Tag Archives: hukum sholat

Hukum Sholat Jumat bagi Musafir yang Sedang Bepergian


Jakarta

Sholat Jumat merupakan kewajiban bagi setiap muslim laki-laki yang telah memenuhi syarat. Namun, bagaimana hukumnya bagi seorang musafir yang sedang dalam perjalanan?

Sholat Jumat hukumnya wajib sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Jumu’ah ayat 9,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوْمِ ٱلْجُمُعَةِ فَٱسْعَوْا۟ إِلَىٰ ذِكْرِ ٱللَّهِ وَذَرُوا۟ ٱلْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk berkumpul untuk mengerjakan ibadah kepada-Nya di hari Jumat. Maka Allah SWT berfirman: (Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah) yaitu bulatkanlah niat, tekad, dan pentingkanlah oleh kalian untuk pergi menunaikan ibadah kepada-Nya. yang dimaksud dengan “As-sa’yu” dalam ayat ini bukan berjalan, melainkan makna yang dimaksud adalah mementingkannya.

Hukum Sholat Jumat bagi Musafir

Dikutip dari buku Ahkam Ash-Sholah: Panduan Lengkap Hukum-Hukum Seputar Sholat karya Syaikh Ali Raghib, sholat Jumat tidak diwajibkan atas anak kecil, orang gila, hamba sahaya, wanita, orang sakit, orang yang ketakutan dan musafir. Sebaliknya, atas selain mereka, maka sholat Jumat hukumnya fardhu ‘ain.

Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang mendengar seruan adzan, lalu ia tidak menyambutnya maka tidak ada sholat baginya kecuali karena uzur.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, uzur apakah ini?” Beliau menjawab, “Takut atau sakit.” (HR Abu Dawud)

Adapun dalil yang menafikan kewajiban sholat Jumat atas musafir adalah hadits penuturan Az Zuhri yang mengisahkan tentang dirinya ketika bermaksud hendak bepergian saat pagi hari (saat untuk mengerjakan sholat dhuha) pada hari Jumat. Lalu hal itu ditanyakan kepadanya. Ia kemudian menjawab, “Sesungguhnya Nabi SAW juga pernah bepergian pada hari Jumat.” (HR Abu Dawud dan Ibn Abu Syaibah)

Usamah Aljihadi dalam bukunya yang berjudul Fikih Traveling: Petunjuk Praktis bagi Seorang Muslim dalam Bepergian menyebutkan satu hadits dari Ibu Umar, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada kewajiban sholat Jumat bagi musafir.” (HR Ad Daruquthni)

Hadits ini memiliki derajat yang dhaif (lemah), namun para ulama empat mazhab sepakat bahwa sholat Jumat bagi musafir bukan lagi menjadi kewajiban.

Bagi seorang musafir, diperbolehkan mengganti sholat Jumat dengan sholat Dzuhur yang dapat diqashar dan jama’ dengan sholat Ashar.

Meskipun demikian, apabila seorang musafir tersebut ingin berhenti di sebuah masjid untuk menunaikan sholat Jumat maka sholatnya tetap sah.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Salam Salat Hanya Menoleh ke Kanan, Apakah Sah?


Jakarta

Ibadah salat adalah rangkaian gerakan dan bacaan tertentu yang dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Salat fardhu atau salat lima waktu ini wajib dilaksanakan seluruh umat Islam dan tak boleh ditinggalkan.

Jika diperhatikan, rangkaian ibadah salat yang termasuk rukun yaitu gerakan dan bacaan salat yang harus ada dalam setiap rakaat salat. Dalam buku Tuntunan Shalat lengkap dan Benar tulisan Neni Nuraeni disebutkan bahwa yang paling banyak dalam salat adalah berupa gerakan. Rukun salat yang berupa bacaan hanya ada empat yaitu takbiratul ihram (takdir di awal salat), surah Al-Fatihah, bacaan tasyahud-shalawat dan bacaan salam.

