Tag Archives: ibnu katsir

Sosok Nabi Zakaria AS yang Sabar, Dikaruniai Anak di Usia Senja


Jakarta

Nabi Zakaria AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui dalam Islam. Ia merupakan keturunan dari Nabi Sulaiman AS.

Sebagai utusan Allah SWT, Nabi Zakaria AS berdakwah kepada bani Israil dan menyerukan untuk menyembah sang Khalik semata. Alih-alih patuh, bani Israil justru membangkang dan enggan beriman kepada Allah SWT.

Mengutip dari buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul yang disusun oleh Ridwan Abdullah Sani, kisah terkait Nabi Zakaria AS tercantum dalam surah Maryam ayat 2-15 serta surah Ali Imran ayat 38-41. Ia sangat mendambakan seorang keturunan untuk meneruskan dakwahnya, karena di usia senja Zakaria AS belum juga dikaruniai seorang anak.


Nabi Zakaria AS Berdoa agar Memiliki Keturunan

Sang nabi terus berdoa kepada Allah SWT memohon agar diberi keturunan untuk meneruskan tugas dan dakwahnya memimpin bani Israil. Nabi Zakaria AS khawatir jika sewaktu-waktu ia wafat, tidak ada yang menggantikannya dan kaumnya kehilangan pemimpin hingga berujung ingkar kepada Allah SWT.

Selayaknya manusia, Nabi Zakaria AS juga tidak ingin keturunannya terputus.

Nabi Zakaria AS bermunajat kepada Allah SWT. Doanya tercantum dalam surah Maryam ayat 4-6,

“Ya Tuhanku berikanlah aku seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian dari keluarga Yaqub, yang akan meneruskan pimpinan dan tuntunanku kepada Bani Israil. Aku khawatir bahwa sepeninggalku nanti anggota-anggota keluargaku akan rusak kembali aqidah dan imannya bila aku tinggalkan mereka tanpa seorang pemimpin yang akan menggantikan aku. Ya Tuhanku, tulangku telah menjadi lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, sedang istriku adalah seorang perempuan yang mandul, namun kekuasaan-Mu adalah di atas segala kekuasaan dan aku tidak jemu-jemunya berdoa kepadamu memohon rahmat-Mu mengaruniakan kepadaku seorang putra yang saleh yang Engkau ridai.” (QS Maryam 4-6)

Atas kuasa sang Khalik, Allah SWT menjawab doa Nabi Zakaria AS sebagaimana tersemat dalam surah Maryam ayat 7,

“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS Maryam: 7)

Benar saja, ia dikaruniai keturunan yang juga merupakan seorang nabi yaitu Yahya AS. Padahal, selain usia Nabi Zakaria AS yang menginjak 90 tahun, istrinya yang bernama Hanna juga mandul.

Namun, atas kuasa Allah SWT justru beliau diberikan keturunan yang saleh sekaligus utusan Allah SWT. Nama Yahya diberikan langsung oleh Allah SWT.

Wafatnya Nabi Zakaria AS

Terkait wafatnya Nabi Zakaria AS ada berbagai versi keterangan yang berbeda. Menukil dari Qashash Al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan H Dudi Rosyadi, Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa sang nabi meninggal secara wajar, namun sebagian mengatakan ia dibunuh.

Abdul Mun’im bin Idris bin Sinan dari ayahnya yang meriwayatkan dari Wahab bin Munabbih dari Mukhtashar Tarikh Dimasyqa menceritakan kala itu Nabi Zakaria AS sedang melarikan diri dari penganiayaan kaumnya.

Tempat pelariannya adalah kebun yang ditumbuhi pepohonan di Baitul Maqdis. Pepohonan itu memanggilnya, “Wahai Nabi Allah, silakan datang ke dekatku.”

Tanpa pikir panjang, Nabi Zakaria AS mendekat. Pepohonan tersebut membuka dirinya dan memungkinkan Nabi Zakaria AS bersembunyi di dalamnya.

Saksi mata, iblis, melihat ini dan mengambil sepotong kain dari pakaian Nabi Zakaria AS. Ia membawa kain tersebut keluar dari tumbuhan untuk membuktikan keberadaan Nabi Zakaria AS kepada kaum yang mencarinya.

Akhirnya, kaumnya yang mengetahui keberadaan Nabi Zakaria AS memutuskan untuk menebang pohon dengan menggergajinya.

“Setelah kaumnya mengetahui bahwa dia berada dalam pohon tersebut, mereka mengambil gergaji dan mulai menebang pohon itu,” demikian cerita dari Wahab.

Hingga saat gergaji tersebut hampir mengenai Nabi Zakaria AS, Allah SWT memberikan wahyu untuknya, “Apabila eranganmu tidak berhenti, maka Aku akan membalikkan negerimu dan semua orang yang ada di atasnya.”

Pada saat itulah, erangan Nabi Zakaria AS berhenti dan pohon pun terbelah menjadi dua bersamaan dengan Nabi Zakaria AS.

Namun, pada pendapat lainnya dari Ishaq bin Bisyr yang meriwayatkan dari Idris bin Sinan, dari Wahab bin Munabbih. Wahab mengatakan, “Orang yang diselubungi oleh pohon tersebut adalah Yesaya, sementara Zakaria meninggal dunia secara wajar. Wallahu a’lam.”

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Ketika Allah Memberikan Wahyu pada Lebah



Jakarta

Surah An-Nahl merupakan surah yang membahas mengenai lebah yang mendapat wahyu dari Allah SWT. Sehingga para lebah bisa hidup berkoloni dan membangun markas.

Melansir dalam buku Qadha dan Qadar yang ditulis Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menceritakan bahwa petunjuk atau insting yang diberikan Allah pada lebah benar-benar sangat menakjubkan. Sekawanan lebah memiliki raja yaitu seekor lebah jantan yang memiliki tubuh besar dibandingkan dengan lebah lainnya.

Tempat pertama yang dibangun oleh sekelompok lebah adalah singgasana sang raja. Lebah-lebah itu membangun sarangnya dengan ukuran yang sangat seimbang dalam bentuk heksagonal tanpa menggunakan alat ukur.


Betapa Mahabesar Allah yang telah memberikan insting pada binatang lebah ini untuk mengembara ke tempat jauh tanpa tersesat. Mereka dapat makan sari-sari bunga kemudian kembali ke rumahnya yang masih kosong dan mengisinya dengan madu segar.

Allah SWT memerintahkan kepada para lebah untuk membuat sarang melalui surah An-Nahl ayat 68:

وَاَوْحٰى رَبُّكَ اِلَى النَّحْلِ اَنِ اتَّخِذِيْ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوْتًا وَّمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُوْنَۙ ٦٨

Artinya: “Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di pegunungan, pepohonan, dan bangunan yang dibuat oleh manusia.”

