Tag Archives: islam

Khutbah Jumat Tema Iman, Islam dan Perdamaian


Jakarta

Khutbah Jumat kali ini akan membahas tentang iman, Islam, dan perdamaian. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa agama dan perdamaian saling mendukung satu sama lain.

Keberadaan perdamaian menjadi kunci untuk melaksanakan agama dengan sepenuhnya, begitu pula sebaliknya. Tanpa kehadiran agama, kehidupan yang damai dapat menjadi sekuler.

Maka dari itu, kita sebagai muslim diminta untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Agar iman kita bisa tumbuh serta menjadi manusia yang damai, sehingga dapat memberikan hal positif untuk banyak orang.


Berikut naskah khutbah tentang Iman, Islam dan Perdamaian yang disusun oleh Sekretaris MUI Provinsi Lampung, H Muhammad Faizin. Dilansir dari laman Kemenag, Kamis (14/12/2023).

Khutbah I

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ وَجَعَلَ الضِّياَقَ عَلَى قُلُوْبِ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Pada kesempatan mulia ini, khatib berwasiat pada diri khatib sendiri dan seluruh jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan menjadi bekal utama dan sangat berharga saat kita bertemu dengan Allah SWT kelak, dan orang yang paling bertakwa akan mendapatkan posisi yang paling mulia di sisi Allah SWT.

Selain menguatkan ketakwaan, sudah menjadi kewajiban kita untuk senantiasa mengungkapkan dan meningkatkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia Iman dan Islam, serta berbagai kenikmatan kehidupan lainnya di dunia ini. Kenikmatan yang kita syukuri ini telah dijanjikan oleh Allah SWT akan ditambah. Sebaliknya jika kita mengufuri nikmat Allah, maka balasan berupa siksa pedih dari Allah akan kita terima.

Kemudian dengan mensyukuri nikmat iman dan Islam ini, tidak hanya akan memberikan nilai positif bagi diri kita sendiri, namun juga akan memberikan kemaslahatan bagi orang lain. Di antara buah dari keteguhan iman dan Islam adalah terwujudnya kebaikan dan kemaslahatan bagi orang lain yang terwujud dalam bentuk perdamaian di kehidupan masyarakat.

Iman, Islam, dan perdamaian merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Jika seseorang memiliki iman dan Islam yang baik, maka bisa dipastikan kedamaian akan menghiasi dan menaungi kehidupannya bersama masyarakat.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Dilihat dari kata ‘Islam’ itu sendiri, para ulama memaknainya dengan arti perdamaian sehingga Islam dan perdamaian adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Orang akan tergolong mengingkari nilai keislaman itu sendiri jika tidak mengedepankan perdamaian dengan sesama umat Islam dan juga seluruh manusia pada umumnya.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Bararah ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Melalui ayat ini, Allah mengingatkan kepada manusia untuk tidak setengah-setengah dalam masuk ke dalam agama Islam. Allah mengingatkan untuk masuk pada agama Islam dengan kaffah (menyeluruh) yang di dalamnya juga terkait bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam seperti perdamaian. Dengan terwujudnya perdamaian dalam kehidupan, maka segala sektor kehidupan akan dapat berjalan dengan baik seperti pembangunan dan termasuk juga ketenangan dalam beribadah.

Kita bisa merasakan sendiri bagaimana nikmatnya beribadah di tengah-tengah perdamaian yang jauh dari konflik dan peperangan. Jika saat ini kita berada dalam situasi perang, maka bisa dipastikan kita tidak bisa beribadah dengan tenang seperti ini. Oleh karenanya nikmat perdamaian yang merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai Islam ini harus terus kita pertahankan.

Bukan hanya mendapatkan efek positif dalam kehidupan dunia, perdamaian juga merupakan sebuah sikap yang memiliki nilai pahala. Rasulullah sendiri menyebutkan bahwa ketika seseorang mampu mewujudkan perdamaian, maka pahalanya akan bisa melebihi pahala shalat, zakat, dan sedekah. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw melalui hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلَاةِ، وَالصِّيَامِ، وَالصَّدَقَةِ؟ ” قَالُوا: بَلَى. قَالَ: ” إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ. وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ

“Maukah jika aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih utama dari derajat puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat berkata, Tentu ya Rasulullah. Beliau bersabda: Mendamaikan orang yang sedang berselisih. Rusaknya orang yang berselisih adalah pencukur (mencukur amal kebaikan yang telah dikerjakan).”

Dari hadits ini kita bisa mengetahui bahwa Nabi Muhammad sangat mendorong kita untuk mampu menjadi juru perdamaian. Hal ini selaras dengan misi nabi yang merupakan penyempurna akhlakul karimah. Orang yang mengedepankan perdamaian memiliki akhlak yang baik dengan memberi tauladan untuk menebar kasih sayang dan menghindari permusuhan.

Terlebih di negara kita ini yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT menjadi sebuah bangsa yang penuh dengan keanekaragaman suku, agama, budaya, dan adat istiadat. Prinsip perdamaian dalam perbedaan harus terus kita pegang dan semai bersama. Bukan hanya saat ini saja, namun para generasi penerus juga harus mampu meneruskannya. Bukan kepada sesama umat Islam saja, namun kepada seluruh masyarakat yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita perlu mengingat firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Oleh karenanya di penghujung khutbah ini, khatib berpesan, mari kita terus pupuk perdamaian dalam kehidupan terlebih dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Perdamaian yang mampu kita wujudkan ini menjadi sebuah bukti nyata bahwa kita adalah orang yang benar-benar Islam dan juga orang yang benar-benar beriman. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Sesama Muslim Harus Saling Tolong Menolong


Jakarta

Naskah khutbah Jumat kali ini akan membahas soal manusia yang tidak bisa lepas dari orang lain. Karena hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan.

Membantu sesama adalah hal yang diperintahkan oleh Allah SWT. Dalam surat Al-Maidah ayat 2, Allah SWT berfirman,

…وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ


Artinya: “…Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.

Mengutip buku “333 Mutiara Kebaikan” yang ditulis oleh Syaikh Abu Hamzah Abdul Hamid, disebutkan bahwa tolong-menolong di antara sesama Muslim seharusnya dilakukan karena umat Islam ibarat satu bangunan yang saling mendukung. Jika salah satu bagian dari bangunan tersebut tidak kuat, maka seluruh bangunan dapat mudah roboh.

Hal ini sesuai dengan hadis dari Abu Musa RA, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain bagai sebuah bangunan yang sebagiannya mengokohkan sebagian yang lain.” (HR Bukhari)

Sedangkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Qutaibah, dari Abu Awanah, dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW yang bersabda,

١٤٢٥ – (صَحِيحٌ) حَدَّثَنَا فَتَيَبةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: ((مَنْ نَفْسَ عَنْ مُؤْمِن كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَهُ اللهُ في الدُّنْيَا وَالْآخِرَة وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ)).

Artinya: “Barangsiapa menghilangkan satu kesulitan dari seorang mukmin ketika di dunia, maka Allah akan menghilangkan darinya satu kesulitan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi keburukan seorang muslim, Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR Muslim)

Naskah Khutbah Jumat soal Tolong Menolong

Berikut adalah naskah khutbah Jumat tema membantu sesama yang ditulis oleh Amien Nurhakim, Alumnus UIN Jakarta dan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat, Tangerang Selatan. Naskah ini dikutip detikHikmah dari laman Kemenag.

Khutbah I

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan ada jalan keluarnya dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa disangka-sangka.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Ketika awal kita ada di dunia ini, kita membutuhkan seseorang yang menjadi perantara kelahiran, yaitu ibu. Saat itu, kita membutuhkan seorang bidan yang membantu mengeluarkan kita dari perut ibu. Dari kecil hingga tumbuh dewasa kita membutuhkan orang tua, ketika kesulitan dan memiliki hajat, kita membutuhkan tetangga dan warga sekitar, ketika punya problem kehidupan kita juga membutuhkan seorang pendengar, hingga ketika ajal menjemput, kita pun membutuhkan orang yang menguburkan jasad kita.

Dari sini, kita dapat memahami bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian, kita semua saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, pesan yang ditanamkan sejak kecil hingga dewasa adalah jangan bosan-bosan menolong orang lain yang membutuhkan.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Islam adalah agama yang sangat menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong dan merekatkan tali persaudaraan. Tolong menolong di sini tidak terikat oleh apa pun. Bantulah dengan tulus siapa pun orangnya, entah dia kaya atau miskin, berpendidikan tinggi atau tidak mengenyam pendidikan sama sekali, bahkan muslim atau non-muslim, selama itu dalam ranah sosial dan kebaikan, maka tidak ada salahnya kita membantu mereka, karena bagaimana pun mereka adalah saudara dalam kemanusiaan. Kecuali, jika bantu membantu itu hal kejahatan dan keburukan, maka Islam melarang hal ini. Allah menegaskan dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Menolong orang lain, khususnya mereka yang sedang kesulitan sungguh memiliki banyak manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang yang kita tolong, bahkan kondisi masyarakat pun akan mendapatkan manfaat dari sikap dan perbuatan baik ini.

Dengan menolong orang muslim yang sedang membutuhkan pertolongan, maka kita telah mencerminkan pesan persaudaraan yang ditamsilkan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (ikut merasakan sakitnya)”

Lebih tegas terkait keutamaan menolong sesama Muslim, Rasulullah bersabda dalam hadis riwayat Imam Muslim:

مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dalam hadits lain Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menolong orang yang dizalimi bahkan orang yang ingin berbuat zalim juga. Dalam hadis Nabi disebutkan:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا

“Tolonglah saudaramu ketika dia berbuat zalim atau ketika dia dizalimi.”

