Tag Archives: ibunya

Kisah Nabi Musa AS Kembali ke Pelukan Ibunya Setelah Diasuh Firaun


Jakarta

Nabi Musa adalah keturunan dari Bani Israil, la lahir di negeri Mesir. Pada saat itu Mesir dikuasai oleh Firaun, seorang raja yang kejam dan menganggap dirinya sendiri sebagai Tuhan. Nabi Musa AS memiliki kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

Dalam Al-Qur’an sendiri, nama ibu Nabi Musa AS adalah Yukabad. Saat kelahirannya, Nabi Musa AS memiliki kisah menarik dalam sejarah islam. Ia sempat berpisah dari ibunya sendiri dan diasuh oleh firaun. Berikut kisah Nabi Musa AS selengkapnya.

Kisah Nabi Musa AS Kembali ke Pelukan Ibunya

Dalam buku Kisah Nabi Musa AS karya Abdillah, diceritakan bahwa kisah ini bermula pada suatu malam, firaun bermimpi seolah-olah melihat Mesir yang dipimpinnya terbakar habis. Seluruh rakyatnya mati, kecuali seorang dari Bani Israil.


Firaun menjadi gelisah sejak datangnya mimpi tersebut. la mengumpulkan seluruh ahli ramal untuk mengartikan mimpinya.

Setelah terkumpul, salah seorang dari mereka berusaha mengartikan mimpi tersebut. la berkata bahwa suatu saat akan datang seorang laki-laki dari keturunan bani Israil yang akan meruntuhkan kekuasaannya. Mendengar hal itu, Firaun menjadi gelisah dan ketakutan.

Sejak saat itu, ia memerintahkan kepada bawahannya agar membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari keturunan Bani Israil.

Setiap ibu yang hamil dari keturunan Bani Israil dilanda kegelisahan. Mereka khawatir jika bayi mereka nanti adalah laki-laki dan akan dibunuh.

Dikisahkan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya Ridwan Abdullah Sani, para pengawal dan tentara Firaun pun melaksanakan perintahnya, setiap rumah dimasuki dan diselidiki, dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka saat melahirkan bayinya. Banyak bayi laki-laki dari Bani Israil yang dibunuh pada saat itu.

Firaun menjadi tenang dan merasa aman setelah mendapat kabar dari pasukannya bahwa wilayah kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak ada seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup.

Namun, ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah SWT tidak dapat ditolak. Ternyata pada saat itu di wilayah kerajaannya masih ada seorang ibu yang sedang mengandung bayi laki-laki yang tidak diketahui sama sekali oleh Firaun dan pasukannya.

Ia adalah ibu dari Nabi Musa AS, yang sedang menantikan datangnya seorang bidan untuk memberinya pertolongan saat melahirkan. Bidan yang ditunggu pun datang dan menolong ibu Musa melahirkan, namun hati ibu Musa menjadi khawatir setelah mengetahui bahwa bayinya adalah seorang laki-laki.

Ia meminta agar bidan itu merahasiakan kelahiran bayi Musa dari siapa pun, dan hal tersebut diterima oleh sang bidan karena merasa simpati terhadap bayi Musa yang lucu itu, serta merasakan betapa sedihnya hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan.

Selama beberapa waktu, ibu Musa menyusui bayinya, namun ia merasa tidak tenang dan selalu cemas serta khawatir terhadap keselamatan bayinya. Suatu ketika, Allah SWT memberi petunjuk kepadanya agar menyembunyikan bayinya dalam sebuah peti, kemudian menghanyutkan peti yang berisi bayinya itu di Sungai Nil.

Allah SWT juga memberi petunjuk bahwa ibu Musa tidak boleh bersedih dan cemas atas keselamatan bayinya, Allah SWT menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.

Akhirnya, ibu Musa menghanyutkan peti bayi berisi Musa di permukaan air Sungai Nil dengan bertawakal kepada Allah SWT. Ibu Musa memerintahkan kakak Musa untuk mengawasi dan mengikuti peti itu agar mengetahui di mana peti itu berlabuh dan siapa yang akan mengambil peti tersebut.

