Tag Archives: hr bukhari

Tanda-tanda Kiamat Menurut Hadits, Ada yang Sudah Terjadi


Jakarta

Kiamat merupakan peristiwa besar yang menandai berakhirnya seluruh kehidupan di alam semesta. Meskipun waktunya tetap menjadi rahasia Allah SWT, datangnya kiamat merupakan sebuah kepastian.

Kepastian datangnya hari kiamat disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Taha ayat 15,

اِنَّ السَّاعَةَ اٰتِيَةٌ اَكَادُ اُخْفِيْهَا لِتُجْزٰى كُلُّ نَفْسٍ ۢ بِمَا تَسْعٰى ۝١٥


Artinya: “Sesungguhnya hari kiamat itu (pasti) akan datang. Aku hampir (benar-benar) menyembunyikannya. (Kedatangannya itu dimaksudkan) agar setiap jiwa dibalas sesuai dengan apa yang telah dia usahakan.”

Sebelum kiamat tiba, ada tanda-tanda yang terjadi di bumi. Tanda-tanda kiamat ini disebutkan dalam hadits. Berikut adalah beberapa hadits tanda kiamat.

Tanda-tanda Kiamat Menurut Hadits

1. Sungai Eufrat Mengering

Dalam kitab Riyadhus Shalihin Imam Nawawi terdapat hadits tanda kiamat pertama, dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Kiamat tidak akan terjadi sehingga Sungai Eufrat (di Irak) menyingkapkan gunung emas, yang manusia berperang memperebutkannya. Dan setiap seratus orang yang berperang, akan terbunuh sembilan puluh sembilan orang. Setiap orang di antara mereka berkata, “Semoga akulah yang selamat.”

Dalam sebuah riwayat yang lain dikatakan, “Hampir-hampir Sungai Eufrat menyingkapkan perbendaharaan emas. Barang siapa mendatanginya, janganlah ia mengambil sesuatu pun darinya!” (HR Bukhari)

2. Kaum Muslimin Memerangi Yahudi

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sehingga kaum muslimin memerangi Yahudi sehingga seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Batu dan pohon berkata, “Hai orang Islam, inilah seorang Yahudi, bersembunyi di belakangku. Kemarilah, bunuhlah ia” Hanya pohon gharqad yang tidak berkata begitu, karena ia termasuk pohon kaum Yahudi.” (HR Bukhari)

3. Banyak Peristiwa Pembunuhan

Mengutip buku Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi susunan Darus Sunnah, hadits tanda kiamat juga diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,

“Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali setelah banyak peristiwa haraj.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah haraj itu?” Beliau menjawab, “Pembunuhan, pembunuhan.” (HR Bukhari)

4. Api Keluar dari Tanah Hijaz

Ibnu Al-Musayyab berkata bahwa Abu Hurairah telah mengabarkan kepadanya, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,

“Hari kiamat tidak akan terjadi hingga api keluar dari tanah Hijaz yang menerangi leher-leher unta di Bushra.”

5. Sepuluh Tanda Kiamat Kubra

Dalam buku Ensiklopedia Akhir Zaman yang disusun oleh Muhammad Ahmad Al-Mubayyadh juga disebutkan mengenai hadits tanda kiamat selanjutnya, dari Hudzaifah bin Asid Al-Ghifaria, ia berkata:

“Nabi melihat ke arah kami ketika kami sedang berbincang-bincang. Beliau bersabda, “Apa yang kalian perbincangkan?” Kami menjawab, “Memperbincangkan kiamat.” Kemudian beliau bersabda,

“Sesungguhnya Hari Kiamat itu tidak akan terjadi sampai kalian melihat sebelumnya sepuluh tanda, lantas beliau menyebutkannya: asap, Dajjal, binatang, terbitnya matahari dari tempat tenggelamnya, turunnya Isa bin Maryam, Ya’juj dan Ma’juj, tiga pembenaman ke dalam bumi: pembenaman di timur, pembenaman di barat, dan pembenaman di jazirah Arab, dan yang terakhir darinya adalah api yang keluar dari Yaman, menggiring sekalian manusia menuju tempat berkumpulnya mereka (mahsyar)” (HR Muslim)

6. Api Menghabiskan Manusia dari Timur ke Barat

Sampai kepada Abdullah bin Salam berita kedatangan Rasulullah SAW ke Madinah, lantas Abdullah mendatangi beliau, lalu dia berkata, “Sesungguhnya aku akan bertanya kepada Anda tentang 3 hal yang tidak mengetahuinya kecuali seorang nabi.”

