riyaadhus Shaalihiiin min kalaami Sayyidil Mursaliin.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Qais bin Sa’ad, Sahabat Rasulullah yang Dermawan


Jakarta

Para sahabat Rasulullah SAW memiliki perannya masing-masing. Meski demikian, mereka memiliki satu tujuan utama, yaitu untuk menyebarkan agama Islam.

Qais bin Sa’ad RA adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang berperan besar. Ia terkenal dengan sifatnya yang dermawan. Berikut sosok Qais bin Sa’ad RA beserta perannya.

Mengenal Qais bin Sa’ad, Pemuda yang Dermawan

Dirangkum dari buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi oleh Muhammad Raji Hasan Kinas, Qais bin Sa’ad bin Ubadah adalah sahabat Nabi SAW yang berasal dari kalangan Anshar keturunan suku Khazraj. Qais bin Sa’ad tumbuh besar di keluarga yang harmonis, santun, dan mulia.


Dalam pertumbuhannya, Qais bin Sa’ad menjadi seorang yang cerdik dan waspada, seperti anak singa yang beranjak dewasa. Sebab ayah dan kakeknya merupakan orang yang sangat dermawan, ia juga mendapatkan warisan kedermawanan tersebut.

Keluarga Qais bin Sa’ad merupakan keluarga yang terpandang. Mereka menjadi penolong-penolong agama Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Dirangkum dari buku The Great Sahaba oleh Rizem Aizid, terdapat beberapa cerita mengenai kedermawanan Qais bin Sa’ad. Salah satunya yaitu ketika Umar RA dan Abu Bakar RA yang membicarakan kedermawanan Qais.

Salah satu dari mereka berkata, “Kalau kita biarkan pemuda ini dengan kemurahan hatinya, niscaya harta ayahnya akan habis tidak tersisa.” Saad bin Ubadah yang tidak jauh dari mereka mendengar percakapan mereka. Kemudian, Sa’ad bin Ubadah berkata kepada mereka dengan tegas, “Siapakah yang dapat membela diriku terhadap Abu Bakar dan Umar? Mereka mengajarkan kekikiran kepada anakku dengan memperalat namaku.”

Peran Qais bin Sa’ad RA

Dirangkum dari sumber sebelumnya, Qais bin Sa’ad merupakan orang yang sangat dermawan. Selain terkenal dengan sifatnya yang dermawan, Qais bin Sa’ad juga terkenal dengan keberanian dan keperwiraannya.

Qais bin Sa’ad mengikuti berbagai peperangan bersama Rasulullah SAW dan tidak pernah absen dalam berjihad di jalan Allah SWT. Qais bin Sa’ad juga menjadi pengawal yang menemani Rasulullah SAW dimana pun dan kapan pun beliau berada.

Bahkan, setelah Rasulullah SAW wafat, Qais bin Sa’ad tetap senantiasa berjihad di jalan Allah SWT. Ia mengutamakan keberanian yang berlandaskan kebenaran dan kejujuran serta tidak pernah bermain curang apalagi licik.

Ketika tiga peperangan (Perang Shiffin, Jamal, dan Nahrawan) di masa Ali bin Abi Thalib terjadi, Qais menjadi salah satu pahlawan yang berperang tanpa takut dan mati. Sebagai balasan aas jasanya, Ali bin Abi Thalib RA mengangkat Qais bin Sa’ad menjadi Gubernur Mesir.

Setelah Ali bin Abi Thalib RA wafat, Qais memandang Hasan sebagai tokoh yang cocok menurut syariat untuk menjadi Amirul Mukminin. Qais pun berbaiat kepadanya dan berdiri di sampingny sebagai pembela.

Peristiwa pembaiatan tersebut terjadi pada bulan Ramadhan tahun 40 H. Sejak saat itu, Hasan menjadi khalifah dan Qais bin Sa’ad menjadi Amir di wilayah Azerbaijan dengan mengomando 40.000 pasukan.

Wafatnya Qais bin Sa’ad

Dirangkum dari sumber sebelumnya, Qais bin Sa’ad wafat pada 59 H di Madinah karena pembunuhan. Saat itu, Qais sedang bertempur di pihak Hasan melawan Mu’awiyah.

Qais mendapat perintah dari Hasan bin Ali agar berada di barisan terdepan dengan memimpin 12.000 pasukan. Ketika Qais berangkat ke Syam, tiba-tiba ada teriakan lantang yang mengatakan bahwa Qais bin Sa’ad telah terbunuh.

