Tag Archives: islam

Kesalahan dalam Menjemput Jodoh yang Sering Tak Disadari


Jakarta

Menikah adalah ibadah yang mulia dan termasuk sunnah Rasulullah SAW. Islam mengajarkan bahwa jodoh adalah takdir Allah SWT, namun manusia tetap diperintahkan untuk berikhtiar menjemputnya dengan cara yang benar.

Sayangnya, dalam proses mencari dan menjemput jodoh, banyak kaum muslimin yang secara tidak sadar terjebak dalam kesalahan-kesalahan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Buya Yahya dalam tayangan di channel YouTube-nya yang berjudul “Susah Ketemu Jodoh? Simak Nasehat Buya Yahya” menjelaskan bahwa menjemput jodoh dalam Islam adalah bagian dari ikhtiar ibadah. Namun, dalam prosesnya, banyak orang yang belum juga dipertemukan dengan jodoh yang tepat, bahkan setelah menunggu bertahun-tahun. Bukan karena jodohnya tidak ada, tapi bisa jadi karena ada kesalahan dalam cara menjemputnya.


Kesalahan dalam Menjemput Jodoh

Berikut adalah beberapa kesalahan yang sering tak disadari dalam menjemput jodoh:

1. Tidak Kembali kepada Allah SWT

Buya Yahya menegaskan bahwa jodoh adalah urusan Allah SWT, maka langkah pertama dalam mencarinya haruslah dengan kembali kepada Allah SWT. Banyak orang yang terlalu sibuk mencari jodoh, tapi lupa memperbaiki hubungan dengan Sang Pemberi jodoh.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Talaq ayat 3,

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا
Artinya: Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Sebagai solusi, mulai dengan memperbanyak istighfar dan taubat, kemudian perkuat hubungan dengan Allah SWT lewat tahajud dan dzikir serta berdoa dengan khusyuk. Allah SWT Maha Tahu kapan waktu terbaik untuk mendatangkan jodoh.

2. Menganggap Meminang atau Dipinang Itu Malu

Buya Yahya menekankan juga bahwa tidak ada yang salah dalam meminang atau menyampaikan keinginan untuk menikah, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Selama dilakukan dengan cara yang syar’i dan penuh adab, hal ini boleh menjadi ikhtiar.

Sayangnya, budaya malu, gengsi, atau takut ditolak membuat banyak orang menahan niat baik untuk menikah, padahal Islam telah memberikan jalan.

Dalam Sirah Nabawiyah dikisahkan, “Dulu Khadijah meminang Nabi Muhammad SAW lewat perantara.”
(Sirah Nabawiyah)

3. Tidak Melihat Jodoh di Sekitarnya

Salah satu penyebab seseorang tak kunjung menikah adalah karena akalnya tertutup. Maksudnya, ia tidak mampu melihat peluang jodoh yang sudah ada di sekitarnya karena terlalu fokus pada kriteria yang tinggi, khayalan, atau bayangan yang tidak realistis.

“Bisa jadi jodoh itu adalah orang yang setiap hari kamu lihat, namun tidak kamu sadari. Jangan terlalu banyak menetapkan kriteria,” ujar Buya Yahya.

Terkadang seseorang enggan menerima pinangan karena terlalu perfeksionis, artinya hanya mau menikah dengan orang yang sesuai 100% dengan keinginan.

Ada yang menuntut pasangan harus mapan, tinggi, tampan, cerdas, lucu, dan seterusnya. Akibatnya, jodoh yang baik dan telah datang pun ditolak karena “tidak sesuai standar pribadi”.

Islam tidak memerintahkan kita mencari pasangan sempurna, tetapi pasangan yang baik agamanya, siap membangun rumah tangga, dan punya niat tulus.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Sholat Tapi Masih Maksiat, Apa Artinya Belum Diterima?


Jakarta

Sholat merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim lima waktu dalam sehari. Muslim diajarkan bahwa sholat memiliki banyak keutamaan, salah satunya adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Dalam surat Al Ankabut ayat 45, Allah SWT berfirman:

ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ


Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan (Allah) kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Namun, tidak jarang kita menemukan kenyataan bahwa ada orang yang rajin sholat tetapi masih saja terjerumus dalam berbagai perbuatan maksiat. Lantas, apakah sholat yang dilakukan oleh seseorang yang masih berbuat maksiat berarti tidak diterima oleh Allah SWT?

Rajin Sholat Tapi Masih Maksiat

Mengenai fenomena Muslim yang rajin melaksanakan sholat tetapi masih melakukan maksiat, Muhammad Aqil Haidar, Lc., M.H., Dosen Tafsir dan Bahasa Arab di Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Dirosat Islamiyah Al-Hikmah Jakarta memberikan penjelasan yang penting untuk dipahami, seperti yang dikutip dalam arsip detikhikmah.

Ia menerangkan bahwa sholat tetap menjadi kewajiban mutlak bagi setiap Muslim yang berakal, baligh, dan suci dari haid maupun nifas bagi perempuan.

Beliau menegaskan bahwa meninggalkan sholat tanpa alasan syar’i termasuk perbuatan dosa besar yang tidak dapat dibenarkan. Kewajiban sholat tidak berkaitan dengan apakah seseorang tergolong saleh atau tidak saleh.

Seseorang yang masih melakukan maksiat pun tidak berarti terbebas dari kewajiban mendirikan sholat. Justru dalam keadaan seperti itu, sholat semakin dibutuhkan sebagai benteng dari perbuatan dosa.

Aqil Haidar menjelaskan bahwa sholat memiliki pengaruh yang secara bertahap dapat mengurangi kebiasaan maksiat, meskipun hasilnya tidak terjadi secara instan. Sholat yang dilaksanakan secara konsisten akan membantu menahan diri dari perbuatan keji dan mungkar sedikit demi sedikit.

