Tag Archives: Ibnu Majah

Bacaan Lengkap dan Keutamaan Mengerjakannya


Jakarta

Niat puasa 1 Muharram dibaca sebelum muslim mengerjakan amalan tersebut. Sejatinya, Muharram menjadi bulan terbaik kedua setelah Ramadan untuk berpuasa.

Rasulullah SAW melalui haditsnya menyebut terkait hal itu. Berikut bunyi haditsnya yang dinukil dari Ihya 345 Sunnah Nabawiyah, Wasa’il wa Thuruq wa Amaliyah karya Raghib As Sirjani terjemahan Andi Muhammad Syahrir.

“Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadan adalah puasa bulan Muharram dan sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah salat malam.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad)


Niat Puasa 1 Muharram: Arab, Latin dan Arti

Mengutip dari buku Kedahsyatan Puasa oleh M Syukron Maksum, berikut bacaan niat puasa 1 Muharram.

نَوَيْتُ صَوْمَ الْمُحَرَّمِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu shaumal Muharrami lilâhi ta’ala.

Artinya: Saya niat puasa Muharram karena Allah ta’ala.

Niat ini bisa dibaca pada hari-hari lainnya di bulan Muharram selain tanggal 1. Tetapi perlu dipahami bahwa niat di atas tidak dibaca untuk puasa Tasua dan Asyura pada 9-10 Muharram, karena kedua puasa itu memiliki niat yang berbeda.

Waktu Membaca Niat Puasa 1 Muharram

Niat puasa 1 Muharram bisa dibaca sehari sebelum puasa berlangsung, tepatnya saat malam hari. Menurut kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzhahib Al-Arba’ah oleh Syaikh Abdurrahman Al Juzairi terjemahan Faisal Saleh, niat puasa sunnah bisa dibaca sejak matahari terbenam hingga pagi hari.

Walau begitu, sebaiknya muslim membaca niat puasa 1 Muharram lebih awal. Ini dimaksudkan agar lebih aman dan tidak tergesa-gesa.

Keutamaan Puasa 1 Muharram

Keutamaan puasa 1 Muharram sama seperti puasa Muharram pada umumnya. Masih dari sumber yang sama, Jalaluddin As Suyuthi dalam Ad Dibaj’ Ala Muslim-nya mengatakan bahwa puasa Muharram terbilang utama karena Muharram menjadi awal tahun baru.

“Maka pembukaannya adalah puasa yang merupakan amal paling utama.” tulisnya.

Selain puasa 1 Muharram, ada juga puasa yang lebih utama yaitu Asyura. Menurut buku Kumpulan Khotbah Jumat Sepanjang Tahun Hijriyah oleh Reyvan Maulid, puasa Asyura memiliki keutamaan melebur dosa setahun yang lalu.

Dari Abu Qatadah RA berkata,

“Sungguh Rasulullah SAW pernah ditanya tentang keutamaan puasa hari Asyura, kemudian beliau menjawab: Puasa Asyura melebur dosa setahun yang lewat.” (HR Muslim)

Wallahu a’lam.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

10 Cara Mencari Jodoh yang Baik dalam Islam, Jangan Salah!


Jakarta

Mencari jodoh yang baik merupakan hal yang penting dan dianjurkan dalam Islam. Dengan begitu, seseorang bisa menjalani kehidupan pernikahannya dengan tenang dan nyaman.

Allah SWT menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, sebagaimana disebutkan dalam surah Az Zariyat ayat 49.

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ – ٤٩


Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).”

Mengutip dari buku Sakinah Mawaddah wa Rahmah: Tuntunan Lengkap Mengenal “Baiti Jannati” di dalam Rumah tulisan Abdul Syukur Al Azizi, pernikahan dapat menjernikah pikiran dan menyucikan hati. Anjuran menikah dalam Islam dilaksanakan jika muslim sudah merasa mampu, Rasulullah SAW bersabda,

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah memiliki kemampuan (menikah), hendaklah ia menikah; karena menikah itu mampu menundukkan pandangan dan menjaga farji. Dan, barang siapa yang belum mampu (menikah), hendaknya ia berpuasa; karena puasa itu memberikan kemampuan untuk menahan syahwat.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud, dan Baihaqi)

Lalu, bagaimana cara mencari jodoh yang baik menurut Islam?

Cara Mencari Jodoh yang Baik dalam Islam

Berikut beberapa cara atau tips yang bisa diperhatikan muslim untuk mencari jodoh yang baik menurut Islam seperti dikutip dari buku Hukum dan Etika Perkawinan dalam Islam tulisan Ali Manshur.

1. Cari Pasangan yang Seiman

Cara pertama dalam mencari jodoh yang baik adalah memilih pasangan yang seiman. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Biasanya wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya, maka pilihlah yang memiliki agama, tentu kamu akan beruntung.” (HR Bukhari)

2. Cari Pasangan yang Berilmu dan Terampil

Hendaknya muslim mencari pasangan yang berilmu dan terampil. Dengan begitu, ketika memiliki keturunan maka ilmunya bisa diajarkan kepada anak-anaknya.

Manusia yang berilmu dan terampil sangat bermanfaat bagi lingkungan masyarakat serta agama.

3. Cari yang Sepadan

Maksud sepadan di sini adalah usianya tidak terpaut terlalu jauh. Jadi, ketika menikah kelak mereka bisa saling mengimbangi pola pikir masing-masing sehingga konflik rumah tangga bisa diminimalisir.

4. Jangan Cari Pasangan yang Cemburu Berlebihan

Cara lainnya dalam mencari jodoh yang baik adalah tidak memilih pencemburu berat. Cemburu adalah hal yang wajar dirasakan setiap pasangan, tetapi jika berlebihan maka dapat menyusahkan.

Rasulullah SAW pernah ditanya tentang alasannya tidak menikahi wanita Anshar. Beliau menjawab, “Sesungguhnya mereka mempunyai rasa cemburu yang besar.” (HR An Nasa’i)

5. Cari Pasangan yang Harta dan Pekerjaannya Baik

Hendaknya muslim mencari pasangan yang harta dan pekerjaannya baik. Ini berlaku bagi wanita maupun pria.

Utamanya bagi wanita. Hendaknya mencari laki-laki dengan pekerjaan yang tetap dan halal agar kelangsungan hidupnya terjamin karena bisa memberi nafkah dengan baik.

