Tag Archives: iman

7 Golongan yang Mendapat Naungan Allah SWT di Hari Kiamat


Jakarta

Allah SWT memiliki sifat Al-Hafizh (Maha Memelihara) dan Al-Wali (Maha Melindungi). Salah satu bentuk kasih sayang-Nya adalah memberikan perlindungan istimewa kepada hamba-hamba yang taat.

Menukil buku Ensiklopedi Muslim karya Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Rasulullah SAW pernah menjelaskan dalam sebuah hadits tentang tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari kiamat. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ


Artinya: “Ada tujuh orang yang dilindungi Allah di bawah lindungan-Nya pada hari tidak ada lindungan kecuali lindungan-Nya: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah Ta’ala, orang yang hatinya menyatu dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu karena-Nya dan berpisah karena-Nya, orang yang menyendiri dzikir kepada Allah kemudian matanya mengucurkan air mata, orang yang diajak oleh wanita yang berketurunan baik dan cantik kemudian ia berkata, ‘Aku takut kepada Allah Ta’ala,’ dan orang yang bersedekah kemudian ia merahasiakannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dinfakkan tangan kanannya.” (HR. Al-Bukhari)

Para ulama menjelaskan bahwa angka tujuh dalam hadits ini bukan pembatas mutlak. Dalam ilmu ushul disebut mafhum ‘adad ghairu murad, artinya bilangan tersebut tidak membatasi jumlah sebenarnya. Siapa pun yang memiliki sifat-sifat tersebut akan mendapat perlindungan Allah.

Golongan Orang yang Dilindungi Allah SWT

Ketujuh golongan ini bukan daftar terbatas, tapi contoh teladan untuk kita semua. Dalam Al-Minhaj karya Imam Nawawi dijelaskan, siapa saja yang memiliki sifat-sifat ini, Allah akan memberinya naungan istimewa pada hari Kiamat.

Berikut penjelasan tujuh golongan tersebut:

1. Pemimpin yang Adil

Seorang pemimpin yang adil adalah orang yang menjalankan amanah kekuasaan dengan takut kepada Allah. Ia menegakkan hukum dengan benar, tidak memihak atau menzalimi rakyat. Imam Nawawi dalam Syarh Muslim menyebutkan bahwa keadilan seorang pemimpin termasuk sifat paling mulia karena manfaatnya meluas kepada banyak orang.

Dalam literatur klasik, seperti Fath al-Bari karya Ibnu Hajar al-Asqalani, pemimpin adil bukan hanya raja atau presiden, tapi juga pemimpin keluarga, organisasi, bahkan komunitas kecil yang menegakkan keadilan.

2. Pemuda yang Tumbuh dalam Ibadah

Golongan kedua adalah pemuda yang menghabiskan masa mudanya dalam ketaatan. Rasulullah memuji mereka yang menahan syahwat, menolak godaan maksiat, dan rajin beribadah di usia penuh gejolak.

Dalam Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan bab khusus tentang keutamaan masa muda yang digunakan untuk taat, menegaskan betapa besar ganjarannya. Masa muda yang diisi dengan salat, puasa, ilmu, dan amal saleh adalah bukti kesungguhan menuju ridha Allah.

3. Orang yang Hatinya Terpaut pada Masjid

Orang yang hatinya selalu rindu masjid adalah mereka yang memakmurkan rumah Allah. Ia merindukan salat berjamaah, mendengar kajian, berdzikir, dan berdoa.

Hadits riwayat At-Tirmidzi menyebutkan sifat orang ini: “Seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, apabila ia keluar dari masjid hingga kembali kepadanya”.

Artinya, meski ia beraktivitas di luar, hatinya tetap terikat pada masjid. Ini tanda keimanan yang hidup, sebagaimana disebutkan dalam QS. At-Taubah ayat 18:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ

Arab-Latin: Innamā ya’muru masājidallāhi man āmana billāhi wal-yaumil-ākhiri wa aqāmaṣ-ṣalāta wa ātaz-zakāta wa lam yakhsya illallāh, fa ‘asā ulā`ika ay yakụnụ minal-muhtadīn

Artinya: Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.

4. Dua Orang yang Saling Mencintai karena Allah

Mereka menjalin persahabatan murni karena Allah, bukan karena harta, jabatan, atau urusan dunia. Imam an-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin membahas ini pada bab “Cinta karena Allah”, menegaskan bahwa cinta semacam ini adalah ikatan spiritual yang langgeng hingga akhirat.

Dalam QS. Az-Zukhruf ayat 67, Allah berfirman:

ٱلْأَخِلَّآءُ يَوْمَئِذٍۭ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلْمُتَّقِينَ

Arab-Latin: Al-akhillā`u yauma`iżim ba’ḍuhum liba’ḍin ‘aduwwun illal-muttaqīn

Artinya: Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.

5. Orang yang Menolak Ajakan Zina karena Takut kepada Allah

Golongan kelima adalah orang yang digoda untuk berzina oleh lawan jenis yang cantik/tampan dan memiliki status tinggi. Namun ia menolak dengan berkata, “Aku takut kepada Allah.”

Menurut para ulama, ini adalah puncak ketakwaan dan mujahadah (perjuangan menahan hawa nafsu). Ibnu Rajab dalam Jami’ al-‘Ulum wal Hikam menjelaskan, menolak godaan dengan niat ikhlas demi Allah adalah amal luar biasa yang sangat sulit kecuali bagi orang beriman kuat.

6. Orang yang Bersedekah dengan Sembunyi-sembunyi

Golongan berikutnya adalah orang yang bersedekah secara diam-diam, sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan tangan kanannya. Ini adalah simbol keikhlasan murni, jauh dari riya.

Dalam QS. Al-Baqarah ayat 271 disebutkan:

إِن تُبْدُوا۟ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا ٱلْفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّـَٔاتِكُمْ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Arab-Latin: In tubduṣ-ṣadaqāti fa ni’immā hiy, wa in tukhfụhā wa tu`tụhal-fuqarā`a fa huwa khairul lakum, wa yukaffiru ‘angkum min sayyi`ātikum, wallāhu bimā ta’malụna khabīr

Artinya: Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menegaskan, sedekah rahasia menjaga niat dari penyakit pamer.