Serta Surah An-Nahl ayat 69:

ثُمَّ كُلِيْ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ فَاسْلُكِيْ سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًاۗ يَخْرُجُ مِنْۢ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ ۖفِيْهِ شِفَاۤءٌ لِّلنَّاسِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٦٩

Artinya: “Kemudian, makanlah (wahai lebah) dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan-jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perutnya itu keluar minuman (madu) yang beraneka warnanya. Di dalamnya terdapat obat bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Surah An-Nahl Artinya Lebah

Menurut buku Al Qur’an Terjemah dan Tafsir karya Maulana Muhammad Ali, Surah An-Nahl artinya lebah, karena lebah mempunyai naluri yang terpimpin.

Lebah bisa mengumpulkan madu dari segala macam bunga dengan mengambil kandungan nektar yang terbaik, sehingga lebah bisa menghasilkan minuman (madu) yang amat berkhasiat bagi kesehatan manusia.

Wahyu Para Lebah

Menurut tafsir Ibnu Katsir dalam tafsirnya Lubaabut Tafsir min Ibni Katsir terjemahan Abdul Ghoffar, Abdurrahim Mu’thi dan Abu Ihsan Al Ansari, lebah dianugerahkan beberapa kelebihan daripada hewan lainnya.

1. Ilham Lebah

Dimaksud wahyu adalah lebah yang mendapatkan ilham, petunjuk, dan bimbingan, supaya mereka menjadikan gunung-gunung, pohon-pohon, dan buatan manusia sebagai sarang/rumah tempat tinggal.

Para lebah pun menyusun bagian demi bagian rumah dengan penuh ketekunan, sehingga tidak ada satupun yang rusak.

2. Allah Mengizinkan Lebah Memakan Segala Bunga

Allah mengizinkan para lebah dalam bentuk qadariyyah (Sunnatullah) dan pengarahan, untuk memakan segala macam buah-buahan, berjalan di berbagai medan yang sudah dimudahkan oleh Allah SWT.

Kemudian, masing-masing dari lebah yang mencari makanan ini, kembali lagi ke sarang-sarang mereka tanpa ada satupun yang keliru memasuki rumahnya baik sebelah kanan atau kiri.

Lebah membangun sarang dari bahan yang ada dikedua sayapnya, lalu memuntahkan madu dari dalam mulutnya, dan bertelur dari duburnya.

3. Lebah Menghasilkan Madu

(يَخْرُجُ مِنْۢ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ ۖفِيْهِ شِفَاۤءٌ لِّلنَّاسِۗ), artinya, “Dari perutnya itu keluar minuman (madu) yang beraneka warnanya.”

Madu ada yang berwarna putih, kuning, merah, dan warna-warna lainnya yang indah sesuai dengan makanannya.

4. Madu Obat Penyakit

(اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ), artinya, “Di dalamnya terdapat obat bagi manusia.”

Sebagian orang yang berbicara tentang thibbun Nabawi (ilmu kedokteran Nabi) mengatakan, jika Allah mengatakan, “fubisy-syifa’ linnas”, berarti madu itu menjadi obat bagi segala macam penyakit.

Dia mengatakan, “fiibi syifa’ linnas”, yang berarti bahwa madu itu bisa dipergunakan untuk obat penyakit kedinginan, karena madu itu panas.

Dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala “Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia,” yaitu madu.

Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash Shahihain dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwasanya ada seseorang yang datang kepada Rasulullah.

lalu orang itu berkata, “Sesungguhnya saudaraku sakit perut.”

Maka beliau bersabda: “Berilah dia minum madu.” Kemudian orang itu pergi dan memberinya minum madu.

Setelah itu orang tersebut datang dan berkata, “Ya Rasulullah, aku telah memberinya minum madu dan tidak bereaksi kecuali bertambah parah.”

Maka beliau berkata, “Pergi dan beri dia minum madu lagi.” Kemudian orang itu pun pergi dan memberi- nya minum madu.

Setelah itu orang tersebut datang lagi dan berkata, “Ya Rasulullah, dia semakin bertambah parah.”

Maka Rasulullah bersabda, “Maha Benar Allah dan perut saudaramu yang berdusta. Pergi dan berilah dia minum madu.” Kemudian dia pun pergi dan memberinya minum madu hingga akhirnya saudaranya itu sembuh.

Dalam kitab ash-Shahihain juga disebutkan, dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah pernah tertarik oleh manisan dan madu. Ini adalah lafazh al-Bukhari.

Dalam kitab Shahih al-Bukhari disebutkan dari Ibnu ‘Abbas, di mana dia bercerita, Rasulullah bersabda:

( الشفاء في ثلاثة: فِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ، أَو شُربَةِ عَسَلٍ، أَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الكَي )

Artinya: “Kesembuhan itu ada pada tiga hal, yaitu pada pembekaman, pada minum madu, atau pembakaran dengan api. Aku melarang umatku dari kayy (pengobatan dengan cara pembakaran).”

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Ashim bin ‘Umar bin Qatadah dari Jabir.

Imam Ahmad meriwayatkan, Ali bin Ishaq memberitahu kami, ‘Abdullah memberitahu kami, Sa’id bin Abi Ayyub memberitahu kami, dari ‘Abdullah bin al-Walid, dari Abul Khair, dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhni, dia bercerita, Rasulullah bersabda:

( ثَلَاثَ إِنْ كَانَ فِي شَيْ شِفَاءُ: فَشَرْطَةُ مِحْجَمٍ، أَوْ شُرْبَةُ عَسَلٍ، أَوْ كَيَّةٌ تُصِيبُ أَلَمًا وَأَنَا أَكْرَهُ الْكَيَّ وَلَا أُحِبُّهُ )

Artinya: “Ada tiga hal (obat) jika orang terkena sesuatu (penyakit); hijam (pembekaman), minum madu, atau pembakaran pada bagian yang terkena penyakit, dan aku membenci pembakaran dan tidak menyukainya.”

Demikian pembahasannya, lebah dengan segala keteraturan dan manfaat yang mereka hasilkan, menunjukkan kebesaran Allah SWT melalui wahyu-Nya dalam Surah An-Nahl.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Dakwah Nabi Nuh Dicemooh oleh Umatnya Sendiri


Jakarta

Dalam sejarah Islam, cerita Nabi Nuh AS dikenal sebagai salah satu Rasul yang menghadapi tantangan terbesar dalam menyebarkan ajaran tauhid. Selama ratusan tahun, beliau berdakwah dengan penuh kesabaran, namun sayangnya, hanya sedikit orang yang bersedia mengikuti ajarannya dan beriman kepada Allah SWT.

