Tag Archives: imam muslim

Letak Pulau yang Disebut Tempat Persembunyian Dajjal


Jakarta

Dajjal adalah makhluk akhir zaman yang menjadi tanda-tanda dekatnya kiamat. Keberadaannya masih misteri, ada yang menyebut dia sembunyi di sebuah pulau di Yaman.

Menurut riwayat Abu Bakar Ash-Shiddiq, sebagaimana dipaparkan Ibnu Katsir dalam An-Nihayah terjemahan Anshori Umar Sitanggal dan Imron Hasan, Dajjal akan keluar dari tempat yang bernama Khurasan. Rasulullah SAW bersabda,

أَنَّ الدَّجَّالَ يَخْرُجُ مِنْ أَرْضِ بِالْمَشْرِقِ يُقَالُ لَهَا خُرَاسَانُ يَتَّبِعُهُ أَقْوَامٌ كَأَنْ وُجُوهَهُمُ الْمَحَانُ الْمُطْرَقَةُ.


Artinya: “Sesungguhnya Dajjal akan keluar di suatu negeri di sebelah timur, yang disebut Khurasan. Dia akan diikuti bangsa-bangsa berwajah bagaikan perisai yang ditempa.”

Pada zaman Rasulullah SAW, wilayah Khurasan sangat luas, meliputi Iran bagian timur, Afghanistan, Kashmir, dan Pakistan bagian utara.

Dajjal Disebut Sembunyi di Pulau Socotra

Disebutkan dalam buku Dajjal: Hakikat dan Tanda Akhir Zaman susunan Zulkifli Mohamad Al-Bahri, sebagian ulama berpendapat Dajjal bersembunyi di Pulau Socotra. Pulau ini terletak di Yaman.

Pulau Socotra memiliki lanskap yang unik, berdiri di atas tebing dan karang. Pulau ini dikenal dengan pohon khas bernama pohon darah naga (Dracaena cinnabari) yang tak ditemukan di tempat lain.

Pulau SocotraPohon darah naga di Pulau Socotra Foto: (iStock)

Menurut Encyclopedia Britannica, nama Socotra berasal dari bahasa Sanskerta dvipa-sakhadara yang artinya “pulau tempat tinggal kebahagiaan”. Keberadaan pulau ini disebutkan dalam berbagai legenda.

Pulau Socotra diyakini sebagai tempat sembunyi Dajjal karena kisahnya yang aneh. Namun, tidak ditemukan hadits shahih atau kuat yang mendukung pendapat ini.

Dajjal Akan Keluar Jelang Kiamat

Ada beberapa hadits yang memang menyebut Dajjal dikurung di sebuah pulau tetapi tak ada penjelasan spesifik terkait lokasi yang dimaksud.

Salah satu hadits populer menceritakan salah seorang sahabat nabi bernama Tamim Ad-Dari bertemu dengan Dajjal yang sedang dibelenggu. Tamim bercerita kepada Rasulullah SAW mengenai pertemuannya dengan makhluk yang cocok dengan ciri-ciri Dajjal.

Riwayat ini cukup panjang. Singkatnya, Tamim pernah berlayar di laut bersama 30 temannya dari Lakhm dan Judzam. Selama sebulan, mereka dipermainkan ombak lautan hingga akhirnya berlabuh di sebuah pulau di tengah laut.

Tamim bersama rombongan lalu masuk ke pulau itu dan disambut oleh makhluk berambut lebat. Mereka tak bisa melihat bagian depan makhluk itu dari belakang saking lebatnya rambutnya.

Mereka bertanya, “Celaka kamu, makhluk apa kamu ini?”

Makhluk itu menjawab, “Aku Jassasah.”

Saat ditanya lebih lanjut maksud Jassasah, makhluk itu tak menjawab dan menyarankan Tamim beserta rombongan menemui laki-laki di sebuah biara. Mereka pun bergegas ke sana.

Tamim melihat sosok manusia besar yang belum pernah ia lihat sebelumnya. “Tubuhnya besar sekali dan tenaganya sangat kuat, tapi kedua tangannya dihimpun dengan lehernya, ditekuk sampai ke celah antara kedua lutut dan mata kakinya, diikat dengan besi,” kata Tamim.

Tamim kemudian menanyakan siapa sebenarnya makhluk itu. Makhluk itu mengajukan sejumlah pertanyaan terkait kebun kurma di Baisan, keadaan air Danau Thabariyah, dan keberadaan Nabi orang-orang ummi yang lahir di Makkah dan kemudian tinggal di Yatsrib (Madinah).

Setelah itu, sosok tersebut mengaku bahwa dirinya adalah Si Picak (Dajjal) yang tak lama lagi akan diizinkan keluar dan berjalan di muka bumi.

Terkait cerita tersebut, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku tertarik dengan cerita Tamim itu. Cerita itu benar-benar sesuai dengan yang pernah aku ceritakan kepadamu mengenai Dajjal itu, dan mengenai Madinah dan Makkah. Ketahuilah, sesungguhnya apakah dia ada di laut Syam atau laut Yaman? Tidak, bahkan (dia akan datang) dari arah timur.”