Dia berkata, “Apakah tanda hari kiamat yang pertama? Apakah makanan pertama yang dimakan oleh penghuni surga? Dari sesuatu apakah seorang anak mengambil kepada bapaknya? Dari sesuatu apakah dia mengambil kepada paman-pamannya dari arah ibu?”

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril memberitahukan kepadaku hal-hal itu baru saja.” Abdullah berkata, “Itulah musuh Yahudi dari kalangan malaikat.” Rasulullah SAW bersabda, “Adapun tanda hari kiamat yang pertama adalah api yang mengumpulkan manusia dari timur menuju barat.” (HR Bukhari)

7. Tanda Kiamat Bagaikan Tali Manik-manik yang Terputus

Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW bersabda, “Tanda-tanda itu bagaikan manik-manik (merjan) yang tersusun rapi dalam tali, jika tali itu diputus maka sebagiannya akan mengikutinya.” (HR Ahmad)

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

9 Hal yang Bisa Dilakukan Suami untuk Bahagiakan Istri dalam Islam


Jakarta

Dalam rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah, kebahagiaan istri menjadi salah satu kunci utama. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan panduan lengkap mengenai cara memperlakukan istri dengan baik.

Terdapat banyak cara yang bisa dilakukan oleh seorang suami agar sang istri merasa dicintai dan dihargai. Dengan membuat istri bahagia, kehidupan keluarga menjadi lebih menyenangkan dan mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Perintah Memuliakan Istri

Seorang perempuan atau istri memiliki kedudukan yang istimewa dalam Islam. Dikutip dari buku Kamu Cantik jika Taat Allah oleh Sahabat Muslimah, Islam sangat memuliakan wanita. Wanita harus dijaga, dilindungi, dan dimuliakan oleh laki-laki.


Ajaran agama Islam telah memberikan hak yang besar bagi seorang istri yang harus dilaksanakan oleh suami, sebagaimana suami juga memiliki hak yang agung. Salah satu ayat yang menyebutkan hak istri tertulis dalam potongan surah An Nisa ayat 19,

… وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ …

Artinya: “… Pergaulilah mereka dengan cara yang patut…”

Rasulullah SAW bersabda, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut (QS An Nisa: 19). Terimalah wasiatku untuk berbuat baik kepada para kemuliaan wanita dalam Islam. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok). Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah tulang rusuk teratas. Apabila kamu meluruskannya kamu akan mematahkannya, namun apabila kamu diamkan dia akan semakin bengkok, maka berlaku baiklah padanya.” (HR Bukhâri, no. 3331 dan Muslim, no. 1468)

9 Hal yang Bisa Menyenangkan Istri

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, istri yang bahagia adalah salah satu kunci untuk mencapai kebahagiaan keluarga di dunia dan akhirat. Untuk membuat istri merasa bahagia, seorang suami harus memperhatikan adab yang baik kepada istrinya.

Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Adab fid Din yang terdapat dalam kumpulan tulisannya, Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali, yang diterbitkan oleh Al-Maktabah At-Taufiqiyyah di Kairo pada halaman 442, membahas tentang etika atau tata cara yang sebaiknya dipraktikkan oleh seorang suami dalam berinteraksi dengan istrinya.

آداب الرجل مع زوجته: حسن العشرة، ولطافة الكلمة، وإظهار المودة، والبسط في الخلوة، والتغافل عن الزلة وإقالة العثرة، وصيانة عرضها، وقلة مجادلتها، وبذل المؤونة بلا بخل لها، وإكرام أهلها، ودوام الوعد الجميل، وشدة الغيرة عليها

Artinya: “Adab suami terhadap istri, yakni: berinteraksi dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukkan cinta kasih, bersikap lapang ketika sendiri, tidak terlalu sering mempersoalkan kesalahan, memaafkan jika istri berbuat salah, menjaga harta istri, tidak banyak mendebat, mengeluarkan biaya untuk kebutuhan istri secara tidak bakhil, memuliakan keluarga istri, senantiasa memberi janji yang baik, dan selalu bersemangat terhadap istri.”