6. Memiliki Alat Reproduksi yang Subur

Pilihlah pasangan yang alat reproduksinya subur. Dengan begitu, seseorang bisa menghasilkan keturunan dengan baik karena memiliki anak menjadi salah satu tujuan dari menikah.

Rasulullah SAW bersabda,

“Nikahilah (wanita) yang subur, yang dapat melahirkan, maka sesungguhnya aku akan berbangga dengan kalian terhadap umat-umat yang lain.” (HR Abu Dawud)

7. Lihat Garis Keturunannya

Faktor lain yang tak kalah penting adalah melihat dari garis keturunan calon yang akan dijadikan pasangan hidup. Hendaknya seseorang memilih pasangan dari keluarga yang baik, terhormat dan bersifat mulia.

Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Pilihlah tempat untuk (air mani) kalian, dan menikahlah dengan yang setara (sekufu), serta nikahkanlah pada mereka.” (HR Ibnu Majah)

8. Parasnya Cantik atau Tampan

Mencari jodoh dengan paras cantik atau tampan juga dianjurkan dalam Islam. Ini dilakukan sesuai kriteria masing-masing orang.

Namun, tetap diutamakan melihat sikap dan perilaku dari individu agar rumah tangga bisa lebih harmonis dan penuh kasih sayang.

9. Jangan Pilih yang Satu Mahram

Islam melarang muslim untuk menikah dengan mahramnya. Haram hukumnya menikahi orang yang merupakan mahramnya.

Jadi, muslim perlu melihat dulu jalur nasab calonnya. Ini dimaksudkan agar nasab tidak rusak.

10. Mencari Calon Istri yang Taat kepada Suami

Taat kepada suami adalah kewajiban bagi setiap istri. Pria muslim dianjurkan mencari calon istri yang taat dan menghargainya sebagai imam keluarga.

Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 34,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْببِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

7 Amalan Pembuka Rezeki yang Bisa Kamu Lakukan Setiap Hari


Jakarta

Rezeki seringkali diidentikkan dengan materi. Namun sejatinya rezeki memiliki makna yang jauh lebih luas.

Kesehatan, kebahagiaan, kedamaian hati, hingga ilmu yang bermanfaat adalah bagian dari rezeki Allah SWT. Dalam ajaran Islam, menjemput rezeki tidak hanya melalui usaha lahiriah semata, tetapi juga dengan ikhtiar batin melalui amalan-amalan saleh.

Salah satu amalan yang sangat ditekankan adalah dzikir. Dzikir, yang secara harfiah berarti “mengingat” atau “menyebut”, adalah jembatan bagi seorang hamba untuk senantiasa terhubung dengan Sang Pencipta, Allah SWT.


Sebagaimana dijelaskan dalam buku 10 Amalan Inti Penghapus Dosa karya Ahmad Zacky El-Syafa, dzikir adalah kunci pembuka gerbang ilahi menuju keghaiban.

Allah SWT sendiri telah menegaskan pentingnya memperbanyak dzikir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Ahzab ayat 41-42:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS Al-Ahzab: 41-42).

Amalan Pembuka Pintu Rezeki

Menukil buku Islam on The Spot Jilid II oleh Rian Hidayat & H. Asiqin Zuhdi, berikut adalah 7 amalan dzikir yang dapat Anda rutin lakukan setiap hari untuk membuka pintu-pintu rezeki.

1. Membaca Ayat 1000 Dinar

Ayat 1000 Dinar merupakan sebutan untuk penggalan ayat 2 dan 3 dari Surah At-Talaq. Ayat ini sangat terkenal karena keutamaannya dalam melapangkan rezeki dan memberikan jalan keluar dari kesulitan.

Bacaan Ayat 1000 Dinar:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ ٢ وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Latin: wamay-yattaqillāha yaj’allahụ makhrajā wayarzuq-hu minḥaiṡu lā yaḥtasib, wamay yatawakkal ‘alallāhi fahuwa ḥasbuh, innallāha bāligu amrih, qad ja’alallāhu likulli syai`ing qadrā.

Artinya: “Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS At Talaq: 2-3).

2. Membaca Sholawat Jibril

Sholawat Jibril adalah salah satu bentuk shalawat yang populer dan diyakini memiliki keutamaan dalam melancarkan rezeki.

Anda bisa membaca sholawat Jibril pendek:

صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّد

Latin: Shallallahu ‘ala Muhammad.

Artinya: “Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada Nabi Muhammad.”

Atau sholawat Jibril panjang:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Latin: Allahummashalli ‘ala sayyidina muhammad wa’alaa aali sayyidinaa muhammad wasallimtasliima.

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan dan keselamatan atas Nabi Muhammad dan keluarganya dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

3. Memperbanyak Istighfar

Istighfar adalah permohonan ampun kepada Allah SWT. Dosa-dosa yang kita lakukan dapat menjadi penghalang datangnya rezeki. Dengan memohon ampun, kita membersihkan diri dan membuka keran rezeki dari Allah.

Anda bisa mengamalkan istighfar pendek:

أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ

Latin: Astaghfirullâhal’adzim.

Artinya: “Aku memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung.”

Atau Sayyidul Istighfar, pemimpin segala istighfar, yang memiliki keutamaan luar biasa:

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكُ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِن شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكِ َعَلَيَّ ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فاَغْفِر لِيْ فَإِنهَّ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ

Latin: Allâhumma anta rabbî, lâ ilâha illâ anta khalaqtanî. Wa anâ ‘abduka, wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu. A’ûdzu bika min syarri mâ shana’tu. Abû’u laka bini’matika ‘alayya. Wa abû’u bidzanbî. Faghfirlî. Fa innahuu laa yaghfirudz-dzunûba illâ anta.

Artinya: “Hai Tuhanku, Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang kuperbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh tiada yang mengampuni dosa selain Engkau.”

Dari Abdullah bin Abbas RA, terdapat sebuah hadits yang menyebutkan keutamaan membaca istighfar sebagai kunci pembuka rezeki. Beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمْ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Artinya: “Barangsiapa yang melazimkan (membiasakan) membaca istighfar, Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dari setiap kesusahan, dan solusi dari setiap kesempitan, dan memberikan kepadanya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).

4. Membaca Hauqalah

Dzikir Hauqalah adalah pengakuan akan kelemahan diri dan kekuasaan mutlak Allah SWT.