Hadits cerita Tamim bertemu Dajjal itu dikeluarkan Imam Muslim dari Hamdan, dari Fatimah binti Qais, saudara perempuan Ad-Dhahhak bin Qais.

Terlepas dari misteri keberadaan Dajjal, satu yang bisa dipastikan adalah makhluk ini akan keluar menjelang kiamat dan menjadi tanda-tanda kiamat kubra. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

“Kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sepuluh tanda-tandanya: (1) terbitnya matahari dari barat, (2) asap, (3) binatang melata, (4) munculnya Ya’juj dan Ma’juj, (5) keluarnya Dajjal, (6) munculnya Isa bin Maryam, (7) tiga gerhana; gerhana di barat (8) gerhana di timur, (9) gerhana di Jazirah Arab, (10) api yang keluar dari dasar Aden yang menggiring manusia atau mengumpulkan manusia dan bersama mereka di mana saja berada.” (HR Muslim, Ahmad, dan lainnya. Ibnu Katsir mengatakan hadits ini shahih)

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Isi Khutbah Terakhir Rasulullah, Tekankan Bahwa Setiap Muslim Bersaudara



Jakarta

Banyak pesan yang telah disampaikan Rasulullah SAW dalam khutbahnya. Salah satunya yakni menekankan bahwa setiap muslim bersaudara, pesan ini disampaikan saat khutbah terakhir Rasulullah SAW sebelum wafat.

Sebagai utusan Allah dalam menyampaikan ajaran dan menyempurnakan akidah manusia, Rasulullah SAW menyampaikan khutbah terakhirnya ketika menjalani ibadah haji. Sebelum wafat pada usia 63 tahun, Rasulullah SAW menjalani ibadah haji yang kemudian dikenal sebagai Haji Wada atau haji perpisahan.

Disampaikan di Padang Arafah

Mengutip buku Khutbah Nabi: Terlengkap dan Terpilih oleh Muhammad Khalil Khathib, dikisahkan setelah Rasulullah SAW berwukuf di Arafah dan memperlihatkan cara ibadah haji, beliau memanggil seluruh umat muslim dari atas untanya agar mereka berkumpul di sekelilingnya. Seruan beliau diulangi oleh Rabi’ah ibn Umayyah ibn Ghalaf dengan sangat keras.


Dengan tenang, di atas gunung Jabal Rahmah yang tingginya 200 kaki atau sekitar 61 meter, Rasulullah SAW duduk di atas punggung unta betina yang bernama al-Qushwa. Di atas punggung unta ini Rasullullah SAW menyampaikan pidatonya yang dikenal dengan Khutbah al-Wada’. Dinamakan demikian karena pidato tersebut merupakan pidatonya yang terakhir atau perpisahan.

Saat itu beliau menyampaikan apa yang diketahuinya pada kurang lebih 140.000 kaum muslim di Padang Arafah. Khutbah ini disampaikan pada tanggal 9 Zulhijah tahun 10 Kalender Hijriyah atau bertepatan 6 Maret 632 Masehi. Di uranah lembah Gunung Arafah.

Dalam sebuah riwayat dari Abdurrahman ibn Mu’adz al-Taimi, ia berkata, “Rasulullah SAW menyampaikan pidato kepada kami di Mina, pendengaran kami seakan dibuka sehingga kami mendengarkan apapun yang beliau katakan, padahal kami masih berada di dalam rumah.”

Isi Khutbah Terakhir Rasulullah

Apabila dikompilasi, khutbah Rasulullah berkaitan dengan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah, persaudaraan sesama muslim, penghapusan riba, larangan menzalimi, penghapusan dosa-dosa masa lalu, relasi suami istri, relasi antarmanusia, pegangan atau sumber utama Islam berupa Al Qur’an dan sunnah, juga tentang warisan.

Pesan khutbah terakhir Rasulullah SAW diriwayatkan Jarir RA:

“Sungguh Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda padanya, pada Haji Wada’ (Haji perpisahan/haji Nabi SAW yang terakhir). Simaklah dengan baik wahai orang-orang, lalu beliau bersabda: “Jangan kalian kembali kepada kekufuran setelah aku wafat, saling bunuh dan memerangi satu sama lain,” (Shahih Bukhari).