7. Orang yang Berdzikir Sendiri Hingga Menangis

Terakhir, mereka yang berdzikir sendirian lalu meneteskan air mata karena takut pada Allah. Ini menunjukkan hati yang lembut, khusyuk, dan penuh kesadaran akan dosa serta azab Allah.

Rasulullah bersabda:

“Ada Dua mata yang tidak disentuh api neraka: mata yang menangis karena takut pada Allah dan mata yang begadang berjaga di jalan Allah.” (HR. At-Tirmidzi, hasan sahih)

Semoga kita termasuk orang-orang yang dijaga, dilindungi, dan mendapat rahmat Allah di dunia hingga akhirat. Amin.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Sabar Itu Ibadah Hati yang Berat, tapi Ini Hadiahnya di Akhirat


Jakarta

Sabar adalah ibadah hati yang berat, terlebih jika ujian hidup datang bertubi-tubi. Namun, di balik itu ada hadiah besar menanti di akhirat.

Allah SWT dalam banyak ayat-Nya memerintahkan manusia agar bersabar. Dia juga telah memberitahukan ganjaran atas orang-orang yang bersabar.

Dalam surah Ali ‘Imran ayat 200, Allah SWT berfirman,


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٢٠٠

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Sabar akan menjadi penolong manusia, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Baqarah ayat 153,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٣

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Menurut terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, ayat di atas menjelaskan perihal sabar dan hikmah di baliknya. Melalui ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan bahwa sarana terbaik menanggung segala macam cobaan ialah dengan bersabar dan banyak salat.

Sabar, kata Ibnu Katsir, ada dua macam, yakni sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan dosa-dosa serta sabar dalam menjalankan ketaatan dan amal untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Hadiah di Akhirat bagi Orang yang Sabar

Dijelaskan dalam Rihlah ilâ Dâr al-Âkhirah karya Mahmud Al-Mishri Abu Ammar yang diterjemahkan Ghilmanul Wasath dkk, orang-orang yang sabar akan diberi pahala tanpa batas. Sebagaimana firman Allah SWT, “Orang-orang yang sabar akan mendapatkan pahala tanpa batas.” (QS Az Zumar: 10)

Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin yang diterjemahkan Purwanto, memaparkan sejumlah hadits keutamaan orang yang bersabar. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Sabar adalah permata di antara permata-permata surga.”

Pada suatu hari, seseorang bertanya kepada beliau SAW, “Apakah iman?” Beliau menjawab, “(Iman adalah) sabar.”

Imam al-Ghazali menafsirkan sabar adalah cabang terpenting dan terbesar di antara cabang-cabang iman.

Dalam hadits lain dikatakan, orang yang bersabar akan mendapat kesempurnaan pahala. Imam al-Ghazali memaparkan hadits ini dengan redaksi yang cukup panjang. Berikut bunyinya,

“Pemberian terendah yang dikaruniakan kepada kalian adalah keyakinan dan kesungguhan dalam bersabar. Barang siapa yang diberi sebagian dari kedua macam pemberian itu, niscaya ia tidak akan pernah merasa khawatir sekalipun tidak banyak mengerjakan shalat malam dan puasa siang hari.

Seandainya kalian tetap bersabar sebagaimana kalian sekarang ini dan tidak berpaling dari jalan ini, maka hal itu lebih aku sukai. Akan tetapi, aku takut seandainya seseorang dari kalian melakukan amal ibadah yang sama dengan amal ibadah kalian semua, namun berpaling dari sikap sabar, maka hal itu tidak aku sukai. Aku takut dunia akan terbuka kepada kalian sepeninggalku. Dikarenakan hal itu, sebagian kalian akan membenci sebagian lainnya dan, setelah itu, para penghuni langit menjadi sangat kecewa pada kalian. Barangsiapa yang tetap bersabar dan berharap balasan dari kesabarannya itu, ia akan memperoleh kesempurnaan dalam pahala.”

Kemudian beliau membaca ayat berikut,

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوْٓا اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٩٦

Artinya: “Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Kami pasti akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS An Nahl: 96)

Wallahu a’lam.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Makna dan Cara Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-hari


Jakarta

Rukun iman menjadi pedoman bagi setiap muslim dalam beragama. Dalam Islam, rukun iman terdiri dari 6 unsur yang tercantum dalam surah An Nisa ayat 36.

Allah SWT berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَٱلْكِتَٰبِ ٱلَّذِى نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ وَٱلْكِتَٰبِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ مِن قَبْلُ ۚ وَمَن يَكْفُرْ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”

Makna Rukun Iman dalam Islam

Mengutip dari buku Aqidah Dasar Salafiyah oleh Abu Fawwaz Nasrul Mas’udi, berikut makna rukun iman dalam Islam.

1. Iman kepada Allah

Rukun iman yang pertama adalah beriman kepada Allah SWT. Dengan begitu, kita meyakini bahwa Allah SWT satu-satunya Tuhan yang disembah.

Sebagai muslim, kita wajib mempercayai sepenuh hati keberadaan Allah SWT. Meski tidak pernah melihat Sang Khalik, eksistensinya harus diyakini.

2. Iman kepada Malaikat

Rukun iman yang kedua adalah iman kepada malaikat. Sebagaimana diketahui, malaikat adalah makhluk ghaib yang Allah SWT ciptakan dari cahaya.

Meski tidak pernah melihat malaikat, kita harus mengimani keberadaannya. Tiap-tiap malaikat diberi tugas oleh Allah SWT.

3. Iman kepada Kitab-kitab Allah

Beriman kepada kitab-kitab Allah juga termasuk rukun iman. Tak hanya Al-Qur’an, melainkan juga kitab-kitab sebelumnya seperti Taurat, Zabur dan Injil.