Perintah salat banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam surah Al-Baqarah ayat 43:


وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ

Artinya: “Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi dalam Salat

Ustadz Solechus Azis dalam buku Tuntunan Shalat Lengkap dan Asmaul Husna menjabarkan beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam salat yakni:

1. Beragama Islam
2. Memiliki akal waras atau tidak gila
3. Baligh
4. Telah sampai dakwah Islam kepadanya
5. Bersih dan suci dari najis, haid, nifas dan lain sebagainya
6. Sadar atau tidak sedang tidur

Syarat Sah Salat

1. Masuk waktu salat
2. Menghadap ke Kiblat
3. Suci dari Najis baik hadas kecil maupun besar
4. Menutup Aurat

Rukun Salat

Dalam buku Tuntunan Bersuci dan Sholat: Madzhab Imam Asy Syafi’i tulisan Humaidi Al Faruq disebutkan rukun salat adalah bagian dari salat yang menentukan sah atau tidaknya salat. Rukun salat seperti disebutkan Imam Nawawi di dalam kitab ‘Minhaj” ada tiga belas perkara dengan memasukkan tuma’ninah pada empat tempat ke dalam perbuatan yang mengikuti rukun tetapi bukan termasuk rukun.

Dikutip dalam buku Mengungkap Rahasia Shalat Para Nabi tulisan Ust Syamsuddin Noor, berikut rukun salat yang dilakukan Rasulullah SAW:

1. Membaca Niat

Mayoritas ulama mengatakan bahwa niat masuk ke dalam rukun salat. Niat adalah kehendak hati untuk mencari keridhaan Allah SWT dan menuruti perintah-Nya.

2. Berdiri, Jika Mampu
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 238:

حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ ٢٣٨

Artinya: “Peliharalah semua salat (fardu) dan salat Wustā. Berdirilah karena Allah (dalam salat) dengan khusyuk.”

Juga didasarkan pada hadits Imran bin Hashin, dia bercerita, “Aku menderita penyakit wasir, lalu aku bertanya kepada Nabi SAW tentang salat? Maka beliau bersabda:

صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ.

Artinya: “Salatlah dengan berdiri, jika kamu tidak bisa maka salatlah dengan duduk, dan jika tidak sanggup juga maka salatlah dengan berbaring.” (HR. Bukhari).

Juga hadits Malik bin al-Huwairits, dari Nabi:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.

Artinya: “Salatlah kalian seperti kalian melihatku mengerjakan salat.” (HR. Bukhari).

3. Takbiratul Ihram
Hal itu didasarkan pada sabda Nabi dalam sebuah hadits tentang seseorang yang kurang baik dalam mengerjakan salatnya: “Jika kamu hendak mengerjakan salat, maka bacalah takbir.” (Muttafaqun ‘alaih).

4. Membaca Al-Fatihah

Hal itu didasarkan pada hadits Ubadah bin Shamit, Rasulullah SAW bersabda:

لا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.

Artinya: “Tidak ada salat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah.” (Muttfaqun ‘alaih).

5. Rukuk

Hal itu didasarkan pada firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kalian, sembahlah Rabb kalian dan perbuatlah kebajikan, supaya kalian mendapat kemenangan.” (QS. al-Hajj: 77)

Juga pada hadits Abu Hurairah, di dalam hadits yang membahas tentang seseorang yang kurang bagus dalam mengerjakan shalatnya. Di dalamnya disebutkan: “Kemudian rukuklah sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam rukuk.” (HR. Bukhari).

6. I’tidal

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW di dalam hadits tentang orang yang kurang baik shalatnya: “Kemudian bangkitlah sehingga engkau benar-benar berdiri dengan i’tidal.” (HR. Bukhari).

7. Sujud Dua Kali

Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah sujudlah kalian.” (QS. al-Hajj: 77)

Juga didasarkan hadits Abu Hurairah dalam hadits tentang orang yang kurang baik dalam mengerjakan salatnya: “Kemudian sujudlah sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam sujud.” (Muttafaqun ‘alaih).

Serta hadits Ibnu Abbas, dia bercerita, Nabi SAW diperintahkan untuk sujud di atas tujuh tulang: di atas dahi-dan beliau mengisyaratkan tangannya ke hidung dua tangan, dua lutut, dan jari-jemari kedua kaki. “

8. Duduk di Antara Dua Sujud

Hal itu didasarkan pada sabda Nabi SAW: sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam duduk.” (HR. Bukhari).

9. Tuma’ninah

Tuma’ninah dalam mengerjakan semua rukun salat. Sebab, Nabi ketika mengajari orang yang kurang baik dalam mengerjakan shalatnya mengatakan kepadanya pada setiap rukun: “Sehingga engkau benar-benar tuma’ninah. “(HR. Bukhari dan Muslim).

