Tag Archives: idul adha 2024

Khutbah Idul Adha 2024 tentang Kurban dan Kisah Nabi Ibrahim


Jakarta

Khutbah Idul Adha termasuk rangkaian salat Id. Berikut contoh naskah khutbah yang bisa disampaikan oleh khatib.

Dijelaskan dalam buku Fikih karya Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib, khutbah Idul Adha disampaikan setelah salat Id. Dalam buku-buku fikih disebutkan, khutbah tidak wajib tapi mengerjakannya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Berikut contoh khutbah Idul Adha mengenai kurban dan kisah Nabi Ibrahim AS yang dikutip dari buku Kumpulan Naskah Khutbah Idul Fitri & Idul Adha terbitan Kemenag RI.


Contoh Khutbah Idul Adha

Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. Salawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Rasulullah SAW, para sahabat dan keluarganya, serta umat Islam generasi penerus yang mampu melanjutkan nilai-nilai pengorbanan.

Hari ini kita merayakan ldul Adha. Kita diajak untuk menyertai secara kejiwaan peristiwa haji di Tanah Suci dengan menyembelih hewan kurban di Tanah Air. Berkurban bukan semata-mata dituntut untuk membahagiakan fakir miskin dengan daging yang dibagi-bagikan, tetapi hendaknya kita mampu mengambil ‘ibroh tentang makna dan manifestasi nilai pengorbanan dalam kehidupan personal dan komunal.

Berkumpulnya kita di tempat ini pada hakikatnya untuk mengenang peristiwa yang bersejarah, yakni ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk melakukan penyembelihan terhadap putra kesayangannya, Nabi Ismail AS. Peristiwa ini menakjubkan dan penuh dengan hikmah sehingga patut menjadi teladan sepanjang masa, karena perintah Allah SWT ini tergolong aneh, sulit diterima akal sehat.

Paling tidak, terdapat empat hikmah dari ajaran kurban.

Pertama, ibadah kurban menegakkan ibadah tertua, seiring dengan perjalanan hidup manusia yaitu dari era Nabi Adam AS kemudian berlanjut pada masa Nabi Ibrahim AS dan diteladani oleh Rasullah SAW sampai kiamat tiba.

Kedua, ibadah kurban menegakkan ujian iman. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 124.

وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْ

Artinya: “(Ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, ‘Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.’ Dia (Ibrahim) berkata, ‘(Aku mohon juga) dari sebagian keturunanku.’ Allah berfirman, ‘(Doamu Aku kabulkan, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim’.”

Ujian yang dilalui Nabi Ibrahim AS berawal dari kediktatoran penguasa pada era itu, Raja Namrud. Kemudian pertentangan akidah dengan ayahnya yang musyrik, membersihkan Ka’bah dari berhala, dan ujian yang paling berat adalah ketika diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail AS.

Ketiga, ibadah kurban pada hakikatnya mengandung dua dimensi nilai, yaitu nilai ilahiyah dan nilai insaniyah. Nilai ilahiyah atau bukti ketundukan kepada Allah SWT dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 37.

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.”

Adapun nilai insaniyah atau bukti kemesraan dengan sesama manusia ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 36.

وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: “Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.”

Keempat, ibadah kurban menghadapkan kita pada dua pilihan, apakah mau berkorban atau jadi korban. Ketika kita memilih pada pilihan cerdas yaitu mau berkorban berarti kita harus istiqamah pada pendirian kita. Pilihan cerdas dan tegas itu akan membawa tiga konsekuensi,

Pertama, akidah tak kenal toleransi. Hal ini dikisahkan dalam Al-Qur’an surah Maryam ayat 45-48, yaitu dialog antara Nabi Ibrahim AS dengan ayahnya yang berujung dengan pengusiran Nabi Ibrahim AS dari rumah orang tuanya.

Kedua, pentingnya pembinaan generasi. Nabi Ibrahim AS adalah sosok orang tua teladan yang melahirkan generasi sukses. Istri keduanya, Siti Hajar melahirkan Ismail sebagai generasi Bani Ismail yang berakhir kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun istri pertamanya, Siti Sarah melahirkan lshaq sebagai generasi Bani lsrail yang berakhir kepada Nabi lsa AS.

Ketiga, hidup yang dihadapi penuh dengan pengorbanan, di antaranya pengorbanan materi yang mampu menumbuh suburkan akidah, pengorbanan perasaan agar terlepas dari perpecahan, dan pengorbanan jiwa agar mampu mewariskan kebaikan kepada generasi penerus.