Umatnya sering kali mencemooh dan menolak pesan-pesan yang disampaikannya, menganggap dakwahnya sebagai sebuah kebodohan.

Kisah Nabi Nuh Berdakwah

Nabi Nuh AS memiliki nama lengkap Nuh bin Lamik bin Muttawsyalakh bin Khanukh (Idris AS) bin Yarid bin Mahylayil bin Qanin bin Anusy bin Syaits bin Adam AS dan lahir 146 tahun setelah wafatnya Nabi Adam AS.


Diceritakan dalam buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul oleh M. Arief Hakim, bahwa kaum Nabi Nuh AS, yang dikenal sebagai bani Rasib, terkenal dengan sifat congkak dan zalim.

Mereka terperangkap dalam kemewahan yang dikaruniakan oleh Allah SWT dan menjadikan kekayaan sebagai ukuran utama martabat dan harga diri manusia. Pada masa itu, kaum fakir miskin sering diremehkan dan mengalami penindasan.

Bahkan, saking besarnya kesombongan mereka, para budak dan hewan pun menjadi saksi dari ketidakadilan tersebut. Meski begitu, Nabi Nuh AS tetap berdakwah dengan penuh kesabaran untuk mengajak kaumnya kembali kepada ajaran tauhid.

Menurut Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa yang diterjemahkan oleh H. Dudi Rosyadi, Nabi Nuh AS diutus untuk menghapus kesesatan dan kegelapan yang melanda kaumnya, bani Rasib, yang juga menyembah patung-patung orang saleh seperti Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr, serta meminta berkah dan rezeki dari mereka.

Dakwah Nabi Nuh AS berlangsung sangat lama, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Ankabut ayat 14.

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ ١٤

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim.”

Selama 950 tahun, Nabi Nuh AS berdakwah dengan segala usaha, tanpa mengenal waktu, baik siang maupun malam, dalam keadaan sepi atau ramai, dengan membawa kabar gembira maupun peringatan. Meskipun demikian, kaum Nuh AS tetap saja berada dalam kesesatan dan berlaku kejam.

Banyak di antara mereka yang justru menolak Nabi Nuh AS. Merasa putus asa, Nabi Nuh AS akhirnya berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surah Asy-Syu’ara ayat 117-118.

قَالَ رَبِّ اِنَّ قَوْمِيْ كَذَّبُوْنِۖ ١١٧ فَافْتَحْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَّنَجِّنِيْ وَمَنْ مَّعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ١١٨

Artinya: Dia (Nuh) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakanku. Maka, berilah keputusan antara aku dan mereka serta selamatkanlah aku dan orang-orang mukmin bersamaku.”

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membangun sebuah bahtera besar agar beliau dan para pengikutnya dapat diselamatkan dari azab yang akan diturunkan. Selama proses pembangunan bahtera, Nabi Nuh AS terus-menerus mendapatkan ejekan dan cemoohan dari bani Rasib.

Meskipun begitu, beliau tidak pernah merasa putus asa dan tetap bersemangat menyelesaikan kapal tersebut.

Setelah bahtera itu selesai, Allah SWT memenuhi janji-Nya. Bahtera yang besar itu tidak hanya membawa kaum muslimin, tetapi juga berbagai jenis hewan.

Kemudian, Allah SWT menurunkan hujan deras dari langit selama 40 hari 40 malam, dan memerintahkan bumi untuk mengeluarkan air dari segala penjuru sehingga seluruh permukaan bumi tertutup oleh air. Banjir yang sangat besar ini menyebabkan air naik tinggi hingga membentuk gelombang seperti gunung. Bahtera itu terombang-ambing di tengah banjir yang menenggelamkan kaum kafir.

Istri dan Anak Nabi Nuh yang Durhaka

Nabi Nuh AS memiliki istri dan anak yang durhaka, keduanya menolak ajaran tauhid yang dibawanya. Meskipun Nabi Nuh AS berusaha sekuat tenaga untuk mengajak mereka ke jalan yang benar, mereka tetap berpaling dan tidak mau menerima dakwahnya.

Dikutip dari buku Ulumul Qur’an: Kajian Kisah-kisah Wanita dalam Al-Qur’an karya Muhammad Roihan Nasution, kisah pembangkangan istri Nabi Nuh diceritakan Allah SWT dalam surah At-Tahrim ayat 10:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

Artinya: “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): ‘Masuklah ke dalam jahanam bersama orang-orang yang masuk (neraka jahanam)’.”

Istri Nabi Nuh AS yang durhaka juga melahirkan anak yang membangkang kepada ayahnya. Anak Nabi Nuh AS, seperti yang diceritakan dalam Al-Qur’an, menolak untuk naik ke dalam bahtera, sehingga ia akhirnya terseret dalam banjir besar. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 43:

قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ

Artinya: “Anaknya menjawab ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!’ Nuh berkata ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang’. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.”

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Sosok Nabi yang Punya Mukjizat Air Zamzam-Sosok Penunggang Kuda Pertama


Jakarta

Nabi Ismail AS adalah nabi dan rasul yang wajib diimani dalam Islam. Beliau merupakan keturunan seorang nabi juga yaitu Ibrahim AS.

Menukil dari Ibrahim Khalilullah: Da’iyah At-Tauhid wa Din Al-Islam wa Al-Uswah Al-Hasanah oleh Ali Muhammad Ash-Shallabi yang diterjemahkan Muhammad Misbah, ibu dari Ismail AS adalah Siti Hajar. Kala itu, Nabi Ibrahim AS belum juga dikaruniai keturunan meski sudah puluhan tahun pindah ke Palestina.

Sang nabi lalu berdoa sebagaimana tercantum dalam surah Ash-Shaffat ayat 100-101. Berikut bunyinya,


رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّلِحِينَ * فَبَشَّرْنَهُ بِغُلَمٍ حَلِيمٍ

Artinya: “(Ibrahim berdoa), ‘Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh.” Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun.”

Kelahiran Nabi Ismail AS

Kelahiran Nabi Ismail AS disambut dengan bahagia. Meski demikian, kelahirannya ini juga menjadi ujian bagi Ibrahim AS dan sang istri.

Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membawa Siti Hajar dan Ismail AS bayi ke sebuah lembah tandus, yaitu Makkah. Kala itu, Makkah masih belum berpenghuni.

Saking tandusnya, lembah itu bahkan tanpa tanaman dan air. Hanya ada batu dan pasir kering yang terlihat di sana.

Siti Hajar dan Nabi Ismail AS diuji dengan rasa haus karena tak adanya air. Pada kondisi tersebut, Siti Hajar berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air hingga akhirnya malaikat Jibril tiba dan air zamzam memancar dari tanah dekat kaki Ismail AS.