Allah SWT berfirman pada surah Ali Imran ayat 3,

نَزَّلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنزَلَ ٱلتَّوْرَىٰةَ وَٱلْإِنجِيلَ

Artinya: “Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.”

4. Iman kepada Para Rasul

Allah SWT mengutus para rasul untuk memberi peringatan dan kabar kepada manusia. Keberadaan para rasul dijelaskan dalam sejumlah ayat suci Al-Qur’an, salah satunya surah Ar Ra’d ayat 38:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَٰجًا وَذُرِّيَّةً ۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِىَ بِـَٔايَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu).”

5. Iman kepada Hari Kiamat

Kiamat merupakan akhir dari kehidupan alam semesta. Mengimani keberadaan hari kiamat termasuk rukun iman yang kelima.

Allah SWT berfirman dalam surah Taha ayat 15,

اِنَّ السَّاعَةَ اٰتِيَةٌ اَكَادُ اُخْفِيْهَا لِتُجْزٰى كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا تَسْعٰى ١٥

Artinya: “Sesungguhnya hari Kiamat itu (pasti) akan datang. Aku hampir (benar-benar) menyembunyikannya. (Kedatangannya itu dimaksudkan) agar setiap jiwa dibalas sesuai dengan apa yang telah dia usahakan.”

6. Iman kepada Qadha dan Qadar

Iman kepada qadha dan qadar termasuk rukun iman poin terkahir. Qadha merupakan ketetapan Allah SWT sejak sebelum alam semesta diciptakan, sedangkan qadha adalah takdir.

Terkait qadha dan qadar disebutkan pada surah Al Ahzab ayat 38,

مَّا كَانَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ ٱللَّهُ لَهُۥ ۖ سُنَّةَ ٱللَّهِ فِى ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلُ ۚ وَكَانَ أَمْرُ ٱللَّهِ قَدَرًا مَّقْدُورًا

Artinya: “Tidak ada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.”

Cara Menerapkan Rukun Iman dalam Kehidupan Sehari-hari

Berikut beberapa contoh penerapan rukun iman dalam kehidupan sehari-hari yang dikutip dari buku Akidah Akhlak karya Masan AF.

  1. Iman kepada Allah SWT bisa dilakukan dengan cara mengerjakan salat lima waktu, berzakat dan melakukan ibadah wajib lainnya
  2. Iman kepada malaikat bisa dilakukan dengan meniru sifat baik dari malaikat yang selalu merasa takut kepada Allah SWT
  3. Iman kepada kitab-kitab Allah SWT bisa dilakukan dengan selalu membaca, menghafal atau mengamalkan yang terkandung dalam Al-Qur’an
  4. Iman kepada para rasul Allah dapat dilakukan dengan rajin bersholawat
  5. Iman kepada hari akhir atau kiamat bisa dilakukan dengan mengimani tanda-tanda kiamat, adanya hisab dan sebagainya
  6. Iman kepada qadha dan qadar bisa dilakukan dengan berprasangka baik kepada Allah SWT dan selalu bersyukur akan takdir yang dialami

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Tema Iman, Islam dan Perdamaian


Jakarta

Khutbah Jumat kali ini akan membahas tentang iman, Islam, dan perdamaian. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa agama dan perdamaian saling mendukung satu sama lain.

Keberadaan perdamaian menjadi kunci untuk melaksanakan agama dengan sepenuhnya, begitu pula sebaliknya. Tanpa kehadiran agama, kehidupan yang damai dapat menjadi sekuler.

Maka dari itu, kita sebagai muslim diminta untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Agar iman kita bisa tumbuh serta menjadi manusia yang damai, sehingga dapat memberikan hal positif untuk banyak orang.


Berikut naskah khutbah tentang Iman, Islam dan Perdamaian yang disusun oleh Sekretaris MUI Provinsi Lampung, H Muhammad Faizin. Dilansir dari laman Kemenag, Kamis (14/12/2023).

Khutbah I

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ وَجَعَلَ الضِّياَقَ عَلَى قُلُوْبِ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Pada kesempatan mulia ini, khatib berwasiat pada diri khatib sendiri dan seluruh jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan menjadi bekal utama dan sangat berharga saat kita bertemu dengan Allah SWT kelak, dan orang yang paling bertakwa akan mendapatkan posisi yang paling mulia di sisi Allah SWT.

Selain menguatkan ketakwaan, sudah menjadi kewajiban kita untuk senantiasa mengungkapkan dan meningkatkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia Iman dan Islam, serta berbagai kenikmatan kehidupan lainnya di dunia ini. Kenikmatan yang kita syukuri ini telah dijanjikan oleh Allah SWT akan ditambah. Sebaliknya jika kita mengufuri nikmat Allah, maka balasan berupa siksa pedih dari Allah akan kita terima.

Kemudian dengan mensyukuri nikmat iman dan Islam ini, tidak hanya akan memberikan nilai positif bagi diri kita sendiri, namun juga akan memberikan kemaslahatan bagi orang lain. Di antara buah dari keteguhan iman dan Islam adalah terwujudnya kebaikan dan kemaslahatan bagi orang lain yang terwujud dalam bentuk perdamaian di kehidupan masyarakat.

Iman, Islam, dan perdamaian merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Jika seseorang memiliki iman dan Islam yang baik, maka bisa dipastikan kedamaian akan menghiasi dan menaungi kehidupannya bersama masyarakat.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Dilihat dari kata ‘Islam’ itu sendiri, para ulama memaknainya dengan arti perdamaian sehingga Islam dan perdamaian adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Orang akan tergolong mengingkari nilai keislaman itu sendiri jika tidak mengedepankan perdamaian dengan sesama umat Islam dan juga seluruh manusia pada umumnya.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Bararah ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Melalui ayat ini, Allah mengingatkan kepada manusia untuk tidak setengah-setengah dalam masuk ke dalam agama Islam. Allah mengingatkan untuk masuk pada agama Islam dengan kaffah (menyeluruh) yang di dalamnya juga terkait bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam seperti perdamaian. Dengan terwujudnya perdamaian dalam kehidupan, maka segala sektor kehidupan akan dapat berjalan dengan baik seperti pembangunan dan termasuk juga ketenangan dalam beribadah.