Hal tersebut membuat Hasan dan pasukannya panik dan segera mengemas perbekalan mereka. Mereka juga membongkar dan mengemas tenda yang ditempati Hasan.

Demikianlah akhir hidup dari Qais bin Sa’ad. Semoga Allah SWT senantiasa mengaruniakan rahmat kepadanya. Amin.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kesabaran Nabi Musa AS dan Dua Ekor Burung



Jakarta

Nabi Musa AS dikenal sebagai nabi yang sabar. Semasa hidupnya, ia pernah beberapa kali diberi ujian oleh Allah SWT.

Nabi Musa AS lahir di zaman kepemimpinan Fir’aun, raja yang dzalim terhadap Bani Israil. Firaun zaman Nabi Musa AS terkenal sebagai raja yang sangat biadab dan kejam kepada rakyatnya, terutama kepada Bani Israil.

Beberapa kisah tentang Nabi Musa AS termaktub dalam Al-Qur’an, seperti dalam surat Al Qashash, surat Al Baqarah, dan surah Taha.


Kisah Nabi Musa AS dan Burung

Merangkum dari buku Kisah Orang-orang Sabar oleh Nasiruddin, dikisahkan pada suatu hari, ketika Nabi Musa AS dan Yusya’ bin Nun bepergian, tiba-tiba hinggaplah seekor burung putih di bahu Nabi Musa AS.

Atas kuasa Allah SWT, burung tersebut bisa berbicara. Burung putih ini berkata, “Hai Musa! Jagalah aku pada hari ini dari ancaman maut. Sebab, aku akan dimangsa oleh burung elang.”

Mendengar hal tersebut, Nabi Musa AS mengizinkan burung itu masuk ke dalam bajunya.

Tak lama kemudian, burung elang datang menghadap beliau seraya berkata, “Hai Musa! Jangan kau halangi diriku untuk memangsa buruanku.”

“Bagaimana kalau kusembelihkan domba untukmu?” tanya Nabi Musa AS memberi tawaran.

“Daging domba bukanlah makananku,” jawab elang.

“Bagaimana kalau daging pahaku ini?” tanya Nabi Musa lagi.

“Aku hanya bersedia jika memakan dua biji mata Anda,” jawab elang.

Maka, Nabi Musa AS langsung merebahkan tubuhnya di tanah dan dalam keadaan terlentang. Burung elang lantas hinggap di dada beliau untuk mematuk bola mata beliau dengan paruhnya.

Melihat apa yang dilakukan Nabi Musa AS, Yusya’ bin Nun menyahut, “Hai Musa! Apakah kedua bola matamu itu begitu sepele untuk membela burung itu?”

Ketika itulah burung putih terbang dari bagian lengan baju beliau, dan elang pun memburunya. Anehnya, kedua burung itu tiba-tiba kembali menghadap Nabi Musa AS.

“Sebenarnya aku adalah malaikat Jibril,” kata seekor burung putih.

“Dan aku adalah malaikat Mikail,” jawab burung yang satunya.

“Allah memerintahkan kepada kami berdua untuk menguji sampai sejauh mana kesabaranmu dalam mengabdi ketentuan Allah SWT,” seru keduanya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Utsman bin Affan Hendak Dibunuh Kaum Quraisy Sebelum Perjanjian Hudaibiyah



Jakarta

Utsman bin Affan pernah diutus Rasulullah SAW untuk mendatangi Makkah dan bertemu kaum Quraisy. Seruannya untuk mengajak pada perdamaian ternyata disambut dengan amarah yang membuat kaum Quraisy hendak membunuh Utsman.

Utsman bin Affan adalah sahabat Rasulullah SAW yang dikenal setia serta berani membela ajaran Islam. Ia bahkan sama sekali tak gentar meskipun dirinya diancam untuk dibunuh.

Mengutip buku 150 Kisah Utsman ibn Affan oleh Ahmad Abdul Al Atl-Thathawi dikisahkan bahwa Rasulullah SAW mengutus Utsman bin Affan untuk menghadapi kaum Quraisy dalam Perjanjian Hudaibiyah dan menyeru untuk menghindari peperangan. Rasulullah SAW memanggil Utsman dan berkata,


“Pergilah kepada kaum Quraisy dan beritahu kepada mereka bahwa kita tidak datang untuk memerangi mereka, tetapi kita datang sebagai pengunjung Baitullah dan pengagung kehormatannya. Kita juga membawa hewan sembelihan. Kita akan menyembelihnya, kemudian pergi.”