Dalam hadits yang disebutkan tadi, mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana mungkin kita menolong orang zalim padahal Allah telah melarang bantu membantu dalam hal keburukan. Hal ini pun pernah ditanyakan juga para sahabat, Rasulullah pun menjawab:

تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ

“Pegang tangannya (tahan ia dari perbuatan zalim).”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Dari hadits-hadits di atas, kiranya dapat menjadi pelajaran bagi kita semua agar bermurah hati menolong sesama Muslim karena mereka adalah saudara kita. Pun tanpa menafikan kita juga harus menolong siapa saja orang-orang di sekitar kita yang sedang dalam kesulitan. KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur berpesan:

“Tidak penting apa agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang. Orang tidak akan pernah tanya apa agamamu,”

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هٰذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لَآ إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ

اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Naskah Khutbah Jumat Soal Menjaga Lisan


Jakarta

Naskah Jumat kali ini akan membahas soal menjaga lisan. Hal tersebut sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan umatnya untuk selalu berbicara dengan kata-kata yang baik. Jika tidak mampu melakukannya, maka lebih baik untuk tetap diam, yang memiliki arti sama dengan menjaga perkataan.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam.” (HR Al Bukhari)


Karena lisan dapat diibaratkan sebagai pisau. Jika digunakan secara sembarangan, dapat melukai perasaan orang.

Merujuk pada buku “Sejumlah Amalan Penting Penghuni Surga saat di Dunia” karya Ahmad Abi Al-Musabbih, terdapat banyak perbuatan yang bermula dari lisan dan akhirnya menimbulkan dosa. Contohnya adalah ghibah, mengadu domba, pembicaraan yang tidak bermanfaat, dan candaan yang berlebihan.

Mengutip laman Kemenag, berikut ini adalah naskah khutbah Jumat tema menjaga lisan yang disusun oleh Amien Nurhakim, Alumnus UIN Jakarta dan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat, Tangerang Selatan.

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَهُ. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَـمِ كُلِّهِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ، وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Pada kesempatan mulia ini, khatib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya takwa; dengan menjauhi larangan Allah sejauh-jauhnya dan menjalankan perintah-Nya semampunya. Dengan demikian kita dapat berproses menjadi sebaik-baiknya hamba Allah sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13:

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Sesungguhnya umat Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan kasih sayang kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan, baik manusia, hewan, hingga tumbuh-tumbuhan dan lingkungan. Di antara bentuk kasih sayang yang terkandung dalam ajaran Islam adalah berkata-kata yang baik.

Perkataan dan ucapan yang baik merupakan perbuatan terpuji yang mendatangkan kebaikan dan dapat meninggikan derajat, baik di sisi Allah maupun di tengah-tengah manusia.

Allah SWT memerintahkan kita untuk mengucapkan perkataan yang baik. Dalam Surat al-Baqarah ayat 83 Allah berfirman:

قُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا

“Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.”

Allah SWT juga menjanjikan surga kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di dalam surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, pakaian mereka di sana adalah sutera.

Di ayat selanjutnya karakter mereka ditegaskan, yaitu orang-orang yang di dunia diberi petunjuk untuk mengucapkan ucapan-ucapan yang baik. Allah ta’ala berfirman dalam Surat Al-Hajj ayat 24:

وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ وَهُدُوا إِلَىٰ صِرَاطِ الْحَمِيدِ

“Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji.”

Di ayat lain Allah menegaskan agar orang-orang beriman untuk berkata-kata yang baik, baik kepada sesama muslim maupun non-muslim. Allah berfirman dalam surat Al-Isra ayat 53:

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”

Ayat-ayat yang telah dibacakan tadi merupakan pengingat bagi kita supaya senantiasa menjaga ucapan kita. Tidaklah yang keluar dari mulut kita melainkan kebaikan, minimal, jika kita tidak bisa mengucapkan kebaikan, maka lebih baik diam. Jangan sampai ucapan yang keluar dari lisan kita malah menyakiti hati orang lain. Ingatlah pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita semua:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam.” (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Jangan sampai perkataan kita yang tidak baik kepada orang lain membuat kekacauan di tengah-tengah masyarakat dan merusak hubungan harmonis yang telah tumbuh dan terpelihara di dalamnya. Berkata apa saja boleh, asalkan jangan berlebihan sehingga nantinya ucapan kita tidak dapat disaring dan perkataan buruk pun mengarah kepada orang lain, akhirnya hal itu menimbulkan kerusakan dan penyakit hati, baik bagi orang yang berbicara maupun mendengarnya.

Tentunya, ucapan yang tidak baik merupakan akhlak yang tercela dan dapat menimbulkan kebencian di tengah-tengah manusia. Imam al-Lu’lui mengatakan dalam syair Adabut Thalab:

وَفِي كَثِيْرِ الْقَوْلِ بَعْضُ الْمَقْتِ

“Dalam banyaknya bicara dapat menimbulkan sebagian kebencian.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Imam al-Nawawi berkata:

يَنْبَغِي لِمَنْ أَرَادَ أَن يَنْطِقَ أَنْ يَتَدَبَّرَ مَا يَقُوْلُ قَبْلَ أَنْ يَنْطِقَ، فَإِنْ ظَهَرَتْ فِيْهِ مَصْلَحَةٌ تَكَلَّمَ، وَإِلَّا أَمْسَكَ

“Hendaknya bagi siapa pun yang ingin berbicara, ia pikir-pikir terlebih dahulu, apabila ucapannya mengandung maslahat, maka silakan, apabila tidak, maka lebih baik diam.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang sangat peduli kepada umatnya, beliau tidak mau dan sedih jika umatnya masuk neraka, oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kiat-kiat supaya umatnya terbebas dari api neraka. Disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Jauhilah neraka meski dengan [bersedekah] sepotong kurma, jika tidak melakukannya, maka hendaklah (bersedekah) dengan tutur kata yang baik.”

Jamaah sekalian yang dirahmati Allah,

Semoga kita dapat menjadi pribadi yang baik dalam berperilaku maupun bertutur kata, semoga kita digolongkan sebagai orang yang beriman, dan orang yang beriman itu bukanlah mereka yang suka mencaci maupun melaknat, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ

“Orang yang beriman bukanlah orang yang suka mencela dan mengutuk.”

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ

أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ

اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Masjid yang Didirikan Wali Songo sebagai Sarana Dakwah


Jakarta

Wali songo adalah sembilan wali yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Mereka menggunakan berbagai cara dalam berdakwah, salah satunya dengan mendirikan masjid.

Masjid yang didirikan wali songo ini sekaligus menjadi bukti masuknya Islam di Tanah Jawa. Ada di antaranya yang masih berdiri kokoh hingga kini. Berikut nama masjid yang didirikan oleh wali songo dan sejarahnya.

Masjid yang Didirikan oleh Wali Songo

1. Masjid Agung Demak

Dirangkum dari buku Sejarah Wali Songo karya Zulham Farobi dan Buku Pintar Seri Junior karya M. Iwan Gayo, Masjid Agung Demak adalah masjid yang didirikan oleh wali songo pada 1477 M. Pendapat populer lain menyebut tahun 1401 Saka. Masjid Agung Demak terletak di Jalan Bintoro, Demak, Jawa Tengah.


Arsitektur masjid ini bercorak Jawa dengan nuansa Islam dan ihsan. Lima pintu masjid melambangkan rukun Islam, sedangkan enam jendela masjid melambangkan rukun iman. Bangunan Masjid Agung Demak merupakan bangunan yang berada di atas lantai batu merah yang juga berfungsi sebagai fondasi bangunan masjid.

2. Masjid Menara Kudus

Dirangkum dari Buku Pintar Seri Junior, Masjid Menara Kudus adalah masjid yang didirikan oleh Sunan Kudus sebagai upaya penyebaran Islam. Masjid yang didirikan pada 1549 M ini awalnya diberi nama Masjid Al-Aqsa atau al-Manar, wilayah sekitarnya disebut Kudus.

Masjid yang terletak di daerah Loran ini kemudian dikenal dengan Masjid Menara Kudus. Sebab, terdapat sebuah beduk raksasa yang dipasang di atas menara masjidnya.

3. Masjid Agung Sunan Ampel

Dirangkum dari buku Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia karya Abdul Baqir Zein, Masjid Agung Sunan Ampel didirikan oleh Raden Rahmat atau Sunan Ampel bersama para santrinya pada 1421 M. Masjid Agung Sunan Ampel terletak di Kelurahan Ampel, Pabean Cantikan, Surabaya, Jawa Timur.

Masjid ini memiliki empat tiang yang menyangga atap yang bersusun tiga. Hal ini menjadi ciri khas arsitektur masjid di Jawa, yang mengandung arti Islam, iman, dan ihsan. Selain itu, ciri khas Masjid Agung Sunan Ampel juga terletak pada menaranya.

4. Masjid Sunan Giri

Merujuk pada buku Walisongo: Sebuah Biografi karya Asti Musman, Sunan Giri mendirikan masjid di atas bukit yang bernama Kedaton Sidomukti. Namun, pada 1544 M cucu ketiga Sunan Giri memindahkan Masjid Sunan Giri ke Makam Sunan Giri.

Masjid Sunan Giri mendapatkan perbaikan karena kerusakan akibat gempa pada 1950. Terdapat beberapa ciri khas yang dimiliki Masjid Sunan Giri, seperti pintu gapura masjid yang menyerupai Candi Bentar, ornamen cantik dengan gaya Majapahit, hingga pintu masuk ruang haram pria yang berbentuk mirip Padu Aksara yang dihiasi huruf Arab di sekeliling atas pintu.

5. Masjid Sunan Bonang

Dirangkum dari buku Sunan Bonang: Wali Keramat karya Asti Musman, Sunan Bonang membangun Masjid Sunan Bonang sebagai tempat untuk berdakwah. Masjid yang dipercayai sebagai peninggalan Sunan Bonang yang terletak di Desa Bonang, Lasem ini berjarak 50 meter dari makam Sunan Bonang.

Masjid Sunan Bonang ini telah mengalami dua kali renovasi, yaitu pada 2013 dan 2016. Masjid asli berdampingan dengan bangunan masjid baru yang disebabkan oleh perluasan karena masjid lama tidak bisa menampung jemaah dalam jumlah yang besar.

Bangunan lama Masjid Sunan Bonang masih dipertahankan dengan menata kembali batu bata yang digunakan pada masjid aslinya. Namun, temboknya ditutup dengan keramik sehingga terkesan seperti bangunan baru.