Dari uraian tentang hikmah ajaran kurban di atas seyogyanya kita mampu memanifestasikan nilai-nilai pengorbanan itu dalam kehidupan kita. Andaikan saja dalam sebuah keluarga, ada ayah yang serupa dengan Ibrahim, ibu yang mirip dengan Siti Hajar dan Siti Sarah, serta anak-anak yang menyerupai Ismail dan lshaq. Niscaya keluarga itu adalah keluarga yang didambakan yang apabila berkembang menjadi komunitas yang lebih luas, bagaikan menjadi suatu bangsa, dapat dipastikan bangsa hebat itu mampu mengatasi krisis multi dimensi.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Khutbah Jumat Singkat Menyambut Idul Adha


Jakarta

Idul Adha 2024 akan tiba awal pekan depan. Menyambut datangnya hari raya umat Islam itu, khatib Jumat bisa menyampaikan khutbah Jumat tentang Idul Adha untuk meningkatkan keimanan muslim.

Idul Adha jatuh pada 10 Dzulhijjah. Ini termasuk waktu yang penuh keutamaan sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi. Rasulullah SAW bersabda,

“Tiada amalan yang dilakukan pada hari lain yang lebih baik daripada amalan pada 10 hari ini. Para sahabat bertanya, ‘Walaupun jihad?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Tidak juga jihad, kecuali jika seseorang keluar dengan nyawa dan hartanya dan tidak kembali lagi’.” (HR Bukhari)


Oleh karena itu, para khatib Jumat dapat mengingatkan muslim tentang keutamaan bulan Dzulhijjah tersebut dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Adha yang diperingati setiap 10 Dzulhijjah.

3 Contoh Teks Khutbah Jumat Menyambut Idul Adha

Contoh Teks Khutbah Jumat Menyambut Idul Adha 1

Dilansir dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag RI), berikut teks khutbah Jumat dengan tema “Memupuk Niat dan Semangat Pergi Haji ke Tanah Suci”.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Di antara lima rukun Islam yang harus dikerjakan oleh umat Islam adalah ibadah haji. Ibadah ini memiliki kekhususan waktu dan tempat karena harus dikerjakan pada bulan Dzulhijjah di Tanah Suci Makkah. Untuk bisa menjalankannya, diperlukan niat dan komitmen kuat karena ibadah ini memerlukan waktu dan syarat-syarat khusus di antaranya adalah mampu mengerjakannya.

Artinya, ketika seseorang sudah mampu untuk melaksanakannya, maka wajib baginya untuk berhaji. Jika ia menghindar dari kewajiban dalam kondisi mampu mengerjakannya maka ia berdosa.

Allah SWT menegaskan hal ini dalam firman-Nya:

وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah,” (QS Ali Imran 97).

Lalu apa yang disebut dengan syarat mampu dalam berhaji? Para ulama menjelaskan bahwa seseorang bisa disebut mampu melaksanakan ibadah haji di antaranya adalah mampu secara fisik dan dalam kondisi jasmani dan rohani yang sehat. Disebut mampu juga adalah adanya sarana transportasi yang memadai untuk bisa bisa digunakan pergi haji.

Dalam konteks umat Islam yang berada di Indonesia, adanya sarana transportasi ini diartikan sebagai kemampuan untuk membayar biaya sarana dan dan prasarana transportasi termasuk akomodasi yang dibutuhkan selama menjalani proses haji.

Sisi kesehatan dan biaya inilah yang sering menjadi permasalahan umum yang dihadapi umat Islam di Indonesia. Tak jarang faktor inilah yang mengendurkan semangat umat Islam, khususnya yang jauh dari negara Makkah seperti Indonesia, untuk pergi haji. Ditambah lagi saat ini, antrean untuk bisa berangkat haji terus bertambah panjang dan lama hingga ada yang harus menunggu giliran berangkat sampai dengan puluhan tahun.

Lalu apakah kendala-kendala ini akan semakin mengendurkan semangat kita untuk berhaji? Tentu saja jawabannya kita harus menjawabnya dengan kata ‘tidak’. Kita harus terus menanamkan dan memupuk semangat dan niat kita berhaji sebagai upaya menyempurnakan keislaman kita.

Niat dan semangat harus terus dipupuk dengan cara tetap berikhtiar, melakukan upaya memenuhi syarat-syarat kemampuan dan setelah itu bertawakal kepada Allah karena Dialah yang maha penentu segala-galanya. Niat menjadi hal yang penting, karena banyak orang yang mampu, baik secara fisik, kesempatan maupun biaya, namun mereka belum tergerak hatinya untuk berhaji.