Beliau juga mengingatkan bahwa kualitas sholat sangat menentukan seberapa besar dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Namun jika belum mampu mencapai sholat yang berkualitas, bukan berarti seseorang boleh meninggalkannya sama sekali.

Seseorang yang masih bermaksiat meski rajin sholat menandakan sholatnya yang belum sempurna. Pasalnya, jika seorang Muslim melakukan sholatnya dengan khusyuk dan benar, maka otomatis dia akan terhindar dari kegiatan-kegiatan maksiat.

Seperti kata Allah di dalam surat Al Ankabut ayat 45 bahwa orang yang sholat maka akan terhindar dari perbuatan munkar atau maksiat.

Motivasi utama sholat adalah mendekatkan diri kepada Allah serta menjaga diri dari perbuatan salah. Jika seseorang benar-benar memahami dan melaksanakan sholat dengan niat yang tulus, maka tidak mungkin sholat berjalan sementara maksiat tetap dilakukan tanpa ada perubahan.

Mengenai diterima atau tidaknya sholat, hal ini dijelaskan di dalam kitab Terjemah Nashaihul Ibad karya Syekh Nawawi bin Al-Bantani. Dalam kitab itu disebutkan Rasulullah SAW pernah menyatakan hal demikian,

عشرة نفر لن يقبل الله تعالى صلاتهم

Artinya: “Sepuluh orang yang sholatnya tidak diterima Allah SWT,”

Dari 10 golongan tersebut, salah satunya adalah seseorang yang rutin menunaikan sholat tetapi sholatnya tidak mampu menahan diri dari perbuatan keji dan mungkar, justru bisa membuatnya semakin jauh dari Allah SWT.

Maka dari itu, mari kita memperbaiki sholat dengan sungguh-sungguh dan berusaha sekuat mungkin menjauhkan diri dari segala perbuatan maksiat.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Umrah Dulu Atau Haji? Ini Penjelasan MUI


Jakarta

Ibadah haji dan umrah adalah dua pilar penting dalam Islam yang menjadi dambaan setiap muslim. Keduanya dilakukan di Tanah Suci Makkah dan memiliki keutamaan masing-masing.

Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah mana yang sebaiknya didahulukan, umrah atau haji? Bagaimana pandangan ulama dan contoh dari Rasulullah SAW sendiri? Mari kita telaah penjelasannya.

Nabi Muhammad SAW Tunaikan Umrah Dulu

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nabi Muhammad SAW diketahui melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu sebelum menunaikan ibadah haji. Urutan ini menjadi dasar bagi sebagian ulama dalam memperbolehkan umrah dilakukan sebelum haji.


Pernyataan ini didasarkan pada riwayat dari sahabat Ikrimah bin Khalid yang bertanya kepada Ibnu Umar RA mengenai kebolehan umrah sebelum haji. Ibnu Umar menjawab bahwa hal tersebut diperbolehkan, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Riwayat tersebut tertuang dalam HR Bukhari no. 1651:

أَنَّ عِكْرِمَةَ بْنَ خَالِدٍ سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ الْعُمْرَةِ قَبْلَ الْحَجِّ، فَقَالَ : لَا بَأْسَ. قَالَ عِكْرِمَةُ : قَالَ ابْنُ عُمَرَ : اعْتَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَحُجَّ

Artinya: “Bahwa Ikrimah bin Khalid bertanya kepada Ibnu Umar RA tentang melaksanakan umrah sebelum haji. Maka Ibnu Umar menjawab, ‘Tidaklah mengapa.’ Ikrimah berkata, berkata Ibnu Umar RA, ‘Nabi ﷺ melaksanakan umrah sebelum haji.'”

Berdasarkan hadits ini, dapat disimpulkan bahwa mendahulukan umrah daripada haji bukanlah suatu kesalahan atau larangan.

Umrah atau Haji?

Pertanyaan tentang mana yang harus didahulukan sering muncul mengingat realitas pelaksanaan haji yang memerlukan antrean panjang hingga bertahun-tahun. Hal ini membuat umrah seringkali menjadi pilihan yang lebih fleksibel karena bisa dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun.

Banyak muslim memilih untuk menunaikan umrah terlebih dahulu sebagai “pelepas rindu” ke Tanah Suci, sembari menanti giliran haji tiba.

Dalam buku Antar Aku ke Tanah Suci karya Miftah Faridl dan Budi Handrianto, dijelaskan bahwa pilihan antara umrah atau haji sebaiknya disesuaikan dengan kondisi masing-masing jemaah. Faktor utama yang perlu dipertimbangkan adalah kesiapan fisik dan kemampuan finansial pada saat itu.

Namun, satu hal yang sangat penting untuk dipahami adalah bahwa menunaikan umrah tidak serta merta menggugurkan kewajiban ibadah haji. Seseorang yang telah melaksanakan umrah tetap berkewajiban untuk menunaikan haji jika telah memenuhi syarat mampu (istitha’ah).

Sebagaimana dikutip dari laman MUI, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam karyanya Fath al-Bari menjelaskan:

أَنَّ الْعُمْرَةَ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ الْحَجَّةَ فِي الثَّوَابِ لَا أَنَّهَا تَقُومُ مَقَامَهَا فِي إسْقَاطِ الْفَرْضِ لِلْإِجْمَاعِ عَلَى أَنَّ الِاعْتِمَارَ لَا يُجْزِئُ عَنْ حَجِّ الْفَرْضِ

Artinya: “Bahwa umrah di bulan Ramadan itu setara haji dalam pahalanya saja, bukan berarti umrah dapat menggantikan haji sehingga kewajiban haji dapat gugur karena ulama telah sepakat (ijma) bahwa umrah tidak dapat menggugurkan kewajiban haji.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, *Fath al-Bari*, juz 3, hlm 604)

Kesimpulannya, hukum melaksanakan umrah sebelum haji pada dasarnya diperbolehkan. Namun, penting untuk diingat bahwa umrah tidak menggantikan kewajiban haji. Setiap muslim yang telah mampu, baik secara fisik maupun finansial, tetap memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji.