Satu-satunya bagian bangunan yang masih asli yaitu empat tiang penyangga bangunan yang terletak di tengah ruangan. Bangunan yang didominasi cokelat kemerahan ini dipadu dengan ornamen warna emas.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Soal Pemimpin yang Disenangi Rakyat


Jakarta

Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Agar disenangi oleh rakyat, pemimpin harus memiliki gaya kepemimpinan seperti Rasulullah SAW.

Anwar Zain dalam buku Manajemen Pendidikan: Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Akreditasi, mengatakan ada empat hal yang melekat pada diri Rasulullah SAW sehingga ia disenangi oleh pengikutnya. Empat hal itu adalah siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tablig (menyampaikan amanah), dan fathonah (cerdas).

Sifat-sifat itu juga bisa dijadikan patokan oleh umat Islam dalam memilih seorang pemimpin. InsyaAllah dengan memiliki sifat tersebut, ia bisa menjadi pemimpin yang adil sebagaimana yang kita harapkan.


Naskah khutbah Jumat kali ini akan membahas soal bagaimana menjadi pemimpin yang disenangi oleh rakyatnya. Naskah ini diambil dari laman Muhammadiyah yang ditulis oleh Ilham.

Naskah Khutbah Jumat Tema Pemimpin yang Disenangi Rakyat

Khutbah I

أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّاللَّهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ

فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang dengan kasih sayang-Nya, kita dapat berkumpul di tempat ibadah ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabat-sahabatnya.

Sebagai umat manusia yang diberikan amanah dan tugas oleh Allah, kita dipanggil untuk merenungi peran kita sebagai khalifah di bumi. Al-Quran mengajarkan kepada kita bahwa Allah berfirman,

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.'” (QS. Al-Baqarah: 30).

Ayat suci ini mengingatkan kita bahwa Allah memberikan tanggung jawab besar kepada umat-Nya untuk memakmurkan bumi. Namun, tanggung jawab ini tidak hanya sebatas menjaga alam, melainkan juga memimpin diri sendiri dan orang lain menuju kebaikan.

Setiap individu di antara kita memiliki peran sebagai pemimpin, sekecil apapun itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin” (HR. Bukhari 6605). Oleh karena itu, kita perlu memahami bahwa keberhasilan atau kegagalan dalam memenuhi tugas sebagai khalifah akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Sebagai pemimpin, tugas kita bukan hanya menjaga alam dan sumber daya, melainkan juga menjaga akhlak, keadilan, dan kesejahteraan sosial. Allah menciptakan kita dengan akal, sehingga kita dapat menggunakan kebijaksanaan dan keadilan dalam menjalankan amanah ini.

Jamaah Jumat yang berbahagia!

Penting bagi kita untuk memahami bahwa kepemimpinan bukanlah sekadar posisi formal, melainkan sebuah tanggung jawab besar yang membutuhkan keahlian dan integritas. Apalagi pemimpin dalam sebuah negara yang besar, tanggung jawabnya semakin mendalam dan kompleks.

Rasulullah Saw bersabda,

فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya (HR. Bukhari 6605).

Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk memiliki keahlian di bidangnya. Rasulullah Saw telah memberikan nasihat yang bijak,

فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR Bukhari dan Muslim).

Ini adalah peringatan agar pemimpin memahami batas keahliannya dan tidak memberikan tugas atau wewenang kepada mereka yang tidak berkompeten. Pemberian tanggung jawab kepada yang tidak ahli dapat mengakibatkan rusaknya pekerjaan bahkan organisasi yang dikelolanya.

Kita sebagai umat Islam, terutama yang memiliki peran sebagai pemimpin, perlu menjadikan amanah sebagai prioritas utama. Amanah tidak hanya terkait dengan keuangan, tetapi juga dengan kebijakan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat.

Marilah kita bersama-sama merenungi dan mengintrospeksi diri. Semoga Allah memberikan petunjuk dan kekuatan kepada kita semua untuk menjalankan tugas ini dengan sebaik-baiknya.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah!

Pemimpin harus mengutamakan, membela dan mendahulukan kepentingan umat, menegakkan keadilan, melaksanakan syari’at, berjuang menghilangkan segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah, sebagaimana Firman Allah SWT.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْاۗ اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Maidah: 8).

Ini adalah petunjuk Allah yang jelas tentang bagaimana seorang pemimpin harus bertindak. Pemimpin harus menjadi pelopor kebenaran, menegakkan keadilan, dan tidak dikuasai oleh kebencian terhadap suatu kelompok. Keadilan adalah pondasi utama dalam kepemimpinan yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hidupnya.

Seorang pemimpin yang mengamalkan keadilan harus membela dan mendahulukan kepentingan umat. Tugasnya bukan hanya sekadar menjalankan amanah formal, tetapi juga berjuang untuk menghilangkan segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah. Dengan demikian, pemimpin akan mampu menjalankan kepemimpinan yang sejalan dengan syari’at Islam.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

Pemimpin yang mampu menjalankan amanahnya dengan penuh tanggungjawab, akan menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw,

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo’akan kalian dan kalian mendo’akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka.” (HR Muslim).

Dalam sabda tersebut, Rasulullah Saw menegaskan pentingnya hubungan yang baik antara pemimpin dan umatnya. Pemimpin yang mencintai dan dicintai oleh umatnya akan membangun fondasi kekuatan yang kuat dan harmonis. Keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya terukur dari pencapaian materi, tetapi juga dari keberhasilannya dalam menciptakan kedamaian dan kebahagiaan di tengah-tengah masyarakat.

Oleh karena itu, pemimpin yang berkomitmen untuk mencintai dan dicintai umatnya harus senantiasa mendengarkan aspirasi rakyat, memberikan solusi yang adil, serta mendoakan kebaikan bagi mereka. Sebaliknya, umat juga memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan mendoakan pemimpinnya agar senantiasa mendapat petunjuk dari Allah.

Marilah kita sebagai umat Islam, baik sebagai pemimpin maupun sebagai rakyat, bersatu padu dalam membangun kepemimpinan yang penuh kasih sayang, keadilan, dan berkah. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga kita semua mampu menjalankan peran sebagai khalifah dengan baik.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ

بَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Nama Asli, Asal Usul dan Media Dakwahnya


Jakarta

Wali Songo menjadi sosok yang berpengaruh menyebarkan agama Islam. Mereka berdakwah dari Cirebon, Demak, Kudus, Muria, Lamongan, Gresik hingga Surabaya.

Mengutip buku Sejarah Wali Songo yang ditulis Zulham Farobi, Walisongo merupakan nama dewan dakwah atau dewan mubaligh, pergi atau wafat maka akan diganti oleh wali lainnya. Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi budaya Hindu-Budha di Nusantara, lalu diganti dengan kebudayaan Islam.

Wali Songo juga disebut dengan simbol penyebaran Islam di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Peranan mereka sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa juga pengaruhnya kepada kebudayaan masyarakat luas serta dakwah secara langsung.


Daftar Nama Wali Songo

Berikut nama-nama Wali Songo dan penjelasannya yang dilansir dalam Wali Songo: 9 Sunan oleh Noer Ai:

1. Sunan Maulana Malik Ibrahim

Syekh Maulana Malik Ibrahim memiliki nama lengkap Maulana Makdum Ibrahim as-Samarkandi, diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah.

Versi lainnya Sunan Maulana Malik Ibrahim juga dikenal sebagai Syekh Maghribi atau Sunan Gresik ini berasal dari daerah Maghreb (Afrika Utara).

Ada juga berpendapat dari Gujarat, dari Campa, bahkan berdasarkan baris kelima prasasti di makam Beliau, mengatakan Sunan Maulanan Malik Ibrahin dari Kashan, Iran.

Sunan Maulanan Malik Ibrahin berdakwah dengan cara budi bahasa yang santun dan akhlak mulia, tidak menentang agama dan percayaan penduduk asli, karena cara-cara baik inilah banyak masyarakat yang tertarik dan masuk islam.

2. Sunan Ampel

Sunan Ampel anak tertua Sunan Maulana Malik Ibrahim, menurut babad tanah Jawa, nama asli Sunan Ampel adalah Sayyid Ali Ramatullah, dengan nama semasa kecilnya Raden Rahmat.

Sunan Ampel diperkirakan lahir pada tahun 1401 M, di Campa kerajaan Islam kuno di daerah Vietnam Selatan, versi lainnya di Kamboja, dan ada juga berpendapat Campa terletak di Aceh, sekarang bernama Jeumpa.

Dilansir oleh Masykur Arif dalam buku berjudul Wali Sanga: Menguak Tabir Kisah Hingga Fakta Sejarah, jelaskan metode dakwah pertama Sunan Ampel unik dengan membuat kerajinan berbentuk kipas yang terbuat dari akar tumbuhan dianyam bersama rotan.

Kemudian kipas tersebut diberikan kepada para penduduk secara gratis, dengan syarat harus mengucapkan dua kalimat syahadat.

Para warga tampak senang menerima kipas itu, sebab akar yang dianyam bersama rotan bisa menyembuhkan mereka yang terkena penyakit batuk dan demam.

Metode ini terus dilakukan Sunan Ampel, hingga dia berada di Desa Kembangkuning, lalu membuka hutan dan mendirikan masjid disana.

3. Sunan Bonang

Sunan Bonang putra dari Sunan Ampel dan Dewi Condrawati, lahir tahun1465 M mempunyai nama asli Syekh Maulana Makdum Ibrahim. Hal ini dilansir dalam buku Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim) yang ditulis Yoyok Rahayu Basuki.

Cara dakwah Sunan Bonang dengan akulturasi budaya, penamaan unsur-unsur islami tanpa mengubah budaya atau kebiasaan masyarakat yang ada sebelumnya.

Sunan Bonang juga menggunakan pertunjukan wayang dan permainan Gamelan Bonang untuk menarik perhatian warga sekitar dan menjadi media dalam berdakwah.