Perintah Menyembelih Nabi Ismail AS

Masih dari sumber yang sama, Nabi Ibrahim AS menerima wahyu lainnya dari Allah SWT dalam mimpi. Ia diperintahkan menyembelih sang putra, Nabi Ismail AS yang masih remaja.

Mendengar hal itu, Nabi Ismail AS rela menerima nasib sebagai bentuk kepatuhan terhadap Allah SWT. Kisah ini termaktub dalam surat As Saffat ayat 102,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Ibrahim AS lantas membawa Ismail AS ke tempat yang ditentukan. Ketika ia hendak menyembelih putranya, tiba-tiba Allah SWT mengganti Nabi Ismail AS dengan seekor hewan. Peristiwa tersebut menjadi asal muasal ibadah kurban yang kini dilakukan oleh umat Islam.

Diterangkan dalam Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, ulama nasab dan sejarah peperangan mengatakan bahwa Nabi Ismail AS adalah orang pertama yang naik kuda. Sebelumnya, kuda merupakan hewan liar dan dijinakkan oleh Ismail AS untuk ditunggangi.

Sa’id bin Yahya Al-Umawi menuturkan dalam Al Maghazi sebagai berikut, “Seorang syaikh Quraisy bercerita kepada kami, Abdul Malik bin Abdul Aziz bercerita kepada kami, dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda: “Pergunakan kuda (sebagai tunggangan) naiklah secara bergantian , karena ia adalah warisan ayah kalian, Ismail.”

Wafatnya Nabi Ismail AS

Nabi Ismail AS semasa hidupnya membimbing suku Amalika di Yaman. Selama lebih dari 50 tahun masa kenabian beliau, Ismail AS menyampaikan firman Allah SWT kepada orang-orang musyrik. Ia mengajak mereka untuk memeluk Islam dan mempercayai keberadaan Allah SWT.

Berkat jasanya itu, Islam menyebar luas di Yaman. Beliau lalu kembali ke Makkah setelah sebagian besar masyarakat Yaman memeluk Islam.

Nabi Ismail AS wafat pada usia 137 tahun, tepatnya pada 1779 SM di Makkah, Arab Saudi. Beliau dimakamkan di dekat ibunya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa AS ketika Bayi yang Dihanyutkan di Sungai Nil



Jakarta

Nabi Musa AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui muslim. Kisah mengenai Musa AS identik dengan kekejaman Firaun, raja Mesir yang berkuasa kala itu.

Menukil dari Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir terjemahan Umar Mujtahid, Nabi Musa AS lahir ketika Firaun memerintahkan rakyatnya untuk membunuh bayi laki-laki yang lahir. Namun, kalangan Qibhti mengeluh karena minimnya populasi bani Israil akibat pembunuhan bayi laki-laki.

Akhirnya, Firaun mengubah memerintahkan untuk membunuh anak laki-laki secara bergantian setiap dua tahun sekali. Para mufassir menyebut, ibu dari Musa AS sedih karena harus melahirkan anaknya pada waktu di mana bayi laki-laki harus dibunuh.


Ibu Nabi Musa AS mendapat ilham untuk meletakkan Musa AS kecil di dalam peti yang diikat dengan tali. Kala itu, rumahnya berada tepat di hulu Sungai Nil.

Setiap ia menyusui Musa AS kecil dan khawatir akan seseorang, ibu Musa AS meletakkan bayinya di peti tersebut. Lalu, peti tersebut dilepaskan ke lautan sementara talinya tetap dipegang. Ketika semua orang pergi, petinya ia tarik kembali.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Qashash ayat 7-9,

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْۚ اِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ ۝٧ فَالْتَقَطَهٗٓ اٰلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُوْنَ لَهُمْ عَدُوًّا وَّحَزَنًاۗ اِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامٰنَ وَجُنُوْدَهُمَا كَانُوْا خٰطِـِٕيْنَ ۝٨ وَقَالَتِ امْرَاَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِّيْ وَلَكَۗ لَا تَقْتُلُوْهُۖ عَسٰٓى اَنْ يَّنْفَعَنَآ اَوْ نَتَّخِذَهٗ وَلَدًا وَّهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ ۝٩

Artinya: “(7) Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul. (8) Kemudian, keluarga Firʻaun memungutnya agar (kelak) dia menjadi musuh dan (penyebab) kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Firʻaun, Haman, dan bala tentaranya adalah orang-orang salah. (9) Istri Firʻaun berkata (kepadanya), “(Anak ini) adalah penyejuk hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan dia memberi manfaat bagi kita atau kita mengambilnya sebagai anak.” Mereka tidak menyadari (bahwa anak itulah, Musa, yang kelak menjadi sebab kebinasaan mereka).”

As-Suhaili mengatakan bahwa ibu Musa AS bernama Ayarikha. Tetapi, ada juga yang menyebutnya sebagai Ayadzakat.

Ibu Nabi Musa AS lalu menghanyutkan Musa AS kecil ke Sungai Nil. Ia melepaskan peti itu namun lupa mengikatkan tali sehingga peti berisi Nabi Musa AS hanyut bersama aliran Sungai Nil sampai melintas tepat di depan istana Firaun.

Para mufassir mengatakan bahwa selir-selir Firaun yang memungut peti itu dari laut dalam kondisi tertutup rapat. Mereka tidak berani membukanya sehingga peti tersebut diletakkan di hadapan istri Firaun, Asiyah binti Muzahim bin ‘Ubaid bin Rayyan bin Walid.

Ketika penutup peti itu dibuka, Asiyah melihat wajah Nabi Musa AS kecil memancarkan sinar-sinar nubuwah dan kemuliaan. Begitu melihatnya, istri Firaun tersebut langsung jatuh hati dan mencintainya.

Mengetahui itu, Firaun memerintahkan untuk menyembelih Musa AS kecil. Namun, istrinya meminta agar Musa AS tidak dibunuh dan diberikan kepadanya.

Singkat cerita, Musa AS kecil yang tinggal di kerajaan Firaun enggan menerima susu dari wanita mana pun. Selain itu, ia juga tidak mau makan sehingga orang-orang sekitar bingung dibuatnya.

“Mereka kemudian mengirim Musa bersama para dukun beranak dan sejumlah wanita ke pasar, mungkin Musa mau menyusu pada seorang wanita di sana. saat semua orang berdiri di hadapan Musa, saudari Musa melihatnya. Ia tidak memperlihatkan sikap seakan-akan menganalnya,” tulis Ibnu Katsir.