Holilur Rohman dalam bukunya yang berjudul Rumah Tangga Surgawi menjelaskan bahwa Al-Qur’an dan hadits mengajarkan berbagai bentuk adab bagi suami. Jika adab ini dikerjakan, atas seizin Allah SWT maka para suami akan dicap sebagai suami yang baik yang bisa menghasilkan istri yang bahagia.

Berikut ini adalah cara membuat istri bahagia dalam Islam:

1. Memperlakukan Istri dengan Baik

Seorang suami diharapkan memiliki sifat dan perilaku yang baik terhadap istrinya. Melalui ikatan pernikahan yang suci, suami berkomitmen tidak hanya di depan keluarga tetapi juga di hadapan Allah SWT untuk membahagiakan istrinya.

Sebagaimana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Nabi Muhammad SAW:

أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَـاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ -أَيْ أسِيْرَاتٍ- لَيْسَ تَمْلِكُوْنَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ، إِلاَّ أَنْ يَأْتِيْنَ بِفَـاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ، فَإِنْ فَعَلْنَ فَـاهْجُرُوْهُنَّ فِـي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْاهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ، فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ، وَلاَ يَأْذَنَّ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ، أَلاَ وَحَقَّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوْا إِلَيْهِنَّ فِيْ كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ.

Artinya: “Ingatlah, berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka itu (bagaikan) tawanan di sisi kalian. Kalian tidak berkuasa terhadap mereka sedikit pun selain itu, kecuali bila mereka melakukan perbuatan nista. Jika mereka melakukannya, maka tinggalkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Jika ia mentaati kalian, maka janganlah berbuat aniaya terhadap mereka. Mereka pun tidak boleh memasukkan siapa yang tidak kalian sukai ke tempat tidur dan rumah kalian. Ketahui-lah bahwa hak mereka atas kalian adalah kalian berbuat baik kepada mereka (dengan mencukupi) pakaian dan makanan mereka.”

2. Menjadi Kepala Keluarga yang Bijak

Ciri khas dari seorang pemimpin yang baik adalah keterbukaannya terhadap diskusi. Setiap keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan keluarga idealnya dibahas bersama istri dengan mendengarkan pandangannya.

Lebih lanjut, sangat penting bagi seorang pemimpin untuk melindungi keluarganya dari tindakan yang dilarang oleh Allah SWT. Ia harus senantiasa mengingatkan istri dan anak-anaknya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam surat At Tahrim ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

3. Memberikan Nafkah kepada Keluarga

Memberikan nafkah merupakan salah satu tanda keseriusan seorang suami dalam perannya sebagai kepala rumah tangga. Sang suami harus benar-benar memperhatikan kebutuhan dasar seperti pakaian, makanan, dan tempat tinggal untuk istri serta anak-anaknya.

Seorang suami yang dengan tulus dan ikhlas mencari nafkah untuk keluarganya, baik dalam jumlah banyak maupun sedikit sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang tersedia akan mendapatkan balasan yang luar biasa dari Allah SWT, baik di dunia ini maupun di akhirat, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits berikut.

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,

“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi).” (HR Muslim)

4. Membantu Pekerjaan Rumah Tangga

Terdapat pemahaman umum yang menggambarkan bahwa suami bertugas bekerja di luar rumah sementara istri mengurus rumah tangga. Persepsi ini perlu diluruskan karena bisa menimbulkan kesalahpahaman.

Dalam menjalankan rumah tangga, suami dan istri seharusnya bertindak sebagai dua pihak yang bekerja sama. Keduanya dianjurkan untuk saling mendukung dan membantu dalam pekerjaan masing-masing jika diperlukan.