Setelah memuji dan bersyukur kepada Allah SWT, Rasulullah SAW kemudian mengatakan:

“Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak ku katakan. Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu dengar teliti kata-kata ku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir di sini pada hari ini,”

“Wahai manusia sebagaimana kamu menganggap bulan ini, dan kota ini sebagai suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah yang suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak, janganlah kamu sakiti siapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu pula. Ingatlah sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu, dan Dia pasti akan membuat perhitungan di atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba, oleh itu segala urusan yang melibatkan riba dibatalkan mulai sekarang,”

“Berwaspadalah terhadap Syaitan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya tidak mengikuti dalam perkara-perkara kecil,”

“Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas para isteri kamu, mereka juga mempunyai hak di atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka ke atas kamu, maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang. Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik dan berlemah lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina,”

“Wahai manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kata-kata ku ini, sembahlah Allah dirikanlah sembahyang lima kali sehari, berpuasalah di bulan Ramadhan dan tunaikan zakat dan harta kekayaan kamu. Kerjakanlah ‘ibadah haji’ sekiranya kamu mampu. Ketahuilah setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama, tidak seorang pun lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam taqwa dan beramal saleh,”

“Ingatlah, bahwa kamu akan menghadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan di atas apa yang telah kamu kerjakan. Oleh itu, awaslah agar jangan sekali-kali kamu terluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku,”

“Wahai manusia, tidak ada lagi Nabi dan Rasul yang akan datang selepas ku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kata ku yang telah aku sampaikan kepada kamu,

“Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al Qur’an dan sunnahku,”

Bukti Cinta Rasulullah Pada Umatnya

Ibnu Majah meriwayatkan dari Ummu Salamah, di hari-hari sakitnya, Nabi Muhammad berwasiat tentang sholat dan menjaga budak. Menurutnya, beliau terus-terusan mengucapkan hal ini hingga lisannya tidak lagi fasih.

Dalam buku Samudra Keteladanan Muhammad oleh Nurul H. Maarif dijelaskan bahwa Beliau juga sering sekali menyebut umatnya. Beliau mengkhawatirkan azab bagi umatnya, yang menjadikannya terus menangis.

Bahkan, dalam riwayat Imam Muslim, Jabir bin Abdullah al-Anshari menyatakan dirinya mendengar Nabi Muhammad menyampaikan tiga pesan, yakni tiga hari sebelum wafatnya.

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم قبل موته بثلاثة أيام، يقول: «لا يَمُوتَنَّ أحدُكم إلا وهو يُحسنُ الظَّنَّ بالله عز وجل

Artinya: Janganlah seseorang dari kalian meninggal dunia kecuali berbaik sangka pada Allah. (HR Muslim, dan lain-lain).

Itulah beberapa wasiat terakhir seorang pemimpin agung yang begitu mencintai umatnya dengan tulus. Dalam khutbah terakhir Rasulullah, beliau mencoba menyampaikan, menegaskan, sekaligus mengingatkan umatnya akan tantangan zaman selepas ditinggalkan olehnya. Seluruh pikiran, waktu, dan tenaganya tercurah untuk umatnya. Bahkan hingga hembusan nafas terakhirnya.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Doa untuk Orang Sakit, Amalan Sahih dari Rasulullah SAW



Jakarta

Sakit merupakan ujian yang diberikan Allah SWT kepada umatnya. Ketika kita mendengar orang lain atau orang terdekat kita sakit tentu kita ingin mendoakan kesembuhannya. Beberapa doa untuk orang sakit dan amalan telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sejumlah hadis.

Sakit merupakan berkah yang Allah SWT berikan kepada umatnya. Hal ini terkandung dalam hadits berikut,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ


Artinya: “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa- dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun- daunnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Sakit menggugurkan dosa-dosa pengidapnya. Selain itu, sakit juga membuat hamba Allah untuk mengingat selalu nikmat sehat yang tidak akan disadari jika tidak ada sakit. Sakit sebagai berkah juga sebaiknya harus diusahakan kesembuhannya agar tidak berlarut-larut.

Bacaan Doa untuk Orang Sakit

Dalam riwayat yang disahihkan oleh Imam Nawawi dalam buku Zikir yang Berkaitan dengan Sakit dan Mati menjelaskan bahwa Rasulullah SAW meruqyah orang yang sakit sembari membaca sebuah doa. Berikut bacaan doa untuk orang sakit yang dibaca Rasulullah SAW,

إِلَّا لَهُ كَاشِفَ لَا الشّفَاءُ، بِيَدِكَ النَّاسِ ، رَبَّ الْبَأْسَ امْسَحِأَنْتَ

Artinya: “Hapuskanlah segala penyakit, wahai Rabb semua manusia, dengan tangan (kekuasaan)Mu; tiada yang dapat menyembuhkannya kecuali hanya Engkau.”

Abu Dawud dan At-Tirmidzi juga meriwayatkan doa lain dari Rasulullah SAW untuk kesembuhan orang lain. Doa ini dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk dibacakan sebanyak tujuh kali di hadapan orang yang sakit. Berikut bacaan doanya:

أَسْأَلُ اللهَ العَظِيْمَ رَبَ العَرْشِ العَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ

Artinya: “Aku memohon kepada Allah yang agung, Tuhan arasy yang megah agar menyembuhkanmu,”

Doa paling mudah untuk diingat juga telah diriwayatkan oleh Imam Muslim ketika Rasulullah SAW menjenguk Sa’ad bin Abi Waqqash. Doa ini bisa mudah kita ingat karena langsung meminta kesembuhan kepada-Nya sembari juga menyebut orang yang kita doakan agar sembuh, bunyinya,

اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا

Bacaan latin: Allāhummasyfi Sa’dan. Allāhummasyfi Sa’dan. Allāhummasyfi Sa’dan.