Tuma’ninah berarti diam dengan cukup membaca zikir yang wajib dibaca. Jika tidak diam (tenang) berarti belum tuma’ninah.”

10. Tasyahud Akhir

Hal itu didasarkan pada hadits Abdullah bin Mas’ud, yang di dalamnya disebutkan:

لا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ …. لله

Artinya: “Janganlah kalian mengucapkan: Assalamu ‘alallahi, karena Allah itu adalah As-Salam, tetapi hendaklah kalian mengucapkan: “Segala kehormatan itu milik Allah…. “(Muttafaqun ‘alaih).

Dan lafaznya ada pada Nasa’i:

كُنَّا نَقُولُ فِي الصَّلَاةِ قَبْلَ أَنْ يُفْرِضَ التَّشَهُدِ: السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ السَّلَامُ عَلَى جِبْرِيلَ السَّلَامُ عَلَى مِيكَائِيلَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ ….

Artinya: “Kami pernah dalam shalat, sebelum diwajibkannya tasyahud, mengucapkan: Assalamu ‘alallahi, Assalamu ‘alaa Jibril wa Mika’il. “Maka Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mengucapkan seperti itu, karena Allah itu adalah as-Salam, tetapi hendaklah kalian mengucapkan: “Segala kehormatan itu milik Allah….” (HR. Nasa’i).

11. Duduk untuk Tasyahud Akhir

Nabi senantiasa mengerjakan hal itu, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits sebelumnya. Rasulullah sendiri juga telah memerintahkan kami untuk mengerjakan salat seperti salat beliau, di mana beliau bersabda: “Salatlah kalian seperti kalian melihatku mengerjakan shalat.” (HR. Bukhari).

12. Shalawat atas Nabi di Tasyahud Akhir

Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzaab: 56)

Juga hadits Ka’ab bin Ujrah”, yang di dalamnya disebutkan: “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana memberi salam kepadamu, tetapi bagaimana kami harus bershalawat atas dirimu?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah: Ya Allah, limpahkan kesejahteraan kepada Muhammad…. “(Muttafaqun ‘alaih).

Serta hadits Abdullah bin Mas’ud, yang di dalamnya disebutkan: “Allah telah memerintahkan kami untuk bershalawat atas dirimu, wahai Rasulullah, lalu bagaimana kami harus bershalawat atas dirimu?” Maka Rasulullah berdiam sampai kami berharap beliau tidak menanyakannya. Kemudian beliau bersabda, “Ucapkanlah: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad….” (HR. Muslim).

13. Mengucapkan Salam

Rasulullah SAW menetapkan salam sebagai rukun salat. Difardukan hanya salam pertama saja, sementara salam kedua adalah sunnah.

14. Tertib

Tertib maksudnya adalah melakukan rukun salat secara berurutan, seperti berdiri sebelum rukuk, rukuk sebelum sujud dan seterusnya sampai salam. Sehingga, orang yang mendahulukan sujud dari rukuk atau mendahulukan sujud dari berdiri maka salatnya batal.

Hukum Salam Salat Hanya Menoleh ke Kanan

Ibadah salat dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Salam ini dilakukan dengan cara memalingkan wajah ke arah kanan dan kiri disertai ucapan salam, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ شِمَالِهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ ، السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَعَنْ وَرَحْمَةُ اللهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ .

Artinya: Nabi mengucapkan salam ke arah kanannya dan ke arah kirinya sampai terlihat putih pipinya, “Assalamu’alaikum warahmatullah. Assalamu’alaikum warahmatullah.” HR Abu Daud.

Salam adalah bacaan terakhir atau penutup salat. Imam al-Ghazali dalam Rahasia Shalatnya Orang-orang Makrifat menyebut ada dua bacaan salam. Salam pertama saat menoleh ke kanan dan salam kedua saat menoleh ke kiri. Salam pertama diperuntukkan bagi para malaikat yang berada di sebelah kanan dan kiri. Sebab ketika seseorang shalat, ada dua malaikat yang mencatat amal perbuatan yang ada di sebelah kanan dan kiri. Ada malaikat hafazhah yang senantiasa menjaga dan memeliharanya, bahkan ketika salat Subuh ada malaikat yang menyaksikannya. Sedangkan salam kedua adalah bagi semua makhluk yang ada di sekelilingnya.