Betapa khawatirnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasinya itu ditemukan oleh istri Firaun yang sedang berada di tepi Sungai Nil bersama beberapa dayangnya, kemudian peti tersebut dibawanya masuk ke dalam istana.

Ibu Musa yang mengetahui kejadian tersebut menjadi sedih dan sangat cemas, tetapi ia ingat bahwa Allah SWT telah menjamin keselamatan anaknya tersebut. Perlu diketahui bahwa Asiyah istri Firaun adalah orang yang beriman, walaupun suaminya adalah seorang yang kejam.

Asiyah istri firaun memberitahukan tentang bayi laki-laki yang ditemuinya di dalam peti yang terapung di atas permukaan Sungai Nil tersebut kepada firaun. Firaun segera memerintahkan untuk membunuh bayi itu sambil berkata kepada istrinya,

“Aku khawatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami yang besar ini.”

Akan tetapi, istri firaun yang sudah telanjur menaruh simpati dan sayang terhadap bayi Musa itu, kemudian berkata kepada suaminya,

“Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih baik kami ambil ia sebagai anak, kalau kelak ia akan berguna dan bermanfaat bagi kita. Hatiku sangat tertarik kepadanya dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayanganmu.”

Demikianlah, jika Allah yang Maha kuasa menghendaki sesuatu, maka jalan bagi terlaksananya takdir itu akan dimudahkan. Allah SWT telah menakdirkan bahwa nyawa bayi tersebut akan selamat dan Musa akan diasuh oleh keluarga Firaun.

Keluarga Firaun memberikan nama Musa kepada bayi itu. Musa adalah bayi yang masih “merah” dan membutuhkan air susu sehingga keluarga Firaun mencari orang yang dapat memberikannya susu pada bayi tersebut.

Setelah itu, beberapa ibu didatangkan untuk Musa, namun semua ibu yang mencoba memberi air susunya langsung ditolak oleh bayi itu.

Istri Firaun menjadi sangat bingung memikirkan bayi angkatnya itu yang enggan meminum susu dari sekian banyak ibu yang didatangkan ke istana.

Kakak Nabi Musa AS yang memang dari awal sudah diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi keadaan adiknya pun mendengar informasi tersebut, kemudian ia memberanikan diri datang menjumpai istri firaun untuk menawarkan seorang ibu yang mungkin diterima oleh bayi itu untuk disusui.

Agar penyamarannya tidak diketahui oleh firaun, maka kakak Nabi Musa berkata kepada mereka,

“Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan ibu bayi ini, hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan selalu rajin mengasuh anak, kalau-kalau bayi itu dapat menerima air susu ibu keluarga itu.”

Tawaran kakak Musa diterima oleh istri Firaun, dan ibu kandung Musa dijemput untuk menyusui bayi tersebut. Begitu Musa disusukan oleh ibu kandungnya sendiri yang tidak diketahui oleh keluarga firaun, Nabi Musa AS meminumnya dengan sangat lahap.

Melihat hal tersebut maka Musa diserahkan kepada ibu kandungnya sendiri untuk diasuh selama masa menyusui dengan imbalan upah yang besar. Hal tersebut sesuai dengan janji Allah SWT kepada ibu Nabi Musa AS bahwa ia akan menerima kembali putranya itu.

Setelah selesai masa menyusui Nabi Musa, AS, Nabi Musa AS dikembalikan oleh ibunya ke istana, untuk diasuh, dibesarkan, dan dididik seperti anak-anak raja yang lain.

Nabi Musa AS mengendarai kendaraan firaun dan berpakaian sesuai dengan cara-cara Firaun, ia dikenal orang sebagai Musa bin Firaun.

Kisah Nabi Musa ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Qasas ayat 4 sampai 13.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Abdullah ibn Al-Zubair, Muhajirin Pertama yang Lahir di Madinah


Jakarta

Pada masanya, masyarakat Madinah dibuat bahagia karena telah lahir seorang bayi pertama dari kaum Muhajirin. Bayi ini kemudian menjadi seorang sahabat Nabi SAW, yang juga merupakan anak dari seorang sahabat Nabi SAW, Al-Zubair ibn Al-Awwam ibn Khuwailid ibn Asad.

Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Al-Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asas bin Abdil Uzza bin Qushay Al-Asadi. Ia dipanggil dengan julukan Abu Bakar, ada juga yang menyebutnya Abu Khubaib.

Kelahiran Abdullah ibn Al-Zubair

Mengutip buku Tarikh Khulafa Imam As-Suyuthi, Abdullah ibn Al-Zubair dilahirkan di Madinah dua puluh bulan setelah hijrahnya Rasulullah SAW. Ada juga yang mengatakan bahwa ia dilahirkan pada tahun 1 H.


Ia adalah anak Muhajirin pertama yang dilahirkan di Madinah setelah hijrah.

Dalam buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi diceritakan bahwa ketika Asma binti Abu Bakar melahirkan Abdullah ibn Al-Zubair, seluruh kaum muslim bersukacita. Mereka berkeliling di jalan-jalan kota Madinah.

Mereka merasa bahagia karena orang Yahudi pernah berkata, “Kami telah menyihir kalian.” Karenanya, tidak akan lahir seorang anak pun bagi mereka. Namun, Allah SWT mematahkan sihir dan celaan mereka ketika Asma melahirkan Abdullah ibn Al-Zubair.

Beberapa saat setelah kelahirannya, Rasulullah SAW mengolesi langit-langit mulutnya dengan sebutir kurma yang telah beliau kunyah, lalu memberinya nama Abdullah ibn Al-Zubair, yang kemudian dijuluki sebagai Abu Bakar, sesuai dengan nama kakeknya.

Abdullah ibn Al-Zubair adalah seorang sahabat nabi yang gemar berpuasa dan melakukan salat malam. Ia adalah seorang yang sangat memelihara silaturahmi dan sangat pemberani.

Ia membagi malamnya menjadi tiga bagian. Ia memiliki kebiasaan berdiri, rukuk, dan sujud semalaman dalam salat hingga pagi menjelang. Abdullah ibn Al-Zubair telah meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW sebanyak 33 buah.

Kehidupan Abdullah ibn Al-Zubair Dihabiskan dengan Sang Ibu

Merujuk sumber sebelumnya, saat telah memasuki usia dewasa, Abdullah ibn Al-Zubair selalu ikut serta dalam peperangan oleh ayahnya, Al-Zubair ibn Al-Awwam. Ayahnya mendidiknya menjadi perwira yang berani dan disiplin.

Namun Al-Zubair, ayahnya, berperangai kasar. Ia bersikap keras kepada wanita, terutama istrinya. Hingga suatu hari, Abdullah mendengar ibunya meminta tolong karena dipukul ayahnya. Ketika ia akan masuk kamar untuk menenangkan ibunya, ayahnya mengancam, “Jika kau berani masuk, ibumu aku talak.”

Abdullah tidak peduli dengan ancaman ayahnya. la masuk ke kamar ibunya sehingga jatuhlah talak kepada Asma. Setelah bercerai dengan Al-Zubair, Asma hidup bersama putranya, Abdullah ibn Al-Zubair.

Dengan segala upaya, ia mendidik dan menanamkan nilai-nilai kehormatan dan kemuliaan pada diri Abdullah. Ia sangat tidak suka jika Abdullah tumbuh menjadi orang yang mudah menyerah dan gampang patah. la harus menjadi laki-laki yang kuat dan teguh pendirian.

Kekhalifahan Abdullah ibn Al-Zubair

Merangkum kembali buku Tarikh Khulafa, di era kekhilafahan Abdullah ibn Al-Zubair, seluruh wilayah tunduk kepadanya, kecuali Syam dan Mesir. Kedua wilayah ini menyerahkan bai’at kepada Mu’awiyah bin Yazid.

Namun, masa itu tidak berlangsung lama, ketika Mu’awiyah meninggal, penduduk Syam dan Mesir mengalihkan kesetiaan mereka kepada Abdullah ibn Al-Zubair.

Abdullah ibn Al-Zubair juga merupakan penunggang kuda yang sangat tangkas pada masanya. Ia mengabadikan banyak kisah kepahlawanannya.