4. Sunan Drajat

Sunan Drajat memiliki nama asli Raden Qasim dengan gelar Raden Syarifudin, lahir pada tahun 1470 M, anak kandung dari Sunan Ampel, serta saudara laki-laki Sunan Bonang.

Sunan Drajat dikenal pemuda cerdas, ketika dewasa telah mendirikan pesantren Dalem Duwur, di Desa Drajat, Paciran, Kabupaten Lamongan.

Metode dakwah Sunan Drajat mendirikan rumah penampuangan anak yatim-piatu atau orang yang tidak mempunyai rumah, kemudian perlahan berubah menjadi pesantren untuk menyebarkan Islam.

Sunan Drajat suka memberikan solusi dalam kehidupan, nasehat-nasehat yang disesuaikan dengan ajaran Islam, serta menyebarkan Islam melalui kesenian seperti syair atau tembang-tembang yang diiringi alat musik tradisional.

5. Sunan Giri

Profil Sunan Giri yang dilansir oleh Alik Al-Adhim dalam buku berjudul Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, Sunan Giri lahir pada tahun 1442 M di Blanbangan, Jawa Timur.

Sunan Giri putra Syekh Maulana Ishaq atau saudara kandung Sunan Gresik, dengan begitu Sunan Giri masih saudara sepupu dengan Sunan Ampel.

Metode Dakwah Sunan Giri dengan menciptakan karya seni, seperti lagu berbahasa jawa Asmarandana dan Pucung, dan permainan anak-anak lir-ilir, cublak-cublak suweng.

6. Sunan Kudus

Sunan Kudus putra dari Raden Ustman Haji dengan Syarifah. Nama asli Sunan Kudus adalah Ja’far Shodiq.

Sunan Kudus memiliki gelar Waliyyul Ilmi karena memahami berbagai ilmu agama, seperti ilmu tauhid, hadis, ilmu fiqih, sastra mantiq, usul.

Metode dakwah Sunan Kudus melalui kesenian, yaitu Gending Maskumambang dan, Mijil.

Cara dakwah lainnya menggunakan simbol budha dalam arsitektur bangunan Masjid Menara Kudus, serta memanfaatkan seekor sapi yang diberi nama Kebo Gumarang.

7. Sunan Kalijaga

Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Mas Said, beliau lahir tahun 1450 M merupakan putra dari Ki Tumenggung Wilatikta, dan ibunya Raden Mas Jumanten Retna Dumilah Nawangrum.

Metode dakwah Sunan Kalijaga menjadi dalang dan menciptakan beberapa lakon pewayangan, berjudul Dewi Ruci, Jimat Kalimasada, Petruk Dadi Ratu.

Serta membuat alat pacul sebagai pengolah tanah, ani-ani alat pemotong padi, dalam dunia seni Sunan Kalijaga membuat lagu berjudul Kidung Tengah Wengi, Lir-ilir, Sluku-Sluku Batok, dan Turi-Turi Putih.

8. Sunan Muria

Profil Sunan Muria yang ditulis oleh Yandi Irshad Badruzzaman dalam buku berjudul Tasawuf Dalam Dimensi Zaman : Definis, Doktrin, Sejarah,dan Dinamika keutamaan, dijelaskan bahwa nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Sa’id.

Metode dakwah Sunan Muria sama seperti Sunan Kalijaga menyebarkan Islam melalui pendekatan budaya, seperti Sunan Muria suka menggelar lakon Carangan Dewa Ruci, Dewa Srani, Jamus Kalimasada, Begawan Ciptaning,Semar Ambrangan Jatur.

9. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati mempunyai nama asli Syarif Hidayatullah atau Syarif Al-Kamil, lahir tahun 1448 M, oleh dari pasangan Syarif Abdullah Umdatudin bin Ali Nurul Alam dan Nyai Rara Santang atau Syarifah Mudaim.

Metode dakwah Sunan Gunung Jati diantaranya Gamelan Sekaten atau Gamelan Syahadatan, masyarakat bila ingin menonton ini cukup bayar dengan dua kalimat syahadat “Ayshadu An-la ilaha illallah, Wa Ayshadu Anna Muhammadar Rasulullah”.

Demikian 9 nama Wali songo, mulai dari tanggal kelahirannya hingga metode dakwah yang mereka terapkan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Bukti yang Diingkari



Jakarta

Jika dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang ditunggu umat Yahudi dan umat Kristen, mungkin banyak dari kalangan umat Islam akan setuju, mengingat dalam Al-Qur’an memang terdapat ayat-ayat yang menyatakan kalau kedatangan Nabi Muhammad SAW. sebenarnya sudah diberitakan dalam kitab-kitab suci pendahulunya, seperti Taurat dan Injil.

Sebagaimana tersebut dalam surah As Shaf ayat 6 yang artinya, “Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini adalah sihir yang nyata.’ Inilah pengingkaran yang hakikatnya mereka sudah mengetahui akan kedatangan utusan Allah SWT yang terakhir dan menyempurnakan.

Tapi, jika dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang juga ditunggu umat Hindu? Kalimat itu pasti mengejutkan bagi kebanyakan umat Islam maupun umat Hindu, bahkan mungkin bagi umat di luar kedua agama itu. Betapa tidak, syariat dari dua agama itu sangat jauh berbeda.


Adalah Pundit Vaid Parkash professor bahasa dari Allahabad University di India yang juga menjadi pandita besar kaum Brahmana, dalam salah satu bukunya berjudul “Kalky Autar” atau Avatar (Petunjuk Yang Maha Agung) yang diterbitkan memuat sebuah pernyataan yang sangat mengagetkan kalangan intelektual Hindu.

Prof Pundit Vaid Parkash telah menyerahkan hasil kajiannya kepada delapan pendeta besar kaum Hindu dan mereka semuanya menyetujui kesimpulan dan ajakan untuk menjadi muslim yang telah dinyatakan di dalam buku itu. Semua kriteria yang disebutkan dalam buku suci kaum Hindu (Wedha) tentang ciri-ciri “Kalky Autar” sama persis dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh Rasulullah SAW yang lahir di Makkah.

Adapun petunjuk lainnya saat Khadijah mengajak suaminya menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal. Setelah Rasulullah menceritakan yang dialaminya di gua Hira’ kemudian Waraqah meyakininya dan berkata, “Seandainya aku masih muda dan kuat, dan andai saja aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu. Jika masamu itu aku alami, niscaya aku akan menolongmu sekuat tenaga.” Siapakah Waraqah ini? Dia adalah penganut Nasrani di zaman jahiliah. Dia juga mencatat Alkitab dalam bahasa Ibrani lalu mencatat banyak Injil. Usianya lanjut dan matanya buta.

Kisah pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan pendeta Nasrani Buhaira berawal ketika Nabi SAW yang saat itu berusia 12 tahun, versi lain menyebutkan 9 tahun, ikut berdagang dengan pamannya, Abu Thalib, ke Negeri Syam (Syria). Buhaira awalnya beragama Yahudi namun menjadi rahib Kristen Nestorian. Dia tinggal di kota Bushra, Selatan Syam (sekarang Syria). Dia mendekat, lalu memegang tangan Muhammad SAW. yang masih anak-anak sambil berkata: “Ini adalah pemimpin dunia dan Rasul Tuhan semesta alam, Allah mengutusnya sebagai rahmat bagi alam semesta.”

Bukti-bukti ini yang sudah menjadi kenyataan, namun karena sifat ingkarnya maka mereka tidak mengakuinya dan mereka ini termasuk golongan yang merugi dan sia-sia. Orang yang sering ingkar berarti orang tersebut tidak dapat dipegang ucapannya. Hal ini menjadikan orang lain sulit menaruh kepercayaan terhadapnya. Pengingkaran itu akan terus diikuti dengan kebohongan-kebohongan sebagai dalih pengingkarannya.

Tahukah bahwa pengikut Nabi Muhammad SAW saat ini di dunia, menurut data Global Muslim Population yang dipublikasikan dalam laman Times Prayer, jumlah pemeluk Islam per Jumat (2/2/2024) pukul 13.30 WIB mencapai 2.022.131.798 orang dari 8.088.527.193 jiwa total populasi dunia. Jumlah ini menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah Kristen. Jumlah terbesar kedua dunia dengan perkembangan yang sangat pesat khususnya di negara-negara maju.

Mereka beralih menjadi mualaf bukan karena alasan ekonomi, melainkan karena kebenaran sejati. Pengembangan masjid di USA, Kanada dan negara-negara Eropa terus makin pesat karena konversi dari tempat ibadah agama lain menjadi masjid. Ingatlah bahwa Rasulullah SAW. dalam membangun masyarakat baru dengan pilar pertama yaitu mendirikan masjid. Masjid bagi umat Islam merupakan fondasi membentuk peradaban Islam.

Jumlah pengikut yang berkisar dua milyar dan terus berkembang, apakah masih perlu diingkari atau didustakan? Tentu tidak karena Allah SWT Maha Kuasa dan Maha Berkehendak akan menjalankan takdir-Nya. Dia (Allah SWT) telah menunjukkan kekuatan iman para warga Gaza yang ditindas dan teguh berpegang pada keyakinan, ini berdampak pada penduduk negara-negara maju yang sebelumnya ikut membenci karena propaganda sesat, saat ini membela dan memberi dukungan dan tidak sedikit yang akhirnya menjadi mualaf.

Ya Allah, tunjukkanlah jalan yang benar bagi umat manusia dan kuatkanlah iman kaum muslimin agar bisa memberikan contoh kehidupan sesuai dengan petunjuk-Mu.

***

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Khutbah Idul Adha 2024 dan Contohnya


Jakarta

Khutbah menjadi salah satu ciri khas yang membedakan salat Idul Adha dengan salat sunah lainnya. Khutbah Idul Adha dilaksanakan setelah selesai melaksanakan salat Idul Adha.

Khutbah Idul Adha adalah panduan berharga untuk mengantarkan jamaah pada pemahaman yang lebih mendalam tentang makna di balik ibadah kurban. Melalui khutbah yang penuh hikmah, umat Islam diajak untuk meneladani keteladanan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.