Mengambil contoh dari kehidupan Rasulullah SAW, meskipun sibuk berdakwah, beliau juga turut serta dalam pekerjaan rumah seperti menyiapkan makanan, menjahit sandal, dan lain-lain, sesuai dengan apa yang diajarkan dalam beberapa hadits,

عن عروة قال قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ قَالَتْ مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ

Artinya: Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember.” (HR Ibnu Hibban)

5. Memiliki Etika yang Baik

Etika yang baik mencakup ucapan, tindakan, sikap, dan sifat. Salah satu contoh dari etika yang baik adalah menghindari kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah, beliau tidak pernah melakukan tindakan pemukulan terhadap pembantunya atau istrinya. Hal ini ditegaskan oleh Sayyidah Aisyah RA., berkata:

مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلاَ امْرَأَةً وَلاَ خَادِمًا إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Artinya: Rasulullah sama sekali tidak pernah memukul siapa pun dengan tangannya, baik itu pelayan beliau maupun perempuan, kecuali saat berjihad di jalan Allah. (HR Muslim)

Rasulullah SAW bahkan mengingatkan para suami untuk tidak memukul istri mereka dan menegur mereka yang melakukannya. Beliau bersabda:

لاَ يَجْلِدُ أَحَدُكُمُ امْرَأَتَهُ جَلْدَ الْعَبْدِ، ثُمَّ يُجَامِعُهَا فِي آخِرِ الْيَوْمِ

Artinya: Janganlah salah seorang dari kalian memukul istrinya seperti ia memukul seorang budak, sedangkan di penghujung hari ia pun menggaulinya. (HR Bukhari)

6. Menasihati Istri dengan Cara yang Baik

Khusus bagi suami, penting untuk bersabar jika istri melakukan kesalahan. Menanggapi kesalahan istri dengan cara yang tidak bijak hanya akan melukai perasaannya dan memperburuk situasi.

Terlebih lagi, ada hadis yang menjelaskan cara yang tepat dalam menasehati perempuan. Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «المَرْأَةُ كَالضِّلَعِ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ»

Artinya: “Istri itu (terkadang) seperti tulang rusuk (yang bengkok dan keras). Jika kamu luruskan, kamu bisa mematahkannya. Jika kamu (biarkan, dan tetap) menikmatinya, maka kamu menikmati seseorang yang ada kebengkokan (kekurangan) dalam dirinya.” (HR Bukhari)

7. Mencintai Istri dengan Tulus

Seorang istri akan merasa bahagia jika dicintai karena keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT, bukan karena kekayaan, penampilan, atau keturunannya. Seperti contoh yang diberikan oleh Rasulullah SAW yang selalu mencintai istrinya dengan tulus.

Hal ini diperjelas dalam sebuah hadits Nabi, “Suatu ketika Amr bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling kau cintai?’ Beliau menjawab, ‘Aisyah’.” (HR Bukhari dan Muslim)

8. Setia

Dalam sebuah pernikahan, kesetiaan berarti keinginan kuat untuk tetap setia pada janji yang telah dibuat, menghadapi segala suka dan duka bersama-sama, serta bekerja sama mencapai cita-cita keluarga dengan menerima segala kelemahan dan kelebihan pasangan.

Pasangan suami istri harus berkomitmen untuk saling menjaga kesetiaan, dan apabila menghadapi kesulitan, mereka harus tetap bersatu untuk mengatasinya bersama-sama.

9. Menghindari Hal yang Menimbulkan Konflik

Keharmonisan dalam rumah tangga bisa berubah-ubah, terkadang tenang, terkadang penuh gairah. Konflik dapat muncul dari hal-hal kecil hingga besar.

Menurut buku Psikologi Keluarga karya Hj. Ulfiah, terdapat sembilan faktor yang bisa menjadi penyebab konflik dalam keluarga.

  • Komunikasi yang tidak baik
  • Konflik orang tua dan anak
  • Masalah ekonomi
  • Cemburu
  • Merasa superior
  • Perselingkuhan
  • Kekerasan dalam rumah tangga
  • Campur tangan orang tua
  • Poligami

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Aisyah Istri Rasulullah SAW dari Lahir hingga Wafat


Jakarta

Aisyah RA adalah istri Rasulullah SAW. Usianya saat menikah dengan nabi cukup terbilang muda.