Bacaannya adalah:

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ

Latin: Laa haula walā quwwata illā billāh.

Artinya: “Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.”

Keutamaan dzikir ini disampaikan oleh Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa yang lambat datang rezekinya hendaklah banyak mengucapkan ‘La haula wala quwwata illa billah.'” (HR At-Thabrani). Ini menunjukkan betapa kuatnya dzikir ini dalam menarik rezeki.

5. Membaca “La Ilaha Illallahul Malikul Haqqul Mubin”

Kalimat tauhid ini menegaskan keesaan Allah, Raja yang Maha Benar dan Nyata. Membacanya secara rutin diyakini dapat membawa keberkahan dan kelapangan rezeki.

Bacaannya:

لَا إِلهَ إِلَّا اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِينُ

Latin: La Ilaha Illallahul Malikul Haqqul Mubin.

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Yang Maha Benar dan Nyata.”

Diriwayatkan dari Imam Malik, perawi Abu Nu’aim menyampaikan dari Sahabat Ali RA, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

مَنْ قَالَ لَا إِلهَ إِلَّا اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِينُ فِي كُلِّ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَ لَهُ أَمَانًا مِنَ الْفَقْرِ، وَيُؤْمَنُ مِنْ وَحْشَةِ الْقَبْرِ، وَاسْتُجْلِبَ بِهِ الْغِنَى، وَاسْتُقْرِعَ بِهِ بَابُ الْجَنَّةِ

Artinya: “Barangsiapa membaca ‘Laa ilaha illallahul malikul haqqul mubin’ seratus kali dalam sehari, maka memperoleh jaminan aman dari kemiskinan, diselamatkan dari dahsyatnya kubur, dan terbuka untuknya pintu-pintu surga.” (HR. Abu Nu’aim dan Ad-Dailami).

6. Membaca Surah Al-Ikhlas

Surah Al-Ikhlas adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur’an yang memiliki makna keesaan Allah yang luar biasa. Meski pendek, keutamaannya sangat besar, termasuk dalam hal menarik rezeki.

Bacaan Surah Al-Ikhlas:

قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ. ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ. وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ

Latin: Qul huwallāhu aḥad. Allāhuṣ-ṣamad. Lam yalid wa lam yụlad. Wa lam yakul lahụ kufuwan aḥad.

Artinya: Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS Al-Ikhlas: 1-4).

Sebuah riwayat dalam kitab Durratun Nasihin menyebutkan Surah Al-Ikhlas dapat menghilangkan kefakiran:

رُوِيَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلامُ مِنَ الْفَقْرِ، فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلامُ إِذَا دَخَلْتَ مَنْزِلَكَ، فَاقْرَأْ سُوْرَةً الْأَخْلَاصِ. فَفَعَلَ ذَلِكَ فَوَسِعَ اللَّهُ الرِّزْقَ

Artinya: “Diriwayatkan, sesungguhnya seorang laki-laki menangis kepada Rasulullah saw karena kemiskinannya. Kemudian Rasulullah saw bersabda, ‘Ketika kamu masuk rumah bacalah surat Al-Ikhlas.’ Kemudian laki-laki itu pun mengamalkannya, maka Allah melapangkan rezekinya.”

7. Membaca “Subhanallah Wabihamdihi Subhanallahil Adzim”

Dzikir ini merupakan pujian kepada Allah SWT yang Maha Suci dan Maha Agung. Membiasakan diri dengan dzikir ini adalah cara untuk selalu mengingat kebesaran Allah.

Bacaannya:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيْمِ

Latin: Subhanallah Wabihamdihi Subhanallahil Adzim.

Artinya: “Maha Suci Allah dengan segala puji bagi-Nya, Maha Suci Allah yang Maha Agung.”

Dzikir ini paling disukai Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dzar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

أَلَا أُخْبِرُكَ بِأَحَبِّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى؟ إِنَّ أَحَبَّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ : سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

Artinya: “Maukah aku ceritakan kepadamu tentang kalam (zikir) yang paling disukai oleh Allah? Sesungguhnya kalam yang paling disukai oleh Allah ialah, ‘Subhanallah wa bi hamdih’ (Maha Suci Allah dengan memuji kepada-Nya).”

Amalan-amalan dzikir ini bukanlah jimat atau sekadar mantra. Semuanya adalah bentuk ibadah, pengingat akan kebesaran Allah, dan upaya mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan keikhlasan dan keyakinan penuh, insyaallah Allah akan melimpahkan rezeki dari arah yang tak disangka-sangka.

Sudah siapkah Anda menjadikan dzikir sebagai bagian tak terpisahkan dari ikhtiar rezeki harian Anda?

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Soal Beras Premium Dioplos, Begini Hukumnya dalam Islam


Jakarta

Pemerintah menemukan sejumlah beras oplosan di pasaran. Ada 212 merek yang terbukti melanggar aturan.

Karena kecurangan itu, negara ditaksir rugi Rp 10 triliun dalam waktu lima tahun. Kasus ini diungkap oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

“Negara subsidi Rp 1.500. Kemudian kemudian diangkat naik lagi harga Rp 2.000-3.000. Kita hitung kerugian negara Rp 2 triliun ini satu tahun. Kalau lima tahun Rp 10 triliun, yang diambil adalah Rp 1,4 triliun. Emang berat bagi kami kami siap tanggung risiko,” kata Amran, dikutip dari detikFinance.


Lantas, bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini?

Hukum Jual Beli Barang Oplosan dalam Islam

Islam sangat jelas melarang praktik jual beli barang oplosan seperti ini. Sebab, dianggap curang dan tidak transparan.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah menegur seseorang yang berlaku demikian. Ia adalah pedagang yang menyembunyikan kualitas buruk barang dagangannya.

Menukil buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah karya Fuad Abdurrahman, Rasulullah SAW begitu marah dengan pedagang tersebut karena tak jujur dalam berdagang. Karena ia mengoplos gandung kering dan gandum basah yang dijualnya. Begini kisah lengkapnya.

Suatu hari, Rasulullah SAW berkeliling pasar bersama para sahabat untuk memastikan tidak ada kecurangan dalam transaksi jual beli. Perhatian beliau tertuju pada seorang penjual gandum yang menumpuk dagangannya tinggi.