Mengucapkan salam ke sebelah kanan hukumnya wajib, selain sebagai tanda penutup salat. Ini juga menjadi isyarat adanya tanggungjawab sosial terhadap sesama. Al-Quran menyebutnya “kelompok kanan” (ash-hab al-yamin) yang kelak memperoleh keselamatan di akhirat.

Sedangkan salam ke kiri hukumnya sunnah. Ia merupakan isyarat agar mushalli menebar kedamaian pada sesama, tidak hanya sesama muslim tetapi juga pada yang bukan muslim. Al-Quran menyebutnya ash-hab al-syimal (kelompok kiri). Tujuannya untuk menunjukkan kepada mereka bahwa Islam itu cinta damai. Pembuktian ini bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan nyata.

Salam dalam salat merupakan bagian dari rukun penutup. Menoleh ke kanan sambil mengucapkan salam hukumnya wajib dan menandai berakhirnya salat. Sedangkan salam ke kiri hukumnya sunnah, sebagai bentuk penyempurna dan simbol penyebaran kedamaian. Jadi, salat tetap sah jika hanya mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan.

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com

Hukum Sholat Pakai Masker atau Cadar, Sah atau Tidak?


Jakarta

Sholat merupakan ibadah utama dalam Islam yang memiliki syarat dan rukun tertentu agar sah. Salah satu syarat sah sholat adalah terbukanya bagian wajah, terutama bagi laki-laki.

Dalam beberapa situasi seperti pandemi, masyarakat terbiasa mengenakan masker, dan bagi sebagian wanita, cadar (niqab) menjadi pakaian sehari-hari. Lalu bagaimana sebenarnya hukum sholat sambil memakai masker atau cadar?


Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam untuk membuka wajahnya ketika sedang sholat. Hukum dasarnya berasal dari hadits dari Ibnu Abbas:

“Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang seseorang menutupi mulutnya ketika sholat.” (HR. Abu Dawud)

Merujuk fatwa dari Syaikh Ahmad Al Mishri, para ulama sepakat bahwa menutup mulut dalam sholat hukumnya makruh. Baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Menurut Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, dijelaskan makruh hukumnya menutupi mulut dan wajah saat sholat bagi pria maupun wanita. Namun, wanita yang bercadar tidak harus melepas cadarnya apabila dikhawatirkan auratnya terlihat oleh non-mahram, terutama jika tidak ada tempat khusus wanita.

“Makruh menutup mulut dalam sholat, kecuali karena uzur.”

Imam An-Nawawi juga menegaskan, makruh hukumnya seseorang sholat dengan talatsum, artinya menutupi mulut dengan tangannya atau yang lainnya. Makruh di sini adalah makruh tanzil (tidak haram), tidak menghalangi keabsahan sholat.

Dikutip dari buku Hadzihi Ajwibati Fi Masa’ili Ummatin Nabi karya Amrullah Samman, dijelaskan bahwa hukum wanita sholat memakai cadar adalah makruh. Alasannya karena wajah wanita dalam sholat bukanlah aurat. Kecuali jika berada atau sholat di masjid yang terdapat orang lelaki yang bukan mahrom yang tidak dapat terjaga dari memandangnya.

Hal ini juga ditegaskan dalam kitab Kifayatul Akhyar pada Bab Syarat-syarat Sholat, seorang wanita diperbolehkan memakai cadar ketika sholat apabila ditakutkan ia dipandang hingga menarik atau menimbulkan kemafsadahan (kerusakan) seperti timbulnya fitnah yang akhirnya mengarah pada kemaksiatan maka ia diperbolehkan memakai cadar, bahkan haram hukumnya jika ia membuka cadar.

Sholat Memakai Masker saat Pandemi

Ketika pandemi COVID-19 melanda dunia, banyak fatwa baru yang disesuaikan dengan kondisi darurat. Sejumlah lembaga fatwa, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan sholat dengan memakai masker karena termasuk uzur syar’i.

Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Ibadah dalam Situasi Wabah menyebutkan bahwa:

“Menggunakan masker ketika shalat hukumnya boleh dan tidak membatalkan shalat, karena merupakan bagian dari tindakan pencegahan penularan penyakit.”