Kita bisa merasakan sendiri bagaimana nikmatnya beribadah di tengah-tengah perdamaian yang jauh dari konflik dan peperangan. Jika saat ini kita berada dalam situasi perang, maka bisa dipastikan kita tidak bisa beribadah dengan tenang seperti ini. Oleh karenanya nikmat perdamaian yang merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai Islam ini harus terus kita pertahankan.

Bukan hanya mendapatkan efek positif dalam kehidupan dunia, perdamaian juga merupakan sebuah sikap yang memiliki nilai pahala. Rasulullah sendiri menyebutkan bahwa ketika seseorang mampu mewujudkan perdamaian, maka pahalanya akan bisa melebihi pahala shalat, zakat, dan sedekah. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw melalui hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلَاةِ، وَالصِّيَامِ، وَالصَّدَقَةِ؟ ” قَالُوا: بَلَى. قَالَ: ” إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ. وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ

“Maukah jika aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih utama dari derajat puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat berkata, Tentu ya Rasulullah. Beliau bersabda: Mendamaikan orang yang sedang berselisih. Rusaknya orang yang berselisih adalah pencukur (mencukur amal kebaikan yang telah dikerjakan).”

Dari hadits ini kita bisa mengetahui bahwa Nabi Muhammad sangat mendorong kita untuk mampu menjadi juru perdamaian. Hal ini selaras dengan misi nabi yang merupakan penyempurna akhlakul karimah. Orang yang mengedepankan perdamaian memiliki akhlak yang baik dengan memberi tauladan untuk menebar kasih sayang dan menghindari permusuhan.

Terlebih di negara kita ini yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT menjadi sebuah bangsa yang penuh dengan keanekaragaman suku, agama, budaya, dan adat istiadat. Prinsip perdamaian dalam perbedaan harus terus kita pegang dan semai bersama. Bukan hanya saat ini saja, namun para generasi penerus juga harus mampu meneruskannya. Bukan kepada sesama umat Islam saja, namun kepada seluruh masyarakat yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita perlu mengingat firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Oleh karenanya di penghujung khutbah ini, khatib berpesan, mari kita terus pupuk perdamaian dalam kehidupan terlebih dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Perdamaian yang mampu kita wujudkan ini menjadi sebuah bukti nyata bahwa kita adalah orang yang benar-benar Islam dan juga orang yang benar-benar beriman. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

10 Dalil tentang Takdir, Sudah Tercatat di Lauhul Mahfudz



Jakarta

Takdir adalah ketetapan Allah SWT yang telah ditentukan kepada setiap makhluk ciptaan-Nya, termasuk manusia. Meyakini adanya takdir termasuk dalam rukun iman terakhir, yakni iman kepada qada dan qadar.

Mengutip dari buku 13 Cara Nyata Mengubah Takdir oleh Jamal Ma’mur Asmani, dkk., takdir dalam bahasa Arab berasal dari kata ‘qadara, yuqaddiru, taqdir’ yang artinya menaksir, menentukan, menetapkan, membandingkan, dan menjadikan kuasa.

Berdasarkan istilah tauhid, takdir ialah sesuatu yang telah ditentukan Allah SWT sejak zaman azali atau zaman belum diciptakannya seluruh ciptaan-Nya.


Ajaran Islam mengenal dua macam takdir, yaitu takdir muallaq atau takdir yang masih dapat diubah melalui ikhtiar serta takdir mubram yang tidak dapat diubah.

Takdir yang telah ditetapkan Allah SWT tersimpan dalam Ummul Kitab atau Lauhul Mahfudz, sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya melalui Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 39:

يَمْحُوا۟ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِندَهُۥٓ أُمُّ ٱلْكِتَٰبِ

Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauhul Mahfuzh).” (QS Ar-Ra’d: 39).

Ketetapan takdir Allah SWT banyak terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an lainnya beserta hadits Rasulullah SAW. Berikut ini sejumlah dalil tentang takdir yang dirangkum dari buku Panduan Ilmu dan Hikmah karya Ibnu Rajab dan Takdir Allah Tak Pernah Salah karya Agus Susanto.

Dalil tentang Takdir dalam Al-Qur’an

1. Surat Al-An’am Ayat 59

وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِى ظُلُمَٰتِ ٱلْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).” (QS Al-An’am: 59).

2. Surat Yunus Ayat 61

وَمَا تَكُونُ فِى شَأْنٍ وَمَا تَتْلُوا۟ مِنْهُ مِن قُرْءَانٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ ۚ وَمَا يَعْزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِى ٱلسَّمَآءِ وَلَآ أَصْغَرَ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكْبَرَ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

Artinya: “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh).” (QS Yunus: 61).

3. Surat Al-Hadid Ayat 22

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS Al-Hadid: 22).

4. Surat Al-Hajj Ayat 70

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِى كِتَٰبٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

Artinya: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauhul Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS Al-Hajj: 70).

5. Surat At-Talaq Ayat 3

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا

Artinya: “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS At-Talaq: 3).

6. Surat Al-Furqan Ayat 2

ٱلَّذِى لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ شَرِيكٌ فِى ٱلْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَىْءٍ فَقَدَّرَهُۥ تَقْدِيرًا

Artinya: “Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS Al-Furqan: 2).

7. Surat Al-A’la Ayat 1-3

سَبِّحِ ٱسْمَ رَبِّكَ ٱلْأَعْلَى. ٱلَّذِى خَلَقَ فَسَوَّىٰ. وَٱلَّذِى قَدَّرَ فَهَدَىٰ

Artinya: “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (QS Al-A’la: 1-3).