Menurut sebuah hadits, Aisyah RA dinikahi Rasulullah SAW saat berusia 6 tahun. Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari Aisyah RA berkata:

“Nabi SAW menikahiku ketika aku masih berusia enam tahun. Kami berangkat ke Madinah. Kami tinggal di tempat bani Haris bin Khajraj. Kemudian aku terserang penyakit demam panas yang membuat rambutku banyak yang rontok.


Kemudian ibuku, Ummu Ruman, datang ketika aku sedang bermain-main dengan beberapa orang temanku. Dia memanggilku, dan aku memenuhi panggilannya, sementara aku belum tahu apa maksudnya memanggilku.

Dia menggandeng tanganku hingga sampai ke pintu sebuah rumah. Aku merasa bingung dan hatiku berdebar-debar. Setelah perasaanku agak tenang, ibuku mengambil sedikit air, lalu menyeka muka dan kepalaku dengan air tersebut, kemudian ibuku membawaku masuk ke dalam rumah itu. Ternyata di dalam rumah itu sudah menunggu beberapa orang wanita Anshar. Mereka menyambutku seraya berkata: ‘Selamat, semoga kamu mendapat berkah dan keberuntungan besar:’

Lalu ibuku menyerahkanku kepada mereka. Mereka lantas merapikan dan mendandani diriku. Tidak ada yang membuatku kaget selain kedatangan Rasulullah SAW. Ibuku langsung menyerahkanku kepada beliau, sedangkan aku ketika itu baru berusia sembilan tahun.” (HR Bukhari)

Sirah Aisyah RA

Dijelaskan dalam Sirah Aisyah Ummil Mukminin karya Sulaiman An-Nadawi yang diterjemahkan Iman Firdaus, Aisyah mempunyai gelar Ash-Shiddiqah sering dipanggil Ummul Mukminin, dan nama keluarganya adalah Ummu Abdullah, Rasulullah suka memanggilnya Humairah, atau binti Ash-Shiddiq.

Ayah Aisyah bernama Abdullah, dijuluki Abu Bakar yang memiliki gelar Ash-Shiddiq, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman yang berasal dari suku Quraisy kabilah Taimi.

Menurut buku ini, moyang Aisyah bertemu dengan moyang Rasulullah SAW di kakek ketujuh, sedangkan moyang kakek dari pihak ibunya dari kakek kesebelas atau dua belas.

Kelahiran Aisyah

Sebelum menikah dengan Abu Bakar, Ummu Ruman merupakan istri Abdullah bin al-Harits al-Azadi, setelah Abdullah bin Al-Harits meninggal barulah Ummu Ruman menikah dengan Abu Bakar.

Pernikahan mereka berdua dikaruniai dua anak, yakni Abdullah dan Aisyah. Beberapa pengarang kitab sirah dan mengutip pendapat Ibnu Sa’ad dalam bukunya, Thabaqat menyatakan, “Kelahiran Aisyah terjadi pada awal tahun ke-4 kenabian. Pada tahun kesepuluh kenabian, Rasulullah menikahinya saat ia berumur enam tahun.”

Pernikahan Aisyah RA dengan Rasulullah SAW

Kisah pernikahan Aisyah RA dengan Rasulullah SAW diceritakan dalam Aisyah Ummul Mu’minin, Ayyamuha Wa Siratuha Al-Kamilah Fi Shafahat karya Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi yang diterjemahkan Masturi Irham dan Arif Khoiruddin.

Awal mula Nabi Muhammad SAW melamar Aisyah RA karena sebuah wahyu yang diturunkan kepada beliau. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih-nya dari Aisyah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

أُرِيتُكِ فِي الْمَنَامِ ثَلَاثَ لَيَالٍ، جَاءَنِي بِكِ الْمَلَكُ فِي سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ، فَيَقُولُ : هَذِهِ امْرَأَتُكَ، فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكَ فَإِذَا أَنْتِ هِيَ، فَأَقُولُ : إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ

Artinya: “Aku diperlihatkan dirimu dalam mimpi selama tiga malam. Malaikat datang kepadaku membawamu dengan mengenakan pakaian sutera terbaik. Malaikat itu berkata, “Ini adalah istrimu.” Lalu aku singkap penutup wajahmu, ternyata itu adalah dirimu. Lalu aku bergumam, “Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata.”