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Niat Sholat Qobliyah Jumat 2 Rakaat dan Tata Caranya



Jakarta

Salah satu amalan sunnah yang dapat dilakukan oleh seorang muslim pada hari Jumat adalah melaksanakan sholat qobliyah Jumat. Sholat ini dianjurkan sebagai pengganti sholat rawatib yang biasa dilakukan sebelum Dzuhur.

Di hari Jumat, terdapat beberapa ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan. Salah satunya adalah sholat sunnah qabliyah (sebelum) dan ba’diyah (setelah) Jumat.

Dalam buku “Panduan Shalat Sunnah Lengkap” karya KH. Muhammad Sholikhin, disebutkan bahwa sholat sunnah qobliyah Jumat dapat dilaksanakan dua hingga empat rakaat, sebagaimana sholat sunnah sebelum Dzuhur.


Sholat qobliyah Jumat merupakan ibadah sunnah yang dilakukan sebelum pelaksanaan sholat Jumat, dengan jumlah rakaat minimal dua.

Niat Sholat Qobliyah Jumat

Berikut bacaan niat sholat qobliyah Jumat 2 rakaat

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatal jumu’ati rak’ataini qabliyyatan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku menyengaja sembahyang sunah qobliyah Jumat dua rakaat karena Allah ta’ala.”

Tata Cara Sholat Qobliyah Jumat 2 Rakaat

Rakaat pertama:

Berdiri tegak menghadap kiblat dan membaca niat sholat qobliyah Jumat
Membaca niat
Takbiratul ihram
Membaca doa Iftitah
Membaca surat Al-Fatihah
Membaca surat pendek Al Quran
Rukuk
Iktidal
Sujud pertama
Duduk di antara dua sujud
Sujud kedua
Duduk untuk tasyahud awal
Bangkit untuk masuk ke rakaat kedua

Rakaat kedua:

Membaca surat Al Fatihah
Membaca surat pendek Al Quran
Rukuk
Iktidal
Sujud pertama
Duduk di antara dua sujud
Sujud kedua
Duduk untuk tasyahud akhir
Salam

Hukum Pelaksanaan Sholat Qobliyah Jumat

Dalam sebuah riwayat hadits disebutkan bahwa sebelum sholat Jumat, seseorang dibolehkan melaksanakan sholat sunnah mutlak, yaitu sholat tanpa batasan rakaat tertentu yang bisa dikerjakan kapan saja, termasuk sebelum khatib naik mimbar.

Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa mandi di hari Jumat, lalu datang ke masjid dan melaksanakan sholat semampunya, kemudian diam mendengarkan khutbah hingga selesai dan ikut sholat bersama imam, maka dosanya akan diampuni antara Jumat tersebut dan Jumat berikutnya, ditambah tiga hari.” (HR Muslim no. 587)

Hadits-hadits lain dalam Sahih Bukhari dan Sunan Abu Dawud juga menyebutkan adanya sholat sunnah qobliyah Jumat seperti halnya sholat sunnah qobliyah Dzuhur, yang dikerjakan dua atau empat rakaat.

Hal ini juga didukung oleh pendapat Imam Syafi’i dalam Kitab Al-Umm, yang menjelaskan bahwa sholat sunnah sebelum Jumat telah umum dilaksanakan sejak masa Khalifah Umar bin Khattab RA. Beliau menjelaskan bahwa sholat sunnah qobliyah Jumat pada dasarnya adalah sholat sunnah yang dilakukan antara adzan dan iqamah sebelum khutbah dimulai.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com

Benarkah Sholat Dhuha Tidak Boleh Dikerjakan Rutin Tiap Hari?


Jakarta

Sholat Dhuha menjadi amalan sunnah yang dianjurkan bagi umat Islam. Sholat yang dikerjakan pagi hari ini juga menjadi amalan untuk melancarkan rezeki. Namun, benarkah sholat Dhuha tidak boleh dikerjakan setiap hari?