Dalil tentang Takdir dalam Hadits Rasulullah SAW

1. Hadits Pertama

Ibnu Rajab menukil dari Shahih Muslim bahwasannya disebutkan hadits dari Abdullah bin Amr RA dari Rasulullah SAW yang bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah menciptakan takdir-takdir seluruh makhluk lima puluh tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR Muslim No. 2653).

2. Hadits Kedua

Dalam Shahih Muslim juga disebutkan hadits dari Jabir RA bahwa seseorang bertanya kepada Nabi SAW:

“Wahai Rasulullah, perbuatan hari ini sesuai dengan apa? Apakah sesuai dengan sesuatu yang pena-pena telah kering dengannya dan takdir-takdir berlangsung dengannya ataukah sesuai dengan sesuatu yang akan datang?”

Nabi SAW menjawab “Tidak, namun sesuai dengan apa yang pena-pena telah kering dengannya dan takdir-takdir telah berlangsung.”

Orang tersebut berkata, “Kalau begitu, untuk apa perbuatan itu?” Nabi SAW lalu bersabda, “Berbuatlah kalian, karena segala hal dipermudah kepada apa yang diciptakan untuknya.” (HR Muslim No. 2648).

3. Hadits Ketiga

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit RA, Nabi SAW pernah bersabda:

“Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah pena kemudian Allah berfirman (kepada pena), ‘Tulislah.’ Lalu sejak saat itu, terjadilah sesuatu sejak ditakdirkan hingga Hari Kiamat.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).

Itulah 10 dalil tentang takdir yang menunjukkan bahwa ketetapan Allah SWT telah tercatat di Lauhul Mahfudz sejak sebelum makhluk-Nya diciptakan, wallahu a’lam.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Ini Amalan yang Paling Baik Menurut Hadits Shahih



Jakarta

Ada berbagai amalan yang bisa dikerjakan umat Islam, baik yang ringan maupun berat. Di antara banyaknya amal, ada satu yang disebut menjadi yang paling baik.

Menurut hadits yang termuat dalam kitab Shahih Bukhari, sebaik-baik amal adalah iman. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. Berikut bunyinya,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ: إِيمَانُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ : ثُمَّ ماذا قَالَ: الْجِهادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ : ثُمَّ مَاذَا قَالَ: حَقٌّ مبرور أخرجه البخاري في: ۲ كتاب الإيمان


Artinya: “Rasulullah SAW ditanya: ‘Apakah amal yang paling utama?’ Nabi SAW bersabda: ‘Iman kepada Allah dan Rasulullah.’ Lalu ditanya: ‘Kemudian apa?’ Jawabnya: ‘Jihad fi sabilillah.’ Lalu ditanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi SAW menjawab, ‘Haji yang mabrur.'” (HR Bukhari dalam kitab Iman)

Abu Dzar RA turut meriwayatkan hal serupa dengan redaksi yang lebih panjang. Ia mengatakan,

سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَل أَفْضَلُ قَالَ: إِيمَانُ بِاللَّهِ وَجِهادٌ في سَبيلِهِ قُلْتُ: فَأَيُّ الرِّقَابِ أَفْضَلُ قَالَ: أَغْلَاهَا ثَمَنَّا وَأَنْفَسُها عِنْدَ أَهْلِهَا قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ أَفْعَلْ قَالَ: تُعِينُ صَائِعًا أَوْ تَصْنَعُ لِأَخْرَقَ قَالَ: فَإِنْ لَمْ أَفْعَلْ قَالَ: تَدَعُ النَّاسَ مِنَ الشَّرِّ فَإِنَّها صَدَقَةٌ تَصَدَّقُ بِهَا عَلَى نَفْسِكَ أَخرجه البخاري في: ٤٩ كتاب العتق

Artinya: “Aku bertanya kepada Nabi SAW: ‘Apakah amal yang utama?’ Jawabnya: ‘Iman kepada Allah dan jihad fi sabilillah.’ Lalu aku tanya lagi: ‘Memerdekakan budak mana yang lebih utama?’ Nabi SAW menjawab: ‘Yang lebih mahal harganya dan yang sangat disayang oleh pemiliknya.’ Abu Dzar bertanya: ‘Jika aku tidak bisa melakukan itu?’ Nabi SAW bersabda, ‘Membantu orang yang melakukan demikian, atau melaksanakan untuk orang yang tidak bisa (mewakili orang yang tidak bisa melakukannya).’ Abu Dzar bertanya lagi:’ Jika tidak bisa juga?’ Nabi SAW menjawab: ‘Menghindarkan orang-orang dari kejahatan, maka itu sebagai sedekah untuk dirimu.'” (HR Bukhari dalam kitab Memerdekakan Budak)

Masih dalam Shahih Bukhari, penyusun kitab juga mengeluarkan hadits tentang pengertian iman dan cabang-cabangnya berdasarkan riwayat Abu Hurairah RA. Menurut riwayat ini, iman adalah percaya pada Allah SWT, malaikat-Nya, dihadapkan pada-Nya, pada Nabi utusan-Nya, dan percaya pada hari kebangkitan dari kubur. Dalam redaksi lain: iman kepada Allah SWT, malaikat, kitab-kitab, nabi dan rasul, hari kiamat, dan qada dan qadar.

Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan, ada seorang Badui yang menghadang Nabi SAW di tengah jalan seraya memegang unta tunggangan Nabi SAW. Orang itu bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amalan apa yang dapat membawanya ke surga.

Nabi SAW menjawab,

تَعْبُدُ اللَّهَ لا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ ذَرْهَ

Artinya: “Hendaknya engkau menyembah Allah dan tidak mempersekutukannya dengan apa pun, dan mendirikan salat, dan menunaikan zakat dan menjalin tali kekerabatan.” (HR Bukhari dalam kitab Adab)

Amalan yang Dicintai Allah

Imam Bukhari juga menyebutkan hadits tentang amalan yang dicintai Allah SWT. Menurut riwayat Abdullah bin Mas’ud yang menanyakannya kepada Rasulullah SAW, ada tiga amalan yang dicintai Allah SWT, yakni salat tepat pada waktunya, berbakti kepada orang tua, dan berjuang menegakkan agama Allah SWT (jihad fi sabilillah). Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari pada kitab Waktu-waktu Salat.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Ciri-ciri Orang yang Cerdas Menurut Hadis Nabi


Jakarta

Rasulullah SAW pernah menyebutkan ciri-ciri orang yang cerdas dalam salah satu hadisnya. Apa saja?