Wallahu a’lam.

(hnh/hnh)



Sumber : www.detik.com

Soal Beras Premium Dioplos, Begini Hukumnya dalam Islam


Jakarta

Pemerintah menemukan sejumlah beras oplosan di pasaran. Ada 212 merek yang terbukti melanggar aturan.

Karena kecurangan itu, negara ditaksir rugi Rp 10 triliun dalam waktu lima tahun. Kasus ini diungkap oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

“Negara subsidi Rp 1.500. Kemudian kemudian diangkat naik lagi harga Rp 2.000-3.000. Kita hitung kerugian negara Rp 2 triliun ini satu tahun. Kalau lima tahun Rp 10 triliun, yang diambil adalah Rp 1,4 triliun. Emang berat bagi kami kami siap tanggung risiko,” kata Amran, dikutip dari detikFinance.


Lantas, bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini?

Hukum Jual Beli Barang Oplosan dalam Islam

Islam sangat jelas melarang praktik jual beli barang oplosan seperti ini. Sebab, dianggap curang dan tidak transparan.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah menegur seseorang yang berlaku demikian. Ia adalah pedagang yang menyembunyikan kualitas buruk barang dagangannya.

Menukil buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah karya Fuad Abdurrahman, Rasulullah SAW begitu marah dengan pedagang tersebut karena tak jujur dalam berdagang. Karena ia mengoplos gandung kering dan gandum basah yang dijualnya. Begini kisah lengkapnya.

Suatu hari, Rasulullah SAW berkeliling pasar bersama para sahabat untuk memastikan tidak ada kecurangan dalam transaksi jual beli. Perhatian beliau tertuju pada seorang penjual gandum yang menumpuk dagangannya tinggi.

Beliau lantas mendekat dan memasukkan tangannya ke dalam tumpukan gandum tersebut. Saat mengecek, jari jemari beliau merasakan bagian bawah gandum yang basah dan hampir busuk. Ternyata, si penjual sengaja meletakkan gandum berkualitas bagus di atas untuk menutupi kondisi gandum yang jelek di bawahnya, berniat menipu pembeli.

“Apa ini, hai pemilik gandum?” tanya Rasulullah SAW.

“Ini bagian yang terkena hujan, wahai Rasulullah,” jawab pedagang itu.

Rasulullah SAW kemudian menegur, “Mengapa tidak kau letakkan di bagian atas agar bisa dilihat para pembeli? Apakah kau sengaja menempatkan gandum yang basah ini di bawah gandum yang bagus agar tidak ada orang yang melihatnya?”

Pedagang itu terdiam.

Lalu, Rasulullah SAW bersabda dengan tegas, “Barang siapa menipu kami maka ia tidak termasuk golongan kami.”

Dalam riwayat lain disebutkan, “Barang siapa membunuh saudaranya sesama muslim maka ia bukan termasuk golongan kami. Dan barang siapa menipu kami, ia bukan golongan kami.”

Ada pula kisah lain tentang seorang pria yang mengadu kepada Rasulullah SAW karena sering tertipu dalam transaksi. Setelah mendengar keluhannya, beliau menasihati pria itu: “Saat bertransaksi dengan siapa pun, katakan: Jangan menipu!” Sejak saat itu, pria tersebut selalu mengucapkan kalimat itu sebelum berdagang.

Menipu dan berbohong adalah perbuatan tercela yang sangat dilarang dalam Islam. Setiap muslim yang beriman wajib menjauhi tindakan penipuan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesama muslim adalah saudara. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya kemudian ia tidak menjelaskan cacat tersebut.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Balasan bagi pelaku penipuan sangatlah berat. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak masuk surga seorang penipu, orang yang menyebut-nyebut kebaikan (yang pernah ia berikan kepada orang lain), dan orang kikir.”

Dari kisah dan hadits-hadits ini, jelaslah bahwa Islam sangat menekankan pentingnya kejujuran dan transparansi dalam setiap interaksi, khususnya dalam berdagang. Menipu bukan hanya merugikan orang lain, tetapi juga menjauhkan pelakunya dari golongan Rasulullah SAW dan menghalangi jalan menuju surga.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Umrah di Bulan Muharram, Apakah Pahalanya Lebih Besar?


Jakarta

Umrah merupakan ibadah yang dilakukan di Tanah Suci sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Berbeda dengan haji yang memiliki waktu tertentu, umrah dapat dilakukan kapan saja, termasuk di bulan Muharram.

Dalam Islam, bulan Muharram sendiri dikenal sebagai salah satu bulan yang mulia dan penuh keberkahan. Lantas, apakah umrah yang dikerjakan di bulan Muharram bisa mendatangkan pahala yang lebih besar dibanding bulan lainnya?

Keutamaan Umrah di Bulan Muharram

Mengacu pada buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun karya Ustadz Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid, bulan Muharram merupakan waktu yang istimewa di mana Allah SWT menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak amal saleh dan menjauhi perbuatan dosa.


Hal ini karena di bulan mulia tersebut, ganjaran untuk setiap amal kebajikan dilipatgandakan, sementara dosa akibat maksiat juga menjadi lebih berat timbangannya.

Penjelasan mengenai hal ini juga dikupas lebih rinci oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.

ثُمَّ اخْتَصَّ مِنْ ذَلِكَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ فَجَعَلَهُنَّ حَرَامًا، وعَظم حُرُماتهن، وَجَعَلَ الذَّنْبَ فِيهِنَّ أَعْظَمَ، وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ وَالْأَجْرَ أَعْظَمَ.

Artinya: “Allah SWT mengkhususkan empat bulan haram dari 12 bulan yang ada, bahkan menjadikannya mulia dan istimewa, juga melipatgandakan perbuatan dosa di samping melipatgandakan perbuatan baik.”