Dalil tentang anjuran sholat Dhuha berasal dari hadits riwayat Abu Hurairah,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: أَوْصَانِى خَلِيلِى صلى الله عليه وسلم بِثَلاَثٍ: بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ. (رواه مسلم)


“Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Kawan karibku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatiku tiga hal: Puasa tiga hari pada setiap bulan, shalat dhuha dua rakaat, dan shalat witir sebelum tidur” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain dari Abu ad-Dardak,

عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ: أَوْصَانِى حَبِيبِى صلى الله عليه وسلم بِثَلاَثٍ لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ: بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، وَبِأَنْ لاَ أَنَامَ حَتَّى أُوتِرَ. (رواه مسلم

“Dari Abu ad-Dardak (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatiku tiga perkara yang tidak akan aku tinggalkan selama aku masih hidup: Puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan aku tidak tidur sehingga shalat witir dahulu” (HR. Muslim).

Hukum Sholat Dhuha Tiap Hari

Dikutip dari buku Sholat Dhuha Dulu, Yuk karya Imron Mustofa, ada perbedaan pedapat di kalagan ulama mengenai pelaksanaan sholat Dhuha. Menurut jumhur ulama, sholat Dhuha boleh dan sunnah dikerjakan setiap hari. Mereka berdasar pada hadits berikut,

“Amal yang paling dicintai oleh Allah ialah amal yang kontinyu, walaupun sedikit.” (HR Muslim)

Sementara itu, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa sholat Dhuha tidak boleh dikerjakan setiap hari karena Rasulullah SAW sama sekali tidak mencontohkannya. Dalilnya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW rajin mengerjakan sholat Dhuha sehingga para sahabat mengira bahwa beliau tidak pernah meninggalkannya. Kemudian, beliau tidak terlihat lagi mengerjakan sholat tersebut sehingga para sahabat pun menyangka bahwa beliau tidak mengerjakannya lagi.

Pendapat bahwa sholat Dhuha tidak boleh dikerjakan setiap hari juga berasal dari hadits dari Aisyah RA, “Diriwayatkan dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah, “Apakah Nabi SAW selalu melaksanakan sholat Dhuha?” Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya” (HR. Muslim)

Dilansir dari laman Muhammadiyah, Selasa (19/8/2025), Rasulullah SAW melakukan sholat Dhuha pada sebagian waktu karena keutamaannya dan beliau meninggalkannya pada waktu lain karena takut akan difardhukan.

Nabi SAW tidak melakukan sholat Dhuha terus-menerus sebab beliau khawatir akan dijadikan fardhu. Namun ini adalah untuk beliau.

Adapun untuk umat Islam, disunnahkan untuk terus-menerus melakukannya sebagaimana dalam hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Abu ad-Dardak.

Dalam hadits riwayat Abu Dzar disebutkan,

عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى. (رواه مسلم)

Artinya : Dari Abu Dzarr, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: “Hendaklah setiap pagi setiap sendi salah seorang di antara kamu melakukan sedekah. Setiap tasbih itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, setiap takbir itu sedekah, amar ma’ruf itu sedekah, nahi munkar itu sedekah. Semua itu dicukupi dengan dua rakaat yang dilakukan pada waktu dhuha” (HR. Muslim).

Wallahu a’lam.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Sholat dengan Posisi Duduk, Boleh Dilakukan saat Ada Uzur


Jakarta

Sholat menjadi ibadah wajib yang tidak boleh ditinggalkan oleh seorang muslim dalam kondisi apapun. Allah SWT memberikan keringanan kepada hamba-Nya yang tidak mampu melaksanakan sholat dengan berdiri, yakni diperbolehkan sholat dengan posisi duduk, bahkan dalam keadaan tertentu boleh dengan posisi berbaring. Hal ini menunjukkan betapa Islam adalah agama yang penuh rahmat dan tidak memberatkan pemeluknya.

Dikutip dari buku Fiqhun-nisa Thaharah-shalat karya Adil Sa’di, Rasulullah SAW bersabda,
“Sholatlah dengan berdiri, jika kamu tidak mampu maka duduklah, jika tidak mampu maka berbaringlah.” (HR. Al-Bukhari)

Hadits ini menjadi dasar keringanan sholat bagi orang sakit atau yang tidak mampu berdiri.


Hukum Sholat dengan Posisi Duduk

Dikutip dari buku Tuntunan Shalat Lengkap dan Benar karya Dra. Neni Nuraeni M.Ag., Rasulullah SAW bersabda tentang hukum sholat ketika dalam keadaan,

“Bila seorang hamba sakit atau dalam perjalanan, maka Allah akan mencatat pahala amalnya sebesar apa yang dikerjakannya sewaktu lagi sehat dan mukim (tidak sedang bepergian).”