Abu Ya’la di dalam Musnadnya meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair bahwa suatu ketika Rasulullah SAW berbekam. Setelah selesai Rasulullah SAW berkata kepadanya,

“Wahai Abdullah, bawalah darah ini dan pendamlah di suatu tempat yang tidak seorang pun melihatmu.”

Abdullah pun pergi lalu meminum darah bekas bekaman Rasulullah SAW itu. Setelah ia kembali, Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang kaulakukan dengan darah itu, wahai Abdullah?” Ia menjawab, “Aku ingin menyembunyikannya di tempat yang paling tersembunyi dan telah kutaruh ia di tempat yang paling tersembunyi itu.”

Rasulullah SAW bertanya lagi, “Apakah engkau telah meminumnya?” Ia menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW bersabda, “Manusia akan celaka karenamu dan engkau akan celaka karena manusia.” Orang-orang melihat bahwa kekuatan yang dimilikinya adalah berkat darah tersebut.

Abu Ya’la juga meriwayatkan dari Nauf Al-Bikali, bahwa ia berkata, “Sesungguhnya, kutemukan di Kitab Allah yang diturunkan bahwa Abdullah ibn Al-Zubair adalah khalifah yang paling tangkas menunggang kuda.”

Dalam riwayat lain, Mujahid berkata “Tidak ada pintu ibadah yang sukar ditembus oleh seseorang (artinya sangat sulit untuk dilakukan), kecuali Abdullah ibn Al-Zubair melakukannya. Suatu ketika, banjir menenggelamkan Ka’bah, tetapi ia tetap melakukan thawaf dengan berenang.”

Disebutkan pula bahwa orang yang pertama kali menutup Ka’bah dengan kain sutra adalah Abdullah ibn Al-Zubair. Kelambunya ia buat dari bulu dan kulit.

Abdullah ibn Al-Zubair juga memiliki seratus orang pelayan. Setiap pelayan memiliki logat bahasa sendiri dan Abdullah ibn Al-Zubair berbicara menggunakan logat bahasa mereka masing-masing.

Jika sedang melihatnya bicara tentang dunianya, Umar bin Qais selalu berkata, “Orang ini sama sekali tidak menginginkan Allah.” Namun, jika sedang melihatnya bicara tentang agama, ia selalu berkata, “Orang ini sama sekali tidak menginginkan dunia.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa AS yang Menentang Firaun dan Para Pengikutnya



Jakarta

Nabi Musa AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Semasa hidupnya, ia berdakwah menegakkan ajaran tauhid.

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Nabi Musa AS lahir ketika Firaun memerintahkan rakyatnya untuk membunuh bayi laki-laki yang lahir. Meski demikian, ibu Musa AS mendapat ilham untuk meletakkannya di dalam peti dengan diikat tali.

Rumah Nabi Musa AS kala itu berada di hulu Sungai Nil. Setelah menyusui Musa kecil, ibunya kembali meletakkannya di dalam peti khawatir akan ada orang yang mengetahui keberadaan si bayi.


Peti tersebut diletakkan di lautan dengan tali. Ketika semua orang pergi, ibu Nabi Musa AS kembali menarik petinya.

Dikisahkan dalam buku Kisah Nabi Musa AS oleh Abdillah, singkat cerita peti yang biasanya ditarik oleh ibu Nabi Musa AS terhanyut. Atas izin Allah SWT, peti itu ditemukan oleh permaisuri Firaun yang bernama Asiyah. Melihat Nabi Musa AS kecil di dalam peti tersebut, Asiyah akhirnya membujuk Firaun untuk mengadopsi Musa bayi.

Ketika kecil, Musa AS menolak untuk menyusu pada siapa pun. Dengan kuasa Allah SWT, hanya ibu Nabi Musa AS yang tidak ditolak susunya oleh Musa kecil. Ini bermula ketika kakak Musa AS memperkenalkan ibu kandungnya kepada para dayang,

Ibu Nabi Musa AS menyusui sang nabi dan diberi upah. Ia juga turut berperan merawatnya sampai dewasa.

Menginjak dewasa, Nabi Musa AS dijadikan sebagai rasul. Musa AS diutus untuk berdakwah dan akhirnya berhadapan dengan Firaun.