Saudari Musa AS mengatakan akan menunjukkan keluarga yang akan merawat Nabi Musa AS dan berlaku baik. Akhirnya, mereka pergi bersama saudari Musa AS ke kediaman ibu Musa AS.

Musa AS kecil segera digendong oleh ibunya dan atas izin Allah SWT, ia ingin menyusu. Akhirnya, berita tersebut disampaikan kepada Asiyah bahwa Musa AS kecil sudah ingin menyusu.

Istri Firaun itu lantas memanggil ibu Nabi Musa AS dan memberinya tawaran untuk tinggal bersama serta berlaku baik terhadap Asiyah. Namun, ibu Musa AS enggan menerimanya dan mengatakan bahwa ia memiliki suami dan anak-anak.

Beliau meminta agar bayi Nabi Musa AS dibawa bersamanya. Asiyah menyetujui hal itu dan memberikannya nafkah, pakaian, serta hadiah.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Zakaria yang Sabar dalam Mengharapkan Keturunan


Jakarta

Kisah Nabi Zakaria AS adalah salah satu kisah penuh hikmah dalam Al-Qur’an yang mengajarkan arti kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi ujian hidup. Kisahnya yang penuh dengan kesabaran dan ketulusan dalam mengharapkan keturunan diabadikan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah surah Maryam ayat 2-15 dan surah Al-Anbiya ayat 89-90.

Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menceritakan bagaimana Nabi Zakaria AS meski usianya telah lanjut dan istrinya diketahui mandul, tidak pernah berhenti berharap dan berdoa kepada Allah SWT untuk mendapatkan keturunan yang saleh.

Dalam perjalanan hidupnya, Nabi Zakaria AS menunjukkan keteguhan hati dan keyakinan bahwa doa yang tulus tidak pernah sia-sia di hadapan Allah SWT. Penasaran dengan bagaimana doa dan kesabaran Nabi Zakaria AS akhirnya membuahkan hasil? Simak kisah lengkapnya dalam artikel ini.


Asal-usul Nabi Zakaria AS

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi yang disusun oleh Ibnu Katsir dan diterjemahkan oleh Divisi Penerjemah Kantor Da’wah Al-Sulay, Nabi Zakaria AS adalah ayah dari Nabi Yahya AS, keduanya termasuk golongan nabi dari Bani Israil.

Keturunan mereka berhubungan dengan Nabi Sulaiman AS dan Nabi Daud AS, menunjukkan bahwa Nabi Zakaria AS memiliki silsilah keturunan yang mulia dan berakar kuat di antara para nabi besar.

Menariknya, Nabi Zakaria AS dikenal sebagai seorang tukang kayu, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Nabi Zakaria adalah seorang tukang kayu.” (HR Muslim).

Profesi ini menjadi simbol kesederhanaan dan kerja keras beliau dalam menjalani kehidupan, sekaligus menjadi inspirasi bagi kita semua untuk hidup sederhana dan penuh kesabaran.

Kisah Nabi Zakaria AS

Nabi Zakaria AS adalah sosok nabi yang dikenal penuh kesabaran dan keteguhan dalam memohon keturunan, meski telah berusia lanjut dan istrinya mengalami kemandulan. Allah SWT menempatkan kisahnya dalam Al-Quran sebagai pelajaran bagi umat manusia agar tak pernah berputus asa terhadap rahmat-Nya.

Harapan besar Nabi Zakaria AS untuk memiliki keturunan tak hanya demi memenuhi keinginan pribadi, tetapi juga karena kekhawatiran terhadap keberlanjutan tugas mengurus Bani Israil dan menyebarkan ajaran tauhid. Ia berharap agar keturunannya kelak dapat menjadi pewaris yang menjalankan tugas kenabian dan menjaga syariat yang telah diajarkan.

Dalam doanya yang penuh kelembutan, Nabi Zakaria AS mengadukan keadaannya kepada Allah SWT. Ia menyampaikan bahwa dirinya telah tua dan istrinya mandul, tapi harapan dan keyakinannya pada kekuasaan Allah SWT tidak pernah pudar. Di dalam hatinya, Nabi Zakaria AS merasa khawatir jika tidak ada penerus yang bisa menjaga tugas kenabian di tengah umat Bani Israil.

Ia terinspirasi oleh keturunan Nabi Ya’qub AS yang Allah SWT pilih untuk menjadi pembawa cahaya kebenaran, sehingga ia pun memohon agar diberikan seorang anak yang dapat menjadi penerus dalam menyampaikan ajaran ilahi. Berikut adalah doa Nabi Zakaria AS yang tercantum pada surah Al-Anbiya Ayat 89:

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنتَ خَيْرُ الْوَرِثِينَ

Latinnya: Rabbi lā tażarnī fardaw wa anta khairul-wārisin.

Artinya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.”

Doa yang penuh keyakinan dan keikhlasan ini tidaklah sia-sia. Allah SWT akhirnya mengabulkan permohonan Nabi Zakaria AS dan memberinya seorang putra yang kelak dikenal sebagai Nabi Yahya AS.

Namun, dengan takjub sekaligus khawatir, Nabi Zakaria AS bertanya bagaimana mungkin ia bisa memiliki anak sementara dirinya telah sangat tua, dan istrinya pun mandul. Allah SWT pun menegaskan bahwa segala sesuatu mudah bagi-Nya dan bahwa Dia telah menciptakan Nabi Zakaria AS sendiri sebelumnya dari ketiadaan.

Sebagai bentuk keyakinan, Nabi Zakaria AS memohon tanda dari Allah SWT atas janji-Nya tersebut. Allah SWT kemudian memberi tanda bahwa Nabi Zakaria AS tidak akan dapat berbicara selama tiga hari, kecuali dengan bahasa isyarat, meskipun tubuhnya dalam keadaan sehat tanpa cacat.

Dalam masa itu, Nabi Zakaria AS diperintahkan untuk terus berzikir dan memuji Allah SWT. Dengan penuh kegembiraan, ia keluar menemui kaumnya dan memberi isyarat kepada mereka untuk memperbanyak zikir kepada Allah SWT.

Kisah ini memberikan teladan tentang kekuatan doa dan keyakinan pada kuasa Allah SWT yang tak terbatas. Meskipun keadaan tampak tidak mungkin, Nabi Zakaria AS tetap berdoa dengan penuh kesabaran dan harapan, hingga akhirnya Allah SWT menjawab permohonannya dengan anugerah yang indah.

Kelahiran Anak Nabi Zakaria AS

Kisah kelahiran putra Nabi Zakaria AS, yaitu Yahya yang kelak akan menjadi nabi juga sebagai penerus ayahnya adalah salah satu bukti kekuasaan Allah SWT yang Maha Besar. Anak yang telah lama diharapkan itu lahir sebagai anugerah dari Allah SWT setelah Nabi Zakaria AS dengan penuh kesabaran dan ketulusan berdoa.