Dalam hadits lain, dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ، وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ
“Barangsiapa sholat dengan berdiri, itu lebih utama. Barangsiapa sholat sambil duduk, maka baginya separuh pahala orang yang sholat berdiri.” (HR. Al-Bukhari)

Tata Cara Sholat Posisi Duduk

Nurul Jazimah dalam bukunya yang berjudul Panduan Sholat Untuk Perempuan menjelaskan tata cara sholat dengan posisi duduk.

1. Duduk dengan posisi yang nyaman, bisa duduk bersimpuh atau duduk bersila dengan posisi menghadap kiblat.

2. Membaca niat dalam hati. Kemudian melakukan takbiratul ihram sambil mengangkat kedua tangan dan mengucap takbir.

3. Letakkan tangan dengan posisi bersedekap seperti salat pada umumnya. Dilanjutkan dengan membaca doa iftitah, membaca salat Al-Fatihah dan surat-surat pendek.

4. Bertakbir untuk melakukan ruku’. Posisi ruku’ ketika sholat posisi duduk adalah dengan sedikit membungkukkan badan ke depan. Lakukan gerakan ruku’ sambil membaca doa ruku’.

5. Bangkit dari ruku’ dan membaca doa i’tidal.

6. Lanjutkan dengan sujud. Posisi sujud bisa dilakukan dengan sujud seperti sholat pada umumnya. Namun jika tidak memungkinkan, maka sujud bisa dilakukan dengan menundukkan kepala sebagai isyarat sujud. Jika tidak mampu juga memakai isyarat dengan kepala, boleh dengan kedipan mata.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa setelah Sholat Witir, Bisa Diamalkan Tiap Malam


Jakarta

Bacaan doa setelah sholat witir dapat menjadi amalan setelah mengerjakan sholat malam hari dengan rakaat ganjil. Doa ini berisi pujian sekaligus permohonan agar Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan.

Sholat witir termasuk salah satu sholat sunnah malam yang bisa dikerjakan setiap muslim. Anjuran sholat witir didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. Ia berkata,

أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لا أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ : صَوْمِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ


Artinya: “Kekasihku Rasulullah SAW berpesan kepadaku untuk selalu puasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan dua rakaat Dhuha dan mengerjakan sholat Witir sebelum aku tidur.” (Muttafaq ‘Alaih)

Mengutip Buku Panduan Shalat Doa & Dzikir karya Ustaz A. Solihin As Suhaili sholat witir didefinisikan sebagai sholat sunnah malam yang jumlah rakaatnya ganjil. Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum sholat witir adalah sunnah muakkad yang artinya sangat dianjurkan.

Dalam hadits dijelaskan, “Sholat witir adalah amalan yang mesti dilaksanakan, bukan wajib dilaksanakan, maka siapa yang ingin sholat witir lima rakaat, maka hendaklah ia melaksanakan dan siapa yang ingin sholat witir tiga rakaat, maka hendaklah ia laksanakan, dan siapa yang ingin sholat witir tiga rakaat, maka hendaklah ia laksanakan, dan siapa yang ingin sholat witir satu rakaat, maka hendaklah ia laksanakan.” (HR Abu Ayyub Al-Anshari)

Sholat witir dikerjakan malam hari, batas waktunya yakni setelah sholat Isya hingga terbit fajar yaitu tiba waktu subuh.

Bacaan Doa setelah Sholat Witir

Mengutip buku 300 Doa dan Zikir Pilihan yang diterbitkan Gema Insani, Rasulullah SAW ketika sholat witir membaca surat “Sabbihisma rabbikal-a’la,” “Qulya ayyuhal-kaafirun,” dan “Qulhuwallahu ahad.” Setelah malam kemudian membaca, “Subhanall malikil quddus” (Mahasuci Engkau ya Allah) tiga kali. Dan pada bacaan yang ketiga hendaknya ia memanjangkan dan mengangkat suaranya. Kemudian diteruskan dengan “Rabbul malaa’ikati warruuh” (Tuhan para Malaikat dan Malaikat Jibril).” (HR Nasa’i dan Daru Quthni)

Rangkaian doa setelah sholat witir dapat dimulai dengan membaca syahadat, istighfar dan permohonan ridho dan surga Allah SWT.