Ia meminta agar Firaun kembali ke jalan yang benar. Atas perintah Allah SWT, Nabi Musa AS berdakwah bersama saudaranya, Nabi Harun AS untuk membimbing Firaun.

Mengutip buku Pengantar Sejarah Dakwah oleh Wahyu Ilaihi, pendamping dakwah Nabi Musa AS yakni saudaranya Harun AS. Allah memerintahkan Musa dan Harun untuk berangkat menemui Firaun dan mendakwahinya dengan kata-kata lembut.

Alih-alih bertobat, Firaun justru membangkang. Musa AS dan Harun AS memerintahkan agar Firaun melepaskan bani Israil dari genggamannya dan membiarkan mereka beribadah kepada Allah SWT.

Atas izin Allah SWT, Nabi Musa AS menunjukkan mukjizat berupa tongkat yang berubah menjadi ular dan tangan yang bercahaya. Namun Firaun tetap murka kepada Nabi Musa AS.

Tanpa ragu, Firaun meminta tukang sihirnya menunjukkan kemampuannya di depan Musa AS. Mereka lalu melempar tali yang bisa berubah menjadi ular.

Walau begitu, ular-ular tukang sihir dilahap oleh ular milik Musa AS. Peristiwa tersebut membuat pengikut Firaun akhirnya percaya kepada Allah SWT dan beriman, begitu pun sang istri yang bernama Asiyah.

Semakin murka, ketimbang bertobat Firaun justru menyiksa seluruh pengikut Nabi Musa AS. Istrinya yang menyatakan beriman kepada Allah SWT juga disiksa sampai meninggal dunia.

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk meninggalkan Mesir. Meski demikian, pengikut Firaun yang belum beriman terus mengejar Nabi Musa AS.

Tiba saatnya Nabi Musa AS menghadapi jalan buntu, Allah memerintahkan agar ia memukulkan tongkatnya ke laut. Dengan izin Allah SWT, tongkat tersebut dapat membelah lautan dan menciptakan jalur agar Musa AS dan pengikutnya dapat melewati.

Setelah pengikut Musa AS selesai menyeberangi lautan, sang nabi kembali memukulkan tongkatnya sesuai perintah Allah SWT. Tiba-tiba, laut kembali ke kondisi semula hingga menenggelamkan Firaun beserta pasukannya.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Wanita Haid Ziarah Kubur dan Membaca Al Fatihah?


Jakarta

Bolehkah wanita haid ziarah kubur dan membaca Al-Fatihah? Pertanyaan ini mungkin pernah terlintas di benak banyak wanita Muslim. Apalagi saat keluarga atau kerabat mengadakan ziarah kubur.

Artikel ini akan membahas pandangan ulama dan penjelasan seputar hukum ziarah kubur bagi wanita yang sedang haid.

Hukum Wanita Berziarah Kubur

Dari buku Fiqih Wanita Edisi Lengkap tulisan M. Abdul Ghoffar E.M, hukum wanita berziarah kubur dijelaskan dalam beberapa hadits. Dalam sebuah riwayat, Abdullah bin Abi Mulaikah bercerita:


“Pada suatu hari, Aisyah pernah datang dari kuburan. Lalu aku bertanya kepadanya: ‘Wahai Ummul Mukminin, dari mana engkau?’ Aisyah menjawab: ‘Dari kuburan saudaraku, Abdurahman.’ Kemudian kutanyakan lagi: ‘Bukankah Rasulullah melarang ziarah kubur?’ Aisyah menjawab: ‘Benar, beliau pernah melarang ziarah kubur, akan tetapi kemudian beliau menyuruhnya.'” (HR. Al-Hakim dan Baihaqi. Adz-Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW awalnya melarang ziarah kubur, tetapi kemudian membolehkannya. Hal ini diperkuat oleh sabda Rasulullah SAW:

“Kami pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah. Karena, dalam menziarahinya terdapat peringatan.” (HR. Abu Dawud)

Hadits tersebut menegaskan bahwa ziarah kubur dianjurkan karena mengingatkan manusia akan kematian dan akhirat. Jika ziarah kubur dimakruhkan, tentu Rasulullah SAW tidak akan menganjurkannya.