Peristiwa ini terjadi sebelum disepakatinya Perjanjian Hudaibiyah.

Kaum Quraisy Mencoba Membunuh Utsman

Mendengar perintah dari Rasulullah SAW, Utsman lantas pergi sendirian menyusuri perbatasan Tanah Haram, Makkah untuk menemui penduduk Makkah. Dengan berani Utsman melangkah tanpa rasa takut dan khawatir akan bahaya yang mengintainya.

Di pesisir Makkah dan Lembah Baldah, Utsman bertemu dengan orang-orang bersenjata yang terdiri atas para ksatria Quraisy. Mereka hendak membunuh Utsman yang dianggap telah masuk ke wilayah Quraisy.

Utsman hampir saja dibunuh jika tidak ada Aban ibn Sa’id ibn Al-Ash ibn Abi Al-Ash ibn Umayyah ibn Abd Syam yang memberikan jaminan kepada para petugas yang berjaga. Aban ibn Sa’id memberikan jaminan perlindungan bagi putra dari pamannya itu (Utsman bin Affan).

Dia berseru, ” Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Utsman berada dalam perlidunganku. Maka, biarkanlah Utsman!”

Kedatangan Utsman Membawa Pesan Bagi Kaum Quraisy

Utsman tiba di Baldah, sebuah daerah dekat Makkah. Di sana, ia bertemu dengan orang-orang Quraisy. Mereka lantas bertanya, “Hendak ke manakah kamu?”

Utsman menjawab, “Rasulullah SAW telah mengutusku agar menemui kalian untuk menyeru kepada Allah dan Islam. Kalian semua hendaknya masuk agama Allah. Sebab, Allah pasti akan memenangkan agama-Nya dan memuliakan Nabi-Nya. Jika tidak, hendaklah kalian membiarkan kami. Lalu, urusan selanjutnya diserahkan kepada orang-orang selain kalian. Jika mereka berhasil mengalahkan Muhammad, itulah yang kalian inginkan. Namun jika Muhammad yang menang, kalian memiliki pilihan: apakah kalian masuk ke agama Islam atau kalian memerangi kami dengan jumlah kalian yang banyak dan lengkap. Padahal, sesungguhnya peperangan telah menyiksa kalian dan menghilangkan orang-orang terpilih di antara kalian.”

Menurut Al Shalabi dalam buku berjudul Utsman bin Affan, Utsman terus berbicara kepada mereka tentang hal-hal yang sebenarnya tidak ingin mereka dengar. Kaum Quraisy lantas berkata, “Kami telah mendengarkan apa yang kamu ucapkan. Dan hal seperti ini tidak akan pernah terjadi. Dia (Muhammad) tidak akan pernah memasuki Makkah dengan jalan kekerasan. Pulanglah kepada kawanmu itu. Beri tahukan kepadanya bahwa dia tidak akan pernah sampai kepada kami.”

Utsman Membalas Kebaikan Abdullah ibn Sa’aad

Usai menyampaikan pesan kepada kaum Quraisy, Utsman tidak pernah lupa dengan kebaikan Abdullah ibn Saad ibn Abi Al Sarh yang telah memberinya perlindungan dan menjaganya selama di Makkah.

Ketika terjadi pembebasan Makkah, Abdullah ibn Sa’ad bersembunyi di rumah Utsman. Kemudian Utsman membawa dan mengantarkannya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, Abdullah telah berbaiat, lalu dia membatalkan baiatnya (keluar dari Islam).” Beliau pun melihat Abdullah tiga kali. Hal itu menunjukkan bahwa beliau tidak suka. Namun beliau membaiatnya kembali ke dalam Islam setelah melihatnya tiga kali.

Setelah itu, beliau menghadap kepada para sahabat dan bertanya, “Tidakkah di antara kalian ada orang yang mengerti dan menghampiri orang ini untuk membunuhnya ketika aku tidak mengulurkan tanganku untuk membaiatnya?”

Mereka menjawab, “Kami tidak mengetahui apa yang ada di dalam benakmu, wahai Rasulullah. Mengapa engkau tidak memberikan isyarat mata kepada kami?”