Kemudian dapat dilanjutkan dengan bacaan wirid. Berikut wirid atau bacaan zikir setelah menunaikan sholat witir,

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ أَسْتَغْفِرُ اللهَ

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُك رِضَاك وَالْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِك مِنْ سَخَطِك وَالنَّارِ

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسُ سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوْحِ

اللَّهُمَّ إنَّك عَفْوٌ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

يَا كَرِيْمُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِرِضَاك مِنْ سَخَطِك وَبِمُعَافَاتِك مِنْ عُقُوبَتِك وَأَعُوذُ بِك مِنْك لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْك أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْت عَلَى نَفْسِك

Arab latin: Asyhadu an lā ilāha illallāh, Astaghfirullāh,

Allāhumma innī as’aluka ridhāka wal jannah, wa a’ūdzu bika min sakhathika wan nār (3 kali)

Subhānal malikil quddūs (3 kali) Subbūhun, quddūsun, rabbunā wa rabbul malā’ikati war rūh

Allāhumma innaka ‘afuwwun karīmun tuhibbul ‘afwa, fa’fu ‘annī (3 kali)

Yā karīmu, bi rahmatika yā arhamar rāhimīna

Allāhumma inī a’ūdzu bi ridhāka min sakhathika, wa bi mu’āfātika min ‘uqūbatika. Wa a’ūdzu bika minka, lā uhshī tsanā’an alayka anta kamā atsnayta ‘alā nafsika.

Setelah wirid bisa dilanjutkan membaca doa setelah sholat witir berikut.

أَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْاَلُكَ إِيْمَانًا دَاِئمًا وَنَسْأَلُكَ قَلْبًا خَاشِعًا وَنَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَنَسْأَلُكَ يَقِيْنًا صَادِقًا وَنَسْأَلُكَ عَمَلًا صَالِحًا وَنَسْأَلُكَ دِيْنًا قَيِّمًا وَنَسْأَلُكَ خَيْرًا كَثِيْرًا وَنَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ وَنَسْأَلُكَ تَمَامَ الْعَافِيَةِ وَنَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعَافِيَةِ وَنَسْأَلُكَ الْغِنَى عَنِ النَّاسِ أَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلَاتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَتَخَشُعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا يَا أَللهُ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Arab latin: Allaahumma innaa nas’aluka iimaanan daa’iman. Wa nas’aluka qalban khaasyi’an wa nas’aluka ‘ilman naafi’an. Wa nas’aluka yaqiinan shaadiqan. Wa nas’aluka ‘amalan shaalihan. Wa nas’aluka diinan qayyiman. Wa nas’aluka khairan katsiiran. Wa nas’alukal- ‘afwa wal- ‘aafiyah. Wa nas’aluka tamaamal-aafiyah.

Wa nas’alukasy-syukra alal-aafiyati wa nas’alukal-ghinaa’a anin-naas. Allaahumma rabbanaa taqabbal minnaa shalaatanaa wa shiyaamanaa wa qiyaamanaa wa takhasysyu’anaa wa tadharuu’anaa wa ta’abbudanaa wa tammim taqshiiranaa yaa allaah ya allaah ya allaah ya arhamar-raahimiin.

Wa shallallaahu alaa khairi khalqihi sayyidinaa muhammadin wa alaa aalihii wa shahbihii ajma iina wal hamdullillaahi rabbil aalaamiin.

Artinya: “Ya Allah, kami mohon pada-Mu, iman yang langgeng, hati yang khusyuk, ilmu yang bermanfaat, keyakinan yang benar,amal yang saleh, agama yang lurus, kebaikan yang banyak.

Kami mohon kepada-Mu ampunan dan kesehatan, kesehatan yang sempurna, kami mohon kepada-Mu bersyukur atas karunia kesehatan. Kami mohon kepada-Mu kecukupan terhadap sesama manusia. Ya Allah, Tuhan kami terimalah dari kami: sholat, puasa, ibadah, kekhusyukan, rendah diri dan ibadah kami, dan sempurnakanlah segala kekurangan kami.

Ya Allah, Tuhan yang Maha Pengasih dari segala yang pengasih. Dan semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada makhluk-Nya yang terbaik, Nabi Muhammad SAW, demikian pula keluarga dan para sahabatnya secara keseluruhan. Serta segala puji milik Allah Tuhan semesta alam.”

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com