Artinya: “Tuhanku, sembuhkan Sa’ad. Tuhanku, sembuhkan Sa’ad. Tuhanku, sembuhkan Sa’ad,”

Doa tersebut juga dapat diaplikasikan muslim. Nama Sa’ad dalam doa di atas bisa disesuaikan dengan nama orang yang sedang sakit dan hendak didoakan.

Di samping itu, Rasulullah SAW juga mengajarkan muslim yang sakit untuk memohon kesembuhan dirinya sendiri. Doa tersebut diriwayatkan di dalam Kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui Siti Aisyah melalui Buku Zikir yang Berkaitan dengan Sakit dan Mati oleh Imam Nawawi menyampaikan,

“Rasulullah SAW apabila sedang sakit beliau menggabungkan kedua telapak tangannya, lalu meniup keduanya dengan membacakan kedua tangannya surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq, dan Surah An-Nas. Kemudian, Rasulullah SAW mulai mengusapkan kedua telapak tangannya ke seluruh tubuhnya dimulai dari kepala, wajah, lalu ke bagian depan dari tubuhnya. Hal ini beliau sebanyak tiga kali.”

Hal ini dilakukan Rasulullah SAW secara mandiri ketika beliau mengidap penyakit. Siti Aisyah berkata, “Ketika beliau sakit, beliau (Rasulullah SAW) memerintahkan aku untuk melakukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW”. Perihal perintah Rasulullah SAW kepada Siti Aisyah ini dilandasi Rasulullah SAW yang sedang mengidap penyakit berat sehingga susah baginya melakukan doa tersebut.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad SAW membacakan ta’awudz atau doa untuk sebagian keluarganya dengan mengusapkan tangan kanannya. Bacaan doa yang dilafalkannya adalah sebagai berikut.

شفاء لا الشافي، أنتَ اهْفِ الْبَأْسَ ، أَذَهِبِ النَّاسِ رَبَّ اللَّهُمْ سَقَماً يُغَادِرُ لَا شِفَاءٌ شِفَاؤُكَ إِلَّا

Artinya: “Ya Allah, Rabb manusia (semuanya), lenyapkanlah segala penyakit; sembuhkanlah, Engkaulah Tuhan Yang menyembuhkan; tiada, kesembuhan kecuali kesembuhan-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan suatu penyakit pun.”

Beberapa doa untuk orang sakit dan amalan di atas merupakan hadis yang meriwayatkan Rasulullah SAW ketika mengalami sakit maupun mendoakan orang sakit. Semoga kebaikan serta limpahan rahmatnya juga dapat kita dapatkan sebagai umatnya di hari akhir kelak.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Hadits Lailatul Qadar Terletak pada Malam 23 Ramadan, Begini Penjelasannya



Jakarta

Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk mencari lailatul qadar pada 10 hari terakhir Ramadan, tepatnya pada malam ganjil. Ada sebuah hadits yang menyebut lailatul qadar jatuh pada malam 23 Ramadan.

Hadits yang menyebut bahwa lailatul qadar terletak pada malam 23 Ramadan diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdillah bin Anis. Ia mengatakan bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan Anda mencari malam lailatul qadar?”

Rasulullah SAW menjawab, “Carilah ia pada malam 23 Ramadan.”


Imam Muslim juga mengeluarkan hadits dengan redaksi yang lebih panjang tentang keberadaan malam lailatul qadar. Hadits ini termuat dalam Kitab Shahih Muslim, Kitab Puasa dan Kitab I’tikaf. Abu Ahsan bin Usman turut menukilnya dalam Kitab At-Tadzhib fi Adillati Matnil Ghaya wat Taqrib.

Dari Abu Sa’id al Khudri RA, dia berkata, “Rasulullah SAW pernah beritikaf pada sepuluh malam pertengahan bulan Ramadan untuk mencari lailatul qadar sebelum dijelaskan kepada beliau.”

Kata Abu Sa’id, “Setelah sepuluh malam pertengahan itu berlalu, Rasulullah SAW memerintahkan untuk dibuatkan bilik, tetapi kemudian dibongkar. Kemudian dijelaskan kepada beliau bahwa malam lailatul qadar ada pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, lalu beliau memerintahkan untuk dibuatkan bilik lagi, akan tetapi dibongkar kembali.

Kemudian beliau keluar menemui orang-orang dan berkata, ‘Saudara-saudara! Sungguh telah dijelaskan kepadaku tentang lailatul qadar, dan aku keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang hal itu. Namun kemudian datang dua orang yang sama-sama mengaku benar sedangkan mereka ditemani oleh setan. Sehingga lailatul qadar terlupakan olehku. Maka carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, carilah lailatul qadar pada malam ke-9, ke-7, dan ke-5 (dalam sepuluh malam terakhir itu).’