Beliau lantas mendekat dan memasukkan tangannya ke dalam tumpukan gandum tersebut. Saat mengecek, jari jemari beliau merasakan bagian bawah gandum yang basah dan hampir busuk. Ternyata, si penjual sengaja meletakkan gandum berkualitas bagus di atas untuk menutupi kondisi gandum yang jelek di bawahnya, berniat menipu pembeli.

“Apa ini, hai pemilik gandum?” tanya Rasulullah SAW.

“Ini bagian yang terkena hujan, wahai Rasulullah,” jawab pedagang itu.

Rasulullah SAW kemudian menegur, “Mengapa tidak kau letakkan di bagian atas agar bisa dilihat para pembeli? Apakah kau sengaja menempatkan gandum yang basah ini di bawah gandum yang bagus agar tidak ada orang yang melihatnya?”

Pedagang itu terdiam.

Lalu, Rasulullah SAW bersabda dengan tegas, “Barang siapa menipu kami maka ia tidak termasuk golongan kami.”

Dalam riwayat lain disebutkan, “Barang siapa membunuh saudaranya sesama muslim maka ia bukan termasuk golongan kami. Dan barang siapa menipu kami, ia bukan golongan kami.”

Ada pula kisah lain tentang seorang pria yang mengadu kepada Rasulullah SAW karena sering tertipu dalam transaksi. Setelah mendengar keluhannya, beliau menasihati pria itu: “Saat bertransaksi dengan siapa pun, katakan: Jangan menipu!” Sejak saat itu, pria tersebut selalu mengucapkan kalimat itu sebelum berdagang.

Menipu dan berbohong adalah perbuatan tercela yang sangat dilarang dalam Islam. Setiap muslim yang beriman wajib menjauhi tindakan penipuan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesama muslim adalah saudara. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya kemudian ia tidak menjelaskan cacat tersebut.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Balasan bagi pelaku penipuan sangatlah berat. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak masuk surga seorang penipu, orang yang menyebut-nyebut kebaikan (yang pernah ia berikan kepada orang lain), dan orang kikir.”

Dari kisah dan hadits-hadits ini, jelaslah bahwa Islam sangat menekankan pentingnya kejujuran dan transparansi dalam setiap interaksi, khususnya dalam berdagang. Menipu bukan hanya merugikan orang lain, tetapi juga menjauhkan pelakunya dari golongan Rasulullah SAW dan menghalangi jalan menuju surga.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Adab Menagih Utang yang Baik, Muslim Perhatikan Ya!


Jakarta

Setiap utang wajib hukumnya untuk dibayarkan. Orang yang memberikan utang boleh menagih uangnya apabila tidak dikembalikan sesuai kesepakatan. Meski begitu, ada sejumlah adab yang harus diperhatikan penagih utang.

Mengutip dari buku Islamic Transaction Law in Business susunan Veitzal Rivai, hukum utang piutang dijelaskan dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surah Al Baqarah ayat 282.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya…”

Rasulullah SAW dalam haditsnya mengatakan bahwa pemberian utang dapat membantu sesama muslim terlepas dari kesulitan di dunia. Beliau bersabda,

“Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.” (HR Muslim)

Adab Menagih Utang yang Baik bagi Muslim

Berikut adab menagih utang yang baik seperti dinukil dari buku Dosa Besar Kecil yang Terabaikan Penyebab Siksa Azab Kubur yang Maha Pedih oleh Nur Aisyah Albantany dan kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyyah oleh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid terjemahan Abu Ihsan Al Atsari.

1. Jangan Menagih Sebelum Waktu yang Ditentukan

Adab pertama yang harus diperhatikan oleh penagih utang adalah jangan menagih sebelum waktu pembayaran yang disepakati. Karenanya ketika berutang dianjurkan memberi tempo pembayaran.

2. Tidak Menetapkan Bunga

Bunga termasuk riba yang harus dihindari oleh muslim. Riba termasuk dosa besar dan dilarang dalam agama Islam.

Menetapkan bunga pada utang maka melebihi jumlah angka pinjaman yang akan dikembalikan oleh orang yang berutang. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 278,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”

3. Jangan Menagih ketika Orang yang Berutang Kesulitan

Adab lain yang harus dipahami oleh penagih utang adalah jangan menagih utang ketika yang berutang kesulitan. Dalam kondisi ini, mereka tidak mampu membayar utangnya sehingga penagih dianjurkan menunggu.

Dari Abu Qatadah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Siapa yang senang diselamatkan Allah SWT dari kesusahan hari kiamat, maka sebaiknya menghilangkan kesusahan orang yang terlilit utang atau membebaskannya.” (HR Muslim)

4. Menagih Baik-baik Tanpa Kekerasan atau Emosi

Ketika menagih utang, hendaknya muslim melakukannya dengan baik-baik tanpa kekerasan atau emosi. Ini sesuai yang disampaikan Rasulullah SAW,

“Siapa yang menuntut haknya, sebaiknya menuntut dengan baik, baik pada orang yang inigin menunaikannya atau pada orang yang tidak ingin menunaikannya.” (HR Ibnu Majah)

5. Mulai Menagih saat Jatuh Tempo

Apabila muslim menyepakati utang dibayar pada waktu tertentu, tagih sesuai kesepakatan. Orang yang berutang juga hendaknya melunasi utang sesuai tempo pembayaran yang diberikan.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Wanita Haid Masuk Masjid untuk Mengikuti Kajian


Jakarta

Haid adalah keniscayaan bagi setiap wanita baligh. Ini adalah sebuah siklus alami yang telah ditetapkan Allah SWT.

Wanita yang sedang haid juga diatur aktivitasnya dalam Islam. Ada beberapa hal yang boleh mereka lakukan, ada pula yang tidak.

Lantas, bagaimana jika wanita yang sedang haid ingin mengikuti kajian di dalam masjid? Apakah hal ini diperbolehkan?


Selama periode itu, ada beberapa ketentuan syariat yang perlu dipahami oleh muslimah. Salah satunya mengenai aktivitas di masjid.

Artikel ini akan membahas secara mendalam hukum wanita haid masuk masjid untuk mengikuti kajian, merujuk pada berbagai pandangan ulama dan dalil-dalilnya.