Berdasarkan penjelasan tersebut, umrah yang dilaksanakan di bulan Muharram juga termasuk amal baik yang dianjurkan karena keutamaannya. Sebab, bulan Muharram adalah waktu yang dimuliakan di mana pahala setiap kebaikan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Karena umrah sendiri merupakan ibadah yang berpahala besar, maka keutamaannya pun diyakini semakin bertambah saat dilakukan di bulan ini. Namun, pada akhirnya hanya Allah lah yang Maha Mengetahui seberapa besar pahala yang diberikan kepada hamba-Nya.

Keistimewaan Ibadah Umrah

Ibadah umrah memiliki banyak keistimewaan. Berdasarkan sejumlah hadits, umrah menjadi sebab dihapuskannya dosa, terkabulnya doa, bahkan dihilangkannya kefakiran. Dalam buku Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 3 karya Imam An-Nawawi, dijelaskan beberapa keutamaan umrah.

1. Terhapusnya Dosa

Salah satu keistimewaan umrah sebagai kafarah atau penghapus dosa, yaitu ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Rasulullah SAW bersabda,

العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ

Artinya: “Umrah ke umrah berikutnya adalah kafarah dosa-dosa yang terjadi di antara kedua umrah dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (Muttafaqun ‘alaih)

2. Doa Dikabulkan

Selain menghapus dosa, ibadah umrah juga menjadi salah satu sebab terkabulnya doa, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

عن جابر رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ الْحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ وَفْدُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، دَعَاهُمْ فَأَجَابُوْهُ وَسَأَلُوْهُ فَأَعْطَاهُمْ

Artinya: Dari sahabat Jabir RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jemaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka, lalu mereka memenuhi panggilan-Nya dan mereka meminta kepada-Nya, lalu Allah memberikan permintaan mereka.” (HR Al-Bazzar)

3. Menghilangkan Kemiskinan

Ibadah umrah juga memiliki keutamaan lain, yakni dapat menjadi sebab dihilangkannya kemiskinan. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits.

تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

Artinya: “Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR An-Nasai, Tirmidzi, dan Ahmad)

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Masjid Agung Damaskus, Bangunan yang Berdiri Sejak 1.300 Tahun yang Lalu


Jakarta

Masjid Agung Damaskus atau biasa dikenal sebagai Masjid Umayyah adalah salah satu masjid bersejarah di Damaskus, Suriah. Sebagaimana diketahui, Damaskus sendiri merupakan kota tertua yang ada di dunia.

Mengutip dari laman Education World, Damaskus diperkirakan berusia sekitar 11 ribu tahun. Dalam catatan sejarah, Damaskus pertama kali dihuni manusia pada milenium ketujuh sebelum Masehi (SM). Kini, Damaskus berkembang menjadi wilayah metropolitan yang dihuni lebih dari dua juta penduduk.

Sementara itu, Masjid Umayyah yang letaknya di Damaskus merupakan masjid yang dibangun pada masa bani Umayyah, dinasti Islam pertama setelah pemerintahan Khulafaur Rasyidin di Madinah. Berdirinya dinasti ini sebagai babak baru perjalanan sejarah Islam.


Sejarah Berdirinya Masjid Agung Damaskus

Menukil dari buku Sejarah Terlengkap Peradaban Islam oleh Abdul Syukur al Azizi, Masjid Agung Damaskus itu dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik sekitar tahun 705-715 Masehi dengan hiasan dinding dan ukiran yang indah. Arsitektur masjid tersebut berpengaruh terhadap seni bangunan masjid di seluruh dunia.

Dari Masjid Umayyah itulah, arsitektur Islam mulai mengenal lengkungan, menara segi empat, dan maksurah. Selama berabad-abad, Masjid tersebut menjadi ikon kota Damaskus.

Masjid Agung Damaskus ini berkali-kali berpindah tangan. Awalnya, bangunan tersebut merupakan Kuil Yupiter peninggalan Romawi Kuno pada awal abad pertama Masehi, lalu beralih fungsi menjadi Gereja St John the Baptist pada akhir abad ke-4 sampai akhirnya menjadi masjid di bawah kepemimpinan Dinasti Umayyah.

Khalifah Al Walid memberi ganti rugi kepada orang-orang kristen setelah membongkar bangunan gereja menjadi Masjid Umayyah. Menurut beberapa riwayat, Al Walid sendiri yang memulai pembongkaran itu dengan memancangkan paku emas ke dalam gereja.

Jadi Inspirasi Model Berbagai Masjid Dunia

Masih dari sumber yang sama, Masjid Agung Damaskus berbentuk segi empat dengan ukuran 157 x 100 meter yang terbagi dua. Setengahnya adalah ruangan terbuka dengan air mancur di tengah.

Turut dijelaskan dalam buku Pengantar Sejarah Peradaban Islam karya Murdiono, Masjid Umayyah memiliki kubah besar dan menggunakan pola geometris dan ornamen yang rumit. Bentuk Masjid Umayyah menjadi inspirasi berbagai masjid di dunia seperti Al Azhar di Kairo, Masjid Agung Cordoba di Spanyol, dan Masjid Agung Bursa di Turki.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Nama Anak Laki-laki Islam Modern yang Jarang Dipakai


Jakarta

Memberi nama anak bukan sekadar tradisi, melainkan tersirat doa dan harapan untuk masa depannya. Bagi detikers yang sedang memikirkan nama anak laki-laki Islam modern yang jarang dipakai, tak ada salahnya baca sampai habis artikel ini.