Namun, terdapat hadits lain yang berbunyi:

“Allah melaknat wanita-wanita yang berziarah kubur.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi)

Sebagian ulama menggunakan hadits ini untuk memakruhkan ziarah kubur bagi wanita. Menanggapi hal tersebut, Imam Al-Qurthubi menjelaskan:

“Bahwa laknat dalam hadits tersebut hanya ditujukan bagi wanita-wanita yang sering berziarah kubur. Karena, dianggap sebagai berlebih-lebihan dan bahkan mungkin hal itu akan mengakibatkan kaum wanita melupakan hak suaminya. Di sisi lain, ia lebih mengutamakan tabarruj (bersolek).”

Selain itu, hadits dari Abu Hurairah juga menjelaskan keutamaan ziarah kubur. Abu Hurairah meriwayatkan:

“Rasulullah pernah mendatangi kuburan ibunya, lalu beliau menangis. Maka orang-orang di sekitarnya pun ikut menangis. Selanjutnya beliau berkata: ‘Aku telah meminta izin kepada Allah untuk memohonkan ampun baginya, tetapi Dia tidak mengizinkan aku. Lalu aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, dan Dia mengizinkannya. Oleh karena itu, berziarahlah karena hal itu dapat mengingatkan kalian akan akhirat.'” (HR. Abu Dawud)

Hadits ini menunjukkan bahwa ziarah kubur memiliki manfaat penting, yaitu mengingatkan manusia akan kehidupan akhirat.

Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa ziarah kubur diperbolehkan bagi wanita, asalkan dilakukan dengan niat yang benar, tidak berlebihan, dan menghindari perbuatan yang dilarang.

Bolehkah Wanita Haid Ziarah Kubur dan Membaca Al Fatihah?

Terkait dengan wanita haid yang ingin melakukan ziarah kubur dan membaca Al-Fatihah, mayoritas ulama membolehkan wanita haid untuk melakukan ziarah kubur.

Hal ini karena ziarah kubur bukanlah ibadah yang mensyaratkan kesucian seperti shalat atau thawaf. Tujuan utama dari ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan akhirat, yang juga relevan bagi wanita haid.

Mengenai membaca Al-Fatihah atau ayat-ayat Al-Qur’an lainnya, Buya Yahya menjelaskan melalui kanal Youtube Al Bahjah TV, bahwa dibolehkan wanita haid membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, terutama jika bacaan tersebut dimaksudkan sebagai zikir.

“Selagi ayat tersebut digunakan untuk berzikir, maka diperkenankan.” ungkap Buya Yahya.

Jadi, wanita haid tetap bisa melakukan ziarah kubur dan membaca ayat Al-Qur’an seperti surah Al Fatihah sebagai bentuk zikir, perlindungan dari setan, dan pengingat akan kematian serta akhirat

Bacaan Ziarah Kubur Lainnya untuk Wanita

Selain berzikir dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an, terdapat bacaan lain yang juga dapat diucapkan saat berziarah kubur.

Dalam buku Fiqh Wanita Empat Mazhab Fatwa-fatwa Fiqh Wanita Kontemporer susunan Dr. Muhammad Utsman al-Khasyat, bahwa Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan hadits dimana Rasulullah SAW mengajari Aisyah mengenai ucapan saat berziarah kubur. Aisyah bertanya:

“Apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni makam kaum Muslimin), wahai Rasulullah?”

Beliau bersabda:

“Ucapkanlah: Semoga kesejahteraan senantiasa dilimpahkan kepada para penghuni makam dari kalangan kaum mukminin dan kaum muslimin. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita, baik yang wafat lebih dahulu maupun yang masih hidup. Sesungguhnya kami, insya Allah, akan menyusul kalian.”

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Aisyah Istri Rasulullah SAW dari Lahir hingga Wafat


Jakarta

Aisyah RA adalah istri Rasulullah SAW. Usianya saat menikah dengan nabi cukup terbilang muda.