Larangan dan Kebolehan bagi Wanita Haid

Secara umum, wanita yang sedang haid dilarang melakukan beberapa ibadah tertentu. Mengutip Ensiklopedia Fikih Wanita oleh Agus Arifin dan Sundus Wahidah, hal-hal yang diharamkan antara lain:

  • Melakukan semua hal yang diharamkan bagi orang junub.
  • Puasa, salat, dan thawaf (puasa Ramadan wajib diganti).
  • Sujud syukur dan sujud tilawah.
  • Menyentuh, membawa, dan membaca Al-Qur’an.
  • Bersetubuh dengan suami.

Namun, ada pula aktivitas yang diperbolehkan bagi wanita haid, seperti:

  • Berzikir.
  • Mendengarkan lantunan Al-Qur’an.
  • Istimta’ (bercumbu) dengan suami.

Bolehkan Wanita Haid Masuk Masjid?

Pertanyaan mengenai kebolehan wanita haid memasuki masjid sering kali menjadi perdebatan. Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Ada yang melarang, ada pula yang membolehkan dengan syarat tertentu.

Dalil yang Membolehkan Wanita Haid Masuk Masjid

Mengutip buku Fiqih Wanita oleh Qomaruddin Awwam, S.AG., M.A, Syaikh Khalid Muslih, seorang ulama terkemuka, pernah menyatakan bahwa wanita haid boleh masuk masjid selama tidak dalam rangka salat. Misalnya untuk menghadiri majelis ilmu atau mendengarkan nasihat.

Pandangan ini didukung oleh beberapa dalil, di antaranya:

Dalil 1

Dalil yang pertama adalah hadits dari Aisyah RA. Beliau pernah diminta oleh Rasulullah SAW untuk mengambil al-khumrah (sajadah kecil) di dalam masjid.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاوِلِينِي الْخُمْرَةَ مِنْ الْمَسْجِدِ قَالَتْ فَقُلْتُ إِنِّي حَائِضٌ فَقَالَ إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ

[رواه مسلم].

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: Ambilkan sajadah untukku di masjid! Aisyah mengatakan: Saya sedang haid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya, haidmu tidak berada di tanganmu.” (HR Muslim)

Dalil 2

Hadits lain dari Aisyah RA, yang menceritakan bahwa Nabi SAW mendekatkan kepalanya kepada Aisyah untuk dicuci dan disisir rambutnya saat Aisyah sedang haid dan beliau sedang beriktikaf di masjid. Ini menunjukkan interaksi Nabi SAW dengan wanita haid di lingkungan masjid.

عن عائشة قالت كان النبي صلى الله عليه وسلم يدني رأسه إلي وأنا حائض وهو مجاور تعني معتكفا فاغسله وأرج

Artinya: Aisyah berkata, “Nabi SAW mendekatkan kepalanya kepadaku ketika aku dalam keadaan haid, sementara beliau sedang mujawir (maksudnya beriktikaf). Aku pun mencuci dan menyisir rambutnya.” (HR Abu Daud)

Dalil 3

Selanjutnya dalam hadis yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji, disebutkan bahwa Aisyah mengalami haid. Dalam riwayat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang Aisyah memasuki masjid, sebagaimana jemaah haji lainnya yang tetap diperbolehkan masuk. Yang dilarang oleh Nabi SAW hanyalah melaksanakan tawaf di sekitar Ka’bah.

خَرَجْنَا لاَ نَرَى إِلاَّ الْحَجَّ فَلَمَّا كُنَّا بِسَرِفَ حِضْتُ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي قَالَ مَا لَكِ أَنُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَاقْضِي مَا يَقْضِي الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ …

[رواه البخارى].

Artinya: “Kami keluar untuk melaksanakan haji, ketika kami sampai di Sarif saya mengalami haid, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui aku, sementara saya sedang menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Apakah kamu sedang haid? Saya menjawab: Ya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya ini masalah yang telah ditentukan Allah bagi kaum wanita, maka lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berhaji, kecuali jangan tawaf di Ka’bah..” (HR al-Bukhari)

Dalil 4

Imam Ahmad, Al-Muzani, Abu Dawud, Ibn Al-Munzir, dan Ibnu Hazm, seperti yang dikutip dalam Kitab Fikih al-Thaharah Al-Qardhawi, menggunakan dalil hadits Abu Hurairah dalam Shahih Bukhari yang menyatakan bahwa muslim itu tidak najis.

Mereka mengkiaskan orang junub dengan orang musyrik, sehingga jika orang junub lebih utama diperbolehkan masuk masjid, maka wanita haid yang uzurnya bersifat alami (tidak dapat dicegah) lebih utama mendapatkan keringanan.

Dalil yang Melarang Wanita Haid Masuk Masjid

Pandangan ini didukung oleh beberapa dalil, di antaranya:

Dalil 1

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي غَنِيَّةَ عَنْ أَبِي الْخَطَّابِ الْهَجَرِيِّ عَنْ مَحْدُوجٍ الذُّهْلِيِّ عَنْ جَسْرَةَ قَالَتْ أَخْبَرَتْنِي أُمُّ سَلَمَةَ قَالَتْ دَخَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَرْحَةَ هَذَا الْمَسْجِدِ فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ إِنَّ الْمَسْجِدَ لاَ يَحِلُّ لِجُنُبٍ وَلاَ لِحَائِضٍ

[رواه ابن ماجه] .

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Muhammad bin Yahya, mereka berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Ghaniyyah dari al-Khathab al-Hajariy dari Mahduj adz-Dzuhliy dari Jasrah, ia berkata telah mengkhabarkan kepadaku Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk halaman masjid kemudian mengumumkan dengan suara keras, sesungguhnya masjid tidak halal untuk orang junub dan tidak pula untuk orang haid.” (HR Ibnu Majah)

Dalil 2

أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلَّاهُنَّ …

[رواه البخارى].

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menyertakan wanita yang sedang haid dan wanita pingitan pada dua hari Raya. Mereka menyaksikan kumpulan kaum muslimin dan dakwah untuk mereka. Adapun wanita yang sedang haid supaya menjauh dari tempat salat…” (HR al-Bukhari)

Dalil 3

Buya Yahya, dalam video “Hukum Wanita Haid Mengikuti Pengajian” di kanal YouTube Al-Bahjah TV, menjelaskan secara gamblang mengenai hukum wanita haid yang ingin mengikuti kajian di masjid. Beliau menekankan pentingnya berpegang pada pandangan empat mazhab utama dalam Islam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.