Dalam Islam, pemberian nama anak dilakukan pada hari ketujuh kelahiran. Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar yang diterjemahkan Abu Firly Bassam Taqiy mengatakan kesunahan ini bersandar pada hadits dari Amr ibnu Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya yang menceritakan:

Artinya: “Nabi SAW memerintahkan untuk memberi nama bayi yang baru lahir pada hari yang ketujuh, begitu pula melenyapkan kotoran dan mengakikahinya.” (HR At Tirmidzi dan ia menyatakannya hasan)


Dalam riwayat lain, pemberian nama anak ini dilakukan bersamaan dengan akikah pada hari ketujuh kelahiran bayi. Dari Samurah ibnu Jundub RA, Rasulullah SAW pernah bersabda,

Artinya: “Setiap anak (yang baru lahir) tergadaikan oleh akikahnya yang disembelih untuknya pada hari yang ketujuh, lalu dicukur dan diberi nama.” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, an-Nasa’i. At-Tirmidzi menyatakan hasan shahih)

Nama Anak Laki-laki Islam Modern

Ada banyak nama yang bisa diberikan pada anak. Umumnya terdiri dari dua atau tiga kata. Berikut detikHikmah rangkum dari Kitab Nama Bayi Islami susunan Ust. K. Akbar Saman dan dan sumber lainnya beberapa nama anak laki-laki Islam modern, yang mungkin masih jarang dipakai.

  1. Ahwar (Artinya: yang bermata Indah)
  2. Aqmaar (Artinya: wajah bulat seperti bulan)
  3. Ajdaan (Artinya: menjadi kaya)
  4. Asdaaf (Artinya: terang, bersinar, bercahaya)
  5. Atsir (Artinya: yang dihormati/dimuliakan)
  6. Bahjan (Artinya: menggembirakan, menyenangkan)
  7. Baihas (Artinya: pemberani)
  8. Bakhiit (Artinya: beruntung)
  9. Tabban (Artinya: memandang dengan tajam)
  10. Tariim (Artinya: yang selalu merendah pada Allah SWT)
  11. Tiroos (Artinya: tameng, perisai)
  12. Tsaqban (Artinya: bersinar/bercahaya)
  13. Tsaqif (Artinya: cerdas, pandai, cerdik)
  14. Jafnah (Artinya: yang dermawan)
  15. Jahi (Artinya: yang bagus salatnya)
  16. Jahiir (Artinya: yang murni, suci)
  17. Jasron (Artinya: keberanian)
  18. Jawaad (Artinya: dermawan, murah hati)
  19. Jillauz (Artinya: yang gagah berani)
  20. Habr (Artinya: orang alim, saleh)
  21. Hadzadz (Artinya: cerdas akalnya)
  22. Hannaan (Artinya: pengasih, penyayang)
  23. Hasiib (Artinya: bangsawan, yang mencukupi)
  24. Hazwar (Artinya: pemuda yang kuat)
  25. Haq (Artinya: agama Islam, keadilan)
  26. Hutrusy (Artinya: pemuda yang sigap, tangkas)
  27. Khirwa’ (Artinya: yang halus, lembut, menyenangkan, mewah)
  28. Khafisy (Artinya: yang sipit matanya)
  29. Khidhom (Artinya: tuan, pemimpin, penyabar, dermawan)
  30. Ahwas Farid Assyraaf (Artinya: laki-laki pemberani yang istimewa dan mulia)
  31. Adnan Khiar (Artinya: surga firdaus adalah pilihan terbaik)
  32. Ahlam Zulfadli Rahmani (Artinya: laki-laki kesayangan, harapan dengan segala kelebihannya)
  33. Amrullah Azzaky (Artinya: laki-laki yang melakukan perintah Allah yang suci)
  34. Aqdasul Maqam Asrarullah (Artinya: tempat sakral berisi rahasia-rahasia Allah SWT)
  35. Arbani Ma’mum Mahmudi (Artinya: laki-laki beriman yang fasih berbicara dan terpuji)
  36. Badru Nuruzaman Alawy (Artinya: laki-laki tampan penerang zaman)
  37. Busyra Mahfuzh Shiddiq (Artinya: pembawa kabar gembira yang terpelihara dan jujur)
  38. Falah Sa’id Anwari (Artinya: sukses, selamat, dan selalu bahagia)
  39. Hanif Imadul Haq (Artinya: yang istikamah dalam kebenaran dan menjadi tiang agama Islam)
  40. Mari’e Fayyadh Fu’ad (Artinya: orang yang terpelihara hatinya)

Nama Anak Laki-laki yang Disukai Allah

Selain nama-nama tersebut, ada nama anak laki-laki yang disukai Allah SWT. Menurut hadits dalam Shahih Muslim, Allah SWT paling suka nama Abdullah dan Abdurrahman.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya nama-nama kalian yang paling disukai Allah SWT adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (HR Muslim)

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Hukum Wanita Haid Masuk Masjid untuk Mengikuti Kajian


Jakarta

Haid adalah keniscayaan bagi setiap wanita baligh. Ini adalah sebuah siklus alami yang telah ditetapkan Allah SWT.

Wanita yang sedang haid juga diatur aktivitasnya dalam Islam. Ada beberapa hal yang boleh mereka lakukan, ada pula yang tidak.

Lantas, bagaimana jika wanita yang sedang haid ingin mengikuti kajian di dalam masjid? Apakah hal ini diperbolehkan?


Selama periode itu, ada beberapa ketentuan syariat yang perlu dipahami oleh muslimah. Salah satunya mengenai aktivitas di masjid.

Artikel ini akan membahas secara mendalam hukum wanita haid masuk masjid untuk mengikuti kajian, merujuk pada berbagai pandangan ulama dan dalil-dalilnya.

Larangan dan Kebolehan bagi Wanita Haid

Secara umum, wanita yang sedang haid dilarang melakukan beberapa ibadah tertentu. Mengutip Ensiklopedia Fikih Wanita oleh Agus Arifin dan Sundus Wahidah, hal-hal yang diharamkan antara lain:

  • Melakukan semua hal yang diharamkan bagi orang junub.
  • Puasa, salat, dan thawaf (puasa Ramadan wajib diganti).
  • Sujud syukur dan sujud tilawah.
  • Menyentuh, membawa, dan membaca Al-Qur’an.
  • Bersetubuh dengan suami.