Menurut sebuah hadits, Aisyah RA dinikahi Rasulullah SAW saat berusia 6 tahun. Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari Aisyah RA berkata:

“Nabi SAW menikahiku ketika aku masih berusia enam tahun. Kami berangkat ke Madinah. Kami tinggal di tempat bani Haris bin Khajraj. Kemudian aku terserang penyakit demam panas yang membuat rambutku banyak yang rontok.


Kemudian ibuku, Ummu Ruman, datang ketika aku sedang bermain-main dengan beberapa orang temanku. Dia memanggilku, dan aku memenuhi panggilannya, sementara aku belum tahu apa maksudnya memanggilku.

Dia menggandeng tanganku hingga sampai ke pintu sebuah rumah. Aku merasa bingung dan hatiku berdebar-debar. Setelah perasaanku agak tenang, ibuku mengambil sedikit air, lalu menyeka muka dan kepalaku dengan air tersebut, kemudian ibuku membawaku masuk ke dalam rumah itu. Ternyata di dalam rumah itu sudah menunggu beberapa orang wanita Anshar. Mereka menyambutku seraya berkata: ‘Selamat, semoga kamu mendapat berkah dan keberuntungan besar:’

Lalu ibuku menyerahkanku kepada mereka. Mereka lantas merapikan dan mendandani diriku. Tidak ada yang membuatku kaget selain kedatangan Rasulullah SAW. Ibuku langsung menyerahkanku kepada beliau, sedangkan aku ketika itu baru berusia sembilan tahun.” (HR Bukhari)

Sirah Aisyah RA

Dijelaskan dalam Sirah Aisyah Ummil Mukminin karya Sulaiman An-Nadawi yang diterjemahkan Iman Firdaus, Aisyah mempunyai gelar Ash-Shiddiqah sering dipanggil Ummul Mukminin, dan nama keluarganya adalah Ummu Abdullah, Rasulullah suka memanggilnya Humairah, atau binti Ash-Shiddiq.

Ayah Aisyah bernama Abdullah, dijuluki Abu Bakar yang memiliki gelar Ash-Shiddiq, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman yang berasal dari suku Quraisy kabilah Taimi.

Menurut buku ini, moyang Aisyah bertemu dengan moyang Rasulullah SAW di kakek ketujuh, sedangkan moyang kakek dari pihak ibunya dari kakek kesebelas atau dua belas.

Kelahiran Aisyah

Sebelum menikah dengan Abu Bakar, Ummu Ruman merupakan istri Abdullah bin al-Harits al-Azadi, setelah Abdullah bin Al-Harits meninggal barulah Ummu Ruman menikah dengan Abu Bakar.

Pernikahan mereka berdua dikaruniai dua anak, yakni Abdullah dan Aisyah. Beberapa pengarang kitab sirah dan mengutip pendapat Ibnu Sa’ad dalam bukunya, Thabaqat menyatakan, “Kelahiran Aisyah terjadi pada awal tahun ke-4 kenabian. Pada tahun kesepuluh kenabian, Rasulullah menikahinya saat ia berumur enam tahun.”

Pernikahan Aisyah RA dengan Rasulullah SAW

Kisah pernikahan Aisyah RA dengan Rasulullah SAW diceritakan dalam Aisyah Ummul Mu’minin, Ayyamuha Wa Siratuha Al-Kamilah Fi Shafahat karya Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi yang diterjemahkan Masturi Irham dan Arif Khoiruddin.

Awal mula Nabi Muhammad SAW melamar Aisyah RA karena sebuah wahyu yang diturunkan kepada beliau. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih-nya dari Aisyah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

أُرِيتُكِ فِي الْمَنَامِ ثَلَاثَ لَيَالٍ، جَاءَنِي بِكِ الْمَلَكُ فِي سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ، فَيَقُولُ : هَذِهِ امْرَأَتُكَ، فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكَ فَإِذَا أَنْتِ هِيَ، فَأَقُولُ : إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ

Artinya: “Aku diperlihatkan dirimu dalam mimpi selama tiga malam. Malaikat datang kepadaku membawamu dengan mengenakan pakaian sutera terbaik. Malaikat itu berkata, “Ini adalah istrimu.” Lalu aku singkap penutup wajahmu, ternyata itu adalah dirimu. Lalu aku bergumam, “Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata.”