Tata Cara Khutbah Idul Adha

Dikutip dari buku Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV oleh Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib, salat Idul Adha dilaksanakan sebelum khutbah. Maka dari itu, khatib akan melaksanakan khutbah Idul Adha setelah salat sunah dua rakaat Idul Adha.


Saat membawakan khutbah Idul Adha, khatib disyaratkan untuk berdiri (bila mampu). Saat membuka khutbah pertama khatib disunahkan membaca takbir sebanyak sembilan kali.

Setelah menyampaikan khutbah pertama, khatib disunahkan duduk sebentar. Hal ini sesuai dalam hadits, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah yang berkata:

السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين يفصل بينهما بجلوس

“Sunah seorang Imam berkhutbah dua kali pada salat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dan memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-Syafi’i)

Saat memulai khutbah yang kedua, khatib membukanya dengan takbir tujuh kali.

Dikutip dari buku Panduan Lengkap Ibadah Sehari-hari oleh Ustad Syaifurrahman El-Fati, isi khutbah Idul Adha hendaklah mengenai perintah ibadah haji dan berkurban serta hikmah-hikmahnya.

Adapun rukun khutbah Idul Adha yakni:

  1. Memuji Allah
  2. Membaca shalawat
  3. Berwasiat tentang takwa
  4. Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu khutbah
  5. Mendoakan kaum Muslimin pada khutbah kedua

Ketika khutbah sedang berlangsung, jemaah diimbau untuk tenang dan mendengarkan secara seksama. Dengan mendengarkan dengan seksama, jamaah dapat memahami makna pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS, hikmah di balik ibadah kurban, serta pesan-pesan moral yang disampaikan khatib.

Contoh Khutbah Idul Adha

Dikutip dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia, berikut ini adalah contoh khutbah Idul Adha 2024 oleh KH M Cholil Nafis, Ph D, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah:

الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ

الله ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا, وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْراً, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ, لاَإِلهَ إِلاَّالله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ, لَاإِلهَ إِلاَّالله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحمدُ لله ربِّ العالمين، الحمدُ لله الذي بنعمته تتمُّ الصالحات، وبعَفوِه تُغفَر الذُّنوب والسيِّئات، وبكرَمِه تُقبَل العَطايا والقُربَات، وبلُطفِه تُستَر العُيُوب والزَّلاَّت، الحمدُ لله الذي أماتَ وأحيا، ومنَع وأعطَى، وأرشَدَ وهدى، وأضحَكَ وأبكى؛ ﴿ وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا)
فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله َحَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ وَعِيْدٌ شَرِيْفٌ جَلِيْلٌ. قَالَ اللهُ تَعَالى فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الَّرجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الَّرحمن الرحيم. إِنّا أَعْطَيْنَاكَ الكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَالأَبْتَرُ.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Waliilahil Hamd.

Marilah kita senantiasa bersyukur dan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Kita masih diberi nikmat iman dan Islam, kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan berbagai ibadah kepada Allah SWT, termasuk melaksanakan salat Idul Adha pada pagi hari ini.

Kemudian shalawat serta salam, kita haturkan ke pangkuan baginda Nabi Besar Muhammad SAW, seorang manusia mulia dan nabi terakhir yang dipilih Allah SWT untuk menjadi teladah (uswah) bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum muslimin jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Pada pagi hari ini, kaum Muslimin yang menunaikan ibadah haji sebagai tamu Allah SWT, dhuyufurrahman, telah berkumpul melaksanakan wuquf di ‘Arafah dan sedang berada di Mina untuk melaksanakan Jumratul ‘Aqabah. Mereka dengan pakaian ihramnya, berasal dari berbagai belahan dunia.

Mereka datang dengan latar belakang bangsa, ras, warna kulit, budaya dan strata sosial yang berbeda satu sama lain. Namun, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjadi tamu-Nya dan bertauhid meng-Esakan Allah SWT semata.

Bagi kaum Muslimin yang belum memiliki kemampuan menjadi tamu Allah SWT, mereka melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah kurban, sesuai dengan kemampuannya di manapun mereka berada. Ibadah kurban yang dilaksanakan kaum muslimin, sebagai salah satu upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.

Deskripsi kehidupan kaum muslimin ini, menggambarkan interelasi kuat antara orang yang menunaikan ibadah haji, dengan saudara-saudaranya yang tidak pergi ke Baitullah. Oleh karena itu, kita melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah kurban pada hakikatnya sebagai bentuk kesadaran memenuhi perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum Muslimin sidang jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah penting dalam ajaran Islam. Ibadah ini memiliki pondasi kuat dan memiliki akar sejarah panjang dalam tradisi rasul-rasul terdahulu. Ajaran kurban dan praktiknya telah ditunjukkan secara sinergik oleh para nabi dan rasul hingga Nabi Muhammad SAW.

Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai peletak batu pertama ibadah ini. Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS terhadap putranya Nabi Ismail AS merupakan dasar bagi adanya ibadah kurban.

Nabi Ibrahim AS dengan penuh iman dan keikhlasan bersedia untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail, hanya semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT. Peristiwa yang mengharukan ini, dilukiskan dengan indah oleh Allah SWT dalam Al-qur’an surat As-Saffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِيْ المَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَآأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَابِرِيْنَ

“Tatkala anak itu sampai umurnya dan sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. la menjawab, wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih hewan kurban, setiap 10 Dzulhijah dan pada hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Deskripsi historis ini menggambarkan bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah kurban. Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu.

Kesanggupan Nabi Ibrahim AS menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS, bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid). Tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi.

Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah SWT. Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd Kaum muslimin yang berbahagia.

Dalam studi fiqh, kurban sering disebut dengan istilah udhhiyah, karena penyembelihan binatang ternak dilakukan pada saat matahari pagi sedang naik (dhuha). Oleh karenanya, Ibn Qayyim al-Jauziyah memahami makna kurban dengan tindakan seseorang menyembelih hewan ternak pada saat dhuha, guna menghasilkan kedekatan dan ridha Allah SWT.

Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT(taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah merupakan ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah SWT merupakan ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas.

Dalam ibadah kurban, nilai yang paling esensial adalah sikap batin berupa keikhlasan, ketaatan dan kejujuran. Tindakan lahiriyah tetap penting, kalau memang muncul dari niat yang tulus. Sering kita digoda setan agar tidak melaksanakan ibadah kurban karena khawatir tidak ikhlas.

Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin-nya berkata, bahwa setan selalu membisiki kita: “Buat apa engkau beribadah kalau tidak ikhlas, lebih baik sekalian tidak beribadah”.

Ibadah kurban bukan hanya mementingkan tindakan lahiriyah, berupa menyedekahkan hewan ternak kepada orang lain terutama fakir miskin, tetapi yang lebih penting adalah nilai ketulusan guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam beberapa ayat Al-qur’an, Allah SWT memperingatkan bahwa yang betul-betul membuahkan kedekatan dengan-Nya (kurban), bukanlah fisik hewan kurban. Melainkan nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita. Dalam surat al-Hajj ayat 37, Allah SWT menyebutkan:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ

“Tidak akan sampai kepada Allah daging (hewan) itu, dan tidak pula darahnya, tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah takwa dari kamu”.

Penegasan Allah SWT ini mengindikasikan dua hal. Pertama, penyembelihan hewan ternak sebagai kurban, merupakan bentuk simbolik dari tradisi Nabi Ibrahim AS, dan merupakan syi’ar dari ajaran Islam. Kedua, Allah SWT hanya menginginkan nilai ketakwaan, dari orang yang menyembelih hewan ternak sebagai ibadah kurban.

Indikasi ini sejalan dengan peringatan Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk luarmu dan harta bendamu, tetapi Dia melihat hatimu dan perbuatanmu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Usaha mendekatkan diri kepada Tuhan terutama melalui kurban, kita lakukan secara terus menerus. Karena itulah agama Islam disebut sebagai jalan (syari’ah, thariqah, dan shirat) menuju dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Melakukan kurban bersifat dinamis dan tiada pernah berhenti, menempuh jalan yang hanya berujung kepada ridha Allah SWT. Dengan demikian, wujud yang paling penting dari kurban adalah seluruh perbuatan baik.

Sehubungan dengan perintah untuk berkurban di atas, maka Rasulullah SAW setiap tahun selalu menyembelih hewan kurban dan tidak pernah meninggalkannya. Meskipun dari sisi ekonomi beliau termasuk orang yang menjalani hidup sederhana, tidak mempunyai rumah yang indah nan megah, apalagi mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya hanya terbuat dari tikar anyaman daun kurma.

Oleh karena itu, orang Muslim yang telah mempunyai kemampuan untuk berqurban tetapi tidak mau melaksanakannya boleh dikenakan sanksi sosial, ialah diisolasi dari pergaulan masyarakat muslim. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرِبَنَّ مُصَلاَّناَ

“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan menyembelih hewan kurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat salat kita” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd. Kaum muslimin yang berbahagia.

Kalau ibadah kurban dilaksanakan dengan ikhlas demi mengharap ridha Allah SWT, akan memberi hikmah dan manfaat bagi pelakukanya, baik di dunia maupun di akhirat. Di antaranya:

Meningkat keimanan kepada Allah SWT. Ibadah kurban yang dilaksanakan oleh orang muslim dapat melatih kepatuhan dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Orang-orang yang dekat dengan Allah akan memperoleh predikat muqarrabin, muttaqin serta mendapat kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyyah. Pada saat hewan kurban jatuh ke bumi maka saat itulah sifat kebinatangan harus sirna, seperti rakus, serakah, kejam dan penindas.

Menanamkan rasa kasih sayang dan empati kepada sesama. Ibadah kurban dalam Islam tidak sama dengan persembahan (offering) dalam agama-agama selain Islam.

Islam tidak memerintahkan pemujaan dalam penyembelihan hewan, tetapi Islam memerintahkan agar dagingnya diberikan kepada orang miskin agar ikut menikmati lezatnya daging hewan. Sehingga timbul rasa empati, berbagi, memberi, dan ukhuwah islamiyah antar sesama.