Namun, ada pula aktivitas yang diperbolehkan bagi wanita haid, seperti:

  • Berzikir.
  • Mendengarkan lantunan Al-Qur’an.
  • Istimta’ (bercumbu) dengan suami.

Bolehkan Wanita Haid Masuk Masjid?

Pertanyaan mengenai kebolehan wanita haid memasuki masjid sering kali menjadi perdebatan. Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Ada yang melarang, ada pula yang membolehkan dengan syarat tertentu.

Dalil yang Membolehkan Wanita Haid Masuk Masjid

Mengutip buku Fiqih Wanita oleh Qomaruddin Awwam, S.AG., M.A, Syaikh Khalid Muslih, seorang ulama terkemuka, pernah menyatakan bahwa wanita haid boleh masuk masjid selama tidak dalam rangka salat. Misalnya untuk menghadiri majelis ilmu atau mendengarkan nasihat.

Pandangan ini didukung oleh beberapa dalil, di antaranya:

Dalil 1

Dalil yang pertama adalah hadits dari Aisyah RA. Beliau pernah diminta oleh Rasulullah SAW untuk mengambil al-khumrah (sajadah kecil) di dalam masjid.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاوِلِينِي الْخُمْرَةَ مِنْ الْمَسْجِدِ قَالَتْ فَقُلْتُ إِنِّي حَائِضٌ فَقَالَ إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ

[رواه مسلم].

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: Ambilkan sajadah untukku di masjid! Aisyah mengatakan: Saya sedang haid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya, haidmu tidak berada di tanganmu.” (HR Muslim)

Dalil 2

Hadits lain dari Aisyah RA, yang menceritakan bahwa Nabi SAW mendekatkan kepalanya kepada Aisyah untuk dicuci dan disisir rambutnya saat Aisyah sedang haid dan beliau sedang beriktikaf di masjid. Ini menunjukkan interaksi Nabi SAW dengan wanita haid di lingkungan masjid.

عن عائشة قالت كان النبي صلى الله عليه وسلم يدني رأسه إلي وأنا حائض وهو مجاور تعني معتكفا فاغسله وأرج

Artinya: Aisyah berkata, “Nabi SAW mendekatkan kepalanya kepadaku ketika aku dalam keadaan haid, sementara beliau sedang mujawir (maksudnya beriktikaf). Aku pun mencuci dan menyisir rambutnya.” (HR Abu Daud)

Dalil 3

Selanjutnya dalam hadis yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji, disebutkan bahwa Aisyah mengalami haid. Dalam riwayat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang Aisyah memasuki masjid, sebagaimana jemaah haji lainnya yang tetap diperbolehkan masuk. Yang dilarang oleh Nabi SAW hanyalah melaksanakan tawaf di sekitar Ka’bah.

خَرَجْنَا لاَ نَرَى إِلاَّ الْحَجَّ فَلَمَّا كُنَّا بِسَرِفَ حِضْتُ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي قَالَ مَا لَكِ أَنُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَاقْضِي مَا يَقْضِي الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ …

[رواه البخارى].

Artinya: “Kami keluar untuk melaksanakan haji, ketika kami sampai di Sarif saya mengalami haid, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui aku, sementara saya sedang menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Apakah kamu sedang haid? Saya menjawab: Ya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya ini masalah yang telah ditentukan Allah bagi kaum wanita, maka lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berhaji, kecuali jangan tawaf di Ka’bah..” (HR al-Bukhari)

Dalil 4

Imam Ahmad, Al-Muzani, Abu Dawud, Ibn Al-Munzir, dan Ibnu Hazm, seperti yang dikutip dalam Kitab Fikih al-Thaharah Al-Qardhawi, menggunakan dalil hadits Abu Hurairah dalam Shahih Bukhari yang menyatakan bahwa muslim itu tidak najis.

Mereka mengkiaskan orang junub dengan orang musyrik, sehingga jika orang junub lebih utama diperbolehkan masuk masjid, maka wanita haid yang uzurnya bersifat alami (tidak dapat dicegah) lebih utama mendapatkan keringanan.

Dalil yang Melarang Wanita Haid Masuk Masjid

Pandangan ini didukung oleh beberapa dalil, di antaranya:

Dalil 1

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي غَنِيَّةَ عَنْ أَبِي الْخَطَّابِ الْهَجَرِيِّ عَنْ مَحْدُوجٍ الذُّهْلِيِّ عَنْ جَسْرَةَ قَالَتْ أَخْبَرَتْنِي أُمُّ سَلَمَةَ قَالَتْ دَخَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَرْحَةَ هَذَا الْمَسْجِدِ فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ إِنَّ الْمَسْجِدَ لاَ يَحِلُّ لِجُنُبٍ وَلاَ لِحَائِضٍ

[رواه ابن ماجه] .

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Muhammad bin Yahya, mereka berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Ghaniyyah dari al-Khathab al-Hajariy dari Mahduj adz-Dzuhliy dari Jasrah, ia berkata telah mengkhabarkan kepadaku Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk halaman masjid kemudian mengumumkan dengan suara keras, sesungguhnya masjid tidak halal untuk orang junub dan tidak pula untuk orang haid.” (HR Ibnu Majah)

Dalil 2

أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلَّاهُنَّ …

[رواه البخارى].

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menyertakan wanita yang sedang haid dan wanita pingitan pada dua hari Raya. Mereka menyaksikan kumpulan kaum muslimin dan dakwah untuk mereka. Adapun wanita yang sedang haid supaya menjauh dari tempat salat…” (HR al-Bukhari)

Dalil 3

Buya Yahya, dalam video “Hukum Wanita Haid Mengikuti Pengajian” di kanal YouTube Al-Bahjah TV, menjelaskan secara gamblang mengenai hukum wanita haid yang ingin mengikuti kajian di masjid. Beliau menekankan pentingnya berpegang pada pandangan empat mazhab utama dalam Islam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.