Seseorang berkata, ‘Hai Abu Sa’id! Kamu tentu lebih mengetahui bilangan itu daripada kami.’

Ia menjawab, ‘Tentu kami lebih mengetahui hal itu daripada kalian.’

Orang itu bertanya, ‘Apa yang dimaksud dengan malam ke-9, ke-7, dan ke-5?”

Ia menjawab, ‘Jika malam ke-21 telah lewat, maka yang berikutnya adalah malam ke-22, dan itulah yang dimaksud malam ke-9. Apabila malam ke-23 telah berlalu, maka berikutnya adalah malam ke-7, jika malam ke-25 telah berlalu, maka berikutnya adalah malam ke-5.'” (HR Muslim 3/173)

Ada pula riwayat yang menyebut bahwa malam lailatul qadar terletak pada malam ke-27. Ulama Syafi’iyah Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah-nya mengatakan, ini yang menjadi pendapat mayoritas ulama.

Ulama yang meyakini hal ini bersandar dengan hadits yang disebutkan oleh Ubai bin Ka’ab. Ia berkata,

“Demi Allah yang tidak ada tuhan selain Dia, sesungguhnya lailatul qadar itu berada dalam bulan Ramadan. Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui malam ke berapakah dia? Dia adalah malam yang kita diperintahkan untuk menghidupkannya, yaitu malam ke-27. Tandanya, matahari pada pagi harinya tampak putih tak bersinar.”

Hadits tersebut dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih Muslim, Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud, Ahmad dalam Musnad Ahmad, dan At Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi. Adapun, Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

Juga dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ كَانَ مُتَحَرِّهَا، فَلْيَتَحَرَّهَا فِي لَيْلَة سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ

Artinya: “Siapa saja yang berupaya untuk mendapati lailatul qadar, hendaklah ia berupaya untuk mendapatinya pada malam ke-27.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya)

Malam 23 Ramadan jatuh pada hari ini, Kamis (13/4/2023) ba’da Magrib hingga Jumat (15/4/2023) dini hari menjelang salat Subuh.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Ini Waktu Terdekat Hamba dengan Allah, Besar Kemungkinan Doa Diijabah


Jakarta

Berdoa adalah hal yang sudah semestinya dilakukan seorang hamba karena telah diperintahkan langsung dalam Al-Qur’an. Ada satu waktu yang paling dekat antara hamba dan Allah SWT, Rasulullah SAW menganjurkan memperbanyak doa pada waktu tersebut.

Waktu paling dekat seorang hamba dengan Allah SWT adalah ketika sujud. Hal ini mengacu pada sebuah hadits yang dikeluarkan Imam Muslim dari Abu Hurairah RA. Berikut bunyinya,

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ : (( أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاء )) رواه مسلم .


Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabbnya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa (saat sujud).” (HR Muslim dan an-Nasa’i)

Rasulullah SAW juga pernah ditanya mengenai waktu mustajab untuk berdoa atau saat-saat doa paling didengar Allah SWT. Waktu itu jatuh pada akhir malam dan setelah salat wajib. Hal ini bersandar pada sebuah hadits yang berbunyi,

وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ : قِيْلَ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ : أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ ؟ قَالَ : (( جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرِ ، وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ المَكْتُوبَاتِ )) . رَوَاهُ التَّرْمِذِي ، وَقَالَ : (( حَدِيثٌ حَسَنٌ ))

Artinya: Dari Abu Umamah RA, dia berkata, Rasulullah SAW ditanya, “Wahai Rasulullah, doa apakah yang paling didengar?” Beliau menjawab, “Doa di tengah malam terakhir, serta setelah sholat-sholat wajib.” (HR At-Tirmidzi dan ia menyatakan ini hadits hasan)

Umat Islam bisa memanjatkan doa pada waktu-waktu tersebut. Namun, ada hal yang perlu diperhatikan terkait doa apa yang boleh dipanjatkan dan dilarang.

Menurut riwayat yang berasal dari Jabir RA, seseorang dilarang mendoakan keburukan untuk diri sendiri, anak-anak, dan harta. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

لَا تَدْعُوا عَلَى أَنفُسِكُمْ ؛ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ ، وَلا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ ، لَا تُوافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءً فَيَسْتَجِيبَ لَكُمْ

Artinya: “Janganlah kalian mendoakan keburukan pada diri kalian, jangan mendoakan keburukan pada anak-anak kalian, jangan mendoakan keburukan pada harta-harta kalian, dan janganlah kalian menepati saat dikabulkannya doa dari Allah lalu Dia akan mengabulkan untuk kalian.” (HR Muslim dan Abu Dawud)

Atau menurut terjemahan lain redaksi yang terakhir maksudnya “dan janganlah kalian berdoa seperti itu karena boleh jadi itu bertepatan dengan waktu Allah SWT akan mengabulkan doa.”

Syarat Terkabulnya Doa

Ada beberapa perkara yang bisa menghalangi terkabulnya doa. Rasulullah SAW mengabarkan hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. Dikatakan, doa akan dikabulkan selagi seorang hamba tidak terburu-buru dalam berdoa.