Selama kita mau berusaha, Insyaallah, Allah akan memberi jalan kemudahan. Kita harus optimis bahwa kita mampu berhaji karena kita yakin bahwa Allah Maha Tahu dan Maha Pemurah kepada hamba-Nya yang bertakwa. Ketakwaan menjadi jalan keluar dari masalah dan membukakan pintu rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Untuk memupuk semangat berhaji, kita perlu terus mengingat keutamaan-keutamaan ibadah ini. Dalam hadits yang masyhur, Rasulullah SAW menyebutkan balasan bagi mereka yang menunaikan ibadah haji.

عَنْ جَابِرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ،

Artinya, “Dari sahabat Jabir bin Abdillah RA, dari Rasulullah saw, ia bersabda, ‘Haji mabrur tiada balasan lain kecuali surga’.” (HR Ahmad)

Ikhtiar dan tawakal ini seperti sepasang dayung yang kita gunakan untuk menyeberang sungai menggunakan perahu. Jika hanya satu dayung sebelah kanan atau kiri saja yang kita gunakan, maka otomatis perahu yang kita gunakan akan berputar-putar saja di tengah sungai. Namun jika kita menggunakan kedua-duanya dengan baik, maka perahu akan dapat berjalan dengan maksimal dan akan sesuai dengan arah dan tujuan kita.

Begitu juga ketika kita memiliki azam atau niat yang kuat untuk bisa berhaji, maka kita tentu harus berusaha melalui berbagai cara seperti mengawalinya dengan mendaftarkan diri agar mendapatkan nomor porsi haji dan kemudian kita bertawakal.

Semoga kita senantiasa diberi kekuatan oleh Allah dan ditakdirkan untuk dapat pergi haji ke Baitullah. Mudah-mudahan Allah SWT membukakan pintu rezeki selebar-lebarnya mulai dari dibukakan pintu niat, kemampuan, kesehatan, dan kesempatan sehingga kita bisa menikmati ibadah yang menjadi mimpi dan keinginan semua umat Islam.

Contoh Teks Khutbah Jumat Menyambut Idul Adha 2

Dirangkum dari buku Kumpulan Khutbah Jum’at & Hari Raya (Aktual, Praktis, Dan Populer) karya Dr. Khairul Hamim, MA, berikut contoh teks khutbah Jumat mengenai keutamaan bulan Dzulhijjah.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-perintah-Nya sekuat kemampuan kita, serta dengan menjauhi segala larangan-Nya. Dan marilah kita senantiasa mengingat bahwa dunia yang kita tempati ini bukanlah tempat tinggal selamanya. Bahkan sebenarnya kita sedang dalam suatu perjalanan menuju tempat tinggal yang sesungguhnya di alam akhirat nanti.

Telah banyak orang yang dulunya bersama kita atau bahkan dahulu tinggal satu rumah dengan kita, telah melewati dan meninggalkan dunia ini. Mereka telah meninggalkan tempat beramal di dunia ini menuju tempat perhitungan dan pembalasan amalan.

Marilah kita manfaatkan dunia ini sebagai tempat mencari bekal untuk kehidupan akhirat kita. Sungguh seseorang akan menyesal ketika pada hari perhitungan amal nanti dia datang dalam keadaan tidak membawa amal saleh. Allah SWT berfirman:

يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى. يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

“Pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, ‘Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku (di akhirat) ini.” (Al-Fajr: 23-24)

Hadirin yang dirahmati,

Allah SWT, Di dalam perjalanan hidup di dunia ini, kita akan menjumpai hari-hari yang Allah SWT berikan keutamaan di dalamnya. Yaitu dengan dilipatgandakannya balasan amalan dengan pahala yang berlipat, tidak seperti hari-hari biasanya. Di antara hari-hari tersebut adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Hal ini sebagaimana tersebut di dalam sabda Nabi SAW,

“Tidaklah ada hari yang amal saleh di dalamnya lebih dicintai oleh Allah dari hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah jihad di jalan Allah tidak lebih utama?”

Rasulullah SAW bersabda , “Tidaklah jihad lebih utama (dari beramal di hari-hari tersebut), kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan keduanya (karena mati syahid).” (HR Al-Bukhari)

Saudara-saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT,

Pada sepuluh hari yang pertama ini, kita juga disyariatkan untuk banyak berdzikir kepada Allah SWT, baik itu berupa ucapan takbir, tahmid, maupun tahlil.

Allah SWT masih memberikan kesempatan bagi orang yang belum mampu menjalankan ibadah haji untuk mendapatkan keutamaan yang besar pula, yaitu beramal saleh pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Sehingga sudah semestinya kaum muslimin memanfaatkan sepuluh hari pertama ini dengan berbagai amalan ibadah, seperti berdoa, dzikir, sedekah, dan sebagainya.