Ciri-ciri orang yang cerdas menurut hadis nabi berkaitan dengan amal dan perbuatan semasa hidup di dunia. Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dalam Akhlaq Al-Islam menukil hadits yang menyebut tentang hal ini. Rasulullah SAW bersabda,

الْكَيْسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ


Artinya: “Orang cerdas adalah yang bermuhasabah atas dirinya dan beramal untuk apa yang setelah kematian. Orang lemah adalah siapa saja yang dirinya mengikuti hawa nafsunya lalu ia berangan-angan terhadap Allah.” (HR Ahmad)

Sesuai dengan hadits di atas, ciri-ciri orang yang cerdas menurut hadis nabi adalah orang yang selalu bermuhasabah diri dan menyiapkan amalan berpahala sebagai bekal menghadapi kematian.

Dikutip dari buku tersebut, Imam An-Nawawi menyebutkan, menurut Imam At-Tirmidzi dan ulama lainnya, makna dari “Al-kayyis” adalah “orang cerdas.” Sedangkan lafal “dana nafsahu” berarti “bermuhasabah atas dirinya.”

Bermuhasabah diri bisa dilakukan dengan cara selalu mencari kesalahan dalam diri sendiri dan bukan orang lain, sehingga ia bisa selalu menyadari kesalahan tersebut dan memperbaikinya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah, dari Umar RA, dia berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab! Timbanglah amal perbuatan kalian sebelum semua itu dihitung atas kalian.”

Dikatakan pula dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, Maimun bin Mahran pernah berkata, “Orang bertakwa lebih ketat menghisab dirinya daripada seorang penguasa yang lalim, atau dari seorang teman kongsi yang pelit.”

Muhasabah diri merupakan salah satu di antara pokok-pokok akhlak tarbiyah di dalam Islam. Hal ini sesuai dengan urgensi muhasabah diri dari ijma para ulama sufi, ahli akhlak, dan para murabbi.

Muhasabah diri memiliki banyak manfaat dan kebaikan. Manfaat muhasabah diri antara lain adalah selalu mendorong diri untuk berusaha memperbaiki kesalahan, menyempurnakan kekurangan, mencari kesempurnaan, serta akan menjauhkan kita dari sikap ujub, terperdaya oleh amalnya sendiri, dan mengejek orang lain.

Cara Muhasabah Diri

Selalu muhasabah diri karena selalu ingat mati dan agar menjadi orang yang jauh dari hawa nafsu merupakan salah satu ciri-ciri orang yang cerdas menurut hadis nabi.

Dengan ingat mati, kita akan selalu ingat pula dengan kehidupan yang terjadi setelah kematian. Akhirnya dirinya akan selalu bermuhasabah diri agar terhindar dari segala dosa dan pengaruh buruk hawa nafsu.

Agar bisa menjadi orang cerdas menurut hadis nabi, maka kita perlu muhasabah diri. Abu Abdullah bin Qayyim Al Jauziyyah menyebut beberapa cara untuk muhasabah diri, seperti dinukil Majdi Fathi Sayyid dalam buku Amal yang Dibenci dan yang dicintai Allah: Panduan untuk Muslimah oleh Majdi Fathi. Antara lain:

1. Muhasabah Terhadap Kewajiban

Cara muhasabah diri yang pertama adalah dengan melakukan introspeksi terhadap ibadah-ibadah wajib terlebih dahulu. Jika ada kekurangan maka harus segera diperbaiki dan dilengkapi.

2. Muhasabah Terhadap Kelalaian

Muhasabah diri terhadap kelalaian bisa dilakukan dengan cara berzikir dan memusatkan diri kepada Allah SWT. Lalu, mengingat-ingat apa saja yang sudah dilakukannya, terutama hal-hal yang tak disadari atau tidak sengaja. Lalu perbaiki ketidaksengajaan itu dengan taubat dan menumpuknya dengan perbuatan yang baik.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Hadits tentang Iman dan Ihsan, Saat Jibril Mendatangi Rasulullah SAW


Jakarta

Secara bahasa, iman artinya membenarkan. Dalam Islam, iman dikatakan sebagai satu dasar kepercayaan kaum muslimin.

Setidaknya ada 6 rukun iman yang wajib diyakini seperti dikatakan dalam surah An Nisa ayat 136,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan kepada kitab (Al Quran) yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”

Mengutip dari buku Islamologi: Arti Iman susunan Maulana Muhammad Ali, iman juga diartikan sebagai percaya. Akar katanya berasal dari amana yang berarti percaya.

Pengertian Iman juga disebutkan dalam hadits dari Umar bin Khatthab, ia berkata pada suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh Malaikat Jibril, Jibril bertanya pada Rasulullah,

“Beritahukanlah kepadaku apa itu iman.” Rasulullah menjawab, “Iman itu artinya engkau beriman kepada Allah, para malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)

Selain iman, ada juga yang dinamakan ihsan. Ihsan diartikan sebagai kebaikan secara bahasa, sebagaimana dikutip dari buku Aqidah Akhlak oleh Taofik Yusmansyah.

Ilmuwan abad pertengahan, Al-Raghib al-Ashfahani mengatakan bahwa ihsan lebih tinggi dari keadilan (keseimbangan antara memberi dan mengambil). Ihsan dikatakan sebagai sifat yang menjadikan pemiliknya memperlakukan orang lain dengan baik meskipun orang tersebut memperlakukannya dengan buruk.

Terkait iman dan ihsan ini juga tersemat dalam sebuah hadits. Seperti apa? Simak bahasannya berikut ini yang dirangkum dari arsip detikHikmah.