Khaulan binti Hakim mendatangi Rasulullah SAW sesudah Khadijah RA wafat dan berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah SAW, tidakkah engkau ingin menikah lagi?”

Beliau bersabda, “Dengan siapa?” ia menjawab, “Jika engkau mau dengan seorang gadis, dan jika engkau mau dengan seorang janda.”

Lalu beliau bersabda, “Siapa yang gadis dan siapa yang janda?” Ia kembali menjawab, “Adapun yang gadis adalah putri dari makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling engkau cintai, yaitu Aisyah Radhiyallahu Anha. Adapun yang janda adalah Saudah binti Zam’ah RA; ia telah beriman kepadamu dan menjadi pengikutmu.”

Beliau bersabda, “Pergilah dan ceritakanlah keduanya kepadaku.” Kemudian Khaulah pergi dan masuk ke rumah Abu Bakar RA.

Di situ ia menemui Ummu Ruman, dan berkata, “Kebaikan dan keberkahan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala masukkan kepada kalian?”

Ummu Ruman bertanya, “Apa maksudnya?” la menjawab, “Rasulullah SAW mengutusku untuk meminangkan Aisyah.” Ummu Ruman berkata, “Aku lebih suka jika kamu menunggu Abu Bakar RAdatang.”

Lalu Abu Bakar RA pun datang, dan Khaulah menceritakan hal tersebut kepadanya, lalu Abu Bakar RA berkata, “Apakah ia (Aisyah) boleh untuk beliau, karena ia adalah putri saudaranya?”

Kemudian Khaulah kembali dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda, “Katakan padanya, “Aku dan kamu adalah saudara dalam Islam, dan putrimu halal (boleh) untukku.”

Lalu Abu Bakar RA datang dan menikahkan Aisyah RA dengan beliau, yang saat itu Aisyah RA berusia enam tahun.

Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah RA hanyalah sebatas kihtbah/ akad saja. Rasulullah SAW belum menggauli dan membina rumah tangga dengannya, hingga hijrah ke Madinah.

Wafatnya Aisyah RA

Menurut Siiratus Sayyidah Aisyah Ummul Mu’miniina RA karya Sayyid Sulaiman an-Nadwi yang diterjemahkan Abu Vihraza, Aisyah RA wafat pada usia 67 tahun. Saat itu beliau mengalami sakit di bulan Ramadan pada 58 Hijriah, bertepatan dengan akhir pemerintahan Muawiyah RA.

Keutamaan Aisyah RA

Aisyah RA adalah wanita mulia yang memiliki sejumlah keutamaan. Mengutip buku The Golden Stories of Ummahatul Mukminin karya Ukasyah Habibu Ahmad, berikut tiga di antaranya.

1. Memiliki Derajat yang Tinggi di Mata Allah SWT

Aisyah RA istri Rasulullah SAW adalah wanita yang memiliki derajat tinggi di mata Allah SWT. Dalam hadits dikatakan, “Keutamaan Aisyah atas wanita-wanita lain adalah seperti keutamaan tsarid atas makanan-makanan yang lain.” (HR Bukhari)

Menurut kitab Al-Lu’lu wal Marjan karya Muhammad Faud Abdul Baqi, maksud tsarid adalah makanan utama masyarakat Arab saat itu, berbentuk seperti bubur daging yang mempunyai gizi lengkap, lezat, dan mudah dikonsumsi.

2. Wanita Cantik dan Cerdas

Aisyah RA juga dikenal dengan parasnya yang cantik. Selain cantik, ia juga dikenal cerdas dan berwawasan luas karena belajar langsung kepada Rasulullah SAW.

3. Aisyah Tempat Bertanya Umat Islam

Sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat sering meminta pendapat kepada Aisyah RA, ketika mereka menemui permasalahan yang sulit diselesaikan.

Demikianlah pembahasan mengenai Aisyah istri Rasulullah SAW mulai dari kelahirannya hingga wafat. Semoga Allah SWT senantiasa merahmatinya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com