Khaulan binti Hakim mendatangi Rasulullah SAW sesudah Khadijah RA wafat dan berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah SAW, tidakkah engkau ingin menikah lagi?”

Beliau bersabda, “Dengan siapa?” ia menjawab, “Jika engkau mau dengan seorang gadis, dan jika engkau mau dengan seorang janda.”

Lalu beliau bersabda, “Siapa yang gadis dan siapa yang janda?” Ia kembali menjawab, “Adapun yang gadis adalah putri dari makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling engkau cintai, yaitu Aisyah Radhiyallahu Anha. Adapun yang janda adalah Saudah binti Zam’ah RA; ia telah beriman kepadamu dan menjadi pengikutmu.”

Beliau bersabda, “Pergilah dan ceritakanlah keduanya kepadaku.” Kemudian Khaulah pergi dan masuk ke rumah Abu Bakar RA.

Di situ ia menemui Ummu Ruman, dan berkata, “Kebaikan dan keberkahan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala masukkan kepada kalian?”

Ummu Ruman bertanya, “Apa maksudnya?” la menjawab, “Rasulullah SAW mengutusku untuk meminangkan Aisyah.” Ummu Ruman berkata, “Aku lebih suka jika kamu menunggu Abu Bakar RAdatang.”

Lalu Abu Bakar RA pun datang, dan Khaulah menceritakan hal tersebut kepadanya, lalu Abu Bakar RA berkata, “Apakah ia (Aisyah) boleh untuk beliau, karena ia adalah putri saudaranya?”

Kemudian Khaulah kembali dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda, “Katakan padanya, “Aku dan kamu adalah saudara dalam Islam, dan putrimu halal (boleh) untukku.”

Lalu Abu Bakar RA datang dan menikahkan Aisyah RA dengan beliau, yang saat itu Aisyah RA berusia enam tahun.

Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah RA hanyalah sebatas kihtbah/ akad saja. Rasulullah SAW belum menggauli dan membina rumah tangga dengannya, hingga hijrah ke Madinah.

Wafatnya Aisyah RA

Menurut Siiratus Sayyidah Aisyah Ummul Mu’miniina RA karya Sayyid Sulaiman an-Nadwi yang diterjemahkan Abu Vihraza, Aisyah RA wafat pada usia 67 tahun. Saat itu beliau mengalami sakit di bulan Ramadan pada 58 Hijriah, bertepatan dengan akhir pemerintahan Muawiyah RA.

Keutamaan Aisyah RA

Aisyah RA adalah wanita mulia yang memiliki sejumlah keutamaan. Mengutip buku The Golden Stories of Ummahatul Mukminin karya Ukasyah Habibu Ahmad, berikut tiga di antaranya.

1. Memiliki Derajat yang Tinggi di Mata Allah SWT

Aisyah RA istri Rasulullah SAW adalah wanita yang memiliki derajat tinggi di mata Allah SWT. Dalam hadits dikatakan, “Keutamaan Aisyah atas wanita-wanita lain adalah seperti keutamaan tsarid atas makanan-makanan yang lain.” (HR Bukhari)

Menurut kitab Al-Lu’lu wal Marjan karya Muhammad Faud Abdul Baqi, maksud tsarid adalah makanan utama masyarakat Arab saat itu, berbentuk seperti bubur daging yang mempunyai gizi lengkap, lezat, dan mudah dikonsumsi.

2. Wanita Cantik dan Cerdas

Aisyah RA juga dikenal dengan parasnya yang cantik. Selain cantik, ia juga dikenal cerdas dan berwawasan luas karena belajar langsung kepada Rasulullah SAW.

3. Aisyah Tempat Bertanya Umat Islam

Sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat sering meminta pendapat kepada Aisyah RA, ketika mereka menemui permasalahan yang sulit diselesaikan.

Demikianlah pembahasan mengenai Aisyah istri Rasulullah SAW mulai dari kelahirannya hingga wafat. Semoga Allah SWT senantiasa merahmatinya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com