Tag Archives: imam al hakim

Mengenal Abdullah bin Abbas, Sahabat Rasulullah SAW yang Dijuluki Lautan Ilmu



Jakarta

Beberapa sahabat Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang pintar dan cerdas. Kecerdasan ini digunakan untuk menyebarkan ilmu sekaligus sebagai salah satu ikhtiar berdakwah menyampaikan ajaran Islam.

Salah satu sahabat Rasulullah SAW yang dikenal pandai adalah Abdullah bin Abbas. Ia adalah sahabat Nabi SAW yang berasal dari suku Quraisy, keturunan bani Hasyim.

Merangkum buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi yang disusun oleh Muhammad Raji Hassan Kunnas, Abdullah bin Abbas memiliki ayah yang bernama Abbas ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Abdu Manaf.


Ibunya bernama Lubabah al-Kubra binti al-Harits ibn Hazn al Hilaliyah. Al Abbas adalah paman Rasulullah SAW.

Kecerdasan Abdullah bin Abbas diakui banyak orang, ia bahkan dijuluki Habrul Ummah wa Tarjuman Al-Quran yang artinya tinta umat dan penerjemah Al-Qur’an. Ia juga mendapat gelar al-Bahru alias Sang Lautan karena keluasan ilmunya.

Imam al-Hakim mengutip sebuah riwayat dalam kitab al Mustadrak bahwa Abdullah bin Abbas pernah dua kali melihat malaikat Jibril di sisi Nabi SAW.

Menurut Ubaidillah ibn Abdullah ibn Utbah, Ibn Abbas memiliki keistimewaan yang sulit ditandingi oleh kebanyakan manusia. Ia memiliki keunggulan dalam banyak hal. Beberapa di antaranya mengetahui ilmu lebih dahulu dibanding orang lain, memiliki pemikiran dan pemahaman yang luas, dan dikenal sebagai alim yang santun dan lemah lembut.

Pada masa Abu Bakr RA, Umar RA maupun Utsman RA, tak ada seorang pun yang pemahamannya tentang hadis Nabi SAW melampaui dirinya. Juga tak ada orang yang mengunggulinya dalam pengetahuan tentang syair, bahasa Arab, tafsir Al-Qur’an, atau pun ilmu hisab dan faraid.

Meskipun diberi kecerdasan yang luar biasa, tetapi Abdullah bin Abbas tetap memiliki sikap rendah hati. Suatu hari ia pernah ditanya, “Hai Ibn Abbas, di manakah posisi keilmuanmu dibanding ilmu anak pamanmu (maksudnya Ali ibn Abu Thalib)?”

Ibn Abbas menjawab, “(Ilmuku dibanding ilmu Ali) Bagaikan tetes air hujan yang jatuh ke samudra.”

Sahabat Rasulullah, Umar bin Khattab RA begitu mengagumi keluasan ilmu dan pengetahuannya. Bahkan, Umar RA menjuluki Ibn Abbas sebagai pemuda-sepuh (Fata al-Kuhl).

Ketika di ujung usianya, Abdullah bin Abbas mengalami kebutaan. Ia berkata, “Jika Allah mengambil cahaya-Nya dari kedua mataku maka sesungguhnya pada lisan dan hatiku masih ada cahaya. Hatiku cerdas dan pandai berpikir serta bersih dari tipu daya. Mulutku pun tajam bagaikan pedang.”

Ibn Abbas wafat pada usia 70 tahun. Saat jenazahnya akan dikuburkan, Ibn al-Hanafiyah berkata, “Demi Allah, pada hari ini telah wafat tinta umat ini.”

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Dzar RA, Mantan Perampok yang Bertobat dan Memeluk Islam



Jakarta

Abu Dzar RA adalah salah satu dari sekian banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang setia menemani beliau. Ia termasuk ke dalam golongan pertama yang memeluk Islam.

Menukil dari Shahih Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Katsir terjemahan M. Nashiruddin Al Albani, dalam sebuah riwayat dikatakan Abu Dzar RA merupakan orang keempat yang memeluk Islam. Imam Al Baihaqi meriwayatkan dari Imam Al Hakim dengan sanadnya dari Abu Dzar RA berkata,

“Aku adalah orang keempat yang masuk Islam. Sebelumku telah masuk Islam tiga orang, dan aku yang keempat. Aku mendatangi Rasulullah SAW seraya mengucapkan Assamu’alaika wahai Rasulullah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Pada waktu itu aku menyaksikan keceriaan pada raut muka Rasulullah SAW.”


Abu Dzar RA adalah keturunan keluarga Al-Ghiffar dan dibesarkan dalam lingkungan perampok. Sebelum memeluk Islam, Abu Dzar adalah seorang perampok.

Menurut buku The Great Sahabat tulisan Rizem Aizid, nama lengkapnya adalah Abu Dzar Jundub bin Junadah bin Sufyan al-Ghifari. Ketika kecil, Abu Dzar terbiasa dengan kekerasan dan teror hingga tumbuh menjadi salah seorang perampok besar dan ditakuti.

Setelah datang hidayah Allah SWT, Abu Dzar RA menyesali perbuatannya. Kerusakan dan cerita yang ia timbulkan dari aksinya menjadi celah cahaya ilahi masuk ke dalam hati.

Sejak masuk Islam, Abu Dzar RA mengajak teman-temannya untuk bertobat. Alih-alih menuruti apa yang dikatakannya, mereka justru menolak dan mengusir Abu Dzar RA. Bersama ibu dan saudara laki-lakinya Anis al-Ghiffari, mereka pindah ke Najd Atas.

Di Najd Atas, Abu Dzar RA banyak menciptakan ide-ide revolusioner. Sayangnya, ide Abu Dzar RA ditolak mentah-mentah sampai akhirnya beliau hijrah ke Makkah.

Kedatangan Abu Dzar RA ke Makkah ketika kondisi kota tersebut kacau. Kala itu kaum muslimin dan kafir Quraisy mengalami pertentangan.

Dari situ, Abu Dzar RA tertarik masuk Islam. Ia lantas menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan keislamannya.

Saat itu, keadaan Makkah sangat tidak kondusif. Karenanya, Rasulullah SAW meminta umatnya untuk menyembunyikan keislaman mereka.

Abu Dzar RA yang juga dikenal sebagai sosok pemberani itu justru mengumumkan keislamannya di depan orang-orang kafir. Akibatnya, ia mendapat siksaan dari kafir Quraisy.

Meski demikian, hal tersebut tidak membuatnya berhenti. Abu Dzar RA terus mengulangi perbuatan sampai akhirnya mereka berhenti menyiksanya setelah mengetahui bahwa ia berasal dari suku Ghifar.

Setelah resmi memeluk Islam, Abu Dzar RA kembali ke kaumnya di Madinah. Ia mengajak ibu dan saudaranya untuk masuk Islam, sampai-sampai hampir seluruh kaum Ghifar beragama Islam.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com