Hadits tentang Iman dan Ihsan

Dari Abu Hurairah RA, dia berkata:

“Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, maka datanglah malaikat Jibril (dalam rupa seorang laki-laki) dan bertanya, apa iman itu? Nabi menjawab: engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-Nya, dan hari kebangkitan. Kemudian ia bertanya lagi, apa Islam itu? Nabi menjawab: engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, engkau mendirikan salat, menunaikan zakat, saum di bulan Ramadan dan menunaikan ibadah haji. Kemudian ia bertanya lagi, apa ihsan itu? Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah melihatmu,” (HR Bukhari).

Hadits serupa dengan redaksi yang berbeda juga terdapat dalam riwayat Muslim. Dari Umar RA, ia berkata:

“Ketika kami berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak di hadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalnya.

Lalu, dia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya di atas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata, ‘Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam!’

Rasulullah menjawab, ‘Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan salat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.’

Orang itu berkata, ‘Engkau benar.’ Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya. Orang itu berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang iman!’

Rasulullah menjawab, ‘Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan-Nya, kepada hari kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

Orang tadi berkata, ‘Engkau benar.’ Orang itu berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang ihsan!’

Rasulullah menjawab, ‘Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.’

Orang itu berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang kiamat!’

Rasulullah menjawab, ‘Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Selanjutnya orang itu berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!’

Rasulullah menjawab, ‘Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan putrinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lombalah mendirikan bangunan.’

Kemudian pergilah ia, aku tetap tinggal beberapa lama kemudian Rasulullah berkata kepadaku, ‘Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?’ Saya menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’

Rasulullah berkata, ‘Ia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepadamu tentang agama kepadamu,” (HR Muslim)

Apa Hubungan Iman dan Ihsan?

Selain iman dan ihsan, ada juga Islam. H Masan dalam buku Pendidikan Agama Islam mengatakan hubungan antara iman, Islam dan ihsan layaknya segitiga sama sisi.

Antara sisi satu dan lainnya memiliki hubungan yang sangat erat. Ia mengibaratkan takwa sebagai segitiga sama sisi, yang masing-masing sisinya terdiri dari iman, Islam, dan ihsan.

Demikian pembahasan mengenai hadits iman dan ihsan. Semoga bermanfaat.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

8 Hadits tentang Kebersihan yang Jadi Anjuran Rasulullah


Jakarta

Kebersihan merupakan hal penting dalam Islam sebagaimana diterangkan dalam sejumlah hadits. Bahkan sebelum beribadah kaum muslimin harus suci dari kotoran, baik itu hadats kecil maupun besar.

Mengutip buku Pendidikan Akhlak Berbasis Arba’in An-Nawawiyah susunan Dr Saifudin Amin MA, kebersihan adalah tolak ukur kehidupan umat Islam. Rasulullah SAW sangat menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga kebersihan.

Menjaga kebersihan sama artinya dengan menjaga kesehatan. Dengan begitu, kaum muslimin akan terhindar dari berbagai penyakit.


Terkait kebersihan juga dijelaskan dalam sejumlah hadits. Seperti apa? Berikut bahasannya yang dikutip dari Kitab Ihya Ulumuddin susunan Imam Al Ghazali yang diterjemahkan oleh ‘Abdul Rosyad Siddiq.

Kumpulan Hadits tentang Kebersihan

1. Tempat Bersih Disukai Allah SWT

Allah SWT menyukai tempat-tempat yang bersih. Hal ini disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi,

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ يُحِبُّ الطَّيِّبَ , نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ , كَرِيمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ , جَوَادٌ يُحِبُّ الْجُودَ , فَنَظِّفُوا أَفْنِيَتَكُمْ

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Mahabersih yang menyukai kebersihan, Dia Mahamulia yang menyukai kemuliaan, Dia Mahaindah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.” (HR Tirmidzi)

2. Kebersihan Diri saat Hendak Salat

Sebelum melaksanakan salat Jumat, para laki-laki disunnahkan untuk mandi dan memakai wewangian. Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّهَذَايَوْمُعِيدٍجَعَلَهُاللَّهُلِلْمُسْلِمِينَ،فَمَنْجَاءَإِلَىالْجُمُعَةِفَلْيَغْتَسِلْ،وَإِنْكَانَطِيبٌفَلْيَمَسَّمِنْهُ،وَعَلَيْكُمْبِالسِّوَاكِ

Artinya: “Hari ini (Jumat) adalah hari raya yang dijadikan Allah SWT untuk umat Islam. Bagi siapa yang ingin melaksanakan salat Jumat, hendaklah mandi, memakai wangi-wangian kalau ada, dan menggosok gigi (siwak).” (HR Ibnu Majah)

3. Pahala Menjaga Kebersihan

Mengutip buku Fiqih Thaharah karya Ibnu Abdullah, Rasulullah mengatakan bahwa Allah SWT menjanjikan surga bagi yang membersihkan dahan pohon di jalanan,

مرَّ رجُلٌ بِغُصْنِ شَجَرَةٍ عَلَى ظَهْرِ طَرِيْقٍ فَقَالَ : وَاللَّهِ لَأُنَحِّيَنَّ هذَا عَنِ الْمُسْلِمِيْنَ لَا يُؤْذِيْهُمْ، فَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ

Artinya: “Ada seorang lelaki yang membuang dahan pohon yang menghalangi jalan, lalu ia berkata, ‘Demi Allah, aku akan singkirkan dahan ini agar tidak mengganggu dan menyakiti kaum muslimin,’ maka Allah pun memasukkannya ke surga.” (HR Muslim)

4. Kebersihan Sebagian dari Iman

Rasulullah SAW menjadikan kebersihan separuh dari keimanan, sebagaimana bunyi sabdanya:

الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ

Artinya: “Kesucian itu adalah setengah dari iman.” (HR Muslim)

5. Anjuran Membersihkan Halaman

Riwayat lainnya mengenai hadits tentang kebersihan ialah anjuran membersihkan halaman rumah. Berikut haditsnya:

طَهِّرُوا أَفْنِيَتَكُمْ ، فَإِنَّ الْيَهُودَ لَا تُطَهِّرُ أَفْنِيَتَهَا ” . أخرجه الطبراني في “المعجم الأوسط” (4057) ، وحسنه الشيخ الألباني في “السلسلة الصحيحة”

Artinya: “Sucikanlah halamanmu, karena orang Yahudi tidak menyucikan halamannya.” (HR Thabrani dalam Al Mu’jam Al-Awsat) (4057), digolongkan sebagai hasan oleh Syekh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Sahihah

6. Pentingnya Menjaga Kebersihan Tempat Ibadah

Selain menjaga kebersihan lingkungan, penting sekali untuk kita menjaga kebersihan tempat ibadah seperti masjid dan musala. Sebagai tempat untuk beribadah, sudah seharusnya dalam keadaan bersih dan bebas dari najis.