Apalagi ketika menjumpai hari Arafah, yaitu hari kesembilan di bulan Dzulhijjah, sangat ditekankan bagi kaum muslimin untuk berpuasa yang dikenal dengan istilah puasa Arafah, kecuali bagi jemaah haji yang sedang wukuf di Arafah.

Adapun bagi para jemaah haji, mereka tidak diperbolehkan untuk berpuasa, karena pada hari itu mereka harus melakukan wukuf. Karena mereka memerlukan cukup kekuatan untuk memperbanyak dzikir dan doa pada saat wukuf di Arafah.

Sehingga pada hari tersebut kita semua berharap untuk mendapatkan keutamaan yang sangat besar serta ampunan dari Allah SWT. Karena Nabi SAW menyebutkan bahwa hari itu adalah hari pengampunan dosa-dosa dan hari dibebaskannya hamba-hamba yang Allah SWT kehendaki dari api neraka. Sebagaimana dalam sabda beliau SAW,

“Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba dari api neraka, lebih banyak daripada di hari Arafah.” (HR Muslim)

Hadirin rahimakumullah,

Pada bulan Dzulhijjah juga ada hari yang sangat istimewa yang dikenal dengan istilah hari nahr. Yaitu hari kesepuluh di bulan tersebut, di saat kaum muslimin merayakan Idul Adha dan menjalankan salat Id serta memulai ibadah penyembelihan kurbannya, sementara para jemaah haji menyempurnakan amalan hajinya.

Marilah kita berusaha memanfaatkan hari-hari yang penuh dengan keutamaan untuk menambah dan meningkatkan amal saleh kita. Begitu pula kita manfaatkan waktu yang ada untuk memperbanyak dzikir kepada Allah SWT. Sehingga kita akan menjadi orang yang mendapatkan kelapangan hati, senantiasa takut kepada-Nya dan terjaga dari gangguan setan, serta terhindar dari segala macam bala’ dan musibah. Amin ya rabbal alamin.

Contoh Teks Khutbah Jumat Menyambut Idul Adha 3

Dilansir laman NU Kediri, berikut contoh teks khutbah menyambut Idul Adha mengenai ibadah kurban.

Hadirin Jemaah Jumat yang dirahmati Allah…

Pada kesempatan khutbah Jumat ini, setelah memuji kepada Allah SWT bersholawat kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, keluarga, serta sahabatnya, saya mengajak kepada diri saya sendiri dan saudara-saudara Khutbah Bulan Dzulhijjah sekalian, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT

Hadirin Jemaah Jumat yang dirahmati Allah…

Bulan ini merupakan bulan yang agung bagi kita semua, bulan di mana umat Islam menunaikan ibadah haji di Baitullah dan berkurban. Seluruh umat Islam berkumpul untuk menjalani sunah Nabi Ibrahim AS, menyembelih kurban, serentak mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, mendekatkan diri kepada Allah SWT Kita ingat sebuah peristiwa suci pada bulan ini, yakni Nabi Ibrahim AS mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail AS.

Nabi Ibrahim AS mengalami konflik batin, menghadapi perintah Allah SWT tersebut. Siapakah yang lebih disayang, Allah atau Ismail? Inilah keputusan yang paling sulit diambil.

Hadirin Jemaah Jumat yang dirahmati Allah…

Nabi Ibrahim AS dihadapkan kepada dua pilihan, mengikuti perasaan hatinya dengan menyelamatkan Ismail yang paling disayang atau mentaati perintah Allah SWT dengan mengorbankan Ismail. Ia harus memilih satu di antara keduanya, cinta atau kebenaran. Cinta merupakan tuntutan hidupnya dan kebenaran merupakan tuntutan agamanya.

Sadar bahwa Allah SWT adalah Yang Maha Penguasa dan Pemilik segala-galanya di alam ini, dan yakin bahwa Allah Tuhan Yang Maha Bijaksana, tidak akan menyengsarakan hambanya, maka Nabi Ibrahim AS memilih taat dan patuh terhadap perintah Allah SWT siap menyembelih anaknya, Ismail. Allah SWT berfirman:

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS.Al Baqarah: 216)

Demikianlah betapa besar pengorbanan Nabi Ibrahim AS, dalam kondisi konflik batinnya dan pertempuran hebat tadi. Nabi Ibrahim AS tampil sebagai pemenang, ia dengan rela mengorbankan yang sangat ia cintai, yaitu Ismail. Meskipun setan al-khannas menggoda dengan membisik bisikkan dan membuat was-was dalam hatinya, untuk tidak melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, Nabi Ibrahim AS berketetapan untuk melaksanakan perintah Allah SWT Maka dipanggillah anaknya, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku. Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS ASh-Shaffat: 103-105)