Sejak awal, Allah SWT memerintahkan Yahya untuk memegang teguh Kitab Taurat dan mempelajarinya dengan serius. Bahkan, sejak kecil, Allah SWT telah mengajarkan kebijaksanaan dan tanda-tanda kenabian kepadanya. Suatu hari, ketika teman-teman sebayanya mengajaknya bermain, Yahya dengan bijak menjawab, “Kita diciptakan bukan untuk bermain.”

Yahya dibekali oleh Allah SWT dengan berbagai sifat mulia yang membuatnya menjadi teladan bagi banyak orang. Ia memiliki sifat kasih sayang yang mendalam, khususnya kepada kedua orang tuanya.

Yahya juga dikenal dengan kelembutan hatinya kepada sesama, menghindari perbuatan dosa, dan senantiasa menjaga kesuciannya. Sifat bakti kepada kedua orang tua pun menjadi keutamaan dalam dirinya, diiringi dengan keteguhan hati yang menjauhi sifat sombong atau angkuh. Sifat-sifat inilah yang menjadikan Yahya sosok nabi yang dihormati dan disegani, serta menjadi contoh kebajikan bagi umatnya.

Meninggalnya Nabi Zakaria AS

Terdapat dua riwayat berbeda terkait wafatnya Nabi Zakaria AS. Salah satu riwayat yang disampaikan oleh Abdul-Mun’in bin Idris bin Sinan dari Wahab bin Munabbih mengisahkan bahwa Nabi Zakaria AS terpaksa meninggalkan kaumnya dan masuk ke dalam sebuah pohon untuk menyelamatkan diri.

Namun, kaumnya yang berusaha mencelakainya kemudian datang dan meletakkan gergaji di batang pohon tersebut untuk memotongnya. Ketika gergaji telah mencapai tubuh Nabi Zakaria AS dan Beliau merintih kesakitan, Allah SWT memberikan wahyu, jika Nabi Zakaria AS tidak berhenti merintih, bumi akan terbelah.

Mendengar itu, Nabi Zakaria AS menahan rintihannya, hingga akhirnya pohon tersebut dipotong dan Beliau pun terbagi menjadi dua bagian bersama pohon itu.

Sementara itu, riwayat lain yang disampaikan oleh Ishaq bin Bisyr menyebutkan bahwa yang sebenarnya masuk ke dalam pohon adalah Sya’ya, bukan Nabi Zakaria AS. Dalam riwayat ini, disebutkan bahwa Nabi Zakaria AS wafat secara wajar, tanpa mengalami kejadian tragis seperti riwayat pertama.

Wallahu a’lam, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui kebenarannya.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Daud AS, Punya Suara Indah-Mampu Lunakkan Besi dengan Tangan Kosong



Jakarta

Nabi Daud AS adalah salah satu utusan Allah SWT yang terkenal dengan mukjizat suaranya yang indah. Ia juga merupakan nabi yang menjadi raja.

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid dkk, nama lengkapnya adalah Dawud bin Aysya bin Uwaid bin Abir bin Salmon bin Nahsyun bin Uwainadab bin Iram bin Hashrun bin Farash bin Yahudza bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil.

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari sebagian ahlul ilmi dari Wahab bin Munabbih terkait ciri fisik Nabi Daud AS. Ia memiliki tubuh yang pendek, mata biru, jarang bulunya, berhati suci dan bersih.


Keindahan suara Nabi Daud AS membuat siapapun di sekitarnya terpesona. Bahkan, binatang-binatang liar berhenti ketika mendengar merdunya suara Daud As.

Wahab bin Munabbih mengatakan, “Siapa pun yang mendengar suaranya, pasti meloncat-loncat seperti menari. Ia membaca kitab Zabur dengan suara merdu yang belum pernah terdengar telinga siapa pun dan apa pun, bahkan jin, manusia, burung, dan hewan berhenti mendengar suaranya, hingga sebagian ada yang mati kelaparan,”

Selain dimukjizati suara yang luar biasa merdunya, Nabi Daud AS juga dapat membaca kitab Zabur dengan cepat. Dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Daud membaca (Zabur) dengan cepat. Ia menyuruh agar hewan tunggangannya diberi pelana, ia menyelesaikan bacaan Al-Qur’an (Zabur) sebelum pelana usai dipasang. Dan ia hanya memakan dari hasil pekerjaan kedua tangannya.” (HR Ahmad)

Nabi Daud AS juga diberi mukjizat pandai dalam mengolah besi. Allah SWT membantu sang nabi untuk membuat baju-baju perang dari besi agar melindungi prajurit ketika berhadapan dengan musuh.

Hasan Al-Bashri, Qatadah dan A’masy mengatakan, “Allah SWT melunakkan besi untuk Daud, hingga Daud memintanya tanpa memerlukan api ataupun palu,”

Disebutkan juga dalam karya Ibnu Katsir tersebut bahwa Nabi Daud AS adalah orang pertama yang membuat baju perang dari besi. Sebelumnya, baju perang hanya berupa lempengan-lempengan saja, seperti dikatakan Qatadah.

“Setiap hari, Daud membuat satu baju besi yang ia jual seharga 6.000 dirham,” kata Ibnu Syaudzab.

Sebagai seorang raja, Nabi Daud AS adalah sosok pemimpin yang bijaksana dan adil. Meski dianugerahi kekayaan dan kekuasaan, Daud AS tidak pernah berlaku sombong sedikit pun.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Asiyah Istri Fir’aun yang Tegar Mempertahankan Keimanannya



Jakarta

Asiyah binti Muzahim adalah istri seorang penguasa zalim yaitu Firaun laknatullah ‘alaih.

Betapa pun besar kecintaan dan kepatuhan pada suaminya, di hatinya masih tersedia tempat tertinggi yang ia isi dengan cinta kepada Allah SWT. Asiyah disebut sebagai salah satu perempuan ahli surga karena keimanannya.

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik perempuan di surga adalah Asiyah binti Muzahim istri Firaun, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi).


Awal mula Asiyah menjadi Istri Firaun

Dikutip dari buku Jalan Menuju Hijrah karya Cicinyulianti, Asiyah binti Muzahim bin ‘Ubaid bin Ar-Rayyan bin Walid, meskipun suaminya, Firaun adalah orang yang kejam, Asiyah dikenal sebagai sosok perempuan yang sabar, santun berbudi pekerti luhur, penyayang, dan penuh keteguhan untuk senantiasa berada di jalan Allah SWT.