Selain terburu-buru dalam berdoa, memutus tali silaturahmi juga menjadi salah satu sebab terkabulnya doa. Ini berdasarkan keterangan dalam riwayat Muslim. Berikut bunyi hadits selengkapnya.

وَعَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ : (( يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلُ : يَقُولُ: قَدْ دَعْوَتُ رَبِّي ، فَلَمْ يَسْتَجِبْ لِي )) متفق عَلَيْهِ .

وفي رِوَايَةٍ لِمُسْلِم : (( لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْم ، أَوْ قَطِيعَةِ رَحِم ، مَا لَمْ سَتَعْجِلْ قَبْلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِسْتِعْجَالُ ؟ قَالَ : (( يَقُولُ : قَدْ دَعَوْتُ ، وَقَدْ دَعَوْتُ ، فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِبْ لِي ، فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ ))

Artinya: Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Doa kalian akan diijabahi selagi tidak terburu-buru dengan mengatakan, ‘Aku telah berdoa kepada Rabbku, namun tidak kunjung diijabahi’.” (Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Senantiasa akan diterima doa seorang hamba selama dia tidak berdoa dalam hal dosa, atau memutus tali silaturahmi, dan selama ia tidak terburu-buru.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud terburu-buru itu” Beliau menjawab, “Seorang hamba berkata, ‘Aku telah berdoa, aku telah meminta, tapi aku melihat tidak ada yang dikabulkan, kemudian ia putus asa dan akhirnya meninggalkan doa’.”

Hadits-hadits di atas dihimpun Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin.

Wallahu a’lam.

(kri/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Awan Diperintah Menyiram Kebun Petani yang Rajin Bersedekah



Jakarta

Sedekah mengandung banyak keutamaan. Salah satunya seperti kisah seorang petani yang diriwayatkan oleh Muslim dalam bab Zuhd wa ar-Raqaq.

Suatu ketika, ada seorang laki-laki yang berada di sebuah tempat yang sunyi. Tiba-tiba ia mendengar sesuatu yang ghaib, yakni sebuah awan yang lewat di atas kepalanya.

Dari awan tersebut, lelaki itu mendengar suara perintah agar menyiram kebun Fulan. Mendengar hal itu, lantas ia mendengarkan sembari melihat ke arah mana awan itu pergi, seperti dikisahkan dalam buku Jangan Terlalu Berlebihan dalam Beribadah hingga Melupakan Hak-hak Tubuh tulisan Nur Hasan.


Setelah mengamati, awan tersebut ternyata berhenti dan menurunkan air hujan di sebuah tanah dengan batu-batu hitam. Air hujan itu kemudian membentuk aliran air yang mengalir ke sebuah tempat tertentu.

Semakin penasaran, laki-laki itu menelusuri air hujan yang sudah mengalir hingga akhirnya sampai di sebuah kebun. Ini dijelaskan oleh Imam Muslim bahwa Nabi SAW pernah bersabda:

“Ketika seorang laki-laki berada di tempat yang sunyi, ia mendengar suara awan, ‘Siramilah kebun Fulan,”

Nah, air hujan itu mengalir dan mengarah ke sebuah kebun. Lelaki itu kemudian melihat seseorang yang tengah berdiri di kebun tersebut dan sedang mengalirkan air dengan cangkul yang dibawanya ke semua penjuru kebun.

Menurut buku Kisah-Kisah yang Menunjukkan Keutamaan Amal yang disusun oleh Dr Umar Sulaiman al-Asqor, orang itu merupakan petani yang kebunnya dijaga oleh Allah SWT dari kekeringan karena dirinya ikhlas dan istiqomah mengeluarkan hasil taninya sesuai yang diperintahkan Allah. Kala itu, tanah-tanah di sekitar wilayah tersebut terbengkalai karena kekeringan.

Saking keringnya, sudah hampir satu setengah tahun hujan tidak kunjung turun. Sementara itu, lelaki yang dari awal mendengar suara awan tersebut juga merupakan seorang petani.

Ia heran, mengapa harus kebun si Fulan yang disirami dan bukan kebunnya? Padahal semua petani di wilayah itu membutuhkan siraman air. Setelah menemui orang yang kebunnya disirami, ia lantas bertanya,

“Wahai hamba Allah, siapa namamu?”

Orang tersebut menjawab, “Fulan,”

Kemudian, si pemilik kebun yang lahannya baru saja disirami air hujan balik bertanya, “Wahai hamba Allah, kenapa engkau bertanya tentang namaku?”

“Sebetulnya saya mendengar suara dari langit yang kemudian memerintahkan awan agar memberikan air kepadamu. Apa yang kamu lakukan pada kebun ini hingga mendapat keistimewaan luar biasa seperti itu?” tanyanya dengan rasa penasaran.