Buya Yahya menegaskan bahwa wanita haid tetap diperbolehkan untuk mengikuti kajian. Namun, poin krusial yang menjadi pembahasan adalah kehadiran atau berdiam diri di dalam masjid.

Menurut Buya Yahya, empat mazhab sepakat bahwa wanita haid tidak diperkenankan untuk “al-mukthu” (diam atau berdiam diri) di dalam masjid. Beliau juga menambahkan bahwa jika ada ustaz atau ulama lain yang memiliki pandangan berbeda, itu adalah urusan mereka, namun Buya Yahya tetap berpegang pada kesepakatan empat mazhab yang dianggap sebagai referensi utama.

Hukum Melintas di Masjid bagi Wanita Haid dan Nifas

Meskipun berdiam diri tidak diperbolehkan, ada kelonggaran untuk “murur” atau melintas. Buya Yahya mencontohkan, jika anak lari ke dalam masjid dan ibu ingin mengambilnya, itu diperbolehkan.

Begitu pula jika ingin mengantar minum untuk suami dan segera keluar lagi. Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara berdiam diri dengan hanya sekadar lewat untuk suatu keperluan.

Dalam Ensiklopedia Fikih Wanita oleh Agus Arifin dan Sundus Wahidah, dijelaskan rincian hukum berjalan melewati masjid bagi wanita haid dan nifas:

Boleh

Jika sekadar untuk mengisi kotak amal atau melintas dari satu pintu ke pintu lain.

Haram

Jika ada kekhawatiran darah akan menetes dan menajiskan masjid.

Makruh

Jika tidak ada kekhawatiran darah menetes.

Syekh Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan bahwa mazhab Syafi’i membolehkan orang junub, haid, dan nifas untuk melintas di masjid tanpa berdiam diri atau berputar-putar, dengan syarat aman dari pencemaran masjid. Begitupun jika masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu lain, itu diperbolehkan.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Enggan Bayar Utang Jadi Dosa yang Tak Diampuni Walau Mati Syahid


Jakarta

Bagi sebagian besar umat Islam, mati syahid adalah cita-cita luhur yang dijanjikan ganjaran surga dan pengampunan seluruh dosa. Namun, tahukah detikers bahwa ada satu jenis dosa yang bahkan kematian di medan jihad sekalipun tidak akan menghapusnya?

Dosa tersebut adalah utang.

Ini adalah peringatan serius bagi kita semua tentang pentingnya menunaikan hak sesama manusia. Mari kita telaah lebih dalam mengapa utang menjadi pengecualian dalam kemuliaan mati syahid ini, berdasarkan dalil-dalil dan penjelasan ulama.


Kemuliaan Mati Syahid dan Pengecualian Dosa Utang

Mati syahid merujuk pada kondisi seorang muslim yang wafat di jalan Allah SWT. Mereka disebut sebagai syuhada.

Golongan syuhada meliputi mereka yang gugur dalam perjuangan fi sabilillah, meninggal dalam ketaatan, karena wabah penyakit (seperti pes), sakit perut, atau tenggelam. Hal ini disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah RA yang diriwayatkan oleh Rasulullah SAW.

“Orang yang gugur karena berjuang di jalan Allah mati syahid, orang yang meninggal dalam keadaan taat kepada Allah adalah mati syahid, orang yang meninggal karena penyakit pes juga mati syahid, orang yang meninggal karena sakit perut mati syahid, orang yang tenggelam mati syahid.”

Dalam Buku Pintar Calon Haji karya Fahmi Amhar, menjelaskan bahwa orang yang mati syahid dijanjikan pengampunan dosa dan masuk surga tanpa hisab. Namun, ada satu pengecualian penting. Dosa utang tidak akan diampuni oleh Allah SWT, walaupun ia syahid sekalipun.

Hal ini dipertegas dalam hadits riwayat Muslim dari Abdullah bin Amru bin Ash RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

Artinya: “Orang mati syahid itu diampuni segala dosanya kecuali utang.” (HR Muslim)

Mengapa Dosa Utang Begitu Berat?

Beratnya dosa utang terletak pada hakikatnya yang merupakan urusan antara hamba dengan sesama manusia, bukan semata-mata hak Allah SWT. Menukil buku Seputar Budak dan Yang Berutang: Seri Hukum Zakat karya Abdul Bakir, menjelaskan bahwa utang dapat menjadi penghalang seseorang untuk masuk surga, bahkan jika utang tersebut tanpa bunga atau riba. Ini karena hak yang belum terpenuhi terhadap orang lain akan menjadi tuntutan di akhirat kelak.

Lebih mengkhawatirkan lagi, orang yang memiliki niat untuk tidak melunasi utangnya disamakan dengan kufur (kekafiran). Hal ini tergambar jelas dari doa Rasulullah SAW yang selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kekufuran dan utang secara bersamaan.

Kemudian ada seorang laki-laki bertanya, “Apakah engkau menyamakan kufur dengan utang, Ya Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Ya!” (HR Nasa’i dan Hakim)

Ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kewajiban melunasi utang dengan keimanan seseorang.

Pentingnya Melunasi Utang sebelum Ajal Tiba

Mengingat urgensi ini, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk senantiasa melunasi utang sebelum ajal menjemput. Beliau bersabda,

لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ

Artinya: “Sungguh kalian pasti menunaikan hak-hak kepada pemiliknya pada hari kiamat. Hingga dituntut balas (qisas) untuk kambing tidak bertanduk dari kambing bertanduk yang dahulu menanduknya.” (HR Muslim)

Hadits ini menggambarkan betapa adilnya pengadilan Allah di hari kiamat bahwa setiap hak akan dituntut, bahkan hak seekor hewan sekalipun. Tentu saja, hak sesama manusia jauh lebih utama untuk ditunaikan.