Rahmat Masyikamah menjelaskan dalam buku Bidadari dalam Lukisan, Asiyah tak kuasa menolak menjadi istri Firaun karena hal buruk akan menimpa keluarganya.

Setelah kematian sang istri, Firaun kejam itu hidup sendiri tanpa pendamping. Kemudian, ia mendengar tentang seorang gadis cantik bernama Asiyah, keturunan keluarga Imran.
Firaun lalu mengutus seorang menteri bernama Haman untuk meminang Siti Asiyah.

Orangtua Asiyah bertanya kepada Asiyah: “Sudikah anaknya menikahi Firaun?”, “Bagaimana saya sudi menikahi Firaun. Sedangkan dia terkenal sebagai raja yang ingkar kepada Allah?” jawab Asiyah dengan penolakannya.

Alangkah marahnya Firaun mendengar kabar penolakan Asiyah. “Haman, berani betul Imran menolak permintaan raja. Seret mereka kemari. Biar aku sendiri yang menghukumnya!”

Firaun mengutus tentaranya untuk menangkap orang tua Asiyah dan menyiksanya. Karena kekejaman tersebut, akhirnya Asiyah rela menerima lamaran firaun.

Mulanya, Asiyah merasa sangat bahagia setelah menikah dengan Firaun.

Namun ketika raja kejam itu mengaku sebagai Tuhan, Asiyah mulai merasa resah dan perlahan kebahagiannya luntur. Ia dipaksa mengakui bahwa suaminya itu adalah Tuhan.

Karena keimanan yang ada di hati Asiyah, ia tetap menolak hingga rela mendapat perlakuan yang tidak sepantasnya dari Firaun.

Asiyah Mengadopsi Nabi Musa AS namun Ditolak Firaun

Merangkum dari Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir, para dayang memungut Musa dari tepi sungai nil dalam peti tertutup, tetapi mereka tidak berani membukanya. Akhirnya, mereka meletakkannya di hadapan Asiyah.

Ketika Asiyah membuka penutup peti tersebut dan kain penutupnya, ia melihat wajah bayi lelaki yang tidak lain adalah Musa. Wajah polosnya terlihat cerah memancarkan cahaya kenabian dan keagungan.

Saat melihat bayi itu, Asiyah langsung menyukai dan mencintainya hingga Firaun datang dan bertanya, “Siapa anak ini?” Setelah itu, Firaun memerintahkan agar membunuh anak itu, Asiyah langsung menolak dan meminta suaminya itu agar tidak membunuh anak tersebut.

“Dan berkatalah istri Firaun, (ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak. Sedang mereka tiada menyadari.” (QS. Al-Qashash: 9)

Firaun pun berkata kepada istrinya, “Bagimu memang benar, tetapi tidak bagiku.” Dengan kata lain, Firaun menegaskan, “Aku tidak memerlukan anak itu.”

Oleh karena itu, bencana pun terjadi karena ucapannya itu, bahwa di tangan anak itulah terjadinya kehancuran masa depan Firaun dan bala tentaranya.

Keteguhan Asiyah dalam Mempertahankan Keimanan

Mengutip buku Wanita Pilihan yang Dirindukan Surga karya Umi Salamah, Musa tumbuh dewasa dengan berilmu serta ahli dalam perang di samping ibu angkatnya, Asiyah binti Muzahim yang berakhlak mulia dan ibu kandungnya yang diam-diam menyamar menjadi ibu susuan bagi Musa. Selain itu, Musa juga hidup di pangkuan dan menerima kasih sayang dari Raja Firaun yang kejam.

Akhirnya Musa menerima wahyu dari Allah SWT ketika syiar kepada Firaun dan penduduk Mesir, maka Nabi Musa AS pun menjadi musuh bagi kerajaan.

Firaun mengusir Nabi Musa AS dari istana dan meninggalkan Mesir. Asiyah merasa sangat kehilangan sehingga dia pun diam-diam pergi dari istana dan menyusul Nabi Musa AS.

Melalui Nabi Musa AS akhirnya Asiyah binti Muzahim beriman kepada Allah SWT.

Selama waktu yang sangat lama Asiyah taat kepada Allah SWT secara sembunyi-sembunyi, hingga akhirnya Firaun mengetahuinya.

Firaun membujuk Asiyah agar keluar dari Islam, tetapi Asiyah tetap gigih dalam memperjuangkan keimanannya meskipun dia disiksa dan hampir dibunuh oleh Firaun.

Asiyah mengalami siksaan dengan dipasak tubuhnya dengan empat buah pasak. Namun, bukan hanya Asiyah yang mendapatkan siksaan serupa, melainkan juga pengikut Nabi Musa AS pun disiksanya tanpa ampun.

Asiyah telah dikuatkan oleh seruan dari Nabi Musa AS “Wahai ibu Asiyah, semua malaikat yang ada di langit tujuh telah menanti kedatanganmu dan Allah SWT pun bangga akan dirimu. Maka mintalah apa yang engkau inginkan, sesungguhnya dia akan mengabulkannya.”

Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Firaun mengikat istrinya dengan besi sebanyak empat ikatan, pada kedua tangan dan kedua kakinya. Jika ia telah meninggalkan Asiyah terbelenggu maka para malaikat menaunginya.” (HR. Abu Yala).

Ketaatan Asiyah telah dibuatkan rumah di surga oleh Allah SWT lalu ketentraman dan kedamaian akan menantinya di sana, tiada lagi kekejaman Firaun dan kaum kafir. Wanita mulia ini diabadikan di dalam Al-Qur’an surah At-Tahrim ayat 11

“Dan, Allah membuat perumpamaan dengan istri Firaun bagi orang-orang yang beriman, ketika dia berkata, Ya Tuhanku, bangunkanlah aku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS. At Tahrim ayat 11).

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Qarun Dibenamkan Bersama Hartanya, Tercatat dalam Al-Qur’an



Jakarta

Qarun hidup di zaman Nabi Musa AS. Ia diberikan kenikmatan berupa harta yang berlimpah. Namun sayang, kesombongan membuatnya lenyap bersamaan dengan hartanya.

Kisah tentang Qarun termasuk salah satu yang cukup populer. Kesombongan Qarun dengan hartanya yang berlimpah bahkan diabadikan dalam Al-Qur’an.

Dalam buku berjudul Ubah Masalah Jadi Berkah karya Sulaiman, dijelaskan bahwa Qarun adalah sepupu Nabi Musa AS. Ia adalah anak dari Yashar, adik kandung Imran ayah Musa.