Pemilik kebun lalu menjawab, “karena kamu berkata seperti itu, maka aku melihat hasil kebunku. Sepertiganya aku sedekahkan kepada para fakir miskin, sepertiganya lagi aku makan bersama keluargaku, dan sepertiganya lagi aku kembalikan kepada kebun ini yang mempunyai haknya, yaitu dengan merawatnya dari hasil yang sudah aku peroleh ini,”

Karena sedekahnya yang membagi hasil kebun dengan adil, pemilik kebun itu mendapat kemuliaan dari Allah SWT hingga awan pun diperintahkan untuk menyirami kebunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Allah menjaga orang-orang shaleh yang adil dan suka bersedekah.

Dari kisah di atas, dapat kita ketahui bahwa sedekah bukanlah hal yang sia-sia. Justru sebaliknya, Allah membalas hamba-Nya yang rajin bersedekah dengan hal yang ganjaran yang luar biasa.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wanita Muslim Masuk Neraka gegara Seekor Kucing



Jakarta

Surga dan neraka adalah tempat akhir yang wajib diimani dan hanya Allah SWT dengan kuasa-Nya yang mengetahui siapa yang akan masuk tempat tersebut. Terkadang amalan ringan bisa membawa ke surga, pun sebaliknya, kesalahan kecil bisa menyeret ke neraka. Seperti halnya kisah seorang muslimah dengan seekor kucing.

Diceritakan dalam kitab edisi Indonesia berjudul Hak-hak yang Wajib Anda Ketahui dalam Islam karya Syaikh Muhammad Hasan, ada seorang wanita muslim yang masuk neraka gara-gara mengurung seekor kucing, tanpa memberinya makan.

Muslimah itu juga tidak membiarkan kucing tersebut makan serangga-serangga tanah. Tindakan ini disebut membuatnya masuk neraka.


Kisah wanita muslim masuk neraka lantaran seekor kucing ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Ahadits Al-Anbiya’ dan Imam Muslim dalam kitab As-Salam.

Rasulullah SAW bersabda, “Ada seorang wanita masuk ke dalam neraka karena seekor kucing yang diikatnya dan tidak diberi makan, serta tidak membiarkannya makan rerumputan yang tumbuh di bumi.” (Hadits ini diriwayatkan dari Abu Hurairah RA)

Menurut penjelasan dalam Rahmah Ar-Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam karya Raghib As-Sirjani yang diterjemahkan Moh Suri Sudahri dan Rony Nugroho, permasalahan dalam hal ini bukan terletak pada hadits yang diikuti dengan perbuatan, karena bisa saja ini sangat sedikit dan terbatas pada binatang tertentu. Namun, yang penting dalam hal ini adalah sesuatu yang ada di balik sebuah perbuatan, yakni kasih sayang dalam hati manusia.

Rasulullah SAW mengajarkan agar mengasihi seekor binatang dan tidak membiarkannya kelaparan atau diberi beban di luar kemampuannya. Pernah suatu ketika Nabi SAW melewati seekor unta yang kurus, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah untuk binatang-binatang asing ini. Tunggangilah ia dengan cara yang baik dan makanlah dagingnya dengan cara yang baik.” (Sunan Abu Dawud, Shahih Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Jika pun binatang itu harus disembelih, Rasulullah SAW memerintahkan untuk melakukannya dengan kasih sayang. Beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدٌ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah menentukan kebaikan terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka hendaknya membunuh dengan baik. Jika kalian menyembelih, maka hendaknya menyembelih dengan baik, hendaknya kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah binatang itu pada saat disembelih.”

Hadits tersebut terdapat dalam Shahih Muslim, Shahih Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Sunan Ad Darimi, dan Shahih Ibnu Hibban.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam Tarikh Al-Bukhari dan An-Nasa’i dalam Sunan An-Nasa’i yang dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, terdapat keterangan yang menegaskan Islam adalah agama kasih sayang, penuh toleransi, dan agama seluruh makhluk. Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ آمَنَ رَجُلًا عَلَى دَمِهِ فَقَتَلَهُ، فَأَنَا بَرِيءٌ مِنَ الْقَاتِلِ، وَإِنْ كَانَ الْمَقْتُولُ كَافِرًا

Artinya: “Siapa yang telah memberikan jaminan keamanan kepada seseorang tetapi kemudian ia membunuhnya, maka aku tidak berlepas diri (bertanggung jawab) terhadap pembunuhan ini, meskipun yang dibunuh itu adalah orang kafir.”

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Saat Rasulullah SAW Miraj dan Bertemu Nabi Ibrahim AS serta Melihat Wujud Malaikat Jibril


Jakarta

Perjalanan Isra Miraj Rasulullah SAW menjadi perjalanan yang agung dan mulia. Dalam perjalanan ini, Rasulullah SAW bertemu dengan para nabi, termasuk Nabi Ibrahim AS.

Dalam perjalanan ini juga Rasulullah SAW menyaksikan wujud Malaikat Jibril.