Ismail pun dengan tabah dan sabar memberikan kepatuhan terhadap ayahnya, dan siapa pula menerima perintah Allah SWT Demikian pula ibunya, Sayyidah Hajar, tabah dan sabar menerima perintah Allah SWT dengan keyakinan bahwa Allah SWT tak akan menzalimi hamba-Nya. Allah SWT memang Maha Bijaksana, perintah tersebut rupanya hanya untuk menguji keimanan dan keteguhan Nabi Ibrahim AS, dan akhirnya diganti dengan seekor kambing gibas yang gemuk. Peristiwa tersebut kini disyariatkan bagi kita sekalian baik dalam ibadah haji maupun ibadah kurban.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah…

Allah Maha Besar telah memberikan sebuah pelajaran, dan pada hari yang mulia ini marilah kita ambil pelajaran dari kisah suci tersebut.

Pertama, bahwa Allahlah Tuhan Yang Maha Agung, Penguasa dan Pemilik alam ini. Sedangkan kita manusia adalah hamba Allah SWT yang sangat kecil di hadapan-Nya. Karena itu, sudah selayaknya kita taat dan patuh kepadanya, serta siap melaksanakan perintah Allah SWT dan mampu mengorbankan kepentingan sendiri

Kedua, untuk menjadi orang yang patuh dan taat kepada Allah SWT atau untuk melaksanakan perintah Allah SWT tentu banyak godaan dan gangguan, setan akan membisik-bisikkan dalam hati kita sehingga menjadi was was dan ragu-ragu. Bulan Dzulhijjah ini mengingatkan kita agar jangan sampai kita kalah terus, sebaliknya kita harus mampu menang sebagaimana Nabi Ibrahim AS dan keluarganya.

Ketiga, kita perlu terus berupaya untuk menjadikan keluarga kita sebagaimana keluarga Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim AS sebagai ayah yang sangat patuh dan taat kepada Allah SWT namun tidak otoriter, diajaknya Nabi Ismail AS berdialog terlebih dahulu, “Bagaimana pendapatmu, wahai anakku, terhadap perintah Allah ini?” Ternyata hasil didikan Nabi Ibrahim AS luar biasa, yaitu Ismail memiliki keimanan yang tinggi.

Demikian khutbah yang singkat ini, semoga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Khutbah Idul Adha 2024 dan Contohnya


Jakarta

Khutbah menjadi salah satu ciri khas yang membedakan salat Idul Adha dengan salat sunah lainnya. Khutbah Idul Adha dilaksanakan setelah selesai melaksanakan salat Idul Adha.

Khutbah Idul Adha adalah panduan berharga untuk mengantarkan jamaah pada pemahaman yang lebih mendalam tentang makna di balik ibadah kurban. Melalui khutbah yang penuh hikmah, umat Islam diajak untuk meneladani keteladanan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.

Tata Cara Khutbah Idul Adha

Dikutip dari buku Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV oleh Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib, salat Idul Adha dilaksanakan sebelum khutbah. Maka dari itu, khatib akan melaksanakan khutbah Idul Adha setelah salat sunah dua rakaat Idul Adha.


Saat membawakan khutbah Idul Adha, khatib disyaratkan untuk berdiri (bila mampu). Saat membuka khutbah pertama khatib disunahkan membaca takbir sebanyak sembilan kali.

Setelah menyampaikan khutbah pertama, khatib disunahkan duduk sebentar. Hal ini sesuai dalam hadits, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah yang berkata:

السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين يفصل بينهما بجلوس

“Sunah seorang Imam berkhutbah dua kali pada salat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dan memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-Syafi’i)

Saat memulai khutbah yang kedua, khatib membukanya dengan takbir tujuh kali.

Dikutip dari buku Panduan Lengkap Ibadah Sehari-hari oleh Ustad Syaifurrahman El-Fati, isi khutbah Idul Adha hendaklah mengenai perintah ibadah haji dan berkurban serta hikmah-hikmahnya.

Adapun rukun khutbah Idul Adha yakni:

  1. Memuji Allah
  2. Membaca shalawat
  3. Berwasiat tentang takwa
  4. Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu khutbah
  5. Mendoakan kaum Muslimin pada khutbah kedua

Ketika khutbah sedang berlangsung, jemaah diimbau untuk tenang dan mendengarkan secara seksama. Dengan mendengarkan dengan seksama, jamaah dapat memahami makna pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS, hikmah di balik ibadah kurban, serta pesan-pesan moral yang disampaikan khatib.