Qarun awalnya adalah sosok yang miskin, namun suatu hari ia meminta didoakan oleh Nabi Musa AS agar mendapatkan kekayaan. Doa Nabi Musa AS kemudian dikabulkan Allah SWT sehingga Qarun diberikan nikmat berupa harta yang berlimpah. Sayangnya, setelah diberi kekayaan, ia bersikap angkuh dan sombong.

Allah SWT kemudian menurunkan azab bagi Qarun dan hartanya. Kisah ini tercatat dalam surah Al-Qashash ayat 81,

فَخَسَفْنَا بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُۥ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُنتَصِرِينَ

Artinya: “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).”

Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari az Zuhri dari Salim dari ayahnya dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Ketika seseorang menjulurkan pakaiannya (Qarun), tiba-tiba ia ditenggelamkan ke dalam perut bumi sampai pada hari Kiamat.” (HR Bukhari)

Dalam kitab Qashash al-Anbiyaa’ karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan Saefullah MS diceritakan bahwa ketika Qarun berjalan di hadapan kaumnya dengan penampilannya yang sangat megah, menaiki kendaraan termahal, model pakaian terindah dan disertai dengan kemewahan dan kesombongannya, ia melewati Nabi Musa AS dan para pengikutnya dengan congkak.

Melihat aksi Qarun, Nabi Musa AS menasihati para pengikutnya dan mengingatkan tentang datangnya hari pembalasan.

Nabi Musa AS juga memanggil Qarun dan menegurnya dengan mengatakan, “Apa yang mendorongmu melakukan hal ini?” Lalu Qarun menjawab, “Hai Musa engkau merasa lebih mulia dengan gelar kenabian sementara aku lebih mulia darimu dengan harta kekayaan. Jika engkau mau, keluarlah dan berdoalah untuk dapat mengalahkan aku. Aku juga akan keluar untuk mendoakan keburukan bagimu.”

Akhirnya Qarun dan para pengikutnya keluar. Begitu pula, Nabi Musa AS dan para pengikutnya juga keluar. Kedua-duanya keluar saling berhadapan di depan para pengikutnya masing-masing.

Qarun berdoa, namun doanya tidak berpengaruh sedikit pun terhadap Nabi Musa AS. Kemudian Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT, “Ya Allah jadikanlah bumi ini patuh pada perintahku.” Kemudian Allah SWT mengabulkan doa Nabi Musa AS.

Selanjutnya Nabi Musa AS berkata, “Wahai Bumi! Telanlah Qarun bersama para pengikutnya.” Bumi pun menelannya sampai pada mata kaki mereka. Nabi Musa AS berkata lagi, “Wahai Bumi, telan lagi.” Bumi lalu menelan mereka sampai pada lutut mereka.

Kemudian bumi menelan kembali sampai pada pundak mereka. Nabi Musa AS lantas berseru untuk memerintahkan pada bumi agar menelan rumah dan semua harta kekayaan Qarun. “Lenyapkan Qarun dan Bani Lawa!” Ucapan Nabi Musa AS ini akhirnya menenggelamkan Qarun, pengikutnya dan hartanya hanya dalam sekejap.

Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Mereka ditenggelamkan secara berangsur-angsur, satu per satu setiap hari sampai hari Kiamat.”

Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Saleh AS dan Mukjizat Unta Hamil yang Keluar dari Batu Besar



Jakarta

Nabi Saleh AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Ia berdakwah kepada kaum Tsamud untuk menyembah Allah SWT.

Menukil dari Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Tsamud adalah kabilah yang masyhur. Kaum ini merupakan bangsa Arab aribah yang tinggal di Hijir yaitu kawasan yang letaknya di antara Hijaz dan Tabuk. Tsamud merupakan kaum setelah Ad, mereka menyembah berhala seperti kaum Ad.

Allah SWT berfirman dalam surah Al A’raf ayat 73-74,


وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَٰلِحًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ قَدْ جَآءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ هَٰذِهِۦ نَاقَةُ ٱللَّهِ لَكُمْ ءَايَةً ۖ فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِىٓ أَرْضِ ٱللَّهِ ۖ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوٓءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَٱذْكُرُوٓا۟ إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَآءَ مِنۢ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِن سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ ٱلْجِبَالَ بُيُوتًا ۖ فَٱذْكُرُوٓا۟ ءَالَآءَ ٱللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Artinya: “Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.”

Nabi Saleh AS berdakwah kepada kaumnya dengan lembut. Ia juga mengatakan untuk menyembah Allah SWT dan menegaskan tidak ada Tuhan selain-Nya.

Meski begitu kaum Tsamud tidak menghiraukan Nabi Saleh AS. Beliau tetap menyampaikan kebenaran dengan lemah lembut dan cara yang baik agar kaumnya menuju kebaikan.

Sayangnya, kaum Tsamud mengatakan Nabi Saleh AS terkena sihir dan tidak mengerti apa yang beliau ucapkan setiap menyeru untuk beribadah kepada Allah SWT. Pendapat lain mengatakan maksud dari orang yang terkena sihir ini adalah orang yang mampu menerawang.

Kaum Tsamud meminta Nabi Saleh AS untuk menunjukkan mukjizat sebagai bukti kebenaran ajaran yang ia sampaikan. Mereka menantang Nabi Saleh AS untuk mengeluarkan seekor unta hamil dari sebuah batu, selain itu kaum Tsamud juga menyebut ciri unta yang mereka maksud.

Mendengar itu, Nabi Saleh AS berdoa kepada Allah SWT agar permintaan mereka dikabulkan. Kaum Tsamud juga mengatakan akan beriman kepada Allah SWT jika benar mukjizat tentang unta itu terjadi.

Atas kuasa Allah SWT, bongkahan batu besar yang ada di sana tiba-tiba mengeluarkan unta besar dan hamil dengan ciri yang memang diinginkan kaum Tsamud. Mukjizat itu disaksikan oleh mereka dan akhirnya sebagian dari mereka beriman kepada Allah SWT namun kebanyakan dari kaum Tsamud tetap enggan menyembah sang Khalik.

Nabi Saleh AS memperingatkan untuk terakhir kalinya kepada Kaum Tsamud yang masih ingkar agar beriman kepada Allah SWT. Mereka yang telah menentang dan tidak bertobat akan mendapat azab.

Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 65,

فَعَقَرُوْهَا فَقَالَ تَمَتَّعُوْا فِيْ دَارِكُمْ ثَلٰثَةَ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوْبٍ

Artinya: “Mereka lalu menyembelih unta itu. Maka, dia (Saleh) berkata, “Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.”

Mereka yang beriman diberi perlindungan oleh Allah SWT dari azab-Nya. Sebaliknya, yang ingkar diganjar azab berupa guntur yang sangat keras sampai-sampai mati bergelimpangan di rumahnya.

Naudzubillah min dzalik.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com