Rasulullah menjawab, “Seorang nabi tidak patut memiliki mata yang berkhianat.”

Abdullah ibn Sa’ad adalah salah seorang penulis wahyu. Namun, ia murtad dan melarikan diri ke Makkah. Karena itulah Rasulullah SAW menghalalkan darahnya untuk dibunuh.

Merujuk pada buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Fida Abdillah, akhirnya Rasulullah dan kaum Quraisy menyepakati Perjanjian Hudaibiyah. Situasi di Makkah menjadi aman dan tidak ada peperangan. Bahkan, pengikut Nabi Muhammad SAW yang pada awalnya hanya berjumlah 1.400 orang bertambah menjadi hampir 10.000 orang.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kesabaran Nabi Yakub ketika Kehilangan Sang Putra



Jakarta

Nabi Yakub AS termasuk ke dalam 25 nabi yang wajib diketahui dalam Islam. Kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an.

Yakub AS adalah putra dari Nabi Ishaq. Dahulu, dirinya memiliki saudara kembar bernama Aish, seperti dijelaskan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul oleh Dr h Ridwan Abdullah Sani M Si dan Muhammad Kadri S Si MSc.

Karena keduanya kurang akur, akhirnya Nabi Ishaq menyuruh Yakub AS untuk merantau ke Irak. Ia diutus oleh Allah SWT untuk berdakwah di negeri Kan’an.


Selain memiliki kepribadian yang baik, Nabi Yakub AS dikenal sebagai sosok yang sangat sabar. Bahkan ketika ditimpa musibah dan menghadapi tipu daya putra-putranya.

Beliau memiliki anak yang juga seorang nabi, yaitu Yusuf AS. Nabi Yakub AS sangat menyayangi Yusuf AS, hal ini lantas menimbulkan kecemburuan dari saudara-saudaranya yang lain.

Rasa cemburu itu mengakibatkan saudara Yusuf AS memiliki rencana buruk padanya. Dalam surah Yusuf ayat 15, Allah SWT berfirman:

فَلَمَّا ذَهَبُوْا بِهٖ وَاَجْمَعُوْٓا اَنْ يَّجْعَلُوْهُ فِيْ غَيٰبَتِ الْجُبِّۚ وَاَوْحَيْنَآ اِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِاَمْرِهِمْ هٰذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ ١٥

Artinya: “Maka, ketika mereka membawanya serta sepakat memasukkannya ke dasar sumur, (mereka pun melaksanakan kesepakatan itu). Kami wahyukan kepadanya, ‘Engkau kelak pasti akan menceritakan perbuatan mereka ini kepada mereka, sedangkan mereka tidak menyadari.'”

Setelah menjebloskan Yusuf AS ke dalam sumur, saudara-saudaranya berkata pada sang ayah bahwa Nabi Yusuf AS tewas diterkam oleh binatang buas. Mendengar hal itu, Nabi Yakub AS sangat sedih. Saking sedihnya ia terus menangis tanpa henti dan berkepanjangan, akibatnya kedua matanya mengalami kebutaan.

Meski kehilangan putra tercintanya, Nabi Yakub AS berusaha untuk tetap teguh dan sabar. Allah SWT pun memberi sang nabi kekuatan agar dapat melewati ujian tersebut.

Setelah sekian lama, Allah SWT mengembalikan penglihatan Nabi Yakub sehingga ia dapat kembali melihat. Nabi Yakub juga akhirnya mengetahui fakta bahwa sang anak, Nabi Yusuf, masih hidup.

Mengutip buku Dua Puluh Lima Nabi Banyak Bermukjizat Sejak Adam AS hingga Muhammad SAW tulisan Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams, Nabi Yakub AS memiliki mukjizat indra penciuman yang sangat tajam. Ia dapat mencium aroma dari tempat yang ditempuh dalam delapan hari perjalanan. Ini terjadi ketika ia mencium baju Nabi Yusuf AS dan mendapatkan semerbak wanginya.

Nabi Yakub lalu memohon ampun atas perbuatan putra-putranya seperti yang tertera dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 98,

قَالَ سَوْفَ اَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّيْ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ ٩٨

Artinya: “Dia (Yakub AS) berkata, “Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kisah ini menjadi bukti betapa sabarnya Yakub AS menghadapi ujian dan musibah yang menimpanya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com