Mengutip buku Meneladani Rasulullah melalui Sejarah karya Sri Januarti Rahayu, saat Rasulullah SAW melewati langit ketujuh, beliau melihat Nabi Ibrahim sedang duduk bersandar di Baitul Makmur.


Diterangkan dalam buku tersebut, Baitul Makmur adalah Ka’bah khusus bagi penduduk langit dan setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat yang masuk ke sana dan tidak pernah kembali untuk yang kedua kalinya.

Dalam Shahih Bukhari Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang perjalanannya menuju langit ketujuh saat Miraj. Di sana terdapat Baitul Makmur. Rasulullah SAW bersabda,

“Selanjutnya, aku dinaikkan ke Baitul Makmur. Ternyata, tempat ini dimasuki oleh 70.000 malaikat setiap hari dan mereka tidak pernah kembali.”

Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, inilah nenek moyangmu maka ucapkanlah salam kepadanya.”

Rasulullah pun mengucapkan salam kepada Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim menjawab, “Wa’alaikumsalam, selamat datang cucu yang saleh dan nabi yang saleh.”

Diriwayatkan Nabi Ibrahim berkata kepada Rasulullah, “Ya Muhammad, sampaikanlah kepada umatmu salam dariku dan kabarkanlah kepada mereka bahwa surga itu tanahnya sangat baik, airnya segar, datarannya datar, serta tumbuhannya adalah subhanallah, alhamdulillah, laa ilahailallah, allahu akbar.”

Perjalanan ke Surga dan Sidratul Muntaha

Rasulullah SAW kemudian diajak Malaikat Jibril masuk ke dalam surga. Rasulullah SAW meriwayatkan, dalam surga, beliau melihat kubah yang terbuat dari mutiara. Beliau juga melihat empat sungai yang satu sungai berisi air tawar, satu sungai lagi berisi susu, kemudian sungai yang berisi khamar, serta sungai yang berisi madu. Sungai-sungai tersebut mengalir tanpa adanya lubang dalam tanah, tetapi mengalir di atas tanah.

Kemudian, di sana Rasulullah melihat seorang bidadari yang sangat cantik. Beliau pun bertanya, “Siapakah engkau?”

Sang bidadari menjawab, “Aku adalah bidadari Zaid bin Haritsah.”

Kemudian, Rasulullah SAW naik bersama Jibril ke Sidratul Muntaha. Rasulullah SAW menggambarkan, Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang sangat besar seperti berada di penghujung langit. Buahnya besar seperti kendi air, daunnya besar seperti telinga gajah dan ditutupi dengan warna yang Rasulullah sendiri tidak tahu. Rasulullah berkata, “Tidak seorang pun mampu menyifati Sidratul Muntaha karena keindahannya.”

Di Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya untuk kedua kali. Jibril mengenakan pakaian berwarna hijau yang terbuat dari sutra dan memiliki enam ratus sayap yang setiap sayapnya jika dibentangkan akan menutupi cakrawala. Jika sayapnya dibentangkan, akan terlihat permata, mutiara, dan benda-benda berwarna-warni yang berkilauan sangat indah.

Dalam hadits, Aisyah RA berkata, “Siapa yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sungguh besar bahayanya, tetapi Nabi Muhammad SAW telah melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya yang bisa menutupi ufuk.” (HR Bukhari)

Hadits dengan redaksi serupa turut dikeluarkan oleh Imam Muslim. Dari Ibnu Abbas RA, dia menjelaskan firman Allah, “Hati Muhammad tidak mendustakan apa yang telah ia lihat dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril dalam rupanya yang asli pada waktu yang lain.” (QS An Najm: 11-13).

Ibnu Abbas RA berkata, “Muhammad SAW melihat Jibril dua kali dengan hatinya.”

Tiba-tiba, datang seperti awan yang menutupi Sidratul Muntaha. Jibril pun mundur dan Rasulullah SAW naik ke tempat yang bahkan Jibril pun tidak pernah naik seorang diri. Di tempat itu, Rasulullah mendengar suara goresan pena yang sering disebut oleh ulama sebagai pena takdir. Di sanalah Rasulullah menerima wahyu untuk melaksanakan shalat sebanyak lima puluh kali sehari semalam. Rasulullah pun menerimanya.

Rasulullah turun hingga di langit keenam beliau bertemu dengan Nabi Musa kembali dan Nabi Musa bertanya, “Apa yang Allah wahyukan kepadamu?”

Rasulullah menjawab, “Allah telah mewahyukan untuk melaksanakan shalat lima puluh kali sehari semalam.”

Maka Nabi Musa pun berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Umatmu tidak akan sanggup shalat lima puluh kali sehari semalam. Sungguh aku sudah mempunyai pengalaman dengan umat-umat sebelum umatmu. Sungguh aku menghadapi Bani Israil dengan sangat sulit. Kembalilah ke Tuhanmu, mintalah keringanan.”

Dari sinilah kemudian Allah SWT menurunkan perintah kepada Nabi Muhammad SAW agar umatnya mengerjakan salat fardhu lima waktu dalam sehari semalam.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com