Contoh Khutbah Idul Adha

Dikutip dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia, berikut ini adalah contoh khutbah Idul Adha 2024 oleh KH M Cholil Nafis, Ph D, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah:

الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ

الله ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا, وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْراً, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ, لاَإِلهَ إِلاَّالله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ, لَاإِلهَ إِلاَّالله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحمدُ لله ربِّ العالمين، الحمدُ لله الذي بنعمته تتمُّ الصالحات، وبعَفوِه تُغفَر الذُّنوب والسيِّئات، وبكرَمِه تُقبَل العَطايا والقُربَات، وبلُطفِه تُستَر العُيُوب والزَّلاَّت، الحمدُ لله الذي أماتَ وأحيا، ومنَع وأعطَى، وأرشَدَ وهدى، وأضحَكَ وأبكى؛ ﴿ وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا)
فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله َحَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ وَعِيْدٌ شَرِيْفٌ جَلِيْلٌ. قَالَ اللهُ تَعَالى فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الَّرجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الَّرحمن الرحيم. إِنّا أَعْطَيْنَاكَ الكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَالأَبْتَرُ.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Waliilahil Hamd.

Marilah kita senantiasa bersyukur dan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Kita masih diberi nikmat iman dan Islam, kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan berbagai ibadah kepada Allah SWT, termasuk melaksanakan salat Idul Adha pada pagi hari ini.

Kemudian shalawat serta salam, kita haturkan ke pangkuan baginda Nabi Besar Muhammad SAW, seorang manusia mulia dan nabi terakhir yang dipilih Allah SWT untuk menjadi teladah (uswah) bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum muslimin jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Pada pagi hari ini, kaum Muslimin yang menunaikan ibadah haji sebagai tamu Allah SWT, dhuyufurrahman, telah berkumpul melaksanakan wuquf di ‘Arafah dan sedang berada di Mina untuk melaksanakan Jumratul ‘Aqabah. Mereka dengan pakaian ihramnya, berasal dari berbagai belahan dunia.

Mereka datang dengan latar belakang bangsa, ras, warna kulit, budaya dan strata sosial yang berbeda satu sama lain. Namun, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjadi tamu-Nya dan bertauhid meng-Esakan Allah SWT semata.

Bagi kaum Muslimin yang belum memiliki kemampuan menjadi tamu Allah SWT, mereka melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah kurban, sesuai dengan kemampuannya di manapun mereka berada. Ibadah kurban yang dilaksanakan kaum muslimin, sebagai salah satu upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.

Deskripsi kehidupan kaum muslimin ini, menggambarkan interelasi kuat antara orang yang menunaikan ibadah haji, dengan saudara-saudaranya yang tidak pergi ke Baitullah. Oleh karena itu, kita melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah kurban pada hakikatnya sebagai bentuk kesadaran memenuhi perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum Muslimin sidang jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah penting dalam ajaran Islam. Ibadah ini memiliki pondasi kuat dan memiliki akar sejarah panjang dalam tradisi rasul-rasul terdahulu. Ajaran kurban dan praktiknya telah ditunjukkan secara sinergik oleh para nabi dan rasul hingga Nabi Muhammad SAW.

Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai peletak batu pertama ibadah ini. Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS terhadap putranya Nabi Ismail AS merupakan dasar bagi adanya ibadah kurban.

Nabi Ibrahim AS dengan penuh iman dan keikhlasan bersedia untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail, hanya semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT. Peristiwa yang mengharukan ini, dilukiskan dengan indah oleh Allah SWT dalam Al-qur’an surat As-Saffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِيْ المَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَآأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَابِرِيْنَ

“Tatkala anak itu sampai umurnya dan sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. la menjawab, wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih hewan kurban, setiap 10 Dzulhijah dan pada hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Deskripsi historis ini menggambarkan bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah kurban. Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu.

Kesanggupan Nabi Ibrahim AS menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS, bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid). Tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi.

Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah SWT. Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd Kaum muslimin yang berbahagia.

Dalam studi fiqh, kurban sering disebut dengan istilah udhhiyah, karena penyembelihan binatang ternak dilakukan pada saat matahari pagi sedang naik (dhuha). Oleh karenanya, Ibn Qayyim al-Jauziyah memahami makna kurban dengan tindakan seseorang menyembelih hewan ternak pada saat dhuha, guna menghasilkan kedekatan dan ridha Allah SWT.

Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT(taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah merupakan ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah SWT merupakan ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas.

Dalam ibadah kurban, nilai yang paling esensial adalah sikap batin berupa keikhlasan, ketaatan dan kejujuran. Tindakan lahiriyah tetap penting, kalau memang muncul dari niat yang tulus. Sering kita digoda setan agar tidak melaksanakan ibadah kurban karena khawatir tidak ikhlas.

Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin-nya berkata, bahwa setan selalu membisiki kita: “Buat apa engkau beribadah kalau tidak ikhlas, lebih baik sekalian tidak beribadah”.

Ibadah kurban bukan hanya mementingkan tindakan lahiriyah, berupa menyedekahkan hewan ternak kepada orang lain terutama fakir miskin, tetapi yang lebih penting adalah nilai ketulusan guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam beberapa ayat Al-qur’an, Allah SWT memperingatkan bahwa yang betul-betul membuahkan kedekatan dengan-Nya (kurban), bukanlah fisik hewan kurban. Melainkan nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita. Dalam surat al-Hajj ayat 37, Allah SWT menyebutkan:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ

“Tidak akan sampai kepada Allah daging (hewan) itu, dan tidak pula darahnya, tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah takwa dari kamu”.

Penegasan Allah SWT ini mengindikasikan dua hal. Pertama, penyembelihan hewan ternak sebagai kurban, merupakan bentuk simbolik dari tradisi Nabi Ibrahim AS, dan merupakan syi’ar dari ajaran Islam. Kedua, Allah SWT hanya menginginkan nilai ketakwaan, dari orang yang menyembelih hewan ternak sebagai ibadah kurban.

Indikasi ini sejalan dengan peringatan Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk luarmu dan harta bendamu, tetapi Dia melihat hatimu dan perbuatanmu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Usaha mendekatkan diri kepada Tuhan terutama melalui kurban, kita lakukan secara terus menerus. Karena itulah agama Islam disebut sebagai jalan (syari’ah, thariqah, dan shirat) menuju dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Melakukan kurban bersifat dinamis dan tiada pernah berhenti, menempuh jalan yang hanya berujung kepada ridha Allah SWT. Dengan demikian, wujud yang paling penting dari kurban adalah seluruh perbuatan baik.

Sehubungan dengan perintah untuk berkurban di atas, maka Rasulullah SAW setiap tahun selalu menyembelih hewan kurban dan tidak pernah meninggalkannya. Meskipun dari sisi ekonomi beliau termasuk orang yang menjalani hidup sederhana, tidak mempunyai rumah yang indah nan megah, apalagi mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya hanya terbuat dari tikar anyaman daun kurma.

Oleh karena itu, orang Muslim yang telah mempunyai kemampuan untuk berqurban tetapi tidak mau melaksanakannya boleh dikenakan sanksi sosial, ialah diisolasi dari pergaulan masyarakat muslim. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرِبَنَّ مُصَلاَّناَ

“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan menyembelih hewan kurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat salat kita” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd. Kaum muslimin yang berbahagia.

Kalau ibadah kurban dilaksanakan dengan ikhlas demi mengharap ridha Allah SWT, akan memberi hikmah dan manfaat bagi pelakukanya, baik di dunia maupun di akhirat. Di antaranya:

Meningkat keimanan kepada Allah SWT. Ibadah kurban yang dilaksanakan oleh orang muslim dapat melatih kepatuhan dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Orang-orang yang dekat dengan Allah akan memperoleh predikat muqarrabin, muttaqin serta mendapat kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyyah. Pada saat hewan kurban jatuh ke bumi maka saat itulah sifat kebinatangan harus sirna, seperti rakus, serakah, kejam dan penindas.

Menanamkan rasa kasih sayang dan empati kepada sesama. Ibadah kurban dalam Islam tidak sama dengan persembahan (offering) dalam agama-agama selain Islam.

Islam tidak memerintahkan pemujaan dalam penyembelihan hewan, tetapi Islam memerintahkan agar dagingnya diberikan kepada orang miskin agar ikut menikmati lezatnya daging hewan. Sehingga timbul rasa empati, berbagi, memberi, dan ukhuwah islamiyah antar sesama.

Melatih kedermawanan. Ibadah kurban dilakukan setiap tahun secara berulang-ulang sehingga orang yang memberi kurban terbiasa untuk berderma kepada yang lain. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang.

Garis Kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp 505.469,00/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 374.455,00 (74,08 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 131.014,00 (25,92 persen).

Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu’ dan tadharru’, kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamain.

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ السُّعَدَآءِ المَقْبُوْلِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. قَالَ تَعَالى فِي القُرآنِ العَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . قُلْ إِنَّمَا أَنَاْ بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْلِقَآءَ رَبَّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
الخطبة الثانية لعيد الأضحى
الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر

الله أكبر كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ الله ُعَنَّا وَعَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكاَمُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ. يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيْنَ

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Menyembelih Hewan Kurban untuk Diri Sendiri dan Orang Lain


Jakarta

Pada Hari Raya Idul Adha, umat Islam melakukan ibadah menyembelih hewan kurban. Berikut bacaan doa menyembelih hewan kurban.