Adapun bunyi hadits kebersihan ini adalah sebagai berikut:

أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وسلم ببنيان المساجد في الدور ، وأمر أن تنظف وتطيب “. أخرجه أحمد في “المسند” (26386) ، وصححه الشيخ الألباني في السلسة الصحيحة (2724)

Artinya: “Rasulullah SAW memerintahkan agar masjid-masjid dibangun di dalam rumah-rumah, dan beliau memerintahkan agar rumah-rumah tersebut dibersihkan dan diberi wewangian.” (HR Ahmad dalam Al Musnah) (26386) dan disahkan oleh Syekh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Sahihah (2724)

7. Islam Dibangun dari Kebersihan

Dalam sebuah riwayat, Aisyah Radhiallahu Anha menyebutkan bahwa, Rasulullah pernah bersabda, “Agama itu dibangun berasaskan kebersihan.” (HR Muslim)

Rasulullah SAW juga pernah berkata, untuk membersihkan segala sesuatu karena Islam dibangun atas kebersihan.

تَنَظَّفُوْا بِكُلِّ مَا اِسْتَطَعْتُمْ فَاِنَ اللهَ تَعَالَي بَنَي الاِسْلاَمَ عَلَي النَظَافَةِ وَلَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ اِلاَ كُلُّ نَظِيْفٍ

Artinya: “Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah Ta’ala membangun Islam ini di atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga kecuali setiap yang bersih.” (HR Ath-Thabrani)

8. Menjaga Kebersihan Tubuh

Kaum muslimin juga berkewajiban menjaga kebersihan tubuhnya, salah satunya dalam hadits Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa kaum Muslim hendaknya memuliakan rambut dengan cara merawatnya.

“Siapa yang memiliki rambut, maka muliakanlah ia.” (HR Abu Dawud)

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Ada Supermoon Blue Moon 19 Agustus, Ini Doa saat Melihat Purnama


Jakarta

Fenomena Supermoon Blue Moon akan menghiasi langit malam Agustus 2024. Puncak purnama super ini berlangsung pada 19 Agustus dan dapat dilihat di wilayah Indonesia pada 20 Agustus dini hari.

“Akan ada juga fenomena Blue Moon, yaitu purnama ke-4 (fenomena ini ekstra karena biasanya dalam satu musim hanya ada 3 bulan purnama) yang terjadi tanggal 19 Agustus,” tulis BRIN dalam laporannya pada 8 Januari 2024 seperti dikutip, Senin (19/8/2024).

Dilansir Live Science, bulan purnama 19 Agustus ini adalah purnama terbesar dan paling terang pada 2024. Meski bulan purnama Agustus biasa disebut ‘Sturgeon Moon’, tapi bisa juga disebut ‘Blue Supermoon’.


Fenomena Blue Moon terjadi setiap 2-3 tahun sekali. Blue Moon terakhir kali terjadi pada Oktober 2020 dan Agustus 2021 dan akan terjadi lagi pada Mei 2027.

Menurut keterangan dalam situs NASA, fenomena Blue Moon tahun ini akan mencapai puncaknya pada Senin, 19 Agustus 2024 pukul 14.26 EDT atau Selasa, 20 Agustus 2024 pukul 1.26 WIB. Bulan akan tampak purnama selama tiga hari, dari Minggu pagi hingga Rabu dini hari atau 18-20 Agustus 2024.

Doa ketika Melihat Bulan Purnama

Dalam kitab Fiqh as-Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap dan Masrukhin terdapat doa yang dibaca Rasulullah SAW saat melihat bulan purnama. Menurut riwayat Thabrani dari Abdullah bin Umar RA, ketika Rasulullah SAW melihat bulan purnama beliau membaca doa berikut,

الله أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأمن والإيمان والسَّلَامَةِ وَالإِسْلَامِ وَالتَّوْفِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى رَبُّنَا وَرَبُّكَ الله

Artinya: “Allah Maha Besar. Ya Allah jadikanlah ia bulan bagi kami dengan aman, iman, keselamatan, pertolongan kedamaian dan taufik atas apa yang dicintai Tuhan kami dan yang diridhai. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah.”

Ada juga riwayat yang menyebut Rasulullah SAW mengucapkan doa berikut ketika melihat hilal,

هِلَالُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ، هِلَالُ خَيْرٍ وَرُشْدِ هِلَالُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ، آمَنْتُ بِالَّذِي خَلَقَكَ

Artinya: “Bulan kebaikan dan petunjuk. Bulan kebaikan dan petunjuk. Bulan kebaikan dan petunjuk. Aku beriman kepada Dzat yang menciptakan-Mu,”

Sebanyak tiga kali. Setelah itu, beliau mengucapkan,

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي ذَهَبَ بِشَهْرِ كَذَا وَجَاءَ بِشَهْرٍ كَذَا

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan sebulan dan memunculkannya sebulan.”

Doa Rasulullah SAW tersebut berasal dari hadits mursal yang diriwayatkan Abu Daud dari Qatadah RA. Hadits ini terdapat dalam kitab al-Adab bab Ma Yaqulu idza Ra’a al-Hilala.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com