Melatih kedermawanan. Ibadah kurban dilakukan setiap tahun secara berulang-ulang sehingga orang yang memberi kurban terbiasa untuk berderma kepada yang lain. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang.

Garis Kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp 505.469,00/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 374.455,00 (74,08 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 131.014,00 (25,92 persen).

Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu’ dan tadharru’, kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamain.

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ السُّعَدَآءِ المَقْبُوْلِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. قَالَ تَعَالى فِي القُرآنِ العَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . قُلْ إِنَّمَا أَنَاْ بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْلِقَآءَ رَبَّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
الخطبة الثانية لعيد الأضحى
الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر

الله أكبر كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ الله ُعَنَّا وَعَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكاَمُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ. يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيْنَ

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Materi Kultum Singkat yang Menarik Sebagai Renungan Kehidupan


Jakarta

Kultum merupakan singkatan dari “kuliah tujuh menit”. Setiap kegiatan ceramah yang dilakukan dengan durasi relatif sebentar dianggap sebagai kultum.

Dalam perkembangannya, kultum bukan hanya dilakukan saat bulan Ramadhan saja, tetapi juga dalam banyak acara keagamaan dengan durasi yang tidak membutuhkan waktu panjang.

Kultum merupakan salah satu variasi dalam menyampaikan dakwah atau bentuk ajakan kepada orang lain dalam hal kebaikan, seperti untuk mempelajari agama Islam. Allah SWT berfirman dalam surah Fussilat ayat 33,


وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”

Maka, untuk mengamalkannya, ada baiknya jika kita mampu menyebarkan secara lisan melalui beberapa kultum singkat berikut ini, baik pada sebuah pertemuan secara langsung ataupun kita sebarkan melalui media-media digital saat ini.

5 Materi Kultum Singkat Menarik untuk Renungan

Berikut adalah beberapa kultum singkat yang bisa dijadikan renungan untuk kehidupan. Kultum singkat ini dirujuk dari buku Materi Kultum Ustadz Milenial yang disusun oleh Ust. Haidar Musthofa, dan buku Berkaca Pada Jiwa yang disusun oleh Prito Windiarto dkk.

1. Kekurangan Adalah Anugerah

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah rabbil ‘alamin, wassalatu wassalamu ‘ala ashrafil anbiya’i wal mursalin, sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Hadirin yang dirahmati Allah, kali ini saya akan mengajak Anda belajar bersama-sama tentang kekurangan yang kita miliki yang sebenarnya adalah anugerah.

Alkisah, suatu hari, sebuah toko hewan peliharaan memasang iklan yang menarik perhatian anak-anak, bertuliskan “Dijual Anak Anjing.” Seorang anak laki-laki pun datang ke toko dan bertanya, “Berapa harga anak anjing yang dijual?”

Pemilik toko menjawab, “Harganya antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000.”

Anak itu merogoh saku dan mengeluarkan uang, “Aku hanya punya Rp 275.000. Bolehkah aku melihat anak anjing-anjing itu?”

Pemilik toko tersenyum dan memanggil anjing-anjingnya. Tak lama kemudian, muncul anjing bernama Lady dengan lima anak anjing yang berlari-lari di toko. Namun, ada satu anak anjing yang tampak tertinggal, berlari pelan.

Anak itu menunjuk anak anjing yang berbeda dari yang lain dan bertanya, “Kenapa anak anjing itu lambat?”

Pemilik toko menjelaskan bahwa anak anjing itu memiliki kelainan di pinggulnya dan akan tetap cacat seumur hidupnya.

Anak lelaki itu kemudian berkata, “Aku ingin membeli anak anjing yang cacat itu.”

Namun, pemilik toko mencoba menasehati, “Jangan beli anak anjing itu. Dia tidak bisa berlari cepat dan tidak bisa bermain seperti anak anjing lainnya.”

Tetapi anak laki-laki itu tetap teguh, “Aku tetap ingin membeli anak anjing itu. Saya akan bayar penuh. Saat ini saya hanya punya Rp 275.000, tapi setiap hari saya akan mengangsur Rp 5.000 sampai lunas.”

Pemilik toko menolak, “Aku rasa kamu tak perlu membeli anak anjing yang cacat itu. Dia tidak bisa bergerak seperti anak anjing lain.”

Anak itu terdiam, lalu ia menarik celana panjangnya. Ternyata, ia juga memiliki kaki yang cacat. Ia berkata, “Tuan, aku pun tidak bisa berlari cepat atau bermain seperti anak laki-laki lain. Jadi, aku tahu anak anjing ini membutuhkan seseorang yang memahami dan peduli terhadap keadaannya.”

Hadirin, Allah SWT tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya, laa yukallifullahau nafsan illaa wu’ahaa.

Jika kita diciptakan dengan kekurangan, itu berarti kita dipercaya oleh Allah untuk menghadapi tantangan tersebut. Karena pada hakikatnya, setiap manusia tentu menginginkan kesempurnaan, bukan?

Namun, ketika kita memiliki kekurangan, Allah pasti juga memberikan kelebihan lain kepada kita, meskipun mungkin kita belum menyadarinya. Terkadang, ada cara-cara yang mungkin terlihat aneh bagi akal manusia, tetapi ternyata bisa terbukti dan bermanfaat.

Jika kita belum menemukan kelebihan itu, mari terus menggali potensi yang ada dalam diri kita. Ingatlah, kekurangan yang kita miliki sebenarnya adalah bagian dari anugerah Allah yang harus kita syukuri.

2. Awas, Mulutmu Harimaumu!

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Innalhamdalillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastaghfiruhu wa nastahdihi wa na’udzubillahi min syururi anfusina wa min sayyi’ati a’malina, man yahdihi Allahu fa la mudhilla lahu wa man yudhlil fa la haadiya lah. Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika lah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh. Allahumma salli wa sallim wa barik ‘ala muhammad wa ‘ala aalihi wa sahbihi wa man iqtada bi hudaahu ila yawmil qiyamah. Amma ba’du.

Hadirin yang dirahmati Allah, kadang kala malapetaka bersumber dari lisan. Gara-gara mulut blak-blakan, bisa membuat orang nginep di penjara. Gara-gara mulut blak-blakan, bisa membuat muka hancur tidak karuan.

Gara-gara mulut blak-blakan, keluarga malah jadi taruhan. Makanya ada istilah “mulutmu harimaumu”, “lidah lebih tajam daripada pedang”, “lidah memang tak bertulang”, dan lain sebagainya.

Namun kalau dipikir-pikir, memang begitu kenyataannya. Lidah kita keseleo sedikit saja, bisa jadi urusan serius. Oleh karena itu, kita perlu menjaga lisan, kalau memang kita mengaku umat Nabi Muhammad SAW, kita harus ingat pesan Beliau,

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berbicara hal-hal yang baik, yaitu menjaga lisan, atau kalau memang tidak bisa, lebih baik diam saja.”

Alat komunikasi yang satu ini memang harus dijaga dengan baik. Kalau tidak, bisa jadi rumit. Tapi kadang orang sering lupa, termasuk kita, kalau bicara asal saja, tidak dipikir dulu.

Padahal Islam telah mengajarkan etika bicara. Jika seseorang hendak berbicara, hendaklah dipikir terlebih dulu.

Kalau kita perhatikan, banyak hal yang berhasil tidaknya dan berjalan tidaknya, diukur oleh lisan dan kualitas komunikasi kita. Seorang marketer bisa mendapatkan nasabah, umumnya ditentukan oleh kualitas komunikasinya.

Semakin bagus kualitas komunikasi si marketer, semakin besar peluang keberhasilannya. Sebaliknya, jika kualitas komunikasi si marketer buruk, jangan harap ia akan mendapatkan nasabah.

Jika ada orang yang sakit hati karena lisan kita, sungguh kita telah berdosa. Untuk mendapatkan ampunan dosa tersebut, tidak cukup hanya memohon ampun kepada Allah SWT, karena selain berdosa kepada Allah SWT, kita juga berdosa kepada orang yang sudah disakiti hatinya.

Makanya jangan menganggap hal ini sepele. Lisan liar bisa membuat kebaikan terbakar. Lisan kotor bisa membuat hati juga gersang. Ingat pesan Nabi SAW, seorang hamba yang beriman hendaknya berkata/berbicara yang baik-baik, yang diridai oleh Allah SWT, karena dengan hal tersebut ia akan ditinggikan derajatnya.

Sebaliknya, seorang hamba yang suka berbicara dengan perkataan yang sangat dibenci oleh Allah, maka ia akan ditempatkan di neraka Jahanam. Terlebih lagi kalau orang sudah kebiasaan bicara yang kurang elok, seperti **lol, b***, dan lain sebagainya.

Perlu diketahui, bahwa alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya, merespon apa pun yang dilakukan oleh manusia, termasuk ucapannya. Misalnya ada seseorang yang di halaman depan rumahnya ada satu pohon mangga, mangganya tidak pernah berbuah dan setiap hari hanya berhasil merontokkan daun-daunnya.

Oleh karena itu, orang tersebut setiap hari harus membersihkan rontokan daunnya. Sambil menyapu dia selalu mengumpat, “Kau ini tidak mau berbuah, bisanya cuma bikin cape saja.” Terus-terusan dia melancarkan umpatan-umpatannya.

Sampai akhirnya pohon tersebut malah lebih sering dan lebih banyak rontok daun-daunnya. Selanjutnya, rontoklah ranting-rantingnya dan satu cabang besarnya patah menimpa rumahnya.

Oleh karena itu, kita harus selalu ingat, bahwa “mulutmu harimaumu!”

3. Mencari Solusi dengan Memberi

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahi hamdan kasiran kama amar, fantahuu ‘amma naha ‘anhu wa hazzara. Asyhadu alla ilaha illallahal wahid al-Qahhar, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuluhu sayyidu al-abrar. Fasalawatu allahi wa salamuhu ‘alayhi wa ‘ala aalihi wa sahbihi wa man tabi’a hudahuu ila yawmil ba’thi wal nusyuuri. Amma ba’du.