Buya Yahya menegaskan bahwa wanita haid tetap diperbolehkan untuk mengikuti kajian. Namun, poin krusial yang menjadi pembahasan adalah kehadiran atau berdiam diri di dalam masjid.

Menurut Buya Yahya, empat mazhab sepakat bahwa wanita haid tidak diperkenankan untuk “al-mukthu” (diam atau berdiam diri) di dalam masjid. Beliau juga menambahkan bahwa jika ada ustaz atau ulama lain yang memiliki pandangan berbeda, itu adalah urusan mereka, namun Buya Yahya tetap berpegang pada kesepakatan empat mazhab yang dianggap sebagai referensi utama.

Hukum Melintas di Masjid bagi Wanita Haid dan Nifas

Meskipun berdiam diri tidak diperbolehkan, ada kelonggaran untuk “murur” atau melintas. Buya Yahya mencontohkan, jika anak lari ke dalam masjid dan ibu ingin mengambilnya, itu diperbolehkan.

Begitu pula jika ingin mengantar minum untuk suami dan segera keluar lagi. Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara berdiam diri dengan hanya sekadar lewat untuk suatu keperluan.

Dalam Ensiklopedia Fikih Wanita oleh Agus Arifin dan Sundus Wahidah, dijelaskan rincian hukum berjalan melewati masjid bagi wanita haid dan nifas:

Boleh

Jika sekadar untuk mengisi kotak amal atau melintas dari satu pintu ke pintu lain.

Haram

Jika ada kekhawatiran darah akan menetes dan menajiskan masjid.

Makruh

Jika tidak ada kekhawatiran darah menetes.

Syekh Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan bahwa mazhab Syafi’i membolehkan orang junub, haid, dan nifas untuk melintas di masjid tanpa berdiam diri atau berputar-putar, dengan syarat aman dari pencemaran masjid. Begitupun jika masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu lain, itu diperbolehkan.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Dalil Sholat Dhuha, Jelaskan Keutamaan Ibadah di Pagi Hari


Jakarta

Sholat Dhuha memiliki banyak keutamaan. Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan sholat Dhuha melalui beberapa hadits shahih.

Dianjurkannya sholat Dhuha telah dijelaskan dalam beberapa sabda Rasulullah SAW. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: أَوْصَانِى خَلِيلِى صلى الله عليه وسلم بِثَلاَثٍ: بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ. (رواه مسلم)


“Kawan karibku (Rasulullah) SAW mewasiatiku tiga hal: Puasa tiga hari pada setiap bulan, shalat dhuha dua rakaat, dan shalat witir sebelum tidur” (HR. Muslim).

Kemudian dari Abu Darda disebutkan,

عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ: أَوْصَانِى حَبِيبِى صلى الله عليه وسلم بِثَلاَثٍ لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ: بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، وَبِأَنْ لاَ أَنَامَ حَتَّى أُوتِرَ. (رواه مسلم

“Kekasihku (Rasulullah) SAW mewasiatiku tiga perkara yang tidak akan aku tinggalkan selama aku masih hidup: Puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan aku tidak tidur sehingga shalat witir dahulu” (HR. Muslim).

Pengertian Sholat Dhuha

Dalam buku Sholat Dhuha Dulu, Yuk karya Imron Mustofa, sholat dhuha adalah sholat sunnah yang dikerjakan pada waktu dhuha, yaitu setelah terbitnya matahari setinggi tombak (sekitar 15 menit setelah matahari terbit) hingga menjelang waktu zuhur. Waktu terbaik melaksanakannya adalah saat matahari sudah mulai naik, kira-kira pukul 09.00 hingga 11.00 pagi.

Sholat dhuha sering disebut juga sebagai sholat “awwabin”, yaitu sholat bagi orang-orang yang banyak kembali (bertaubat) kepada Allah.

Dalil Keutamaan Sholat Dhuha

Dirangkum dari buku Berkah Shalat Dhuha oleh M. Khalilurrahman Al-Mahfani, disebutkan beberapa dalil dari Rasulullah SAW yang khusus menjelaskan keutamaan sholat Dhuha.

1. Ibadah Setara Sedekah

Dari Abu Dzar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

يُصْبِحُ علَى كُلِّ سُلَامَى مِن أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بالمَعروفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِن ذلكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُما مِنَ الضُّحَى

Artinya: “Setiap ruas dari anggota tubuh di antara kalian pada pagi hari, harus dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan semua itu dapat disepadankan dengan mengerjakan sholat dhuha dua rakaat.” (HR Muslim)

2. Amalan Sunah Cadangan pada Hari Hisab

Abu Hurairah meriwayatkan hadits, bahwa Nabi SAW bersabda:

إنَّ أوَّلَ ما يُحاسَبُ به العَبْدُ يَوْمَ القِيامةِ مِن عَمَلِه صَلاتُه، فإن صلَحَتْ فقدْ أَفلَحَ وأَنجَحَ، وإن فَسَدَتْ فقدْ خابَ وخَسِرَ، فإن انْتَقَصَ مِن فَريضتِه شيءٌ قالَ الرَّبُّ تَعالى: انْظُروا هلْ لعَبْدي مِن تَطَوُّعٍ، فُيُكَمَّلُ بها ما انْتَقَصَ مِن الفَريضةِ، ثُمَّ يكونُ سائِرُ عَمَلِه على ذلك

Artinya: “Sesungguhnya yang pertama kali dihisab pada diri hamba pada hari kiamat dari amalannya adalah sholatnya. Apabila benar (sholatnya) maka ia telah lulus dan beruntung, dan apabila rusak (sholatnya) maka ia akan kecewa dan rugi. Jika terdapat kekurangan pada sholat wajibnya, maka Allah berfirman, ‘Perhatikanlah, jikalau hamba-Ku mempunyai sholat sunnah maka sempurnakanlah dengan sholat sunnahnya sekadar apa yang menjadi kekurangan pada sholat wajibnya. Jika selesai urusan sholat, barulah amalan lainnya.” (HR An-Nasa’i, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

3. Dicukupi Kebutuhan Hidupnya

Dari Abu Darda, ia berkata bahwa Rasulullah SAW menjelaskan hadits Qudsi, Allah SWT berfirman:

يا ابنَ آدمَ اركعْ لي من أولِ النهارِ أربعَ ركَعاتٍ أكْفِكَ آخِرَه

Artinya: “Wahai anak Adam, rukuklah (sholatlah) karena Aku pada awal siang (sholat dhuha) empat rakaat, maka Aku akan mencukupi (kebutuhan)mu sampai sore hari.” (HR Tirmidzi)

4. Diampuni Dosanya Meski Sebanyak Buih di Lautan

مَنْ حَافَظَ عَلَى شُفْعَةٍ الضُّحَى غُفِرَلَهُ ذُنُوْبَهُ وَ اِنْ كَانَتْ مِثْلُ زَبَدِ الْبَخْرِ

Artinya: “Barang siapa yang menjaga sholat dhuha, maka dosa dosanya akan diampuni walau sebanyak buih di lautan.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

5. Dibangunkan Istana di Surga

Hadits keutamaan sholat dhuha lainnya berasal dari Anas bin Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

مَن صلَّى الضّحى ثِنْتَيْ عشرة ركعة بَنى الله له قَصرا من ذَهب في الجنَّة

Artinya: “Barang siapa sholat dhuha dua belas rakaat, maka Allah akan membangun baginya istana dari emas di surga.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Keluarga dan Orang yang Diwakilkan



Yogyakarta

Menunaikan zakat termasuk salah satu dari lima rukun Islam. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan saat berakhirnya puasa Ramadan bagi setiap umat muslim, baik laki-laki atau perempuan, anak-anak maupun orang dewasa, budak ataupun orang yang merdeka.

Disebutkan dalam buku Fikih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq, zakat fitrah telah disyariatkan sejak bulan Sya’ban tahun kedua Hijriah untuk mensucikan diri bagi orang yang berpuasa. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ


Artinya: “Dari Ibnu Abbas ia berkata, ‘Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang berpuasa dari ucapan yang jelek (yang sia-sia) dan memberi makan bagi orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum sholat Idul Fitri maka zakat itu diterima dan barangsiapa membayarnya sesudah sholat maka zakat itu dianggap sebagai sedekah biasa.” (HR Ibnu Majah).

Seperti ibadah lainnya, saat menunaikan zakat fitrah tentu harus diawali dengan niat. Mengutip dari buku Menggapai Surga dengan Doa karya Achmad Munib, berikut ini lafal niat zakat fitrah yang bisa diamalkan.

Niat Zakat Fitrah

1. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an nafsi fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardu karena Allah Ta’ala.”

2. Niat Zakat Fitrah untuk Istri

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an zaujati fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta’ala.”

3. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-Laki

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an waladi (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.”

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala.”

4. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ بِئْتِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an binti (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala.”

5. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ تَلْزَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘anni wa ‘an jami’i ma talzamuni nafawatuhum fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah utnuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardhu karena Allah Ta’ala.”

6. Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ (…..) فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk (sebutkan nama spesifik), fardu karena Allah Ta’ala.”

Doa Saat Mengeluarkan atau Menerima Zakat Fitrah

Adapun doa saat menerima atau mengeluarkan zakat fitrah seperti yang terdapat dalam buku Panduan Lengkap Ibadah karya Muhammad Al-Baqir, yaitu sebagai berikut.

1. Doa Saat Mengeluarkan Zakat Fitrah

اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا مَغْنَمًا وَلَا تَجْعَلْهَا مَغْرَمًا

Latin: Allahummaj-‘alha maghnaman wa la taj’alha maghraman.

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah (zakatku) ini sebagai keberuntungan bagiku (untuk dunia dan akhiratku) dan janganlah Engkau menjadikannya sebagai denda (yang menimbulkan kegundahan di hatiku).”

2. Doa Saat Menerima Zakat Fitrah

أَجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَ جَعَلَهُ لَكَ طَهُورًا وَ بَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ

Latin: Ajarakallahu fi ma a’thait. Wa ja’alahu laka thahuran. Wa baraka laka fi ma abqait.

Artinya: “Semoga Allah memberimu ganjaran atas pemberianmu. Dan menjadikannya sarana penyucian bagimu. Serta memberimu keberkahan dalam harta yang masih ada padamu.”

Itulah bacaan niat dan doa zakat fitrah yang dapat diamalkan untuk diri sendiri, keluarga, dan orang yang diwakilkannya. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat Zakat Fitrah Lengkap Disertai Ketentuan Mengeluarkannya



Jakarta

Niat zakat fitrah penting diketahui oleh kaum muslimin. Sebab, zakat fitrah wajib dikeluarkan pada bulan Ramadan bagi setiap orang yang beragama Islam.

Zakat termasuk ke dalam rukun Islam dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Adapun, zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan usai berakhirnya puasa Ramadan, ini berlaku bagi laki-laki, perempuan, anak-anak, orang dewasa, budak, maupun orang yang merdeka.

Dalil mengenai kewajiban membayar zakat termaktub dalam surat An Nisa ayat 177,


..”وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ”…

Artinya: “…laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat!..”

Adapun, dalam hadits Rasulullah SAW riwayat Ibnu Umar, beliau bersabda terkait wajibnya menunaikan zakat fitrah.

“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadan kepada manusia,” (HR Muslim).

Menukil dari buku Fiqih Praktis tulisan Muhammad Bagir, zakat fitrah dapat diartikan sebagai zakat badan. Jadi, zakat ini tidak terkait dengan harta kekayaan (mal), melainkan kewajiban yang memang ditetapkan bagi setiap kaum muslimin.

Lantas, bagaimana bacaan niat zakat fitrah?

Bacaan Niat Zakat Fitrah Lengkap

Untuk diketahui, bacaan niat zakat fitrah dibedakan ke dalam beberapa kelompok. Sebab, tiap-tiap niat berbeda tergantung individu yang hendak membayarnya. Berikut bacaan niat zakat fitrah lengkap sebagaimana dikutip dari buku Menggapai Surga dengan Doa susunan Achmad Munib.

1. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an nafsi fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardu karena Allah Ta’ala,”

2. Niat Zakat Fitrah untuk Istri

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an zaujati fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta’ala,”

3. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-Laki

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an waladi (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala,”

4. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ بِئْتِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an binti (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala,”

5. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ تَلْزَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘anni wa ‘an jami’i ma talzamuni nafawatuhum fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah utnuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardhu karena Allah Ta’ala,”

6. Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ (…..) فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk (sebutkan nama spesifik), fardu karena Allah Ta’ala,”

Ketentuan Mengeluarkan Zakat Fitrah

Setelah membahas tentang niat zakat fitrah, ada baiknya detikers juga mengetahui ketentuan mengeluarkannya. Menurut buku Pendidikan Agama Islam oleh Rosidin, waktu mengeluarkan zakat fitrah terbagi ke dalam lima kelompok, yaitu waktu mubah, waktu wajib, waktu sunnah, waktu makruh dan waktu haram.

Waktu mubah dimulai dari awal bulan hingga akhir bulan Ramadan, sedangkan waktu wajib mulai saat terbenamnya Matahari pada akhir Ramadan. Kemudian, waktu sunnah berarti setelah salat Subuh hingga sebelum salat Idul Fitri, sementara waktu makruh ialah setelah salat Idul Fitri sampai sebelum Dzuhur pada Hari Raya tiba.

Yang terakhir adalah waktu haram yang bertepatan seusai salat Dzuhur di Hari Raya Idul Fitri. Dalam sebuah hadits, apabila seseorang mengeluarkan zakat fitrah setelah salat Idul Fitri maka dianggap sebagai sedekah sunnah, diriwayatkan dari Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa mengeluarkan (zakat fitrah) sebelum salat (Idul Fitri) maka zakatnya sah. Barangsiapa mengeluarkan (zakat fitrah) setelah salat (Idul Fitri), maka dianggap sedekah sunnah,” (HR Ibnu Majah).

Adapun, Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah dalam buku Fiqih Wanita menuturkan, ulama berbeda pendapat terkait batas waktu tepatnya. Sebagian beranggapan jika zakat fitrah lebih utama ditunaikan ketika tenggelamnya Matahari pada malam Hari Raya Idul Fitri, sebab waktu tersebut merupakan penghabisan bulan Ramadan.

Tetapi, ada juga yang berpendapat bahwa zakat fitrah lebih afdhal dikeluarkan saat terbitnya fajar di Hari Raya Idul Fitri. Namun, jika seseorang ingin menyerahkan zakat fitrah lebih awal, jumhur ulama memperbolehkannya.

Sementara itu, terkait zakat fitrah dengan uang tunai diizinkan oleh para ulama sebagaimana mengutip dari laman resmi BAZNAS. Syeikh Yusuf Qaradhawi menyebut zakat fitrah dalam bentuk uang harus setara dengan satu sha’ gandum, kurma, atau beras.

Pada zaman Rasulullah, zakat fitrah diberikan berupa satu sha’ (2,5 kg) gandum, kurma, anggur, beras, dan lain sebagainya yang merupakan makanan pokok dari negara tersebut. Mengacu pada SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, nilai zakat fitrah setara uang Rp45.000,- per individu.

Demikian pembahasan mengenai niat zakat fitrah beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Sedekah Subuh untuk Orang yang Sudah Meninggal?


Jakarta

Waktu setelah salat Subuh merupakan waktu utama untuk bersedekah. Amalan ini dikenal dengan sedekah subuh. Bolehkah sedekah subuh untuk orang yang sudah meninggal?

Sedekah menjadi salah satu amalan yang disenangi Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 134.

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ


Artinya: “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Mengutip buku Penakluk Subuh karya Muhammad Iqbal, salah satu keutamaan bersedekah adalah memadamkan panasnya kubur. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits,

“Sesungguhnya sedekah itu memadamkan panasnya kubur dan hanyalah seorang Mukmin yang mendapat naungan pada hari kiamat nanti dengan sedekahnya.” (HR Thabrani dan Baihaqi)

Sedekah Subuh

Sedekah dapat dilakukan kapan saja. Akan tetapi, terdapat beberapa waktu utama untuk melakukan sedekah, salah satunya setelah salat Subuh. Sedekah seperti ini biasa disebut sebagai sedekah subuh.

Menukil buku Bahagia Tanpa Jeda karya Nurhasanah Leubu, keutamaan sedekah subuh dijelaskan dalam salah hadits Rasulullah SAW,

“Tidak ada suatu Subuh pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat. Salah satu di antara keduanya berdoa, ‘Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfak’, sedangkan yang satunya lagi berdoa, ‘Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang-orang yang menahan hartanya’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Sedekah Subuh untuk Orang yang Sudah Meninggal

Bersedekah, termasuk pula bersedekah waktu Subuh untuk orang yang sudah meninggal merupakan hal yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Ini karena pahala sedekah dapat mengalir ke orang yang sudah meninggal.

Diterangkan dalam kitab Ahkaamul Janaa’iz wa Bid’ihaa karya M. Nashiruddin al-Albani yang diterjemahkan A.M. Basalamah, hal ini bersandar pada beberapa riwayat.

Pertama, diriwayatkan dari Aisyah RA bahwa ada seorang laki-laki yang berkata, “Ibuku telah meninggal mendadak (tanpa berwasiat sebelumnya), dan aku mengira jika dia sempat berbicara sebelum meninggalnya, pastilah ia akan bersedekah. Apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas namanya (dan pahala pula untukku)?”

Rasulullah SAW menjawab, “Benar.” Orang itu pun bersedekah atas nama ibunya. (HR Bukhari, Muslim, Malik, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Ahmad)

Berikutnya, diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa ibu Sa’ad bin Ubadah meninggal sedangkan ia tidak menghadirinya. Ia bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, ibuku telah wafat sedangkan aku tidak hadir pada saat kematiannya, apakah berguna baginya sedekah atas namanya?”

Rasulullah menjawab, “Ya, tentu.”

Sa’ad bin Ubadah pun berkata, “Aku persaksikan di hadapan engkau bahwa buah hasil dari kebun yang dikelilingi tembok itu akan aku sedekahkan atas namanya.” (HR Bukhari, Abu Dawud, An-Nasa’i, Tirmidzi, Baihaqi, dan Ahmad)

Terakhir, diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa terdapat seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ibuku telah meninggal dan meninggalkan harta tetapi tidak berwasiat, lalu apakah jika aku bersedekah atas namanya dapat mengganti kedudukannya?”

Rasulullah SAW menjawab, “Ya, dapat.” (HR Muslim, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Ahmad)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com