Menukil Fiqh as-Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Abdurrahim dan Masrukhin, berkurban disyariatkan dalam Al-Qur’an surah Al-Kausar ayat 1-3. Allah SWT berfirman,

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ ٢ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ ࣖ ٣


Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak. Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah! Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”

Waktu menyembelih hewan kurban dimulai setelah matahari terbit pada Hari Raya Idul Adha, tepatnya setelah salat Id. Hal ini bersandar pada sabda Rasulullah SAW,

“Siapa yang menyembelih sebelum salat, maka sesungguhnya dia menyembelih hanya untuk dirinya sendiri. Dan siapa yang menyembelih setelah salat dan dua khotbah, maka dia telah menyempurnakan ibadahnya dan mengikuti ketentuan syariat kaum muslimin dengan benar.” (HR Bukhari dan Muslim)

Doa Menyembelih Hewan Kurban

Mengutip Kitab Al-Adzkar karya Imam an-Nawawi yang diterjemahkan oleh Ulin Nuha, umat Islam disunahkan untuk berdoa ketika menyembelih hewan kurban. Berikut bacaannya.

Doa Menyembelih Hewan Kurban untuk Diri Sendiri

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَإِلَيْكَ تَقَبَّلْ مِنَيْ

Bismillaahi wal laahu akbar, allahumma shalli ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa sallam, allaahumma minka wa ilaika taqabbal minnii.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar, ya Allah semoga sholawat dan keselamatan atas Nabi Muhammad dan keluarganya, ya Allah (kurban) ini dari-Mu dan untuk-Mu, terimalah dariku.”

Doa Menyembelih Hewan Kurban untuk Orang Lain

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَإِلَيْكَ تَقَبَّلْ مِنْ فُلاَن

Bismillaahi wal laahu akbar, allahumma shalli ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa sallam, allaahumma minka wa ilaika taqabbal min fulaan.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar, ya Allah semoga sholawat dan keselamatan atas Nabi Muhammad dan keluarganya, ya Allah (kurban) ini dari-Mu dan untuk-Mu, terimalah dari Fulan.”

Sunah Menyembelih Hewan Kurban

Ada sejumlah sunah dalam menyembelih hewan kurban. Berikut beberapa di antaranya.

1. Menyembelih Hewan Kurbannya Sendiri

Dikutip dari buku Tuntunan Ibadah Ramadan dan Hari Raya karya Syamsul dan Nielda, laki-laki disunahkan untuk menyembelih sendiri hewan yang ia kurbankan, sedangkan perempuan disunahkan mewakilkannya kepada laki-laki.

Adapun orang yang tidak mampu menyembelih dengan baik, misalnya karena sedang sakit atau buta, disunahkan untuk mewakilkan penyembelihan hewan kurbannya kepada orang lain.

2. Menghadap Kiblat

Kesunahan menghadap kiblat saat menyembelih hewan kurban disebutkan dalam buku Fikih Kurban karya Abu Abdil A’la Hari Ahadi yang menukil perkataan Imam Nawawi dalam Al-Majmu’,

“Seorang yang menyembelih hendaknya menghadap ke arah kiblat dan menghadapkan hewan yang disembelihnya juga ke kiblat. Hal ini sunah dalam semua jenis penyembelihan, semakin ditekankan pada penyembelihan hadyu dan kurban. Ini karena menghadap kiblat ketika menjalankan ibadah hukumnya sunah, dan wajib pada sebagian amal ibadah.”

3. Menyebut Nama Allah SWT dan Bertakbir

Seorang muslim juga disunahkan menyebut nama Allah SWT dan bertakbir ketika menyembelih hewan kurban. Hal ini bersandar pada sebuah hadits yang berbunyi,

“Rasulullah SAW berkurban dengan dua ekor kambing kibas berwarna putih agak kehitam-hitaman yang bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, seraya menyebut asma Allah dan bertakbir. Beliau meletakkan kaki beliau di atas belikat kedua kambing itu (ketika hendak menyembelih).” (HR Muslim)

4. Menggunakan Peralatan yang Bagus/Tajam

Sunah menyembelih hewan kurban dengan alat yang bagus atau tajam mengacu pada sabda Rasulullah SAW,

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menetapkan setiap kebaikan atas segala sesuatu. Maka dari itu apabila kalian membunuh, maka perbaikilah cara membunuhnya. Apabila kamu menyembelih maka perbaguslah cara menyembelihnya, agar salah seorang dari kalian menajamkan parang (pisau) dan melonggarkan hewan sembelihannya.” (HR Ibnu Majah)

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com