Hadirin yang dimuliakan Allah, ternyata untuk mencari solusi dari rumitnya masalah yang menyelimuti kehidupan kita, tidak harus selalu dengan upaya dan kerja keras untuk mendapatkan semua yang kita inginkan untuk keluar dari masalah tersebut, tetapi juga bisa dengan memberikan sebagian dari apa yang dikaruniakan kepada kita.

Suatu hari, dua anak kecil yang bersaudara tampak sibuk di pojok halaman rumah. Salah satu dari mereka tampak membungkuk, seolah sedang mencoba mengambil sesuatu dari dalam sebuah lubang kecil, sementara adiknya tampak serius memperhatikan sambil sesekali menengok ke arah lubang itu. Tangan kanannya erat memegang ranting kecil.

“Dapat, Kak?” tanya sang adik dengan penuh rasa ingin tahu.

“Belum, Dik. Lubangnya dalam sekali,” jawab sang kakak, yang masih mencoba memasukkan tangannya lebih dalam ke dalam lubang.

Ternyata, kedua anak itu sedang berusaha mengambil bola pingpong yang terjatuh ke dalam lubang. Kini giliran sang adik yang mencoba mencari-cari dengan rantingnya, berharap bola pingpong itu bisa tersangkut di ujung ranting dan keluar dari lubang. Namun, selalu saja ia gagal.

Melihat kebingungan anak-anaknya, sang ibu mendekat dan bertanya dengan penuh perhatian. Setelah melihat mereka, sang ibu mengangguk pelan.

“Belum berhasil, Nak?” tanya sang ibu dengan lembut, memberikan isyarat kehadirannya.

“Belum, Bu. Lubangnya dalam sekali,” jawab kedua anak itu, tampak kecewa.

Dengan bijak, sang ibu berkata, “Nak, coba isikan air ke dalam lubang itu! Nanti bola itu akan keluar dengan sendirinya.”

Hadirin yang dirahmati Allah, dalam hidup kita, sering kali kita menghadapi masalah yang terasa seperti mencoba mengeluarkan sesuatu dari lubang yang dalam dan gelap. Dalam menghadapi masalah tersebut, kita memerlukan cara yang bijaksana agar apa yang kita inginkan bisa tercapai dengan lebih mudah.

Namun, tidak semua orang memahami bahwa solusi untuk masalah hidup tidak selalu terletak pada upaya kita untuk “mengambil” sesuatu, tetapi lebih kepada semangat untuk memberi.

Ketika kita memberikan sesuatu, baik itu waktu, perhatian, atau usaha, maka kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan. Dengan memberi, kita malah bisa memperoleh solusi yang lebih baik untuk masalah yang kita hadapi.

Tepat sekali apa yang diucapkan oleh sang ibu kepada kedua anaknya, “Penuhi lubang dengan air, maka ia akan memberimu bola!” Oleh karena itu, jangan pernah letih dengan pekerjaan memberi, karena dengan memberi, setiap langkah kita selalu diringi dengan solusi. Ingat sabda Nabi SAW:

“Salah satu hamba Allah yang akan diberikan keberkahan dan kebahagiaan hidup adalah mereka yang dermawan.” (HR. Ad-Darimi)

4. Jangan Pernah Abaikan Peran Orang Lain

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahilladzi khalaqal mawta wal-hayatal liyabluwakum ayyukum ahsanu’amala. Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika lahu, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuluhu la nabiyya ba’dahu. Allahumma salli wa sallim ‘alannabiyal alamiin sayyidina muhammad rasulin kariim wa ‘ala aalihi wa sahabatihi ajma’in, wa man ittaba’a hudahu ilayawmiddin. Amma ba’du.

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Alkisah, ada dua orang lelaki yang selamat dari kapal karam dan terdampar di sebuah pulau kecil yang sepi setelah terjebak dalam badai besar. Mereka hanya memiliki satu cara untuk bertahan hidup, berdoa kepada Allah SWT. Mereka sepakat untuk tinggal terpisah di dua sisi pulau dan masing-masing akan berdoa untuk kebutuhan mereka sendiri.

Lelaki pertama mulai memanjatkan doa agar diberikan makanan, dan keesokan harinya ia mendapati sebuah pohon buah-buahan tumbuh di dekat tempat tinggalnya. Sementara itu, di sisi pulau tempat lelaki kedua tinggal, tidak ada perubahan sama sekali.

Beberapa hari kemudian, lelaki pertama berdoa agar diberikan seorang istri. Tak lama setelah itu, sebuah kapal karam dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang terdampar di sisi tempat lelaki pertama tinggal. Sedangkan lelaki kedua, meski telah berdoa, tidak merasakan adanya perubahan dalam hidupnya.

Begitu seterusnya, lelaki pertama terus berdoa dan menerima beragam kenikmatan, mulai dari rumah, pakaian, hingga makanan. Semua doanya dikabulkan Allah SWT, sementara lelaki kedua tetap tidak mendapatkan apa-apa.

Pada akhirnya, lelaki pertama memutuskan untuk berdoa agar diberikan sebuah kapal, agar ia dan istrinya bisa meninggalkan pulau tersebut. Tidak lama kemudian, kapal tersebut memang muncul dan siap untuk mengantarkan mereka pergi.

Namun, ada sebuah rahasia yang belum diketahui oleh lelaki pertama. Anda tahu? Ternyata, doa yang dipanjatkan oleh lelaki kedua bukanlah doa untuk dirinya sendiri, melainkan doa untuk kebaikan lelaki pertama. Ia berdoa agar segala permintaan lelaki pertama dikabulkan.

Itulah kebanyakan dari kita, setelah kita telah meraih kesusksesan, kita kadang lupa bahwa ada peran orang lain yang mungkin tidak pernah kita sangka ternyata sangat berperan dalam langkah kita menuju kesuksesan.

Allah SWT telah mengajarkan kepada kita di dalam Al-Qur’an untuk berdoa, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi untuk orang lain dan orang-orang terdahulu dari kita.

وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh Engkau Maha Penyantun dan Maha Penyayang.” (Al Hasyr: 10)

Hadirin yang dirahmati Allah, begitu indah dan dalam makna doa yang kita panjatkan. Jika kita teliti, doa untuk diri sendiri biasanya hanya berisi permohonan ampunan dari Allah SWT, sementara doa untuk orang lain, terutama bagi mereka yang lebih dahulu beriman, menunjukkan sebuah kedalaman hati yang luar biasa.

Dalam doa tersebut, kita juga meminta agar hati kita disatukan dalam kebersihan dan ketulusan, tanpa ada perasaan kedengkian atau iri hati terhadap sesama. Kebersihan hati ini bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kebaikan bersama.

Rasulullah SAW pun mengajarkan kepada kita untuk mendoakan saudara kita di saat tidak diketahui oleh orang lain, terutama untuk orang yang kita doakan. Lisan orang berdoa untuk saudaranya adalah wasilah agar doa tersebut dikabulkan oleh Allah SWT.

“Tidaklah seorang muslim berdoa untuk saudaranya dalam kondisi tidak ada orang yang mengetahuinya, kecuali malaikat yang diutus mengatakan kepadanya, ‘Dan bagimu apa yang engkau minta untuk saudaramu.” (HR. Muslim)

Kehadiran malaikat yang mengaminkan permohonan seseorang sebagaimana permohonan orang tersebut kepada saudaranya, mengandung makna lain, bahwa doa tersebut diucapkan kembali kepada diri sendiri. Mendoakan orang lain, menunjukkan perhatian kita kepada orang lain.

Sikap kepedulian dan empati ini yang dianjurkan oleh Islam. Maka, mendoakan orang lain secara tidak langsung menghilangkan perasaan keegoisan dalam diri.

Seseorang yang kerap mendoakan orang lain akan lebih dekat dengan realita hidup dan lebih sadar dengan keterbatasan sebagai hamba-Nya. Mereka lebih merasakan syukur yang lebih dalam daripada kondisi diri yang dialami, karena melihat kondisi orang lain yang lebih berat.

5. Hargailah Waktu, Maka Waktu pun akan Memberi Penghargaan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ya nabi salam alaika,
Ya Rasul salam alaika,
Ya habib salam alaika,
Shalawatullah alaika.

Sungguh sangat singkat Allah mengutus Rasul kita tercinta di muka bumi, baginda Nabi Muhammad SAW, tapi betapa luar biasanya yang beliau kerjakan dalam waktu yang sangat singkat itu, memberikan dampak perubahan yang besar bagi umat manusia.

Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat menghargai waktu. Setiap detik dalam hidup beliau digunakan dengan penuh makna, tidak ada yang sia-sia. Setiap langkah dan perbuatan beliau bernilai ibadah, yang layak mendapatkan cinta dan penghargaan dari Allah SWT.

Sebagai umat yang mencintai Rasulullah, kita diajak untuk meneladani sikap beliau dalam mengelola waktu. Hidup di dunia ini sangat singkat, bahkan usia kita lebih singkat lagi.

Pernahkah kita merenung sejenak, untuk apa saja waktu yang telah berlalu? Apakah kita menggunakannya untuk beribadah kepada Allah, ataukah hanya untuk memuaskan keinginan duniawi semata?

Hidup kita di dunia ini hanya sementara, sebuah tempat persinggahan untuk mempersiapkan bekal menuju kehidupan yang kekal, yaitu akhirat. Jika kita diberi umur 63 tahun, dan dalam waktu itu kita mengisinya dengan amal kebaikan dan ibadah kepada Allah, maka nikmatilah surga yang penuh dengan kenikmatan sebagai ganjaran atas setiap amal yang kita kerjakan.

Ibadah kita di dunia ini mungkin terasa singkat, namun balasannya sangat luar biasa, berlipat ganda. Sebaliknya, jika kita menghabiskan waktu hidup dengan kemaksiatan, meskipun hanya dalam waktu yang singkat, itu bisa menjadi sebab kita terjerumus ke dalam azab neraka yang kekal.