Melunasi utang tepat waktu merupakan bentuk tidak menzalimi orang yang telah berbaik hati memberikan pinjaman. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, dia tidak boleh menzalimi saudaranya, tidak boleh menipunya, tidak boleh memperdayanya dan tidak boleh meremehkannya.” (HR Muslim)

Selain itu, menunaikan utang juga termasuk dalam kategori memberi manfaat kepada manusia. Sebuah hadits menyebutkan,

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: “Orang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Al Jami’)

Dengan melunasi utang, kita tidak hanya menunaikan kewajiban tetapi juga meringankan beban orang lain dan menjaga kebermanfaatan dalam hubungan sosial.

Kisah tentang dosa utang yang tidak terampuni walau mati syahid ini menjadi pengingat yang sangat kuat bagi kita semua. Ia mengajarkan bahwa hak-hak sesama manusia memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah SWT.

Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam berutang, pastikan memiliki niat dan kemampuan untuk melunasinya, serta bersegeralah menunaikan kewajiban tersebut sebelum ajal menjemput. Jangan sampai kemuliaan syahid terhalang oleh selembar utang yang belum terbayar.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Arisan Online dengan Sistem Denda bagi yang Telat Bayar


Jakarta

Arisan merupakan salah aktivitas sosial yang cukup mengakar kuat di masyarakat Indonesia sebagai bentuk kebersamaan dan tolong-menolong. Kegiatan ini biasanya dilakukan secara berkala oleh kelompok tertentu untuk saling memberikan giliran menerima sejumlah uang.

Namun, seiring dengan kemajuan teknologi dan kemudahan akses internet, arisan kini banyak dilakukan secara online melalui media sosial dan aplikasi digital. Hal ini memunculkan berbagai pertanyaan, terutama terkait hukum arisan online dalam Islam, termasuk praktik pemberian denda bagi peserta yang telat membayar iuran.

Hukum Arisan Online

Mengutip laman Kemenag, arisan dengan sistem undian dan giliran dianggap sebagai sesuatu yang diperbolehkan. Hal ini merujuk pada pendapat Imam Al-Iraqi yang dikutip dalam kitab Hasyiah Al-Qalyubi wa Umairah bahwa praktik arisan semacam ini tidak bertentangan dengan prinsip syariah.


الْجُمُعَةُ الْمَشْهُورَةُ بَيْنَ النِّسَاءِ بِأَنْ تَأْخُذَ امْرَأَةٌ مِنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْ جَمَاعَةٍ مِنْهُنَّ قَدْرًا مُعَيَّنًا فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ شَهْرٍ وَتَدْفَعُهُ لِوَاحِدَةٍ بَعْدَ وَاحِدَةٍ، إلَى آخِرِهِنَّ جَائِزَةٌ كَمَا قَالَهُ الْوَلِيُّ الْعِرَاقِيُّ.

Artinya: “Adapun perkumpulan yang umum di antara sekelompok perempuan di mana seorang perempuan mengambil sejumlah uang tertentu dari setiap anggota perempuan dalam perkumpulan tersebut, yang kemudian diberikan kepada anggota lain secara bergantian, maka hukumnya boleh.”

Mengenai arisan online, pada prinsipnya sama saja. Selagi ada kesepakatan, keikhlasan, serta keadilan dari semua pihak yang mengikuti arisan online, maka hukumnya adalah boleh. Bahkan, konsep arisan ini bisa dibilang seperti menabung.

Dikutip dari jurnal berjudul Perberlakuan Denda dalam Arisan Online Perspektif Fikih Muamalah oleh Alfi Atuz dari UIN Malang, hukum arisan online dalam Islam berkaitan erat dengan konsep qardh atau utang. Dalam pandangan syariah, qardh merupakan bentuk akad sosial yang bertujuan memberikan bantuan kepada sesama.

Tujuan utama dari qardh adalah menolong orang lain dengan cara meminjamkan sebagian harta kepada saudaranya. Akad ini tidak bersifat komersial dan tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan.

Dalam konteks arisan online, prinsip qardh diterapkan karena peserta saling memberikan dana dalam bentuk giliran. Artinya, peserta yang belum mendapat giliran pada dasarnya sedang meminjamkan uangnya kepada peserta yang sudah menerima arisan.

Qardh memiliki tiga rukun utama yang harus dipenuhi dalam akadnya. Pertama adalah sighot (ucapan), yakni adanya ijab dan qabul yang menunjukkan kesepakatan antar pihak yang terlibat.

Kedua, harus ada pihak yang berakad, yaitu muqridh (pemberi pinjaman) dan muqtaridh (peminjam). Ketiga adalah ma’qud ‘alaih, yaitu harta atau dana yang menjadi objek pinjaman; dalam hal ini adalah uang arisan yang diberikan secara bergiliran. Arisan online sudah memenuhi rukun-rukun ini.

Hukum Pemberlakuan Denda dalam Arisan

Masih dikutip dari jurnal yang sama, penerapan denda dalam arisan online yang meskipun nantinya didistribusikan ke semua anggota dianggap mengandung unsur riba jahiliyah dan riba qardh, sehingga bertentangan dengan prinsip fikih muamalah yang melarang riba dan menuntut keadilan.

Praktik pemberian denda dalam arisan online dapat digolongkan sebagai bentuk riba. Ini karena adanya tambahan pembayaran yang dibebankan kepada anggota yang terlambat, melebihi jumlah iuran yang seharusnya.

Tambahan tersebut tidak dilandaskan pada prinsip keadilan dalam transaksi dan tergolong sebagai manfaat berlebih yang termasuk kategori riba. Terlebih lagi, sistem denda harian mencerminkan pola yang mirip dengan riba jahiliyyah yakni utang akan terus bertambah jika tidak segera dilunasi.

Dalam perspektif ini, praktik denda seperti itu berpotensi menekan atau mengeksploitasi peserta yang mengalami keterlambatan. Hal ini menjadi lebih tidak adil jika keterlambatan terjadi karena alasan yang tidak disengaja, seperti lupa atau kesulitan ekonomi.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com