Oleh karena itu, marilah kita bijak dalam memanfaatkan waktu yang telah diberikan Allah SWT, agar kita tidak termasuk dalam golongan yang merugi.

Benarlah firman Allah SWT dalam surat Al-Ashr,

وَالْعَصْرِۙ ۝١ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ ۝٢ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ۝٣

Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali bagi orang- orang yang beriman dan beramal sholeh, dan nasihat menasihati dalam hal kebaikan, serta nasihat menasihati dalam kesabaran.”

Orang-orang yang merugi adalah mereka yang menyia-nyiakan waktu hidupnya dengan hal-hal yang dapat menjerumuskan ke dalam neraka. Mereka seringkali tidak percaya bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan balasan, atau bahkan lebih parah lagi, mereka yang menganggap bahwa tidak ada kehidupan setelah mati.

Banyak di antara kita yang terpedaya oleh kehidupan duniawi, menganggapnya sebagai tujuan utama, dan menghalalkan segala cara untuk meraih kesenangan sesaat. Dalam pengejaran kenikmatan dunia, mereka melupakan kematian dan kehidupan setelahnya.

Tidak sedikit pula yang merasa waktu mereka masih panjang, dengan alasan usia muda, sehingga menunda-nunda untuk melakukan kebaikan. Padahal, siapa yang bisa menjamin bahwa umur kita masih panjang? Kita mungkin merasa sehat dan bahagia saat ini, tetapi kematian bisa datang kapan saja, bahkan dalam keadaan yang tak terduga.

Seseorang bisa saja meninggal di usia muda, meskipun tampak sehat dan penuh energi. Ajal tidak mengenal usia atau kondisi fisik; ia bisa datang kapan saja, di mana saja, dan dengan cara apa saja. Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak menyia-nyiakan waktu, karena setiap detik yang berlalu begitu berharga.

Jika kita benar-benar memahami betapa berharganya waktu, tentu kita tidak akan menyia-nyiakannya. Harta bisa dicari, emas bisa dibeli, namun waktu yang telah terlewat tidak akan pernah bisa kembali. Kita tidak bisa mengulang waktu yang telah hilang, dan meskipun kita menangis dan memohon, masa lalu tidak akan terulang.

Oleh karena itu, mari kita renungkan betapa pentingnya untuk memanfaatkan waktu kita sebaik-baiknya, dengan beribadah kepada Allah SWT, dan mengumpulkan bekal untuk kehidupan yang abadi di akhirat. Jangan tunda kebaikan, karena waktu yang telah berlalu tidak akan bisa kembali.

Dunia itu alam fana, janganlah terlena dengan gemerlapnya. Ada alam yang lebih gemerlap yang sedang menanti kita, yang kekal abadi. Allah SWT akan memanggil hamba yang dicintainya dengan kalimat cintanya,

يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ۝٢٧ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةًۚ ۝٢٨ فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ ۝٢٩ وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ

Arab Latin: “Ya ayyatuhannafsul muthmainnah irji’i ilaa rabbiki radiyatammardiyyah fadkhuli fii ‘ibadii wadkhuli janntii!”

Artinya: “Wahai jiwa-jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati ridho dan diridhoi-Nya. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (Al-Fajr: 27-30)

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Perjuangan yang Gigih



Jakarta

Tanda-tanda kelemahan dan kejumudan kaum muslimin terjadi pada abad ke 6 Hijriyah. Setelah jatuhnya dinasti Saljuk, dunia Islam pecah menjadi beberapa kerajaan kecil di beberapa wilayah. Pada saat itu, dunia Nasrani menunjukkan keberaniannya dengan mencetuskan Perang Salib. Pada masa itu Allah SWT. melimpahkan rahmat karunia-Nya kepada umat Islam dengan munculnya beberapa pemimpin besar yang sanggup mempertahankan kemuliaan dan kejayaan Islam.

Para pemimpin Islam mampu memulihkan kehidupan Islam yang sedang dilanda kerusakan dan menuju keruntuhan. Kaum Nasrani menginginkan penguasaan tempat suci di Palestina. Dengan kekuatan senjata mereka menentang dan menyerang kaum muslimin. Mereka benar-benar mengancam keselamatan kota kelahiran Islam yaitu Mekah dan juga negeri sekitar Syam ( Syiria ). Kaum Salib berhasil menguasai Al-Quds ( Yerusalem ) dan benteng di semua wilayah Syam pada umumnya, kemudian mengarahkan serangan ke kota Rasulullah SAW. yaitu Madinah.

Ingatlah bahwa Allah SWT. akan menolong umat Islam yang saat itu kritis dan telah dilemahkan kaum Salib, hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah Muhammad ayat 7 yang terjemahannya, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”


Maknah ayat di atas adalah : Allah SWT. menyeru orang mukmin, jika mereka membela dan menolong agama-Nya dengan mengorbankan harta dan jiwa, niscaya Ia akan menolong mereka dari musuh-musuhnya. Allah akan menguatkan hati dan barisan mereka dalam melaksanakan kewajiban mempertahankan agama Islam dengan memerangi orang-orang kafir yang hendak meruntuhkannya, sehingga agama Allah itu tegak dengan kokohnya.

Pada saat kritis itulah Allah SWT. mempercayakan kepada para pemimpin yang cakap seperti Imaduddin Atabik Zinki, Nuruddin Mahmud Zinki dan dilanjutkan oleh Shalahuddin Yusuf bin Ayub, Raja Mesir yang dikenal dengan Saladin. Ia adalah pemimpin yang dipersiapkan oleh Yang Kuasa untuk menunaikkan tugas besar dengan memiliki sifat-sifat utama seperti : tegas, kuat tekadnya, ikhlas, tanpa pamrih, berani mati untuk membela kebenaran Allah SWT. bersemangat melawan pembela kekufuran dan kedurhakaan, sanggup memimpin dengan baik, tekun beribadah, berakhlak luhur serta mampu berorganisasi.

Di bawah bendera Shalahuddin, dunia Islam dapat dipersatukan kembali. Islam bersatu dan berjuang melawan Eropa yang telah mengerahkan bala tentara sangat besar, termasuk raja dan para bangsawan, panglima besar untuk melawan dunia Islam. Ketahuilah bagi orang yang takwa seperti sosok Shalahuddin ini akan diberikan jalan keluar, sebagaimana dalam firman-Nya surah at-Thalaq ayat 2 yang terjemahannya, “Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.”

Shalahuddin memanfaatkan penemuan teknologi peperangan yang saat itu telah dicapai umat Islam. Dengan keuletan, kecerdasan berpikir dengan strategi yang tepat, ia berhasil mengalahkan kaum Salib di Hathin pada tahun 583 Hijriyah. Setahun berikutnya Yerusalem jatuh kembali ke tangan kaum muslimin, yang disusul dengan jatuhnya seluruh wilayah Palestina. Itulah janji-Nya untuk memberikan jalan keluar bagi hamba yang bertakwa kepada-Nya.

Saat Paus menyerukan Perang Salib secara besar-besaran, maka seluruh Eropa menyerbu tanah suci. Semua raja dan bangsawan Eropa terjun dalam peperangan, seperti kaisar Frederick, para raja Inggris, Perancis, Sicilia, Leopard raja Austria, Duck von Burgand, Count von Flander, beratus-ratus panglima perang, pembesar pemerintahan Nasrani di Yerusalem dan Palestina, padukan berkuda pilihan. Mereka mengerahkan segala kekuatan dan kesanggupan untuk menguasai kota Yerusalem guna menjamin berkembangnya pemerintahan Nasrani di kota tersebut.

Bagaimana kesudahan atas serangan yang besar tersebut ? Kaisar Frederick mati, Raja-raja Inggris dan Perancis pulang kandang, sedangkan bangsawan dan para panglima perang mereka banyak yang mati dalam peperangan dan mayat mereka dikuburkan di Elia. Kota suci Yerusalem tetap dalam kekuasaan Shalahuddin seperti sediakala. Ingatlah bahwa dunia Nasrani bergerak serentak dan bersatu dalam menghadapi kaum muslimin, namun mereka tidak dapat menggoyahkan kedudukan Shalahuddin. Padahal pasukan Shalahuddin sudah terlampau letih akibat perjuangan yang sangat lama dan banyak menghadapi kesulitan besar, itulah pertolongan Allah SWT.

Kaum muslimin berjuang bertahun-tahun bahu membahu melawan musuh yang amat kuat. Tiada seorang pun dari mereka mengeluh maupun merintih. Mereka tidak pernah absen dan tidak pernah memikirkan keuntungan harta dan kekayaan, jiwa, raga dan lainnya bila mereka mendengar seruan Shalahuddin untuk bertempur di medan perang. Kenapa itu terjadi ? Bagi pasukan muslim yang beriman, tujuan mereka bertempur adalah menggapai syahid. Sehingga pasukan muslimin menjadi berani mati, tanpa lelah, tidak pernah berpikir untuk menyelamatkan diri. Hal ini berbeda dengan mental pasukan lawan. Namun demikian, semua ini adalah skenario dari Yang Maha Kuasa.

Kepatriotan Shalahuddin tidak diragukan karena Ia sosok yang bisa mempersatukan kelompok-kelompok yang berlainan secara ajaib, sekalipun mereka itu terdiri atas berbagai jenis kebangsaan dan ras. Faktor inilah yang menjadikan pasukan kaum muslimin kokoh dan kuat. Makna dari kisah perjuangan kaum muslimin yang dipimpin Shalahuddin adalah :

1. Tetap taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
2. Mempunyai keyakinan yang kokoh bahwa kehidupan akhirat menjadi tujuannya, sehingga dalam bertempur tidak takut mati. Mereka sama sekali tidak berebut harta rampasan apalagi memanipulasi agar memperoleh keuntungan pribadi.

Ya Allah, bimbinglah para pemimpin kami saat ini agar mereka tidak silau dengan pesona maupun gemerlapnya dunia. Berilah cahaya-Mu agar para pemimpin menjalankan amanahnya seperti semangat yang dicontohkan Shalahuddin.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com